• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Persepsi, Motivasi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan PHBM

5.3.1 Persepsi Masyarakat dalam Kegiatan PHBM

Persepsi masyarakat terhadap kegiatan PHBM dapat diketahui dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Analisis pengujian pertanyaan yang valid diketahui bahwa 10 pertanyaan memiliki nilai Sig-2Tailed < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa 10 pertanyaan tersebut valid. Nilai validitas dari setiap pertanyaan disajikan dalam Tabel 37. Tabel 37 Nilai validitas dari pertanyaan persepsi

No. Indikator Persepsi

Nilai Sig-2tailed 1 PHBM memberikan pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat 0,000 2 Kehadiran PHBM dapat meningkatkan kesejahteraan Hidup 0,000 3 Kehadiran PHBM dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga 0,000 4 Kehadiran dapat memberikan pengalaman dan ilmu pengetahuan baru 0,000 5 PHBM tidak mengakibatkan kerusakan hutan 0,000 6 PHBM tidak menggeser nilai budaya atau adat 0,017 7 Kehadiran PHBM dapat meningkatkan sarana dan prasarana desa 0,000 8 Kehadiran PHBM dapat memajukan desa dengan bangunan-bangunan fisik 0,000 9 Kegiatan PHBM memberikan lapangan pekerjaan 0,000 10 Kegiatan PHBM yang dilakukan sesuai dengan potensi masyarakat dan desa 0,012 Keterangan : pertanyaan valid jika Sig-2tailed < 0,05

Setelah dilakukan uji Validitas pada setiap pertanyaan selanjutnya dilakukan uji reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Hasil uji reliabilitas menunjukkan pada keseluruhan pertanyaan yang valid diperoleh hasil uji reliabilitas 0,642, dimana pertanyaan akan reliabel jika alpha cronbach > 0,60 sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut reliabel (Sari 2007).

Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid dan reliabel ini digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat mengenai manfaat kegiatan PHBM. Manfaat, pengaruh dan dampak PHBM menjadi indikator pertanyaan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan PHBM ini. Selanjutnya dari indikator tersebut dibuat skoring untuk mengetahui tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan PHBM dengan 5 kategori berdasarkan skala likert yaitu Sangat Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR).

Setelah dilakukan analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam kategori tinggi dengan melihat pada Tabel 35. Persepsi masyarakat di Desa Sukamekar didominasi oleh persepsi masyarakat yang tinggi sebanyak 25 responden (83,33%), Desa Sukajembar dan Sukaratu didominasi persepsi masyarakat yang tinggi sebanyak 26 responden (86,67%) (Tabel 38 dan Gambar 13 ). Tabel 38 Tingkatan persepsi responden terhadap sistem PHBM

Variabel Kategori

Desa Sukajembar

Desa

Sukamekar Desa Sukaratu Total Persepsi Responden Persepsi N % N % N % % Sangat Tinggi 42≤x<50 4 13,33 5 16,67 4 13,33 14,44 Tinggi 34≤x<42 26 86,67 25 83,33 26 86,67 85,56 Sedang 26≤x<34 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Rendah 18≤x<26 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Sagat Rendah 10≤x<18 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Sumber: Data hasil penelitian 2010

Umumnya 85,56% responden (Tabel 35) memiliki persepsi dalam kategori tinggi dengan menyatakan bahwa kegiatan PHBM bermanfaat bagi masyarakat. Masyarakat menilai bahwa kegiatan PHBM memberikan pengaruh positif dalam kehidupan mereka. Pengaruh positif yang dirasakan oleh masyarakat dari kegiatan PHBM meliputi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, bertambahnya pengalaman dan ilmu pengetahuan baru, meningkatnya sarana dan prasarana umum (seperti perbaikan jalan, jembatan, memperbaiki sarana ibadah desa), bantuan sosial lainnya seperti pendanaan kesehatan dan bantuan berupa pendanaan untuk membangun sekolah serta membuka lapangan pekerjaan dengan lahan garapan.

Gambar 13 Histogram persepsi responden.

Histogram (Gambar 13) ini memberikan gambaran bahwa perbandingan persepsi di Desa Sukajembar, Desa Sukamekar dan Desa Sukaratu memiliki persepsi yang sama-sama pada kategori tinggi mengenai keberadaan hutan, manfaat hutan, manfaat kegiatan PHBM sampai pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari kegiatan PHBM.

Persepsi pada hakikatnya adalah pandangan, interpretasi, penilaian, harapan dan atau aspirasi seseorang terhadap objek, persepsi dibentuk melalui serangkaian proses (kognisi) yang diawali dengan menerima rangsangan (stimulus) dari objek oleh indera (mata, hidung, telinga, kulit dan mulut) dan dipahami dengan interpretasi atau penaksiran tentang objek yang dimaksud atau pandangan individu terhadap sesuatu. Persepsi terbentuk didalam diri manusia karena suatu rangsangan atau stimulus terhadap sesuatu. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan PHBM yang dicanangkan oleh Perum Perhutani dan motivasi masyarakat melatarbelakangi mereka mengambil keputusan untuk bersikap dalam partisipasi dalam kegiatan PHBM.

Persepsi masyarakat di ketiga desa sangat positif atas keberadaan sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) sehingga persepsi masyarakat berada pada kategori yang tinggi. Hal ini mengidentifikasikan bahwasannya hutan yang dikelola dengan sistem PHBM ini memiliki manfaat yang tinggi bagi kehidupan masyarakat. Hutan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat

13,33 86,67 0 0 0 16,67 83,33 0 0 0 13,33 86,67 0 0 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sagat Rendah Persentase (% ) Tingkatan persepsi D.Sukajembar D.Sukamekar D.Sukaratu

desa hutan sehingga menjadi kewajiban masyarakat untuk mengelola dan menjaga hutan.

Persepsi responden yang positif dan tinggi ini didukung pula oleh keadaan hutan yang semakin membaik dari kerusakan hutan. Walaupun hutan di Desa Sukamekar memiliki keadaan hutan lebih baik dari Desa Sukajembar dan Sukaratu, namun hutan di ketiga desa tersebut sudah berhasil menurunkan tingkat kerusakan dan pencurian SDH (sumberdaya hutan). Masyarakat Desa Sukajembar, Desa Sukamekar dan Desa Sukaratu memiliki motto “Leweung hejo masyarakat ngejo” artinya hutan hijau masyarakat dapat mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dari ketiga desa ini memiliki persepsi positif terhadap hutan dan kegiatan PHBM yang memiliki manfaat bagi kehidupan mereka. Persepsi positif ini mendukung masyarakat untuk mensukseskan kegiatan PHBM dalam mengelola hutan secara lestari.

Persepsi yang positif dipengaruhi pula oleh ketergantungan responden terhadap hutan, sehingga hutan memiliki nilai positif di mata masyarakat (responden). Semakin masyarakat desa hutan tergantung dengan hutan maka semakin positiflah persepsi terhadap manfaat hutan. Tingkat ketergantungan masyarakat ini dipengaruhi oleh seberapa sering masyarakat berinteraksi dengan hutan sehingga persepsi dapat terbentuk dari pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat 2005).

Persepsi positif dan tinggi pada diri masyarakat dapat diketahui dari hasil wawancara yang diperoleh dari 30 responden di tiga desa sebesar 93,33% responden masyarakat Desa Sukajembar setuju akan kehadiran PHBM yang memberikan dampak positif dengan meningkatkan kesejahteraan hidup. Persepsi ini didukung pula oleh 86,67% responden dari Desa Sukamekar dan Desa Sukaratu yang setuju akan dampak kesejahteraan yang dirasakan dipengruhi oleh kegiatan PHBM. Kehadiran PHBM pun dapat meningkatkan pendapatan responden dengan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati untuk dilakukan sehingga 93,33% masyarakat Desa Sukajembar, 66,67% masyarakat Desa Sukamekar dan 86,67% masyarakat Desa Sukaratu setuju dengan hal tersebut. Peningkatan pendapatan yang diperoleh masyarakat dari kegiatan PHBM sangat

membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup walaupun tidak semua peningkatan kesejateraan dan pendapatan berupa uang. Peningkatan kesejahteraan hidup juga dapat berupa pemenuhan kebutuhan hidup seperti tersedianya bahan pakan dan papan (sayuran dan limbah kayu tebangan).

Selain itu, kegiatan PHBM juga memberikan pengatahuan dan pengalaman baru bagi masyarakat karena diadakannya penyuluhan dan pelatihan masyarakat. Kegiatan PHBM ini pun meningkatkan sarana dan prasarana desa yang dirasakan juga oleh masyarakat sehingga persepsi terhadap kegiatan PHBM pun menjadi lebih positif. Hal ini tercermin pada Desa Sukamekar yang sudah meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan serta sanitasi masyarakat. Persepsi ini didukung dengan tingkat kesetujuan masyarakat Desa Sukamekar sebesar 93,33% menganggap PHBM meningkatkan sarana dan prasarana desa. Potensi desa dan masyarakat pun menjadi pertimbangan dalam penentuan dalam pelaksanakaan kegiatan PHBM di Desa Sukajembar, Desa Sukamekar dan Desa Sukaratu.

Desa Sukajembar, Desa Sukamekar dan Desa Sukaratu semua respondennya memiliki nilai positif terhadap pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan bekerjasama bersama Perhutani sehingga tercipta kolaborasi yang menguntungkan. Persepsi masyarakat Desa Sukajembar, Sukamekar dan Sukaratu tinggi terhadap kegiatan PHBM karena mereka meyakini bahwa menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang harus dilakukan, tindakan mengambil kayu di hutan merupakan tindakan yang dilarang, namun demikian apabila tindakan itu dilakukan itu hanyalah untuk mencukupi kebutuhan keluarga tidak diperjualbelikan.

Persepsi positif masyarakat ini didukung pula oleh persepsi dari pihak Pemerindah daerah, Asisten Perhutani, dan pihak Perhutani (KSS PHBM) yang telah merasakan dampak dari kerjasama kegiatan PHBM yang menguntungkan baik dari pihak Perhutani dan pihak masyarakat. Kegiatan ini akan semakin memiliki manfaat asalkan semua kesepakatan dan peraturan dijalankan dengan komitmen, menumbuhkan pemahaman dan pengertian terhadap sistem PHBM diantara masyarakat dan Perhutani. Komunikasi terjalin dengan baik antara pihak masyarakat dan Perhutani dengan mengadakan rapat ataupun penyuluhan

mengenai kehutanan sehingga semua permasalahan yang timbul di lapangan dapat terselesaikan dengan damai.

PHBM ini sebagai bentuk tanggung jawab dan kerjasama masyarakat dengan pihak Perhutani dalam pengelolaaan hutan sehinggga kegiatan PHBM ini membuat hubungan yang terjalin antara masyarakat dengan Perum Perhutani semakin baik dibandingkan tahun 1990an dimana pihak perum menganggap masyarakat sebagai pengganggu atas kelestarian hutan karena masyarakat sekitar hutan banyak melakukan tindak kriminal seperti pencurian kayu, pembukaan areal dan menguasai areal hutan untuk tempat tinggal.