PENGUASAAN TANAH DENGAN MELAWAN HUKUM OLEH SEORANG YANG MENGAKU SEBAGAI AHLI WARIS ( STUDI PUTUSAN
3. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara
Seorang hakim harus menjatuhkan putusan berdasarkan aturan-aturan hukum yang ada.Aturan-aturan itu ditafsirkan dan kemudian diterapkan terhadap kasus tertentu.Kendatipun demikian, bukan berarti hakim sekedar menjadi seorang Law Finder penemu hukum belaka. Hakim tidak hanya berupaya menemukan serta menafsirkan aturan-aturan hukum yang telah ada, akan tetapi juga diharapkan
menjadi seorang Law Finder, pencipta aturan hukum113. Fungsi kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan.Dalam hal ini para hakim adalah pelaksana dan garda terdepan dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman melalui putusan-putusannya ats sengketa atau permasalahan hukum yang diserahkan kepadanya.
Pertimbangan atau yang sering disebut juga considerans merupakan dasar putusan.Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi dua, yaitu pertimbangan tentang duduk perkara atau peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya. Dalam perakar perdata terdapat pembagian tugas yang tetap antara pihak dan hakim, para pihak harus mengemukakan peristiwanya, sedangkan hakim adalah urusan tentang hukumnya.114
Apa yang dimuat dalam bagian pertimbangan dari putusan tidak lain adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggung jawaban kepada masyarakat mengapa ia sampai mengambil keputusan demikian, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai dalam obyektif. Alasan dan dasar putusan harus dimuat dalam pertimbangan putusan.
Dalam peraturan mengharuskan setiap putusan memuat ringkasan yang jelas dari tuntutan dan jawaban, alasan dan dasar dari putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara, serta hadir tidaknya pihak pada waktu putusan diucapkan oleh hakim.
113 Setiawan, “ Hakim di tengah Konflik Sosial” Forum Keadilan, Nomor 19 Tahun VI, 29 Desember 1997, h. 91. (dikutip dari tesis Endah Mayana Nim: 1070011084/M.Kn, judul tesis “ Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Salah SatuAhli Waris (Studi Putusan MA NO: 2134/K/PDT/1989)”)h. 81
114 Masjfuk Zuhdu, Masail Fiqhyah , PT. Gunung Agung, Jakarta, 1997, h. 12
Sebagai dasar putusan, maka gugatan dan jawaban harus dimuat dalam putusan. Pasal 184 HIR menentukan bahwa tuntutan atau gugatan dan jawaban cukup dimuat secara ringkas saja dalam putusan. Di dalam praktek tidak jarang terjadi seluruh gugatan dimuat dalam putusan.
Adanya alasan sebagai dasar putusan menyebabkan putusan mempunyai nilai obyektif. Maka oleh karena itu Pasal 178 ayat 1 HIR dan 50 Rv mewajibkan hakim karena jabatannya melengkapi segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd) merupakan alasan kasasi dan harus dibatalkan.
Pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan dan sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili harus dimuat dalam putusan tidak menyebutkan dengan tegas peraturan mana yang dijadikan dasar menurut Mahkamah Agung tidak membatalkan putusan.115
Dalam memutuskan sengketa-sengketa tersebut Hakim wajib mendasarkan putusannya pada hukum dan keadilan. Sebagai upaya agar putusan hakim dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka hakim diwajibkan untuk menggali,mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
115Pertimbangan Hakim dan Tata Cara dalam Menetapkan Perkara Wali Adlal, http://hukumzone.blogspot.com/2012/03/pertimbangan-hakim-dan-tata-cara-dalam.html, diakses pada tanggal 8 Juni 2019
91
Upaya tersebut dilakukan melalui metode penemuan hukum (rechtsvinding).
Dalam putusan-putusannya, Hakim tidak saja sekedar melakukan penemuan hukum apabila hukum positif yang ada tidak mengatur atau perlu diberikan penafsiran yang lebih mendekati pada rasa keadilan di masyarakat.116
Hakim dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang sedang dihadapi, tidak sekedar sebagai pelengkap undang-undang saja.Hakim seyogianya mendasarkan putusannya sesuai dengan memperhatikan kesadaran hukum dan perasaan hukum serta kenyataan-kenyataan yang sedang hidup di dalam masyarakat, ketika putusan itu dijatuhkan.
Upaya mencari hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, Hakim yang bersangkutan dapat melakukan Penemuan Hukum.Pranata hukum Yurisprudensi sebagai salah satu pranata yang dapat dipergunakan hakim dalam upaya untuk menegakan keadilan.
Hadirnya Yurisprudensi dalam proses pengambilan keputusan oleh Hakim, pada saat Hakim dihadapkan pada kasus hukum dan mengalami bahwa hukum yang ada tidak memadai untuk memecahkan persoalan. Hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif undang-undang, sehingga keadilan substansif dapat diwujudkan melalui putusan hakim.
Keadaan substantif bukan berarti hakim harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang.Melainkan, dengan keadilan substantif berarti hakim bisa
116 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, h.4-10
92
mengabaikan undang-undang yang tidak memberi rasa keadilan, tetapi tetap sekaligus menjamin kepastian hukum. Ini berarti bahwa apa yang secara formal benar sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa dibenarkan jika secara materil dan substansinya sudah cukup adil.117
Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 51/Pdt.G/2015/PN.Lbp jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 220/PDT/2016/PT.MDN merupakan putusan yang menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi Medan menolak putusan hakim dari Pengadilan Negeri Medan karena tidak berwenang memutuskan perkara ini dengan alasan bahwa putusan ini seharusnya disidangkan di Pengadilan Agama mengingat bahwa para pihak beragama Islam dan berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989 Pasal 49 ayat (1) berbunyi :
“ Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang: a. perkawinan, b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum islam, c. wakaf dan shadaqah”
Dan dengan beberapa pertimbangan, berdasarkan keberatan pemohon atas dasar Putusan Pengadilan Negeri Medan dengan alasan :
1) Membatalkan putusan Sela Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tanggal 02 Juli 2015 Nomor : 51/Pdt.G/2015/PN.LBP dan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam
117 Bahrul Iilmi Yakup, Keadilan Substansif dan Problematika Penegakanaan, http://.
Situshukum.com/kolom/keadilan-substansif-dan-problematika-penegakabnya,shkm,2010, diakses pada tanggal 8 Juni 2019
tanggal 01 Oktober 2015 No. 51/Pdt.G/2015/PN.LBP, yang dimohonkan banding tersebut dengan.
2) Menghukum Penggugat sekarang Terbanding untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat pengadilan, yang ditingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 150,000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).
Apabila dilihat peraturan yang mengatur tentang harta perkawinan, maka dapat dikaji dari beberapa pasal dalam undang-undang Perkawinan NO.1 Tahun 1974 tentang Undang-undang Perkawinan( untuk selanjutnya disebut UU Perkawinan).
Pasal 35 UU Perkawinan menyatakan Perkawinan menyebutkan : a. Harta bersama diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
b. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan benda yang diperoleh masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Terhadap harta bawaan , undang-undang Perkawinan mengatakan bahwa masing-masing pihak mempunyai hak dan untuk mengaturnya sendiri-sendiri. Oleh karena itu harta bawaan tidak dimasukkan kedalam harta bersama dalam perkawinan.
Dalam Pasal 87 ayat (1) KHI mengatur bahwa harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing-masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan masing-masing, sedangkan Pasal 87 ayat (1) KHI menyatakan bahwa suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainnya.
Dalam hal ini pertimbangan Hakim diperluhkan dalam memutuskan suatu perkara.Hakim Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Tinggi adalah termasuk pelaku dan mempunyai tingkat kebebasan dalam menyatakan hasrat untuk diakui serta diperhitungkan pengaruhnya sebagai sesuatu hal yang penting dalam masyarakat.
Proses penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Tinggi masih sering memerluhkan waktu yang panjang, tenaga dan biaya yang cukup besar disamping keadilan sering tidak dapat diperoleh oleh yustisiabelen. Hakim yang diberi fungsi oleh undang-undang untuk menerima, memeriksa, memutusdan menyelesaikan perkara selalu dituntut untuk memberikan putusan yang sebenar-benarnya dan seadil-adilnya. Hakim dituntut untuk menjalankan fungsinya secara adil, jujur, harus memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sehingga putusannya memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa , dan negara. Putusan Hakim harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat, bangsa , negara , diri sendiri dan Allah Swt. Hakim juga dituntut juga untuk berakhlak mulia , cerdas, tanggap, tangguh, dan mengamalkan kode etik profesi. Tetapi hakim sendiri sebagai manusia biasa yang ada keterbatasan didalam pribadinya tidak akan dapat terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kebebasan dan kemandirian ini segalanya tergantung pada pribadi hakim.
95
Apakah hakim dapat menggunakan kebebasan dan kemandiriannya secara baik sehingga ia tidak terpengaruh oleh siapapun. Bagaimana hakim menggunakan kebebasan dan kemandiriannya terutama dalam memberikan putusan perkara pidana faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan.
Disamping itu bagaimana hakim menggunakan kebebasan dan kemandiriannya dalam menjalankan fungsinya.
Hakim dalam mengambil putusan dapat berkedudukan sebagai ia adalah sebagai penerap undang-undang. Tetapi dapat pula hakim melakukan penafsiran terhadap undang-undang.Kemauan dan kemampuan hakim untuk menjalankan fungsinya secara baik dan benar segalanya tergantung kepada perilaku (Behavior) hakim itu sendiri. Hakim yang sumber daya manusianya baik, diharapkan akan lahir putusan yang amar yang sebenar benar nya dan adil seadil-adilnya sehinggaputusannya memberi manfaat bagi yustisiabelen. Dalam mengambil putusan hakim harus mempertimbangkan segala macam aspek-aspek yang ada.
Hakim oleh undang-undang dilarang tidak memberikan pertimbangan dalam mengambil putusan dengan ancaman batal.Pertimbangan ini merupakan bentuk dari tanggungjawab hakim dalam memberikan putusan. Dalam mengambil keputusan hakim hanya dapat berperan sebagai penerap hukum sehingga ia berpandangan hukum yang realis.
96
96