• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI MUTU PELAYANAN BIROKRASI PADA JAMKESMAS

PENDIDIKAN MELALUI KEWIRAUSAHAAN

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI MUTU PELAYANAN BIROKRASI PADA JAMKESMAS

(Di desa Kutaliman; Kec Kedung Banteng; Kab. Banyumas;

Prov. Jawa Tengah)

Oleh :

Hari Walujo Sedjati. Dr., M.Si

Dosen Kopertis Wilayah V. DPK STISIP Kartika Bangsa; Yogyakarta.

Abstract

The education degree related perception public services to assurances healthy subsidy public policy by government. Perhaps the most obvious is that as the individual gains reading skill heist able to extend the scoop of his experience interpersonal and through the print mass media. Since message in the print media tend largely to promote or favor change perception, individual who can read is exposed to favorable attitude toward new ideas, as well as to specific public services information that he may consider and adopt. The research analysis Product moment correlation finding correlation negative; education degree with perception public service the bureaucracy assurance healthy by pure society r = - 0,268.

Keywords :Public Services

Pendahuluan

Diberlakukanya undang-undang nomor 36 tahun 2009, pemerintah berkewajiban, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khusunya yaitu bagi yang kurang mampu miskin, dengan kebijakan Jamkesmas

(Jaminan kesehatan Masyarakat.). Undang- Undang No 36 Th 2009 diberlakukan antara lain untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan berobat, hidup sehat bagi setiap orang agar dicapai derajad kesehatan setinggi-tingginya kepada masyarakat. Kesehatan sebagai investasi modal yang mahal bagi peningkatan sumber daya manusia dalam pembangunan, sehinggga pemerintah menggulirkan jaminan sosial kesehatan yang bermutu, adil, merata, aman dan baik. Setiap rumah sakit dan Puskesmas dalam kondisi mendesak, dilarang menolak pasien kurang mampu yang butuh perawatan dan pengobatan, untuk menghidari kematian dan kecacatan permanen. Program Jaminan kesehatan masyarakat dilaksanakan di Puskemas dan diberbagai Rumah sakit yang telah mendapat rujukan dari program Jamkesmas, terselenggara tersebar merata diseluruh wilayah Indonesia.

Masyarakat peseta Jamkesmas harus mendapatkan surat Jamkesmas atas usulan dari pemerintah setempat dibagikan secara gratis. Bila butuh perawatan dirumah sakit, persyaratan harus dilengkapi si pemohon adalah menyerahkan fotocopy kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, kemudian ke puskesmas mencari surat rujukan agar mendapat pelayanan perawatan atau pemondokan gratis di rumah sakit umum yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Kemiskinan sangat berkaitan dengan derajat kesehatan setiap orang, karena rendahnya pendapatan pada masyarakat miskin berakibat rumah temapat tinggal buruk, minimnya perawatan kesehatan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan kesehatan, gaya hidup kurang baik, gizi buruk, apatisme dan lain- lain. Kesadaran pola hidup sehat tersebut lebih diperparah lagi oleh mutu pelayanan kesehatan yang dirasa oleh masyarakat kurang memuaskan. Pelayanan bermutu menurut Zeithaml dan Berry (1990) mengandung beberapa kriteria:

a. Tangibles tampilan fasilitas fisik, peralatan, bahan tercetak dan visual, meliputi bahan tertulis mudah

difahami, teknologi modern, berbusana sopan dan fasilitas menarik.

b. Realibility yaitu kemampuan mewujudkan pelayanan secara tepat seperti yang dijanjikan.

c. Responsiveness keinginan membantu pelanggan untuk menyediakan pelayanan yang segera, yaitu pengguna jasa direspon secara cepat dan petugas suka memenuhi permintaan pelanggan, dengan pelayanan yang hati-hati serius dan cermat.

d. Competence, petugas memiliki keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membantu menyelesaikan berbagai macam masalah.

e. Courtesy petugas yang ramah, respek, penuh perhatian dan bersahat.

f. Credibilitypenyedia pelayanan dapat dipercaya dan jujur. g. Security rasa aman terbebas dari bahaya, resiko dan

keragu-raguan bagi pelanggan.

h. Access pelayanan mudah didatangi, diperoleh dan dihubungi.

i. Communication, suka mendengar pelanggan dan menghargai komentarnya menjaga pelanggan faham betul berbagai macam masalah.

j. Understanding the Customer, berusaha menggali / memahami pelanggan dari berbagai kebutuhanya.

Birokrasi baru dapat melaksanakan tugas di perkantoran sebagai implementasi kebijakan dengan baik bila didukung oleh keputusan politik dan dukungan yang riil dari para pemimpin birokrasi yang mampu mengikat seluruh birokrat dalam bertindak dengan standar mutu pelayanan yang baku. Untuk mendapatkan keputusan politik maka perlu juga adanya moralitas dan niat baik tanpa adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi, terutama politisi yang duduk dalam lembaga legislatif. Namun dalam realita berbagai keputusan untuk memberantas penyakit birokrasi seperti KKN, bukan suatu hal yang mudah karena didalamnya terdapat kelompok-kelompok penguasa yang tidak mau dirugikan oleh adanya pemerintahan yanggood governace.

Bila berurusan dengan birokrasi pelayanan pemerintah, masyarakat seolah-olah dikondisikan bahwa hambatan pelayanan di dalam birokrasi merupakan risiko yang harus diterima sebagai sesuatu yang given sifatnya. Sebagi contoh bilamana kita butuh pelayanan Jamkesmas, Sertifikat Tanah, IMB, pembuatan SIM sangat terasa pelayanan yang kurang baik, berbagai pungutan yang tidak jelas arahnya, tetapi harus rela mengeluarkan uang ekstra untuk memberikan tip bagi petugas agar urusannya dapat segera diproses.

Kelambanan pelayanan di lingkungan birokrasi pemerintah sebenarnya tidak semata-mata disebabkan oleh adanya faktor kultur pelayanan birokrasi yang feodalistik. Kultur feodalistik tersebut seringkali termanifestasikan ke dalam pola sikap dan perilaku nepotisme, favoritisme, pemberian uang pelicin (graft), dan suap (bribery). Kondisi tersebut semakin diperparah dengan rendahnya kualitas sumber dayamanusia di lingkungan birokrasi yang benar-benar mampu memberikan standar pelayanan yang profesional Standar pelayanan birokrasi yang lebih berorientasi pada aturan(rule-driven)merupakan salah satu factor yang mendorong tejadinya inefisiensi dalam pemberian pelayanan publik. (Bambang Wicaksono.Cs2003).

Sumber daya manusia di lingkungan birokrasi yang besar secara kuantitas, tetapi rendah secara kualitas menjadikan kinerja pelayanan birokrasi pemerintah masih jauh dari nilai-nilai responsivitas dan akuntabilitas publik. Birokrasi dan aparatnya masih membawa corak kultur birokrasi kolonial yang orientasinya masih lebih cenderung bersifat vertikal. Belum terciptanya orientasi birokrasi secara horizontal membawa konsekuensi lemahnya perwujudan pemberian pelayanan kepada masyarakat secara adil dan transparan. Birokrasi pemerintah juga masih cenderung ingin dilayani oleh masyarakat dalam bentuk pemberian uang suap atau. uang pelicin. Birokrasi pemerintah belum sensitif untuk mengembangkan sistem nilai pelayanan yang berbasis pada kepentingan Publik secara luas.

Kualitas sumber daya manusia di lingkungan birokrasi pemerintah menjadi isu krusial seiring dengan perubahanlingkungan strategis birokrasi.Perubahan lingkungan birokrasi sebagai implikasi dari adanya globalisasi dan reformasi politik nasionalmembawa birokrasi ke dalam situasi, posisi, dan peran yang tidak dapat lagi secara semena-mena mengatur dan mengintervensi kehidupan masyarakat.Reformasi politik membawa birokrasi ke arahsistem politik yang relatif lebih terbuka terhadap akses kontrol publik, parlemen, maupun LSM sehingga birokrasi pemerintah dituntut untuk senantiasa berorientasi pada aspirasi dan kebutuhan publik dalam melakukan fungsi pelayanan. Birokrasi pemerintah, dengan demikian, diarahkan untuk lebih berkonsentrasi pada fungsi pelayanan publik, bukan pada fungsi regulasi, mendukung penguasa, seperti pada masa Orde Baru berkuasa.

Globalisasi dengan arus informasi dan komunikasi yang mampu melampaui sekat-sekat politik dan batas-batas teritorial suatu negara menjadikan birokrasi pemerintah tidak marnpu lagi melakukan kontrol terhadap arus informasi yang masuk dari belahan dunia lain. Globalisasi membawa pengaruh nilai, mulai dari budaya barat, timur tengahsampai ideologi - ideologi yang mampu mempengaruhi masyarakat, khususnya ideologi politik dari barat seperti demokratisasi, hak asasi manusia, atau desentralisasiyang mampu mengubah gambaran masyarakat tentang lembaga birokrasi pemerintah dan bagaimana peran dan posisi negara dalam pola hubungan pemerintahan dan rakyatyang selama ini diterapkan.

Demokratisasi menyadarkan masyarakat tentang bagaimana seharusnya pemerintah menjalankan fungsinya, bagaimana seharusnya pemerintah menjalankan pelayanan publik secara akuntabel dan profesional bagi kepentingan publik. Pelayanan baik para pengguna merasa puas pelayanan yang diberikan yaitu dengan mudah, murah cepat dan baik. Perlu adanya partisipasi warga dalam menegakan dan mengontrol

sistem pelayanan publik agar dapat tercipta suasana sistem pelayanan yang baik, benar dan akuntabel. Kontrol masyarakat akan lebih efektif konstruktif jika dilakukan oleh orang yang sudah berpengalaman, berpendidikan, berkemampuan dan memiliki kepedulian sosial. (J. Denhardt and B. Dehardt; 2002) Pendidkan sekolah dapat menyebabkan kemampuan berkomunikasi, berwawasan lebih baik dan mampu mengkritisi suatu masalah pelayanan publik lebih efektif, karena pendidikan sekolah diarahkan untuk dapat mengubah cara berfikir seseorang untuk berfikir lebih rasional, kecerdasan, kemampuan, pengetahuan, maupun kecakapan seseorang lebih meningkat kearah lebih baik. Kemampuan kecakapan dan kecerdasan akan terbuka berbagai arus informasi baik media elektronik, media cetak maupun saluran interpersonal. Kecerdasan yang berkembang karena pendidikan sekolah sehingga menaikan tuntutan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, termasuk kebutuhan pelayanan kesehatan secara mudah, murah cepat dan baik.

Undang-undang nomor 20 tahun2003, tentang sistem pendidikan nasional secara garis besarnya yang dimasud pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasanan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan., pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan baik pada dirinya maupun masyarakat dan negara. Lebih jauh dalam undang-undang pendidikan disebutkan bahwa satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggaran pendidikan formal yaitu pendidkan diselenggaran secara terstruktur, berjenjang dipendidikan dasar, pendidikan menengah dan perguruan tinggi. Pendidikan Nonformal adalah pendidikan diluar jalur formal berjenjang dan terstruktur misalnya kursus- kursus dan berbagai pelatihan ketrampilan. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga, lingkungan pergaulan pengalaman unik dan terlaksana sepanjang hidup, baik disadari maupun tidak sadari.

Hasil penelitian dari Everett Rogers (1979) di Kolombia menemukan bahwa tingkat pendidikan sekolah berkorelasi positif dengan dorongan ingin maju, tuntutan kebutuhan hidup lebih tinggi, inovasi dan terbuka wawasan dunia luar karena memiliki kemampuan berkomunikasi lewat media elektronik, media cetak dan berbagai saluran interpersonal. Pendidikan dilaksanakan oleh pemerintah didukung masyarakat, diharapkan dapat menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat, partisipasi yang positif baik secara ekonomi, politik dan sosial budaya, cara berfikir lebih terbuka dan luas untuk memahami berbagai macam masalah, termasuk kebutuhan pelayanan kesehatan yang telah digulirkan oleh penerintah lebih populer disebut kebijakan Jamkesmas.

Disamping itu, meningkatnya kemampuan berkomunikasi, akan dapat merubah keadaan seseorang lebih dinamis, rasional, cakrawala pandangan lebih luas, dan dapat mengkritisi sesuatu masalah pelayanan kesehatan lebih rasional / masuk akal. Hal ini tercermin dari persepsi (pandangan) mereka tentang pelayanan kesehatan program Jamkesmas lebih maju dinamis (Clelland David;1980). Sebaliknya bagi masyarakat berpendidikan sekolah mereka lebih fatalistis, minder dan apatis pasif menerima apa adanya tiada tuntutan dalam menyikapi mutu pelayanan Jamkesmas.

METODE PENELITIAN