• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

B. Persepsi Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan

2. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan

Menanggapi adanya resep yang tidak jelas dan tidak terbaca, responden berpendapat bahwa kebiasaan dokter yang menulis jelek sebenarnya tidak punya maksud tertentu supaya sulit dibaca, karena menurut responden tidak hanya pihak farmasi saja yang akan mengalami kesulitan jika hal tersebut terjadi, dokter penulis resep juga merasakan kesulitan yang sama dan akan ada waktu yang harus terbuang hanya untuk konfirmasi resep, padahal waktu yang dimiliki dokter sudah terbatas dengan tingkat kesibukannya yang tinggi. Responden dokter dalam penelitian ini sebagian besar (41%) memiliki 2 tempat praktek dengan rata-rata pasien perharinya 5 hingga 25 orang per tempat praktek (69%). Dampak lain yang merugikan adalah hubungan profesional antara dokter dan pasien juga akan terganggu, karena dokter akan dianggap menghambat pelayanan kesehatan bagi pasien dan hal ini sekaligus akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan pasien pada dokter, padahal hubungan profesional pasien dan dokter adalah proses utama dalam praktik kedokteran.

Tabel VIII. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam Pernyataan (SS+S) N (TS+STS) Kecenderungan resep (legibility) (%) (%) (%) No 1

ditulis dengan jelas

Tulisan dalam resep harus 93 7 0 Setuju

2

ditulis tidak jelas

Tulisan dalam resep harus 0 7 93 Tidak Setuju

3 Tulisan dalam resep harus

dapat dibaca dengan jelas 95 4 1 Setuju

4 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri khas dokter

1 4 95 Tidak Setuju

5

menghubungi dokter

Setuju Jika tulisan dalam resep

tidak dapat dibaca jelas maka apoteker harus

100 0 0

6 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus mem

dokter

11 9 80 Tidak Setuju

inta pasien kembali ke

Gambar 27. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)

100 95 93 93 80 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 (P) 95 0 20 40 % SS+S N TS+STS Keterangan :

SS = Sangat Setuju S = Setuju N = Netral TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju P = Pernyataan seperti pada Tabel VIII

a. Persepsi dokter mengenai kejelasan tulisan dalam resep (tulisan dalam jelas)

resep harus ditulis dengan

Hampir semua responde ) m ki per bahwa tulisan dokter dal lis jelas agar dak terja i kesalahan dalam pelayanan resep di apotek. Kejelasan tulisan dalam resep menghindarkan dari kejadian salah persepsi antara penulis resep dan staf fa asi yang melayani resep dalam

“m le R. Colien (dalam Cohen, 1991)

me lan kom asi da salah inte tasi antara iber

dan kan salah satu faktor penyebab timbulnya kesalahan me yang d at berak at fatal bagi pasien. Salah seorang res tulisa tidak perlu bagus, yang penting adalah pola pikir dan penanganan pasien dapat berjalan dengan baik.

b. Persepsi dokter mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep untuk menjamin kerahasiaan informasi (tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (93%) cenderung tidak setuju menanggapi pernyataan bahwa tulisan dokter dalam resep harus ditulis tidak jelas agar tidak sembarang orang dapat membacanya.

Ketidaksetujuan responden didasarkan pada anggapan bahwa tidak ada alasan bagi dokter untuk menulis j s kar a tidak ada aturan ataupun ketentuan yang menyatakan bahwa ketidakjelasan tulisan dimaksudkan sekedar untuk

bahasa latin dan singkatan yang digunakan juga merupakan aturan baku yang

han en

an pihak lain yang tidak berkepentingan tidak akan mengerti. n (93% emili sepsi

am resep harus ditu ti d

rm engartikan sebuah resep”. Michel nyatakan bahwa kegaga

dispenser merupa

unik n rpre prescr

dikasi (medication error) ponden menyatakan bahwa

ap ib

n

)

tidak ela en

jaga rahasia. Menurut responden, bahasa dalam resep sudah menggunakan

ya dimengerti oleh dokter dan staf farmasi, sehingga secara otomatis pasi d

Di sisi lain, dua orang responden menyatakan bahwa ketidakjelasan tulisan memang dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan informasi dalam resep, sehingga yang dapat membaca resep hanya apoteker atau staf farmasi lainnya. Menurut responden, resep adalah bagian dari sistem informasi yang legal sehingga yang paling penting dapat dipahami oleh penulis dan pembaca resep (farmasi), dan pasien tidak perlu bisa membaca resep.

c. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep

an oleh Hughes (2003)

ihat indah, sebaiknya para dokter berkonse

emberian obat yan

khas dokter (tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena menjadi ciri

njadikan ciri khas (tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan jelas)

Sebagian besar responden (95%) beranggapan bahwa hal kemudahan pembacaan tulisan dalam resep mengambil peran yang paling penting. Sekalipun resep ditulis tidak jelas, tidak akan menimbulkan masalah yang berarti apabila resep tetap bisa dibaca. Hal yang sama juga diungkapk

yang menyatakan bahwa daripada para dokter menghabiskan waktu dan usaha untuk membentuk suatu tulisan yang terl

ntrasi lebih untuk membuat tulisan itu dapat terbaca. Namun memang akan lebih baik apabila tulisan ditulis dengan jelas karena dapat mencegah terjadinya kekeliruan dalam pembacaan resep, penyiapan ataupun saat p

g dikhawatirkan tidak sesuai dengan yang diinginkan dokter, akibatnya maksud terapi dapat tidak tercapai.

d. Persepsi dokter mengenai ketidakjelasan tulisan dalam resep sebagai ciri khas dokter)

Responden (95%) dengan tegas menolak pembenaran atas opini yang menyatakan bahwa tulisan tidak jelas merupakan suatu ciri khas dokter. Seorang responden menyatakan bahwa tidak ada alasan apapun untuk me

dokter s

tidak pernah ada pelajaran yang

enulis resep secara benar, jelas, dan terbuka pada pasien. Responden (3%) mengungkapkan bahwa masing-masing dokter memiliki tulisan yang khas, dan apoteker ataupun asisten apoteker biasanya sudah kenal dengan kekhasan tersebut, sehingga tidak pernah ada masalah.

e. Persepsi dokter mengenai tanggung jawab apoteker untuk melakukan dalam resep (Jika Tulisan dalam Resep Tidak Dapat Dibaca Jelas maka

t resep obat diterima, hingga ketidakterbacaan

Kesehatan Nomor 26 Tahun 1981, Bab III, Pasal 12

ebagai penyebab penulisan resep tidak jelas. Tulisan dokter yang jelek sama sekali bukan suatu ciri khas karena tidak semua dokter tulisannya jelek, sifat tulisan baik atau tidak baik dapat dimiliki dokter selayaknya orang-orang yang berprofesi lain, hanya saja tulisan dokter yang tidak baik lebih beresiko merugikan orang lain daripada tulisan tangan seseorang yang bukan dokter.

Dalam pendidikan Kedokteran

memberikan trik menulis resep yang buruk, yang ada hanyalah bagaimana dokter m

konfirmasi kepada dokter penulis resep terkait ketidakterbacaan tulisan apoteker Harus Menghubungi Dokter)

Seluruh responden setuju apabila konfirmasi kepada dokter penulis resep terkait ketidakterbacaan tulisan dalam resep dilakukan oleh apoteker. Hal ini menunjukkan bahwa responden menghargai peran dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan resep. Responden memiliki persepsi bahwa setiap pertanyaan dari apoteker yang muncul pada saa

resep saat akan diinterpretasikan, harus ditujukan kepada dokter penulis resep. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri

, ayat 4 yang menyatakan bahwa apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib menanyakan kepada penulis resep.

Responden berpendapat adanya resep yang tidak jelas dan tidak terbaca dikarenakan dokter penulis resep tersebut kurang bertanggung jawab dan belum memahami patient safety, oleh karena itu baik apoteker, asisten apoteker maupun staf farmasi lainnya harus aktif melakukan konfirmasi ke dokter penulis resep untuk mengkomunikasikan resep. Scott (2000) menyatakan apabila seorang apoteker

at 1, bahwa “Apoteker wajib melayani resep

Persepsi dokter mengenai tanggung jawab apoteker untuk meminta pasi

ketidakterbacaan tulisan dalam resep (jika tulisan dalam resep tidak ke dokter)

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 80,28% responden tidak setuju apabila konfirmasi resep dilakukan oleh pasien. Ketidaksetujuan responden dikarenakan adanya anggapan bahwa akan sangat memberatkan apabila pasien sendiri yang harus kembali ke dokter, mengingat pasien dalam kondisi sakit. Responden berpendapat hal ini justru akan memperlama (menunda) pasien untuk minum obat, akibatnya kesembuhan pasien akan lebih lama.

menghubungi dokter sebagai bentuk pelayanan pada pasien untuk memverifikasi arti dari resep yang tidak jelas, pada saat yang sama pula akan mendukung reputasi profesional seorang apoteker sebagai praktisi yang teliti dan

valuable member dalam sebuah tim kesehatan. Hal ini juga sesuai dengan PerMenKes No.922/MenKes/Per/X/1993 Tentang ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Pasal 15, ay

sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat” (Anonim, 1993).

f.

en melakukan konfirmasi kepada dokter penulis resep terkait dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta pasien kembali

g. Pers

ketidakjelasan tulisan dalam resep

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakjelasan tulisan dalam resep diungkapkan oleh sebagian besar responden (51%) dikarenakan tulisan memang sudah terbentuk tidak jelas sejak awal (sulit dibaca) atau dengan kata lain jenis tulisan seperti itu merupakan bakat sejak lahir tergantung kekhasan masing-masing tulisan atau gaya penulisan dokter. Faktor lain yang mempengaruhi ketidakjelasan tulisan dalam resep yaitu dokter yang terburu-buru karena terlalu banyak pasien (rata-rata pasien = lima hingga 25 pasien perharinya) sementara waktu terbatas untuk setiap pasien sehingga dokter kurang teliti menuliskan resep. Kondisi fisik dokter yang lelah (rata-rata = dua tempat praktek) dan suasana hati sewaktu menulis turut memberikan pengaruh pada bentuk tulisan dokter.

Beberapa responden (6%)juga mengungkapkan bahwa obat-obatan yang ditulis dalam resep relatif rutin untuk setiap dokter, sehingga diperkirakan

ma. Diketahui bahwa sebanyak 35% apoteker dan 58% asisten apoteker yang menjadi responden dalam penelitian ini telah bekerja di rumah sakit selama lebih dari 10 tahun. Seorang responden juga menyatakan bahwa bagaimanapun buruknya tulisan dokter, apoteker pasti sudah kenal dan terbiasa. Seorang apoteker dan asisten apoteker yang telah lama bekerja dalam lingkup rumah sakit dianggap sudah lebih berpengalaman dalam menangani kasus-kasus terkait pekerjaan kefarmasian di rumah sakit. Pengalaman kerja yang bersifat rutinitas seperti menerima resep, mengkaji kelengkapan resep, dan menginterpretasikan epsi responden dokter mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

penerima resep sudah paham, apalagi jika apoteker dan asisten apoteker telah memiliki pengalaman kerja di rumah sakit yang sama dalam waktu yang cukup la

resep membuat apoteker mengenali ciri khas dokter dalam meresepkan obat, yang meliputi: ciri khas tulisan, jenis obat yang biasa dipakai, ataupun arti dari setiap perintah dalam bentuk singkatan atau kode tertentu sehingga pada akhirnya akan mampu dibaca dan diinterpretasikan dengan baik oleh apoteker ataupun asisten apoteker.

Faktor kebiasaan juga memberikan pengaruh besar terhadap tulisan dokter, apakah kebiasaan tersebut adalah kebiasaan penulisan resep yang jelas dan mudah dibaca ataukah kebiasan dokter untuk bekerja cepat dan menulis cepat yang cenderung akan menghasilkan tulisan yang tidak jelas, apalagi jika harus menulis kata-kata yang sama dan berulang-ulang. Responden berpendapat bahwa apabila harus menulis suatu hal yang sama dan berulang-ulang, biasanya semakin lama penulisan itu akan semakin buruk.

C. Persepsi Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan

Dokumen terkait