• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Kenaikan Muka Air

Kenaikan muka air laut adalah perubahan tinggi permukaan air laut yang dapat terjadi secara periodik maupun terus menerus. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 45 responden pernah mendengar istilah kenaikan muka air laut,dan sisanya sebanyak 5 responden belum pernah mendengar istilah tersebut. Hal ini menunjukkan mayoritas responden telah familiar dengan istilah ini. Sebanyak 44.4% responden yang familiar dengan istilah ini mengaku mendengar istilah kenaikan muka air laut dengan melihat langsung. Mayoritas responden menganggap bahwa pasang surut air laut merupakan kenaikan muka air laut. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berada dekat dengan laut sering melihat fenomena tersebut. Selebihnya responden mendengar istilah tersebut dari media

Masih menggunak- an 30% Tidak menggunak- an 70%

elektronik (televisi), media cetak, buku/literatur, dan gabungan antara melihat langsung dan melalui televisi. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sumber pengetahuan responden mengenai kenaikan muka air laut

No. Sumber pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1. Media elektronik 12 26.67

2. Buku/Literatur 1 2.22

3. Melihat langsung 20 44.44

4. Media elektronik dan melihat langsung 12 26.67

Jumlah 45 100.00

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Meskipun sebagian besar responden merasa familiar dengan istilah tersebut namun tidak semua responden memahami istilah kenaikan muka air laut. Berdasarkan data yang diperoleh dari 50 responden, terdapat berbagai persepsi mengenai penyebab kenaikan muka air laut. Persepsi tersebut meliputi pemaparan singkat dari responden tentang informasi mengenai penyebab kenaikan muka air laut dan dampak yang ditimbulkannya. Pemahaman responden mengenai penyebab kenaikan muka air laut, diantaranya adanya pasang surut air laut (masyarakat lebih sering menyebut dengan unsur alam), sampah, dan penurunan tanah. Berbagai persepsi responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Persepsi responden mengenai penyebab kenaikan muka air laut

No. Penyebab kenaikan muka air laut Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Unsur alam (pasang surut air laut) 32 64

2 Sampah 6 12

3 Penurunan tanah 12 24

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Menurut 64% responden, kenaikan muka air laut disebabkan oleh unsur alam (pasang surut air laut). Mereka menganggap bahwa pasang surut air laut menyebabkan kenaikan muka air laut. Pasang surut air laut ini menurut mereka adalah fenomena alam yang memang terjadi sehingga disebut unsur alam. Adapun 12% responden yang menyatakan bahwa sampah sebagai penyebab kenaikan muka air laut adalah karena mereka menganggap bahwa menumpuknya sampah di tanggul laut menyebabkan air laut meluap. Kemudian, sebanyak 24% responden menyatakan bahwa penurunan muka tanah sebagai penyebab kenaikan muka air laut. Penurunan muka tanah dianggap masyarakat sebagai faktor yang membuat air laut semakin tinggi karena daratan yang setiap tahun mengalami penurunan.

Persepsi mengenai penyebab kenaikan muka air laut ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah.

Kenaikan muka air laut yang terjadi di Kelurahan Kalibaru menyebabkan intensitas terjadinya banjir rob, intrusi air laut, abrasi pantai, dan banjir tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas responden menyatakan bahwa dampak kenaikan muka air laut yang sangat terasa adalah meningkatnya banjir rob sebanyak 76%. Minimnya pengetahuan masyarakat membuat intrusi air laut tidak menjadi pilihan sebagai dampak kenaikan muka air laut. Abrasi pantai dan banjir masing-masing dipilih sebanyak 12% responden. Hal ini diakibatkan oleh responden yang merasa bahwa kenaikan muka air laut membuat abrasi pantai sehingga membuat tanah mengalami penurunan. Banjir dengan intensitas tinggi menurut responden mulai terasa akhir-akhir ini. Proporsi persepsi responden mengenai dampak kenaikan muka air laut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persepsi responden mengenai dampak kenaikan muka air laut

No. Dampak kenaikan muka air laut Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Banjir rob 38 76

2 Intrusi air laut 0 0

3 Abrasi pantai 6 12

4 Banjir 6 12

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

6.1.2.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Intrusi Air Laut

Intrusi (penerobosan) air laut adalah peresapan air laut yang masuk ke daratan (ke dalam tanah) sehingga menyebabkan kualitas air tanah menurun. Letak Kelurahan Kalibaru yang dekat dengan laut menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Hal ini diakibatkan kenaikan muka air laut yang terjadi setiap tahunnya. Selain itu, pengambilan air tanah berlebihan yang dilakukan kegiatan usaha dan masyarakat juga dapat membuat penurunan muka tanah sehingga menyebabkan terjadinya intrusi air laut.

Istilah intrusi air laut tidak banyak dikenal masyarakat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tersebut. Selain itu, intrusi air laut masih belum dijadikan sebagai sebuah fenomena yang harus diwaspadai. Masyarakat cenderung menganggap intrusi air laut sebagai hal biasa sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Responden dalam penelitian ini memiliki

persepsi masing-masing mengenai kualitas air tanah yang terintrusi air laut serta penyebab terjadinya intrusi air laut.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui kualitas air tanah di Kelurahan Kalibaru telah terintrusi air laut atau belum digunakan indikator kualitas air tanah. Menurut Santoso (1994) dalam Ashriyanti (2011), tawar asinnya air tanah dapat diketahui secara langsung dengan mencicipi rasanya atau mengamati warnanya. Warna air yang payau atau asin biasanya memperlihatkan warna yang lebih keruh atau kekuningan dibandingkan warna air tawar terbaik (bening). Kualitas air tanah yang terintrusi air laut di wilayah Kelurahan Kalibaru dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Persepsi responden mengenai kualitas air tanah di Kelurahan Kalibaru

No. Kualitas air

tanah

Warna Rasa Persentase

(%)

Kuning Bening Asin/Payau Tawar

1 Baik -  -  38

2 Kurang baik I  - -  24

Kurang baik II -   -

3 Buruk  -  - 26

4 Tidak tahu - - - - 12

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Responden yang menyatakan bahwa kualitas air tanah mereka masih baik adalah yang memiliki warna bening dan rasa yang tawar sehingga masih tetap dapat digunakan untuk kebutuhan mandi dan sebagai cadangan air bersih ketika harga air sedang tinggi atau pasokan air tidak mengalir. Sedangkan responden yang menyatakan bahwa kualitas air tanah mereka kurang baik dikarenakan salah satu indikator telah menunjukkan bahwa intrusi air laut telah terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada saat musim hujan. Pada saat musim hujan, air sumur yang terintrusi air laut bercampur dengan air hujan sehingga meski rasanya asin/payau namun memiliki warna kuning atau sebaliknya memiliki rasa tawar namun berwarna kuning/keruh.

Adapun responden yang menyatakan bahwa kualitas air tanahnya buruk dikarenakan sudah tidak dapat digunakan lagi untuk kebutuhan apapun. Responden hanya menggunakannya untuk menyiram dan membersihkan kamar mandi. Hal ini disebabkan oleh warnanya yang kuning dan berasa asin. Responden yang menyatakan tidak tahu kualitas air tanah di wilayah tersebut dikarenakan sudah tidak menggunakan sumur sejak lama. Sebanyak 38% responden menyatakan bahwa kualitas air tanah di Kelurahan Kalibaru masih

baik. Namun apabila responden yang menyatakan kualitas air tanah mereka kurang baik dan buruk digabungkan, maka mayoritas responden menganggap bahwa sudah terjadi intrusi air laut di wilayah mereka. Hal ini dikarenakan indikator kualitas air tanah kurang baik juga sudah mencerminkan telah terjadi intrusi air laut pada air tanah mereka.

Intrusi air laut yang terjadi di Kelurahan Kalibaru mempengaruhi masyarakat terutama dalam hal biaya tambahan yang dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan alternatif pengganti sumber air bersih yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian, responden memiliki dua persepsi mengenai penyebab terjadinya intrusi air laut tersebut. Persepsi responden mengenai penyebab intrusi air laut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Persepsi responden mengenai penyebab intrusi air laut

No. Penyebab intrusi air laut Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Kenaikan muka air laut 0 0

2 Dekat dengan laut 24 48

3 Musim kemarau 26 52

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Penyebab paling besar terjadinya intrusi air laut adalah terjadinya musim kemarau dengan persentase 52%. Menurut Ashriyanti (2011), wilayah intrusi air laut batasnya tidak tetap, berfluktuasi bergantung musim. Pada musim kemarau, sebaran wilayah terintrusi air laut bergeser ke arah selatan semakin menjorok ke arah daratan, sedangkan pada musim hujan wilayah terintrusi air laut berkurang ke arah pantai. Adapun responden menganggap bahwa saat musim kemarau, air sumur mereka tidak terisi dengan air hujan sehingga terisi oleh air laut. Responden yang dekat dengan laut mengatakan bahwa posisi rumah mereka yang dekat dengan laut menyebabkan air sumur mereka terintrusi air laut. Kurangnya pengetahuan responden membuat faktor kenaikan muka air laut tidak menjadi pilihan responden sebagai penyebab intrusi air laut.

6.1.2.2 Persepsi Masyarakat Mengenai Banjir Rob

Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dengan muka air laut ketinggian banjir yang berbeda-beda. Letak wilayah Kelurahan Kalibaru yang berbatasan langsung dengan laut serta Kali Banglio yang bermuara ke laut memicu ancaman datangnya banjir rob. Jika periode

pasang air laut sedang tinggi dan hujan deras terjadi, maka air dari Kali Banglio juga akan meluap ke daratan yang menyebabkan genangan banjir lebih besar. Masyarakat Kelurahan Kalibaru lebih sering menggunakan istilah kata “baratan”

untuk menjelaskan terjadinya banjir rob. Istilah kata “baratan” ini berdasarkan

musim arah bergeraknya angin, yaitu angin barat dan angin timur. Baratan terjadi pada bulan Desember-Februari yang merupakan bulan musim penghujan sehingga frekuensi banjir rob sangat besar karena disebabkan juga oleh air hujan. Pada saat baratan umumnya rob terjadi pagi hari sekitar jam 07.00 WIB dan mulai surut di siang hari. Musim timur terjadi pada saat musim kemarau yaitu bulan Juni-Juli. Rob saat musim timur umumnya terjadi pada malam hari.

Pasang air laut tertinggi dalam bulan Januari 2015 terjadi awal bulan yaitu tanggal 4 dan 5 saat bulan purnama terjadi. Pasang air laut tertinggi dalam bulan Februari 2015 juga terjadi awal bulan yaitu tanggal 2 dan 3 saat bulan purnama terjadi (Dishidros TNI AL 2015). Bulan purnama terjadi dimana posisi bulan-bumi-matahari berada pada satu garis lurus sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat dan menghasilkan pasang air laut yang sangat tinggi. Responden dalam penelitian ini mempunyai pendapat masing- masing mengenai karakteristik banjir rob dan perubahan ketinggian genangan yang bervariasi. Hal ini terlihat dari ketinggian, frekuensi serta lama banjir yang tidak sama menurut setiap responden (Tabel 11).

Tabel 11 Persepsi responden mengenai karakteristik banjir rob periode Januari sampai Februari 2015

No. Karakteristik banjir rob Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Lama banjir rob (jam/hari)

a. ≤ 4 37 74

b. 4 < x ≤ 10 7 14

c. > 10 6 12

2 Frekuensi banjir rob (hari/bulan)

a. ≤ 7 25 50

b. 7 < x ≤ 14 14 28

c. 14 < x ≤ 28 11 22

3 Tinggi banjir rob (cm)

a. ≤ 10 26 52

b. 10 < x ≤ 30 21 42

c. > 30 3 6

Persepsi masyarakat mengenai karakteristik banjir rob periode bulan Januari sampai Februari tahun 2015 adalah sebanyak 74% responden menyatakan bahwa lama genangan banjir rob mencapai ≤4 jam/hari. Umumnya banjir rob terjadi pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB dan surut perlahan-lahan pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB. Responden lainnya menyatakan bahwa banjir rob terjadi mulai pukul 04.00 WIB atau pukul 05.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, kemudian adapula yang menyatakan terjadi dari pukul 05.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Namun banjir rob di wilayah ini juga dapat terjadi pada sore hingga malam hari sekitar pukul 18.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB atau pukul 22.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB. Responden yang menyatakan lama genangan banjir mencapai >10 jam dikarenakan genangan rob datang bersamaan dengan hujan deras yang turun.

Sebanyak 50% responden menyatakan bahwa frekuensi banjir rob mencapai ≤7 hari dalam sebulan. Adapun responden yang menyatakan bahwa frekuensi banjir rob >7 hari adalah dikarenakan daerahnya dekat dengan laut atau Kali Banglio sehingga intensitas terkena genangan rob lebih tinggi. Ketinggian banjir pada periode bulan Januari sampai Februari menurut 52% responden

mencapai ≤10 cm. Menurut responden, ketinggian akibat genangan rob tidak

setinggi genangan yang diakibatkan hujan deras. Hal ini dikarenakan jalan-jalan utama di Kelurahan Kalibaru sudah ditinggikan sehingga hanya rumah yang berada di bawah ketinggian jalan tersebut yang ketinggian airnya 11 hingga 30 cm.

Adapun responden yang menyatakan bahwa ketinggian genangan rob >30 cm dikarenakan genangan rob ditambah dengan hujan deras yang terjadi selama bulan Januari dan Februari 2015. Karakteristik ketinggian banjir rob yang terjadi di Kelurahan Kalibaru diduga berpengaruh terhadap peluang responden untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap banjir rob. Hal ini dikarenakan ketinggian banjir rob menyebabkan tergenangnya komponen dan peralatan rumah tangga sehingga responden mengalami kerugian.

Suatu wilayah yang rentan terhadap bencana alam akan memberikan dampak tidak hanya terhadap lingkungan alam sekitar, tetapi juga mempengaruhi kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Begitu juga dengan banjir

rob yang sering terjadi di Kelurahan Kalibaru mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta kondisi lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden dalam penelitian ini memiliki pendapat yang cukup bervariasi mengenai penyebab terjadinya banjir rob. Penyebab yang paling banyak menimbulkan banjir menurut responden adalah siklus pasang air laut. Responden menganggap bahwa banjir rob terjadi karena bentuk kejadian alam setiap terjadi bulan purnama (siklus pasang air laut). Persepsi responden mengenai penyebab banjir rob dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Persepsi responden mengenai penyebab banjir rob

No. Penyebab banjir rob Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Kenaikan muka air laut 4 8

2 Siklus pasang air laut 23 46

3 Intensitas hujan yang tinggi 10 20

4 Daratan yang lebih rendah 2 4

5 Pendangkalan sungai 2 4

6 Buruknya drainase 9 18

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Berdasarkan hasil penelitian, dampak yang ditimbulkan dari banjir rob meliputi terganggunya aktivitas dan kesehatan pada responden. Sebanyak 50% responden dari 50 responden menyatakan bahwa banjir rob menganggu aktivitas mereka. Persepsi responden mengenai pengaruh banjir rob terhadap aktivitas responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Persepsi responden mengenai pengaruh banjir rob terhadap aktivitas responden

No. Mengganggu aktivitas responden Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 25 50

2 Tidak 25 50

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Banjir rob menyebabkan wilayah Kelurahan Kalibaru terendam air sehingga mengakibatkan kegiatan masyarakat terganggu. Ketika air laut sedang pasang, masyarakat tidak dapat melakukan aktivitas di luar rumah dan mengakibatkan terganggunya aktivitas kerja masyarakat. Genangan rob juga mengakibatkan waktu istirahat (tidur) masyarakat menjadi terganggu. Adapun masyarakat yang merasa tidak terganggu aktivitasnya akibat banjir rob dikarenakan sudah terbiasa mengalami hal tersebut. Persepsi responden mengenai

pengaruh banjir rob terhadap gangguan kesehatan responden dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Persepsi responden mengenai pengaruh banjir rob terhadap gangguan kesehatan responden

No. Mengalami gangguan kesehatan Jumlah responden

Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 31 62

2 Tidak 19 38

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Banjir rob juga mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tinggal wilayah Kelurahan Kalibaru, terbukti sebanyak 62% responden menyatakan bahwa banjir rob menyebabkan terganggunya kesehatan (Tabel 14). Lamanya genangan banjir rob menyebabkan sebagian responden menyatakan bahwa sering terkena berbagai jenis penyakit pasca banjir rob.

Kondisi lingkungan di Kelurahan Kalibaru termasuk kategori kotor akibat banyaknya sampah di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 50 responden, sebanyak 35 responden (70%) menyatakan bahwa kondisi lingkungan di wilayah Kelurahan Kalibaru kotor sedangkan sebanyak 15 responden (30%) menyatakan kondisi lingkungan di wilayah Kelurahan Kalibaru tidak kotor. Selanjutnya, sebanyak 28 responden menyatakan wilayah Kelurahan Kalibaru bau sedangkan sisanya yaitu 22 responden menyatakan wilayah Kelurahan Kalibaru tidak bau. Proporsi mengenai kondisi lingkungan Kelurahan Kalibaru tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Persepsi responden mengenai kondisi lingkungan di Kelurahan Kalibaru

No. Kondisi lingkungan di sekitar

Kelurahan Kalibaru Jumlah responden Ya Tidak 1 Kebersihan 35 15 2 Bau 28 22 Jumlah 50 50

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Mayoritas responden menyatakan bahwa lingkungan di wilayah Kelurahan Kalibaru termasuk dalam kategori kotor. Pernyataan tersebut karena pandangan responden terhadap banyaknya sampah pada saluran air (drainase) dan sekitar jalan di wilayah Kelurahan Kalibaru. Faktor tidak adanya truk sampah yang mengangkut sampah masyarakat membuat sampah menumpuk bahkan masyarakat pun terpaksa membuang sampah tersebut ke laut atau ke saluran air

(drainase) yang bermuara ke laut. Selain itu, faktor kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan membuat wilayah Kelurahan Kalibaru menjadi kotor. Sebaliknya, sebanyak 15 orang responden dari 50 responden menyatakan kondisi lingkungan di wilayah Kelurahan Kalibaru tidak kotor. Hal ini karena responden menganggap bahwa sudah terbiasa dengan lingkungan seperti itu. Responden yang menganggap kondisi lingkungan di Kelurahan Kalibaru bau dikarenakan saluran air (drainase) yang tersumbat sampah. Hal ini juga diperparah dengan banyaknya tumpukan sampah di sekitar wilayah Kelurahan Kalibaru. Apabila terjadi banjir, maka wilayah Kelurahan Kalibaru akan semakin bau. Adapun responden yang menganggap bahwa wilayah Kelurahan Kalibaru tidak bau dikarenakan sudah terbiasa dengan bau tidak sedap tersebut.

Kenyamanan masyarakat tinggal di Kelurahan Kalibaru dilihat berdasarkan nyaman atau tidaknya masyarakat tinggal di Kelurahan Kalibaru. Kategori nyaman atau tidaknya masyarakat tinggal di Kelurahan Kalibaru dilihat dari indikator kenyamanan yaitu kemudahan akses publik (rumah sakit, pasar, sekolah, dan lain-lain), kemudahan akses dengan lokasi kerja/kantor, dan kondisi lingkungan seperti kebersihan dan bau. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 50 responden, sebanyak 37 responden (74%) merasa cukup nyaman tinggal di Kelurahan Kalibaru dan 11 responden (22%) merasa sangat nyaman tinggal di Kelurahan Kalibaru. Sebaliknya, sebanyak 2 responden (4%) responden merasa tidak nyaman tinggal di Kelurahan Kalibaru. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Gambar 16 Persepsi mengenai kenyamanan tinggal di Kelurahan Kalibaru Meskipun pemukiman masyarakat sering terkena banjir rob dan air sumur yang dimiliki masyarakat sudah terintrusi air laut, mayoritas responden tetap merasa nyaman tinggal di sekitar Kelurahan Kalibaru. Pada umumnya,

Tidak nyaman 4% Sangat nyaman 22% Cukup nyaman 74%

alasan responden merasa sangat nyaman adalah karena sudah tinggal cukup lama di tempat tinggalnya sekarang. Adapun responden yang merasa nyaman beralasan bahwa lokasi ini merupakan lokasi strategis yang terletak di daerah perkotaan sehingga akses masyarakat ke suatu tempat menjadi lebih dekat. Kondisi keterbatasan ekonomi sehingga tidak dapat mencari tempat tinggal di tempat lain juga menjadi salah satu faktor yang membuat responden harus merasa cukup nyaman tinggal di Kelurahan Kalibaru.

Responden sebanyak 2 responden (4%) yang merasa tidak nyaman tinggal di Kelurahan Kalibaru. Adapun hal yang menyebabkan responden merasa tidak nyaman adalah karena banjir yang setiap tahun menimpa rumah responden. Akibat musibah ini, aktivitas responden menjadi terganggu. Selanjutnya, musibah ini juga menyebabkan responden terserang penyakit. Selain itu, responden beranggapan bahwa kebersihan di lingkungan sekitar Kelurahan Kalibaru kotor. Kondisi inilah yang menimbulkan persepsi responden negatif terhadap kenyamanan tinggal di Kelurahan Kalibaru.

6.1.3 Pola Adaptasi Masyarakat terhadap Kenaikan Muka Air Laut

Adaptasi merupakan tingkah laku penyesuaian yang menunjuk pada tindakan. Adaptasi lebih dapat dikatakan sebagai sebuah tingkah laku yang merujuk pada strategi bertahan hidup (Bennett 1978 dalam Monica dan Wahyuni 2012). Pola adaptasi yang terbentuk nantinya juga akan mempengaruhi biaya pencegahan (preventive expenditure) yang dikeluarkan masyarakat sebagai bentuk pencegahan dari berbagai kerugian yang terjadi.

Kondisi lingkungan dan tempat tinggal yang telah disebutkan sebelumnya tidak membuat semua responden berniat untuk pindah ke lokasi lain. Sebagian besar responden menyatakan akan tetap mempertahankan kepemilikan rumah maupun keberadaan mereka di rumah tersebut meski air sumurnya telah terintrusi air laut dan sering terkena banjir rob. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 7 responden (14%) dari 50 responden yang berniat untuk pindah dari tempat tinggalnya sekarang di Kelurahan Kalibaru. Mereka yang berniat pindah beralasan bahwa ingin mencari tempat yang lebih layak dari sisi kebersihan lingkungan, ingin terhindar dari banjir yang sering terjadi, dan mendapat wilayah yang mudah mendapat akses air bersih.

Adapun responden yang tidak berniat pindah sebanyak 43 responden (86%) beralasan menunggu direlokasi pemerintah agar mendapat dana untuk membeli rumah ditempat lain. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang membuat responden tidak dapat pindah ke tempat lain. Alasan lainnya adalah lokasi mencari nafkah yang dekat dan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan berbagai fasilitas publik. Tingkat keinginan responden untuk pindah dari Kelurahan Kalibaru akibat tempat tinggalnya yang terkena dampak intrusi air laut dan banjir rob tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Gambar 17 Tingkat kenginan responden untuk pindah dari Kelurahan Kalibaru akibat adanya intrusi air laut dan banjir rob

6.1.3.1 Pola Adaptasi Masyarakat terhadap Intrusi Air Laut

Air sumur yang telah terintrusi air laut yang dimiliki responden membuat responden harus melakukan pola adaptasi dengan mengganti sumber air bersihnya. Berdasarkan data yang diperoleh, semua responden melakukan pola adaptasi mengganti air sumur mereka dengan alternatif sumber air bersih lainnya akibat intrusi air laut. Sebagian responden yang tidak menggunakan sumur menganggap bahwa kualitas air tanah di daerah mereka sudah tidak baik karena berwarna kuning atau terasa asin akibat terintrusi air laut. Adapun responden yang masih bertahan menggunakan air sumur menganggap bahwa kualitas air tanahnya masih baik terutama saat musim hujan. Selain itu, air sumur digunakan untuk menjaga pasokan air bersih apabila air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tidak mengalir serta untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan responden apabila mereka juga menggunakan air eceran dalam kehidupan sehari-harinya.

Dokumen terkait