• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Yang Dihadapi Di Onan Nainggolan

BAB III Perkembangan Onan Nainggolan ( 1965 – 1998 )

3.4 Permasalahan Yang Dihadapi Di Onan Nainggolan

telah meninggal21

Pungutan/retribusi yang dikutip dari para pedagang digunakan untuk penataan kota supaya tercipta daerah yang indah, tertib, dan bersih. Masalah sampah yang dimunculkan para pedagang merupakan suatu kendala bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam mewujudkan daerah yang bersih dan indah. Maka untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih serius dari seluruh pihak yang berkompeten karena apabila tidak ditangani secara serius maka akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks. Melihat kenyataan yang berkembang, maka pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menyediakan gerobak-gerobak dan tong- tong sampah.Di samping itu juga telah menyiapkan tenaga-tenaga kerja kebersihan yang bertugas memelihara kebersihan kota, menyapu jalan/pasar, dan petugas pengangkutan gerobak sampah. Jumlah dari petugas kebersihan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah dalam penanggulangan sampah dan juga demi kesejahteraan para pedagang dan kenyamanan para pembeli

.

22

3.4 Permasalahan yang Dihadapi di Onan Nainggolan .

Para pedagang tersebut apabila sudah selesai berjualan akan meninggalkan sampah yang berserakan sehingga dapat menimbulkan situasi yang tidak nyaman di sekitar pasar dan selokan/parit. Keadaan ini berlangsung setiap hari sehingga sampah

21

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

22 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,

ataupun kotoran tersebut jadi menumpuk di areal pasar tersebut. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan aroma yang tidak sedap dan berbau busuk serta dapat menimbulkan sumber penyakit. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebersihan dan keindahan pasar yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan dan tata ruang semakin semrawut serta sering kali dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Keadaan payung-payung yang dipasang oleh para pedagang dari luar Pulau Samosir pada saat berjualan juga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang sedap dipandang oleh mata. Parit-parit yang tersumbat oleh karena sampah-sampah pedagang kaki lima akan menggenang di sepanjang jalan terutama saat hujan turun. Keadaan ini lambat laun akan mempercepat kerusakan pada badan jalan sementara itu pasar menjadi becek dan berlumpur23

Dampak lainnya yang disebabkan oleh para pedagang kaki lima adalah kemacetan lalu lintas. Hal ini terjadi karena pedagang kaki lima tidak menghiraukan tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan. Sering kali para pedagang membuat lokasi berdagang di sepanjang jalan, bahkan terkadang sampai menempati setengah badan jalan. Hal ini juga dapat menggangu kelancaran lalu lintas meskipun petugas sering melakukan penertiban dan penggusuran terhadap para pedagang kaki lima, akan tetapi hasilnya tidak pernah mengalami perubahan24

23

Wawancara dengan Op. Dorlan di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

24 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Keadaan pedagang di Onan Nainggolan menjadi suatu dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan Samosir yang bersih, tertib, dan aman. Pada tahun 1990 Jumlah pedagang terus bertambah karena tempat penampungan untuk berjualan belum memadai. Inilah hal utama yang masih menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengatur tata kota administratifnya, khususnya di daerah Kecamatan Onan

Runggu25

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah berusaha menjadikan Samosir menjadi kota yang indah, tertib, dan bersih. Hal ini sangat berpengaruh dengan Onan

Nainggolan, karena pasar ini sangat strategis dilalui oleh masyarakat dari berbagai arah atau tempat. Hal ini didukung juga oleh dekatnya lokasi pasar dengan Pelabuhan Nainggolan. Pemerintah berusaha dalam mengatasi masalah yang muncul di tengah- tengah masyarakat dalam era keterbukaan dimana memerlukan penanggulangan yang terpadu, yaitu menciptakan kerjasama yang baik dari berbagai pihak dengan memperhatikan aspek dan kepentingan dari berbagai pihak serta tidak mengindahkan nilai kebenaran dan kemanusiaan.

.

Kehadiran pedagang di Onan Nainggolan dari segala bentuk dan kegiatannya tidak pernah luput dari permasalahannya. Pedagang di Onan memberikan masalah yang kompleks terutama masalah sampah, lingkungan kumuh, kemacetan, dan ketertiban lalu lintas yang merupakan ulah dari pedagang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan operasi pasar untuk menertibkan para pedagang dengan mengadakan razia atau penggusuran yang bertujuan untuk menertibkan dan

25 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

menata pedagang agar berjualan di tempat yang telah ditentukan, kemudian menyediakan tempat penampungan bagi para pedagang dengan cara menambah bangunan pasar dan membuka kawat duri pembatas dan dibangun dengan bangunan pasar baru sebagai tambahan bangunan berdagang bagi pedagang dalam menjalankan aktifitasnya. Melalui pasar yang baru ini juga, diharapkan agar para pedagang tidak lagi berjualan di sepanjang jalan maupun badan jalan.

BAB III

PERKEMBANGAN ONAN NAINGGOLAN (1965-1998)

3.1

Kondisi Fisik

Pada tahun 1965, di Samosir, terlebih di Onan Nainggolan terjadi perombakan secara besar-besaran. Onan Nainggolan yang dulunya hanya berupa undung-undung

telah dirombak dan secara keseluruhan menjadi bangunan papan yang atapnya telah dibuat dengan menggunakan ijuk sebagai pelindung dari hujan dan terik matahari sebagai tempat berjualan para pedagang. Akan tetapi bentuk fisik bangunannya masih tergolong sederhana, luas lapak masing-masing tidak merata. Ada beberapa yang luasnya 4x6 meter, dan ada pula yang luasnya hanya 2x3 meter. Pada tahun itu hanya ada 57 bangunan sebagai tempat berjualan para pedagang. Selanjutnya setelah semua pembangunan selesai diadakan lagi upacara adat untuk meresmikan pasar tradisional tersebut karena sudah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat sekitar15

Walaupun telah dibangun lebih baik, ternyata jumlah pedagang setiap tahunnya terus bertambah. Hal ini menyebabkan Onan Nainggolan tidak dapat lagi menampung banyaknya para pedagang, sehingga banyak di antaranya yang berjualan di luar pasar dengan memanfaatkan badan jalan sebagai tempat berjualannya. Kebanyakan dari mereka berasal dari wilayah Nainggolan itu sendiri, dan hanya sebagian saja yang berasal dari luar Nainggolan.

.

15 Wawancara dengan A. Deddy lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Para pedagang yang berasal dari luar Nainggolan biasanya menggunakan kuda beban sebagai alat transportasi mereka untuk mengangkut barang dagangannya, saat itu belum ada angkutan kendaraan bermotor. Mereka yang datang berasal dari Onan

Runggu, Dolok, Palipi, Mogang dan Sitinjak.

Barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari saja telah berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung kepada harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga16

Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama, hingga dimulainya kedatangan pedagang dari luar Pulau Samosir (Muara, Balige, Sibandang, Parapat, dll) pada tahun 1985. Pada tahun 1994 dibangunlah bangunan baru yang lebih mewah. Pasar yang dulunya hanya terbuat dari papan dirubah menjadi pasar dengan bangunan yang lebih bagus. Bangunannya berubah menjadi bangunan beton dengan ukuran merata yaitu 4x5m keseluruhannya. Sementara itu, menunggu pembangunannya selesai, lokasi Onan Nainggolan untuk sementara waktu dipindahkan ke tanah lapang yang masih berada di sekitar wilayah Nainggolan itu juga

.

17

16

Wawancara dengan Op. Parpandua di Kampung Nainggolan, Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

17 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Awalnya pemindahan tersebut mendapatkan perlawanan dari masyarakat setempat. Bentuk perlawanan mereka ditunjukkan dengan cara berjualan bukan di

Onan Nainggolan melainkan di sepanjang jalan dari Pelabuhan Nainggolan hingga ke jalan besar Nainggolan (berjarak sekitar 500M dari Pelabuhan ke jalan besar Nainggolan menuju simpang tiga dan simpang empat juga tanah lapang). Hal ini sangat mengganggu aktifitas lalu lintas., atas himbauan pemerintah setempat, yang juga masih merupakan Raja Bius, maka warga setempat mau pindah ke tanah lapang sebagai tempat berjualan untuk sementara waktu18

Pada tahun 1995 pembangunan Onan Nainggolan yang baru dengan bangunan beton telah rampung. Pedagang pun dipindahkan kembali dari tanah lapang ke Onan

Nainggolan yang baru. Masyarakat pun menerima dengan bangga hasil pembangunan pasar yang baru. Akan tetapi pada tahun 1995 terjadi perubahan yang sangat jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasar dibagi atas beberapa kelas yaitu:

.

1. Kelas I

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual pakaian, barang pecah belah dan alat dapur seperti keramik, piring, gelas, kaca, ember, dan lain-lain, jenis ikan dan daging serta aksesoris. Dalam hal ini pada kelas pertama ini mereka dikenakan biaya retribusi yang lebih besar

18 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,

yakni 3000 rupiah per hari sebagai sewa lahan. Dengan kata lain mereka harus membayar sewa lahan sesuai dengan tarif yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Letaknya berada langsung di depan pintu masuk ke

Onan Nainggolan dari pelabuhan.

2. Kelas II

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual sayur- sayuran, buah-buahan, dan bahan pangan seperti beras, gula, minyak, dan lain-lain. Dalam hal ini, pada kelas kedua para pedagang dikenakan biaya retribusi sebesar 2000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya berada tepat di belakang kelas pertama.

3. Kelas III

Pada lokasi ini dikhususkan kepada para pedagang yang menjual makanan tradisional seperti pecal, mie sop, the manis, attirha dan lain sebaginya. Dalam hal ini, pada kelas ketiga para pedagang dikenakan biaya 1000 rupiah per harinya sebagai sewa lahan. Letaknya lebih ke belakang pasar, tepatnya di belakang kelas kedua19.

Sebenarnya, hal ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih, di mana pada satu lokasi terdapat berbagai jenis barang dagangan dan juga menjaga kenyamanan bagi setiap pembeli yang berbelanja di pasar tersebut. Retribusi yang dikenakan per

19 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

orang dan per hari pekan pun tidak lagi diberikan kepada Marga Parhusip, melainkan sepenuhnya diserahkan kepada Dinas Pasar Kecamatan Onan Runggu. Dalam hal pengutipan retribusi pun tidak ada lagi pengecualian kepada Marga Parhusip. Dengan kata lain, semua pedagang memiliki kewajiban yang sama dalam hal membayar retribusi termasuk dari keluarga Parhusip sekali pun20

Permasalahan baru muncul pada tahun 1998, di mana Onan Nainggolan yang telah dirancang dan dibangun sedemikian rupa demi kesejahteraan masyarakat mengalami kebakaran. Kebakaran terjadi pada malam hari sehingga tidak ada dari kalangan pedagang yang mengalami kerugian. Kerugian dari kebakaran pasar hanya pada bangunan dan tidak ada korban jiwa sama sekali. Dampak dari kebakaran Onan

Nainggolan terhadap para pedagang adalah dengan dipindahkan lagi areal perdagangan ke tanah lapang menunggu pembangunan Onan Nainggolan yang baru.

.

3.2 Pengelolaan Onan Nainggolan

Pasar tradisional merupakan pusat aktifitas sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan sosial lainnya. Keberadaan pasar tradisional terus mengalami perkembangan dan semakin banyak pula masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan pasar tradisional tersebut.

. Dalam hal pengelolaan, Onan Nainggolan lebih bersifat pelayanan kepada masyarakat yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Onan Nainggolan

20 Wawancara dengan A. Jumses, di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1

dipegang oleh Petugas Peraturan Pasar (PERPAS). Tugas pokok dari PERPAS adalah menyiapkan bahan perencanaan dan program kerja, pelayanan administrasi dan teknis pembinaan dan bimbingan, evaluasi dan pelaporan bidang pengelolaan pasar yang meliputi pendapatan serta sarana kebersihan, keamanan, dan ketertiban.

Petugas PERPAS Onan Nainggolan mengelola segala kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas di pasar. Pengelolaannya meliputi pembangunan bangunan fisik pasar, pelayanan kebersihan dengan menyediakan tong sampah yang bekerjasama dengan dinas kebersihan, pemungutan pajak sewa bangunan, dan pelaksana keamanan dan ketertiban di area pasar. Pajak atau sewa bangunan selanjutnya akan dilaporkan kepada pihak Kecamatan yang mengurusi masalah keuangan dan pendapatan kecamatan.

Pada dasarnya sistem pengelolaan Onan Nainggolan bukan hanya dikendalikan oleh petugas pasar (PERPAS) melainkan adanya peran serta masyarakat pedagang yang banyak menggantungkan hidupnya di Onan Nainggolan. Para pedagang yang mengelola Onan Nainggolan adalah para pedagang yang berjualan menetap di mana telah memiliki lapak/tempat berjualan yang tidak berpindah dan telah menandatangani kontrak atas sewa areal dagang. Para pedagang yang menyewa dengan sistem kontrak mulai ada sejak tahun 1997 dimana setiap tempat berdagang yang mereka sewa dikenakan biaya pajak yang berbeda tergantung kepada kelasnya masing-masing.

Sistem pengelolaan Onan Nainggolan adalah sistem yang bersifat kekeluargaan, di mana pemerintah menetapkan harga sewa di samping berdasarkan kelas juga didasarkan pada tingkat kemakmuran ekonomi masyarakat. Dalam

menetapkan harga sewa biasanya pihak pemerintah akan melakukan musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat setempat sehingga pajak sewa yang dikenakan kepada masyarakat tidak terlalu besar dan masyarakat pun akan tepat waktu dalam pembayaran karena semua aturan yang menyangkut sewa didasarkan pada kesepakatan antara pemerintah setempat dengan masyarakat sekitar.

3.3

Aktifitas Onan Nainggolan

Barang-barang dagangan yang diperjual belikan pada masa itu tidak jauh berbeda dengan tahun 1946, akan tetapi berubah secara kuantitas. Barang dagangan yang sebelumnya dijual hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari selanjutnya berubah menjadi motif untuk mencari keuntungan lebih yang mampu digunakan untuk hari berikutnya. Harga barang dagangan yang dijual pada masa itu pun bervariasi tergantung pada jenis barang dan harga di pasaran. Setelah itu akan terjadi tawar menawar antara pedagang dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga.

Dalam hal retribusi, para pedagang dikenakan biaya retribusi dua sukku (1 rupiah) atas sewa lahan mereka. Uang retribusi tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Pasar Kabupaten Tapanuli Utara dan tidak ada lagi pemberian kepada Marga Parhusip karena pada tahun 1965 tanah tersebut telah resmi dihibahkan oleh Raja Parhusip kepada pemerintah setempat untuk renovasi pasar dengan catatan setiap Marga Parhusip yang berjualan di Onan Nainggolan tidak dikenakan pungutan biaya. Hal ini dikarenakan sistem adat Batak Toba secara turun temurun yang

menghargai adat dan selalu peduli terhadap keturunannya walaupun moyang mereka telah meninggal21

Pungutan/retribusi yang dikutip dari para pedagang digunakan untuk penataan kota supaya tercipta daerah yang indah, tertib, dan bersih. Masalah sampah yang dimunculkan para pedagang merupakan suatu kendala bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam mewujudkan daerah yang bersih dan indah. Maka untuk itu, diperlukan penanganan yang lebih serius dari seluruh pihak yang berkompeten karena apabila tidak ditangani secara serius maka akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks. Melihat kenyataan yang berkembang, maka pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah menyediakan gerobak-gerobak dan tong- tong sampah.Di samping itu juga telah menyiapkan tenaga-tenaga kerja kebersihan yang bertugas memelihara kebersihan kota, menyapu jalan/pasar, dan petugas pengangkutan gerobak sampah. Jumlah dari petugas kebersihan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah dalam penanggulangan sampah dan juga demi kesejahteraan para pedagang dan kenyamanan para pembeli

.

22

3.4 Permasalahan yang Dihadapi di Onan Nainggolan .

Para pedagang tersebut apabila sudah selesai berjualan akan meninggalkan sampah yang berserakan sehingga dapat menimbulkan situasi yang tidak nyaman di sekitar pasar dan selokan/parit. Keadaan ini berlangsung setiap hari sehingga sampah

21

Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 1 Agustus 2013.

22 Wawancara dengan A. Karmila Parhusip di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,

ataupun kotoran tersebut jadi menumpuk di areal pasar tersebut. Apabila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan aroma yang tidak sedap dan berbau busuk serta dapat menimbulkan sumber penyakit. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif bagi kebersihan dan keindahan pasar yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan dan tata ruang semakin semrawut serta sering kali dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Keadaan payung-payung yang dipasang oleh para pedagang dari luar Pulau Samosir pada saat berjualan juga dapat menimbulkan pemandangan yang kurang sedap dipandang oleh mata. Parit-parit yang tersumbat oleh karena sampah-sampah pedagang kaki lima akan menggenang di sepanjang jalan terutama saat hujan turun. Keadaan ini lambat laun akan mempercepat kerusakan pada badan jalan sementara itu pasar menjadi becek dan berlumpur23

Dampak lainnya yang disebabkan oleh para pedagang kaki lima adalah kemacetan lalu lintas. Hal ini terjadi karena pedagang kaki lima tidak menghiraukan tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan. Sering kali para pedagang membuat lokasi berdagang di sepanjang jalan, bahkan terkadang sampai menempati setengah badan jalan. Hal ini juga dapat menggangu kelancaran lalu lintas meskipun petugas sering melakukan penertiban dan penggusuran terhadap para pedagang kaki lima, akan tetapi hasilnya tidak pernah mengalami perubahan24

23

Wawancara dengan Op. Dorlan di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Tanggal 2 Agustus 2013.

.

24 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Keadaan pedagang di Onan Nainggolan menjadi suatu dilema bagi pemerintah dalam mewujudkan Samosir yang bersih, tertib, dan aman. Pada tahun 1990 Jumlah pedagang terus bertambah karena tempat penampungan untuk berjualan belum memadai. Inilah hal utama yang masih menjadi kendala bagi pemerintah dalam mengatur tata kota administratifnya, khususnya di daerah Kecamatan Onan

Runggu25

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah berusaha menjadikan Samosir menjadi kota yang indah, tertib, dan bersih. Hal ini sangat berpengaruh dengan Onan

Nainggolan, karena pasar ini sangat strategis dilalui oleh masyarakat dari berbagai arah atau tempat. Hal ini didukung juga oleh dekatnya lokasi pasar dengan Pelabuhan Nainggolan. Pemerintah berusaha dalam mengatasi masalah yang muncul di tengah- tengah masyarakat dalam era keterbukaan dimana memerlukan penanggulangan yang terpadu, yaitu menciptakan kerjasama yang baik dari berbagai pihak dengan memperhatikan aspek dan kepentingan dari berbagai pihak serta tidak mengindahkan nilai kebenaran dan kemanusiaan.

.

Kehadiran pedagang di Onan Nainggolan dari segala bentuk dan kegiatannya tidak pernah luput dari permasalahannya. Pedagang di Onan memberikan masalah yang kompleks terutama masalah sampah, lingkungan kumuh, kemacetan, dan ketertiban lalu lintas yang merupakan ulah dari pedagang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengadakan operasi pasar untuk menertibkan para pedagang dengan mengadakan razia atau penggusuran yang bertujuan untuk menertibkan dan

25 Wawancara dengan A. Deddy Lumban Siantar di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

menata pedagang agar berjualan di tempat yang telah ditentukan, kemudian menyediakan tempat penampungan bagi para pedagang dengan cara menambah bangunan pasar dan membuka kawat duri pembatas dan dibangun dengan bangunan pasar baru sebagai tambahan bangunan berdagang bagi pedagang dalam menjalankan aktifitasnya. Melalui pasar yang baru ini juga, diharapkan agar para pedagang tidak lagi berjualan di sepanjang jalan maupun badan jalan.

Dokumen terkait