• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Atas Proses Penyelenggaraan Pemilukada

Dalam dokumen Bahtera pemilukada Konflik tak berujung (Halaman 102-117)

Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi yang belum terlalu lama terbentuk, dan untuk pertama kalinya pemerintah daerah dan masyarakat menyelenggarakan Pemilukada secara

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 103 langsung. Masyarakat belum sepenuhnya sembuh dari polemik dan kondisi sosiopsikologis yang mengalami trauma dan masih ada kemungkinan mengalami tekanan-tekanan tertentu, ancaman-ancaman teror dan gejolak-gejolak sosial.

Dalam kaitan itu, maka dalam proses penyelenggaraan Pemilukada Tahun 2007, perlu diketahui hal-hal berikut :

a. Kebebasan menyalurkan aspirasi

Dalam konteks aspirasi masyarakat dan kaitannya dengan pelaksanaan Pemilukada itu, H.A.DJ.Nihin (2000) berpendapat bahwa :

Aspirasi masyarakat itu atas dasar pertimbangan tepat, misalnya dengan Pemilukada Malut pusat

pemerin-tahan dan pelayanan semakin dekat dengan

masyarakat, partisipasi masyarakat akan bertambah dan lebih intensif dalam kehidupan kemasyarakatan, pemerin-tahan dan pembangunan, di daerahnya. Bila timbulnya aspirasi itu lebih karena emosional, primordialisme, dan adanya tekanan, dengan tidak atas dasar kebebasan, dan tidak mempertimbangkan potensi sumber daya yang ada akan mempersulit kondisi masyarakat daerah tersebut, dan tidak akan menjamin perkembangan daerahnya kearah yang lebih baik bahkan melemahkan tingkat ketahanan wilayah dan sosial karena akan mendatangkan beban dan persoalan (H.A.DJ.Nihin, 2000).

1) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat berpartisipasi dan perlu mengetahui terlebih dahulu tentang Pemilukada Malut yang akan dilaksanakan

104 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung Davis dalam Kusnaedi (1995) menyatakan bahwa partisipasi adalah sebagai keterlibatan mental dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mem-berikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan.

Piter M Blau menjelaskan semakin banyak manfaat yang diduga akan diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, semakin kuat pihak itu akan terlibat di dalamnya. Partisipasi merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan peranan pihak lain; sikap keterbukaan terhadap kesadaran mengenai kontribusi yang dapat diberikan pihak lain untuk suatu kegiatan; serta partisipasi pada hakekatnya adalah keikutsertaan dalam setiap proses yang dilalui untuk mencapai tujuan (Ndraha, 1987).

Pihak KPUD, elit politik dan masyarakat mengung-kapkan bahwa menjelang pelaksanaan Pemilukada Malut, pihaknya sudah melakukan berbagai sosialisasi kepada warga-nya dengan mewarga-nyampaikan beberapa informasi penting tentang rencana pelaksanaan Pemilukada Malut itu. Lanjut dijelaskan bahwa terdapat tokoh-tokoh politik, tokoh masyarakat maupun tokoh-tokoh pemuda dan lainnya yang secara aktif melakukan atau menyebar luaskan informasi itu bahkan sekaligus meminta kepada kelompok warga masyarakat agar bersatu menyuk-seskan Pemilukada itu.

Pelaksanaan Pemilukada itu masih diwarnai isu-isu provokasi yang cenderung mengadu domba masyarakat terbukti dengan adanya mobilisasi massa untuk melakukan aksi-aksi protes bagi kepentingan kandidat atau elit politik tertentu, dan hal itu sebenarnya cukup berbahaya. Untungnya sebagian masyarakat sudah sadar dan bisa mengendalikan diri dari pihak-pihak yang hendak mengadudomba atau mempro-vokasi sehingga bentrokan dapat terminimalisir.

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 105 2) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat dimintai pendapat atau kesepakatan baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka pelaksanaan Pemilukada damai.

Pandoyo (1992) menyatakan bahwa mengingat bahwa demokrasi langsung yang mencakup semua atau banyak bidang atau urusan kenegaraan sukar dilaksanakan, maka diperlukan lembaga referendum di bidang proses perdamaian.

Sebagian elit masyarakat mengungkapkan bahwa jauh sebelum pelaksanaan Pemilukada Malut, pihaknya sering terlibat melakukan berbagai sosialisasi kepada warganya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menyampaikan beberapa informasi tentang pentingnya memelihara persatuan dan menciptakan perdamaian, walupun demikian diakui bahwa masih banyak warga masyarakat tidak mengetahui hal itu karena mereka bertempat tinggal di lokasi terpencil.

Elit politik lokal (Bupati/Walikota dan Ketua DPRD) di Provinsi Malut mengungkapkan bahwa menjelang pelaksanaan Pemilukada Malut, muncul dan terjadi berbagai polemik dan isu-isu miring di tengah masyarakat sehingga isu-isu Pemilu-kada itu dengan cepat tersebar luas, namun beberapa warga masyarakat cukup tanggap dan tidak terpancing.

3) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat menentukan sikap persetujuan atau penolakan ataupun bersikap netral tanpa ada tekanan ataupun paksaan dalam menyalurkan hak pilihnya.

Elit masyarakat mengungkapkan bahwa jauh sebelum pelaksanaan Pemilukada Malut, pihaknya sudah melakukan berbagai sosialisasi kepada warganya baik melalui door to door maupun melalui penyuluhan keliling dan langsung untuk meminta kepada warga masyarakat agar bersatu menentukan sikap dan jangan mudah diprovokasi ataupun dipaksa atau

106 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung diintimidasi oleh siapapun termasuk dalam menentukan hak pilihnya.

Elit politik lokal di Provinsi Malut mengungkapkan bahwa menjelang pelaksanaan Pemilukada Malut, pihaknya tidak pernah memaksakan keinginan kepada warga tertentu untuk memilih kandidat tertentu, sehingga hampir semua aspi-rasi dalam Pemilukada adalah murni keinginan mereka sendiri. Meskipun demikian, juga diakui bahwa terkadang masih ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan berusaha memaksakan keinginannya kepada masyarakat agar memilih kandidat tertentu disertai janji-janji atau iming-iming hadiah tertentu.

Elit politik lokal pun tidak pernah memaksakan keingi-nan kepada warga tertentu untuk memilih kandidat tertentu, namun demikian, terkadang terdengar isu masih ada pihak-pihak tertentu yang mencoba melakukan intimidasi dan pemak-saan bahkan ancaman terror terhadap kelompok warga masyarakat tertentu dengan maksud agar hak suara atau hak pilihnya dijatuhkan kepada kandidat tertentu disertai janji-janji atau iming-iming hadiah tertentu.

4) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat menghendaki adanya kepuasan dalam menyalurkan aspirasinya dalam Pemilukada Malut

Elit masyarakat mengungkapkan bahwa pada dasarnya pihaknya tidak mempersoalkan siapapun menang dalam Pemilukada, namun merasa kecewa dan kesal karena terjadi praktik penggelumbungan atau manipulasi hak suara pemilih yang sangat berpotensi menimbulkan gejolak sosial di masya-rakat, dan untuk itu pihaknya pun sudah beberapa kali menyampaikan pernyataan sikap kepada Pemerintah/ Pemerin-tah Daerah Malut untuk bersikap transparan, netral dan adil. Pengalaman konflik berdarah dan kerusuhan akibat ulah

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 107 kebijakan dan campur tangan elit politik yang hanya memi-kirkan kepentingannya dirasa sudah cukup, mereka berharap jangan ada lagi sikap-sikap yang menumbuhkan benih-benih konflik di kalangan masyarakat.

Elit politik lokal (Bupati/Walikota dan DPRD) menga-kui ada oknum yang bermain curang dalam pelaksanaan Pemilukada dan berimbas kepada mobilisasi massa yang sangat rawan membangkitkan luka lama kambuh kembali. Namun demikian, pihaknya secara intensif berkoordinasi dan beker-jasama dengan pihak pengamanan Pemilukada dan tokoh-tokoh masyarakat serta pemuka agama agar tidak mudah terprovo-kasi, dan biarkanlah proses hukum yang menyelesaikan kecurangan-kecurangan tersebut.

Pada dasarnya semua aspirasi warga masyarakat baik di tingkat kabupaten/ kota, kecamatan maupun desa/ kelurahan sudah disalurkan dengan baik namun hanya ada oknum yang cenderung menghalalkan segala cara untuk meraih suara terbanyak. Masih ada praktik-praktik gaya lama dilakukan oleh oknum elit politik tertentu yang cenderung memaksakan, mengintimidasi dan mengiming-imingi janji kepada kelompok masyarakat tertentu. Bahkan masih banyak warga masyarakat mengalami tekanan-tekanan, propaganda-proganda bahkan intimidasi sehingga aspirasinya masih cenderung dipolitisir dan dimanipulasi. Perilaku sejumlah oknum elit politik seolah masih belum menyadari akibat perbuatannya yang terbiasa menghalalkan segala cara yang berpotensi menimbulkan konflik sosial di kalangan masyarakat.

5) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat menghendaki agar Pemilukada Malut sesuai dengan kepentingan dan harapannya.

Pesta demokrasi adalah milik rakyat, karena itu tidak boleh dinodai dan dirampas oleh oknum tidak bertanggung

108 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung jawab. Masyarakat menyalurkan aspirasi dan hak pilihnya untuk memilih pemimpinnnya siapapun dikehendaki dengan harapan agar kepentingan dan harapannya juga terpenuhi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Pada dasarnya masyarakat tidak berharap terjadi kecurangan-kecurangan karena sebelumnya dilakukan kesepa-katan untuk melaksanakan Pemilukada damai dan pernyataan siap kalah – menang, namun kenyataannya kesepakatan itu hanya di atas kertas. Ada oknum kandidat yang sangat berambisi menjadi gubernur/wakil gubernur sehingga meng-halalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, padahal mereka tidak menyadari bahwa perbuatan dan tindakannya itu bisa memancing suasana menjadi kisruh, rusuh, serta konflik yang meluas, dan jika hal itu terjadi maka berapa besar dampak sosial yang timbul.

Seorang politisi partai politik di Provinsi Maluku Utara mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berusaha mengawal jalannya Pemilukada agar kepentingan dan harapan masyarakat yakni terciptanya Pemilu yang damai dan lancar dapat tercapai, namun demikian sulit dipungkiri adanya oknum-oknum yang berusaha memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan serta menghalalkan segala cara untuk menggagalkan Pemilukada, yang tanpa disadari berpotensi mengobrak abrik tatanan sosial masyarakat yang sudah relatif aman, tentram dan damai. 6) Dalam aspirasi itu, warga masyarakat menghendaki agar

semua janji-janji dari Gubernur/Wakil Gubernur terpilih dipenuhi

Pada masa kampaye, semua pasangan kandidat gubernur/wakil gubernur memberikan banyak janji-janji kepada masyarakat jika kelak terpilih. Janji-janji itu sebagai sebuah kontrak politik baik tertulis maupun tidak tertulis yang

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 109 harus ditunaikan siapapun yang terpilih menjadi gubernur/ wakil gubernur.

Janji-janji yang tidak ditunaikan, tidak dilaksanakan, tidak dipenuhi atau diabaikan, secara perlahan bisa menim-bulkan sikap apatis dan frustrasi dari kelompok masyarakat yang pada akhirnya, cepat atau lambat, akan menjadi cikal bakal terjadinya konflik sosial.

Pasangan gubernur/ wakil gubernur terpilih, jika tidak menepati janjinya maka akan semakin sulit dipercaya oleh masyarakat dan akan berpotensi mengundang reaksi sporadis menuntut pemimpinnya melaksanakan amanah yang dititipkan atau kontrak politik yang sudah dibuat. Dalam kondisi demikian, kelompok pro gubernur/wakil gubernur bisa terlibat bentrok dengan kelompok masyarakat yang menentang kepe-mimpinan dan kebijakan yang bersangkutan.

Akibat kurangnya perhatian Gubernur terpilih atas pemenuhan janji-janjinya akan berpotensi menimbulkan pole-mik, pertentangan, aksi-aksi protes, atau reaksi-reaksi massal dari masyarakat.

b. Persepsi atas ancaman dan teror

Di tengah proses penyelenggaraan Pemilukada berlang-sung, terkadang ancaman teror masih menjadi pilihan bagi sekelompok oknum untuk menghalalkan segala cara dalam meraih keuntungan pribadi dan kelompok. Demikian halnya pada situasi di Maluku Utara, di mana kondisi masyarakat belum sepenuhnya pulih dari dendam, trauma dan perasaan-perasaan skeptis serta kecemburuan-kecemburuan sosial yang bisa menjadi pemicu terjadinya aksi-aksi teror dan ancam mengancam satu sama lain.

Pihak Kepolisian di Maluku Utara mengungkapkan bahwa pihaknya mengakui sering menerima laporan pengaduan dari warga masyarakat tertentu yang mengalami terror dan

110 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung ancaman namun pihaknya seringkali kesulitan melacak keberadaan pelaku teror tersebut karena pelakunya cukup professional, namun demikian pihaknya tetap mengupayakan perlindungan keamanan untuk mengantisipasi terjadinya aksi-aksi tindak kekerasan dan kerusuhan.

Teror dan ancaman harus diakui masih menjadi bagian atau mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat di Maluku Utara namun frekuensinya semakin mengalami penurunan seiring terpilihnya Gubernur /Wakil Gubernur baru. Diantara beberapa kelompok masyarakat yang multi etnis dan agama, masih ada dendam lama yang sulit dipadamkan hingga saat ini meskipun sudah beberapa kali ada rekonsiliasi dan perjanjian damai namun hal itu juga sudah semakin berkurang karena sebagian warga masyarakat semakin sadar bahwa tidak ada gunanya untuk berperang, tidak ada gunanya untuk memelihara dendam. Oleh karena itu, pemerintah provinsi beserta jajaran aparat keamanan (Polda Maluku Utara) hendaknya benar-benar mempertahankan situasi dan kondisi sosial yang sudah mulai membaik; jangan ada lagi kebijakan ataupun tindakan-tindakan yang memancing reaksi masyarakat karena hal itu bisa menyulut api konflik terulang.

Di sejumlah lokasi di wilayah Provinsi Maluku Utara mulai dari Pulau Moratoi hingga Pulau Sula, masih ada aksi-aksi kekerasan seperti aksi-aksi saling tembak di laut, aksi-aksi saling menyerang serta aksi saling teror dan mengancam di antara kelompok-kelompok tertentu. Demikian halnya sejumlah pen-duduk yang berada di pengungsian seperti di Tidore, Pulau Bacan, Ternate, Kao, Makian, sebagian dari mereka masih takut pulang ke tempat tinggalnya karena masih ada ancaman dan terror dari kelompok tertentu akan membunuhnya jika kembali. Kondisi ini pada dasarnya sudah diketahui oleh pejabat tinggi kepolisian dan pejabat di pemerintahan namun mereka terkesan sengaja membiarkan hal itu terjadi dan hampir tidak ada kemauan politik untuk menghentikannya. Aparat

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 111 pengamanan selalu beralasan bahwa para pelaku teror tersebut cukup profesional dan sangat sulit dilacak atau ditangkap, adalah alasan yang dibuat-buat dan terkesan cuci tangan.

c. Persepsi atas jaminan perlindungan keamanan

Selama penyelenggaraan Pemilukada, berbagai situasi dan kondisi dapat terjadi mengingat pesta demokrasi tersebut belum sepenuhnya milik masyarakat melainkan masih sering dinodai dan dikacaukan oleh ulah aktor-aktor yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, masyarakat memerlukan perlindungan keamanan dari kemungkinan adanya gejolak dan aksi-aksi mobilisasi massa dari masing-masing kandidat. Pemi-lukada sebagai salah satu ajang demokrasi terbesar bagi masyarakat, tidak jarang disertai gesekan-gesekan sosial yang berdampak pada kondisi kehidupan sosial masyarakat.

Polda Maluku Utara juga meningkatkan pengamanan terutama selama Pemilukada berlangsung. Mereka menyebar-luaskan personil hingga ke pelosok-pelosok desa dan kampung terutama yang dianggap rawan, termasuk juga memasang sejumlah pos-pos pengaduan dan pelayanan masyarakat di berbagai titik lokasi. Kesemuanya itu dilakukan agar pelaksanaan Pemilukada tidak rusuh – jauh dari konflik, tetap tertib dan aman serta lancar sehingga masyarakat dapat dengan bebas dan tertib menyalurkan hak pilihnya.

Pihak Pemprov Maluku Utara terus berkoordinasi dengan Polda Maluku Utara dan Kodam VII Pattimura untuk meningkatkan pengamanan selama Pemilukada berlangsung. Hal ini dilakukan karena biasanya pada pelaksanaan Pemilu-kada banyak isu-isu negatif dan propaganda bahkan provokasi yang berpotensi melahirkan benih-benih perten-tangan, perseli-sihan dan konflik.

Pertentangan-pertentangan antar kelompok dan aksi-aksi demonstrasi terjadi, mulai dari aksi-aksi demostrasi yang

112 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung dilakukan oleh massa pendukung Mudafar Syah (Sultan Ternate) yang memprotes keputusan KPUD Maluku Utara karena menolak pencalonan Mudafar Syah sebagai calon gubernur yang mana menimbulkan bentrokan fisik antara massa demonstran dengan aparat kepolisian serta mengaki-batkan terjadinya luka-luka pada kedua belah pihak dan merusak sejumlah fasilitas umum. Demikian halnya beberapa bentrokan antara massa pendukung Abdul Gafur dengan Thayib Armain yang berakibat pada luka-luka sejumlah warga pada kedua kubu yang berseteru serta kerusakan sejumlah fasilitas umum. Selain itu masih banyak bentrokan-bentrokan dan tindak kekerasan antar kelompok namun tidak diekspos oleh media massa.

Sejumlah elit politik local, tokoh masyarakat dan tokoh pemangku adat mengungkapkan bahwa selama proses penye-lenggaraan Pemilukada, situasi keamanan relatif kondusif dan aparat keamanan sudah bekerja dengan baik untuk mencip-takan rasa aman bagi masyarakat di Maluku Utara. Walaupun demikian, juga diakui beberapa aksi-aksi demonstrasi dan mobilisasi massa serta bentrokan antara massa pendukung kandidat namun kesemuanya hanya melibatkan massa yang terbatas dan tidak meluas ke masyarakat karena sebagian besar masyarakat sudah cukup dewasa dan tidak terprovokasi.

d. Persepsi atas sengketa Pemilukada

Penyelenggaraan Pemilukada Maluku Utara yang dilaksanaka pada Tahun 2007, pada kenyataannya melahirkan sebuah konflik yang disebut Sengketa Pemilukada. Konflik tersebut terutama melibatkan pasangan Thaib Parmain - Gani Kasuba dengan pasangan Dr.Abdul Gafur - Abdul Rahim Fabanyo. Konflik tersebut, sebagaimana juga sudah dipapar-kan, adalah :

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 113 (1) KPUD Maluku Utara mengumumkan hasil perhitungan suara dan menyatakan pasangan Abdul Gafur - Abdurrahim Fabanyo sebagai pemenang.

(2) Massa Thaib Parmain protes dan menolak Putusan KPUD Maluku Utara yang memenangkan Abdul Gafur-Abdul Rahim karena dinilai melegalkan penggelembungan suara yang dilakukan oleh KPUD Halmahera Utara (hasil temuan FPKS)

(3) Massa Thaib Parmain menuntut pembekuan KPUD Halmahera Utara dan KPUD Maluku Utara

(4) Massa Abdul Gafur - Abdurrahim Fabanyo melakukan protes dan aksi demonstrasi

(5) KPU Pusat mengambil alih perhitungan dan membekukan KPUD Maluku Utara

(6) Pasangan Gafur - Fabanyo menangkan Pemilukada Maluku Utara. Setelah melalui rapat pleno penghitungan ulang selama 3 hari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat akhirnya menetapkan pasangan Abdul Gafur -Abdul Rahim Fabanyo sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara terpilih.

(7) KPU Pusat memenangkan Abdul Gafur - Abdurrahim Fabanyo

(8) Massa Thaib Parmain – Gani Kasuba protes dan menolak putusan KPU Pusat, dan mengajukan proses hukum ke MA (9) Putusan MA memenangkan Thaib Parmain – Gani Kasuba (10) Massa Abdul Gafur–Abdurrahim menolak putusan MA (11) Mendagri/ Pemerintah mengambil alih sengketa, dan

kemudian menyatakan Thaib Parmain – Gani Kasuba sebagai Gubernur/ Wakil Gubernur

(12) Massa Abdul Gafur - Abdurrahim Fabanyo tolak penetapan Mendagri/ Pemerintah, dan belum menerima putusan Mendagri yang menetapkan pasangan Thaib Armayn dan Abdul Gani Kasuba sebagai pemenang Pemilukada Maluku Utara.

114 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung (13) Massa Gafur melakukan protes besar-besaran

(14) Di Maluku Utara, pada Senin 16 Juni 2008, terjadi konflik berupa aksi unjuk rasa pendukung pasangan Abdul Gafur - Abdul Rahim Fabanyo yang berunjung bentrok dengan aparat serta merusak sejumlah fasilitas umum..

(15) Konflik Dua Kubu Cagub Malut kian meluas. Keputusan pemerintah menetapkan pasangan Thaib Armayn - Gani Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara (Malut) terus menuai protes dari kubu pendukung pasangan Abdul Gafur - Abdul Rahim Fabanyo

(16) Putusan pemerintah yang memenangkan pasangan Thaib Parmayn – Gani Kasuba sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara diprotes pasangan Abdul Gafur – Abdurrahim Fabanyo. Mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas putusan Menteri Dalam Negeri tersebut.

(17) Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Abdul Gafur - Abdul Rahim Fabanyo.

(18) Mendagri melantik Thaib Parmayn – Gani Kasuba sebagai gubernur/ wakil gubernur Provinsi Maluku Utara Periode Tahun 2008-2013

(19) Kubu Abdul Gafur – Abdurrahim Fabanyo terus mempersoalkan dan tidak menerima kekalahannya hingga sekarang, yang dinilai berpotensi menumbuhkan benih-benih konflik sosial yang akan berdampak luas jika tidak ada penyadaran sosial.

Mencermati kronologis sengketa Pemilukada Maluku Utara tersebut, dengan jelas terjadi serentetan pertentangan / konflik selama 7 bulan yang melibatkan massa pendukung kedua kubu yang berseteru. Selain itu, juga melibatkan politisi tingkat pusat (politisi partai, anggota DPR, Ketua MPR), tokoh nasional (Amin Rais, Megawati, Gus Dur), pejabat kehakiman,

Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung 115 pejabat KPU, hingga pejabat pemerintah (Mendagri dan Presiden) sehingga dapat dikatakan bahwa di Maluku Utara telah terjadi konflik horisontal – vertikal.

Situasi konflik tersebut sudah menjalani pendekatan politik dan hukum untuk menyelesaikannya, akan tetapi belum tersentuh pendekatan sosial budaya, sehingga ada kecen-derungan menjadi sumber konflik baru di Maluku Utara.

Sengketa Pemilukada yang berlangsung selama 7 bulan, diwarnai serangkaian aksi-aksi demonstrasi, tindak kekerasan/ bentrokan antara massa pendukung dengan aparat keamanan maupun sesama massa pendukung Cagub Malut, menimbulkan kecemasan di sebagian kalangan masyarakat; ada yang mengungsi, ada yang ketakutan, ada yang meminta perlin-dungan dari aparat keamanan, pelayanan masyarakat di Kantor Gubernur hampir lumpuh total, sejumlah pejabat dan pegawai ketakutan, sejumlah tokoh masyarakat/ pemuka agama/ pemuka adat sibuk menenangkan dan mengawasi warganya agar tidak terlibat aksi-aksi atau tindakan kekerasan. Lanjut dijelaskan, selama sengketa Pemilukada berlangsung, aktivitas masyarakat kurang berjalan normal seperti pedagang pasar cepat tutup dari biasanya, kantor-kantor pemerintah dan swasta selalu cepat tutup, pusat-pusat perbelanjaan/ pertokoan terlihat sepi dari harai-hari biasanya, aktivitas lalu lintas tidak terlalu ramai, dan di mana-mana banyak warga masyarakat terlihat sering berkumpul bersama kelompoknya. Kesemuanya itu mengindikasikan bahwa sengketa Pemilukada cukup rawan bagi terjadinya konflik sosial.

Banyak pihak atau kalangan berspekulasi akan terjadi konflik bilamana sengketa Pemilukada berlarut-larut namun sinyalemen itu tidak semuanya benar, karena yang berkonflik hanyalah massa pendukung kedua kubu Cagub Malut yang bersengketa hingga Jakarta.

Sejumlah tokoh masyarakat, tokoh pemangku adat dan tokoh agama mengungkapkan bahwa sengketa Pemilukada

116 Bahtera Pemilukada – Konflik Tak Berujung yang terjadi selama 7 bulan, pada dasarnya sempat membuat pihaknya was-was dan untuk itu selalu menghimbau warganya agar tetap di rumah bilamana tidak ada yang lebih penting di luar, meminta agar tidak mudah percaya dan tidak men-dengarkan isu-isu yang berkembang. Selain itu, pihaknya juga proaktif melakukan koordinasi dengan Polda Maluku Utara, pejabat terkait, politisi, tokoh pemuda, pemuka agama, dan lainnya.

e. Persepsi atas harapan pada Pemimpin yang terpilih

Sengketa Pemilukada Maluku Utara telah berhasil melewati masa-masa kritis yang berlangsung selama 7 bulan, dan akhirnya masyarakat Maluku Utara dapat menentukan dan menetapkan pemimpinnya yaitu gubernur/wakil gubernur terpilih yakni Thaib Parmain - Gani Kasuba. Gubernur dan

Dalam dokumen Bahtera pemilukada Konflik tak berujung (Halaman 102-117)