ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN TANAH DENGAN MELAWAN HUKUM OLEH SEORANG YANG MENGAKU SEBAGAI AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 51/PDT.G/2015/PN.LBp JO.
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NO. 220/PDT/2016/PT.MDN)
TESIS
Oleh
PATRICIA KACARIBU 177011018/ M.Kn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN TANAH DENGAN MELAWAN HUKUM OLEH SEORANG YANG MENGAKU SEBAGAI AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO. 51/PDT.G/2015/PN.LBp JO.
PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NO. 220/PDT/2016/PT.MDN)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
PATRICIA KACARIBU 177011018/ M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat meyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ Analisis Yuridis Penguasaan Tanah Dengan Melawan Hukum OIeh Seorang Yang Mengaku Sebagai Ahli Waris (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 51/PDT.G/2015/PN.LBp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 220/PDR/2016/PT.MDN”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penelitian tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Hasim Purba,S.H.,M.Hum , Dr. T. Keizerina Devi A.S.H.,CN.,M.Hum, dan Dr. Edy Ikhsan, S.H.,M.A dan selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium , seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada Dosen Penguji Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum dan Dr. Yefrizawati,S.H.,M.Hum yang telah memberikan masukan/ arahan sehingga memperkaya tesis ini.
Untuk itu pada kesempatan ini , penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara , atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A.S.H.,CN.,M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H.,M.A, selaku Sekretaris Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi penulisan tesis ini.
Terima kasih teramat dalam kepada kedua orang tua saya Bapak L.Kacaribu dan Ibu M. Br. Perangin-angin terima kasih atas dukungannya, yang selalu memberikan
dukungan dan kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan studi secepat mungkin. Terima kasih atas doa dan pengorbanannya.
Penulisan berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Juni 2020
Penulis
Patricia Br. Kacaribu
Nama : Patricia Br. Kacaribu Tempat, Tanggal Lahir : Medan , 26 Agustus 1994
Status : -
Agama : Katholik
Alamat : Jl. Jamin Ginting No. 558/41 Lk. V
II. KELUARGA
Nama Ayah : L. Kacaribu
Nama Ibu : M. Perangin-angin
III. PENDIDIKAN
TK Swasta . Ester : 1999-2000 SD Swasta Methodist - 1 : 2000-2006 SMP Katolik Budi Murni – 2 : 2006-2009
SMA Katolik St. Petrus : 2009-2012
S1Universitas HKBP Nommensen : 2012-2017 S2 Program Magister Kenotariatan FH USU : 2017-2020
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR ISTILAH ……… xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 14
1. KerangkaTeori ... 14
2. Kerangka Konsepsi ... 25
G. Metode Penelitian ... 26
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 27
2. Sumber Data ... 28
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 29
BAB II MEKANISME PENGALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN DALAM HUKUM PERDATA
A. Tinjauan Umum Kewarisan ... 32
1. Sistem Kewarisan ... 32
2. Landasan Hukum Kewarisan ... 35
3. Unsur-unsur Terjadinya Kewarisan ... 37
1) Pengertian Pewaris ... 39
2) Penggolongan Ahli Waris Menurut KUHPerdata ... 40
3) Pengertian Ahli Waris ... 41
4. Pengertian Harta Warisan ... 42
B. Azas Hukum Waris Dalam KUH Perdata ... 44
C. Tinjauan Tentang Pengalihan Hak Atas Tanah ... 46
D. Penggolongan Ahli Waris Yang Menerima Dan Menolak Warisan ... 51
E. Faktor-faktor Yang Menghalangi Mewarisi ... 59
F. Mekanisme Pengalihan Hak Atas Warisan Barat ... 60
G. Mekanisme pengalihan Atas Tanah Warisan Berdasarkan Menurut Hukum Islam... 64
BAB III KEDUDUKAN PARA AHLI WARIS DALAM SENGKETA HAK MILIK TANAH DALAM PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN ... 66
A. Kedudukan Para Ahli Waris Dalam Sengketa
Hak MilikAtas Tanah ... 66
B. Kedudukan Para Ahli Waris Dalam Sengketa Hak Milik Atas Tanah Dalam Hukum Islam ... 72
C. Kedudukan Tanah Warisan Yang Di Persengketakan ... 73
BAB IV ANALISIS YURIDIS PENGUASAAN TANAH DENGAN MELAWAN HUKUM OLEH SEORANG YANG MENGAKU SEBAGAI AHLI WARIS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LUBUK PAKAM NO. 51/PDT.G/2015/PN.LBp DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NO. 220/PDT/2016/ PT.MDN) ... 79
A. Kasus Posisi, Pertimbangan Hakim dan Amar Putusan PN LBp Nomor : 51/Pdt.G/2015/PN. Lbp 1. Kasus Posisi ... 79
2. Amar Putusan Hakim... 84
3. Analisis Atas Putusan Pengadilan Negeri No. 51/Pdt.G/2015/PN.Lbp ... 85
B. Putusan PT. MDN Nomor : 220/Pdt/2016/PT.MDN ... 86
1. Dasar-dasar Pertimbangan Hukum ... 86
2. Isi Amar Putusan Hakim... 89
3. Pertimbangan Hakim Memutuskan Perkara ... 89
4. Analisis Atas Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 220/Pdt/2006/PT. MDN ... 97
C. Putusan Penetapan Ahli Waris No. 27/Pdt.P/2006/PA-Lpk ... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 102 B. Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA ... 105
DAFTAR SINGKATAN
Bw : Burgerlijk Wetboek.
BPN : Badan Pertanahan Nasional.
Beneficiair : Pihak yang menerima pendapatan dari kepemilikan/harta yang digunakan sebagai jaminan saat menandatangani kesepakatan.
Jo : Juncto.
KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kuasa Hukum : Seseorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan “mewakili” bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum. advokat dalam menjalankan profesinya tunduk pada etika profesi.
PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah.
PP : Peraturan Pemerintah.
Perantara : Orang yang bertindak sebagai penghubung antara 2 belah pihak yang berkepentingan .
Rv : Wetboek op de Burgerlijk Rechtvordering,
(Hukum Acara Perdata Yang Berlaku Eropa dan Timur Asing).
RBg : Rechtsreglement voor Buitengewesten merupakan acara perdata bagi daerah- daerah luar pulau jawa dan madura.
SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung.
UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria.
Dubius : Mempunyai Dua Pengertian Mort Civile : Kematian Secara Perdata
De vermoedelijk Overleden Verklaarde : Orang Yang Dinyatakan Meninggal Dunia Berdasarkan Persangkaan
Zuivere Aanvaarding : Penerimaan Secara Penuh
Termijn Van Beraad : Hak Untuk Meminta Suatu Waktu Untuk Berpikir
Stilzwijgende Aanvaarding : Penerimaan Penuh Secara Diam-Diam
Law Finder : Penemu Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.
Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.
Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah, lebih dari itu tanah juga mempunyai hubungan yang emosional dengan manusia. Setiap orang tentu memerluhkan tanah, bukan hanya dalam kehidupannya saja, untuk meninggal pun manusia masih memerluhkan tanah sebagai tempat peristirahatan.1
Tanah merupakan salah satu kebutuhan penting bagi kehidupan semua orang.
Peran penting dari tanah dapat dilihat dalam pengaturan konstitusi negara Republik Indonesia pada Pasal 33 yang menegaskan bahwa bumu, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Tanah merupakan salah satu modal utama dalam mewujudkan cita-cita Nasional yang hendak dicapai dengan menyelenggarakan pembangunan. Setiap pembangunan yang dilaksanakan pada dasarnya mempunyai tujuan, yaitu :2
a. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat.
1Lisa Manalu, Analisi Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik ( Putusan MA No. 475 PK/PDT/2010), Magister Kenotariatan USU , Medan, 2011, h. 1
2Hasim Purba, Syafruddin Kalo, Muhammad Yamin Lubis Dkk, Sengketa Pertanahan Dan Alternatif Pemecahan, Studi Kasus di Sumatera Utara, CV. Cahaya Ilmu, Medan, Tahun 2006,h.7.
b. Meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
“Tanah merupakan salah satu sumber daya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial, politik dan pertanahan keamanan yang tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari kebijakan pembangunan nasional.Dalam perkembangan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) permasalahan tanah menjadi semakin kompleks.Disatu sisi kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai akibat mengkatnya kebutuhan tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. Di sisi lain, kompleksitas ini muncul karena luas tanah relatif tidak bertambah.”3
Tanah juga merupakan sarana yang dibutuhkan manusia untuk menggalang sumber daya alam yang terkandung diatasnya maupun yang terdapat didalamnya.
Tanah menjadi suatu kebutuhan di mana setiap orang membutuhkan, hal ini mendorong setiap orang untuk dapat memiliki dan menguasai tanah yang dibutuhkannya.4
Kepentingan individu dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan-pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian-pertikaian dan kekacauan satu sama lain, kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Hukum mempertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya.5
Dalam kehidupan ini tidak ada manusia yang tidak membutuhkan tanah. Jelas manusia sangat membutuhkan tanah tersebut, dengan demikian manusia dapat
3 Iswan B. Padu. Dkk. “Laporan Orientasi di Direktorat Sengketa Tanah BPN RI.”
http://sarmanpsagala.wordpress.com/2010/06/02/laporan-orientasi-di-direktorat-sengketa- tanah/,diakses tanggal 15 januari 2019.
4Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 1991, h. 31
5Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Terjemahan Inleding Toot De Studies Van Hed Nederlands Recht, cetakan ke-4 oleh M. Oetarid Sadino), Noordhoff-kolff NV, Tahun 1958,h.20.
melakukan ekploitasi bahan tambang yang ada di dalam atau dibawah permukaan tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Selain itu juga tanah dapat digunakan sebagai pusat kegiatan produksi, perdagangan, transportasi, komunikasi,pendidikan, peribadatan dan rekreasi.6
Setiap orang sudah barang tentu ingin mendapatkan kehidupan yang layak dan sejahtera, namun untuk memperoleh semua itu mestilah manusia itu ikut berusaha ke arah yang diharapkan dalam hal ini perbuatan hidupnya. Usaha-usaha mana yang dilakukan tidak luput dari pengaruh perekonomian seseorang untuk menciptakan lapangan pekerjaan diatas tanah sebagai lahan dan modal dasar suatu usaha yang dapat menghidupi dirinya maupun keluarganya dan bahkan masyarakat banyak yang ada di sekelilingnya.
Keinganan untuk mencapai tujuan pembangunan secara optimal yaitu dengan mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera”. Pembangunan bidang hukum yang menyeluruh dan pelaksanaan serta peraturan hukum dan peran para aparat dalam mengayomi masyarakat diharapkan dapat mendukung pembangunan nasional dengan menetapkan aparatur dan kemampuan profesional para aparat yang bersih dan berwibawa.7 Kadang-kadang manusia terpengaruh dengan lingkungan dan menolak adanya kebenaran yang lain, ada pula yang terkadang timbul perselisihan lain dalam
6 Ahcmad Sandry Nasution, Analisis Yuridis Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat Kecamatan Simangambat Pasca Putusan Makhamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, Magister Kenotariatan USU, Medan, 2014,h.3
7Djuhaendah Hasan, Kualitas Sumber Daya Manusia PPAT, disampaikan dalam Lokarya PolaPembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Bandung, 25 Agustus 1997,h.1
perebutan masalah-masalah politik, pengaruh golongan dan sebagainya.8 Telah menjadi kecenderungan sebagian orang dan masyarakat, untuk mempunyai konsep kehidupan, yang mengandung pokok-pokok pandangan, cita-cita, rencana, tujuan dan cara mencapai tujuannya.9 Untuk hal mana sebuah negara, masyarakat dan perseorangan secara memuaskan.
Dalam memenuhi kebutuhan akan tanah, dihadapkan pada kenyataan, bahwa disatu pihak tanah yang tersedia adalah terbatas jenis dan luasnya, sedang di lain pihak kebutuhan negara, masyarakat dan perseorangan terus meningkat jenis dan volumenya.
Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan adanya dukungan berupa terwujudnya jaminan kepstian hukum dibidang pertanahan.
Secara umum motif dan latar belakang penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan adalah:
1. Kurang tertibnya administrasi pertanahan di masa lampau.
2. Harga tanah yang meningkat dengan cepat, terutama di kota-kota, disebabkan semakin banyaknya permintaan akan tanah, baik karena pertumbuhan penduduk yang cepat, maupun cepatnya laju pembangunan.
3. Adanya pihak-pihak yang menggunakan kesempatan untuk mencari keuntungan materiil yang tidak wajar atau menggunakannya untuk kepentingan politik,
8Triyana Harsa, Taqdir Manusia Alam Pandangan Hamka Kajian Pemikiran Tafsir Al-Aqhar, Pena, Banda Aceh, Tahun 2008,h.106
9M. Solly Lubis, Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, Mandar Maju, Jakarta,Tahun 2011,h.9
termasuk para ’’perantara” atau ’’Kuasa Hukum”.10 Dari tujuan Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) seperti tersebut di atas, terlihat Bahwa UUPA berlaku sebagai alat untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, maka setiap warga negara wajib mengakui dan menghormati adanya hak-hak tersebut.11
Kegiatan pembangunan yang memerluhkan tanah sebagai media yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui pembebasan tanah serta laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Indonesia menyebabkan tingginya lalu lintas peraliham hak atas tanah. Pemegangan hak atas tanah saat ini bukanlah pemegang hak atas tanah yang pertama. Akibatnya hak pemerintah maupun masyarakat ketika membutuhkan sebidang tanah untuk memenuhi kebutuhannya memerluhkan kepastian mengenai siapa sebenarnya pemilik sebidang tanah tersebut.
Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki.
Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun kewenangan untuk menguasai tanah yang diakui secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki, disewakan, dikuasai kepada pihak lain dan penyewa yang menguasai secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak.
10Ali Chomzah, Hukum Pertanahan Seri III dan Seri IV, Prestasi Pustaka, Jakarta, Tahun 2003,h.21 11 Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, Tahun 2005,h.8
5
Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Pengalihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari satu pihak ke pihak lain. Salah satu contoh hak atas tanah yang dapat dialihkan melalui jual beli adalah Hak Milik. Hak Milik yaitu hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak atas tanah maka harus segera didaftarkan tanahnya di Kantor Pertanahan atau yang biasa disebut dengan pendaftaran tanah.12
Dalam hal persoalan hukum waris menyangkut tiga unsur : adanya harta peninggalan atau harta kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta dan mengalihkan atau yang mewariskannya, dan adanya waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan itu.13 Dan ahli waris menurut Kitab Undang- Undang Perdata tediri dari dua jenis yaitu ahli waris ab intestato (menurut undang- undang) dan ahli waris testamenter (menurut surat waris).14
Apabila seseorang meninggal dunia maka dengan sendirinya akan timbul pertanyaan apakah yang akan terjadi dengan hubungan-hubungan hukum tersebut,
12Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta , Tahun 2009,h.90
13 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Cipta Aditya Bhakti, Bandung, Tahun 2003,h.3 14Syahril Sofyan , Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), Pustaka Bangsa Press, Medan, Tahun 2010, h. 23
dan yang mungkin akan erat sifatnya pada saat seseorang tersebut masih hidup , seperti bagaimana pengurusan harta miliknya dan sebagainya.15
Ketika seseorang meninggal dunia, hal ini menimbulkan sebuah akibat hukum yaitu tentang bagaiamana pengurusan dan kelanjutan hak- hak dan kewajiban bagi seseorang yang telah meninggal dunia. Penyelesaian dan hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.16
Oleh karena masalah warisan tersebut akan mengenai setiap orang apabila ada diantaranya yang meninggal dunia maka dapat dikatakan bahwa Hukum Waris sangat penting dalam kehidupan manusia terutama para ahli waris, karena menyangkut kelangsungan kepemilikan dan pemanfaatan harta warisan, keharmonisan hubungan keluarga antara ahli waris. Di samping itu juga, status hukum harta tersebut harus jelas jika hendak berhadapan dengan pengaturan perundang-undangan lain.
Sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia ada 3 (tiga) yaitu, Sistem Hukum Waris Islam , Sistem Hukum Waris Adat dan Sistem Waris Perdata. Ketiga sistem hukum tersebut mempunyai perbedaan yang prinsipil misalnya antara hukum waris Islam dan Hukum Waris Adat, berbeda dalam hal sistem kekeluargaan,pengertian kewarisan, harta peninggalan waris, bagian ahli waris, lembaga penggantian ahli waris dan sistem hibah.
15Darji Safutra, Pengalihan Atas Harta Warisan Yang Dilakukan Oleh Seorang Ahli Waris Tanpa Persetujuan Ahli Waris Yang Lain (Studi Putusan MA No. 234/PK/PDT/2004), Magister Kenotariatan USU, Medan, 2016,h.2
16Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan , Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan Menurut Hukum Waris Islam di Indonesia, Cipta Pustaka Media, Medan, Tahun 2014,h.2
Mewarisi karena penggantian tempat menurut KUHPerdata memberikan pengertian terhadap penggantian tempat sebagai penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak oleh sebab itu didalam praktik sering dijumpai pelaksanaan pembahagian warisan ditunda-tunda dan harta dibiarkan tetap untuk dalam jangka waktu yang lama bahkan ada yang sempat dikuasai oleh sebahagian ahli waris, maka akibatnya sewaktu mau dibagi harta warisan, sebahagian harta warisan tersebut masih dikuasai oleh sebahagian ahli waris. Tidak jarang pula para ahli waris dapat bersengketa dengan ahli waris lainnya dalam memperoleh haknya untuk itu para ahli waris dalam mendapatkan haknya menempuh jalur hukum yaitu melalui Putusan Pengadilan sebagai lembaga yang dapat memutuskan perkara sengketa hak kepemilikan tersebut.
Adapun putusan yang dianalisis oleh peneliti adalah Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 51/Pdt.G/2015/PN.Lbp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 220/Pdt/2016/PT.MDN.
Dapat dilihat adanya sengketa akibat pengalihan hak atas tanah karena warisan. Kasus yang terjadi merupakan sengketa antara Tn.MI (ahli waris dari garis keluarga Tn. X) versus Tn. B (anak tiri dari Tn. X). Dalam hal ini Tn. MI bertempat tinggal di Dusun III Desa Bandar Labuhan Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, ini merupakan ahli waris dari Almarhum Tn. X yang meninggal dunia pada tahun 1963.
Tn.B yang merupakan anak kandung dari Almarhum Ny.N ( merupakan istri ke 2 Tn. X) yang dilahirkan sebelum almarhum Ny.N menikah dengan Alamarhum
Tn. X tetapi setelah mereka menikah Tn.B telah bertempat tinggal sama hingga Tn. X dan Ny. N hingga mereka meninggal dunia.
Dalam hal ini Almarhum Tn. X memiliki harta bawaan yaitu tanah yang ia peroleh sebelum menikah pada tahun 1961 dengan istrinya Almarhum Ny. N yang meninggal dunia pada tahun 2005. Almarhum Tn. X memiliki sebidang tanah yang ditanami sawit, duku dan pinang beserta bangunan permanen diatasnya seluas lebih kurang 4.600 m2 (empat ribu enam ratus meter persegi) terletak di Dusun III , Desa Bandar Labuhan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Bahwa sekitar tahun 2005 tanpa seizin Tn.MI dan ahli waris lainnya B telah menguasai dan menguasahai tanah dimaksud hingga tahun 2015,
Tn.MI dan ahli waris lainnya telah berulang-ulang mengingatkan Tn.B agar meninggalkan tanah tersebut namun tidak menghiraukannya. Perbuatan TN. B sebagaimana diuraikan diatas, secara langsung telah menimbulkan kerugian materiil dan moril terhadap Tn.MI dan ahli waris lainnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai “ Analisis Yuridis Penguasaan Tanah Dengan Melawan Hukum Oleh Seorang Yang Mengaku Sebagai Ahli Waris (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 51/Pdt.G/2015/PN.Lbp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Nomor : 220/PDT/2016/PT.MDN)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme pengalihan hak atas tanah warisan berdasarkan sistem hukum Perdata dan hukum Islam?
2. Bagaimana perlindungan hukum kedudukan ahli waris dalam sengketa hak milik atas tanah warisan dalam proses berperkara di pengadilan ?
3. Bagaimana analisis terhadap kasus pada Putusan Pengadilan Negara Lubuk Pakam Nomor:51/Pdt.G/2015/PN.Lbp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 220/PDT/2016/PT.MDN)” ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mekanisme pengalihan hak atas tanah warisan berdasarkan sistem hukum Perdata dan hukum Islam.
2. Untuk mengetahui kedudukan ahli waris dalam sengketa hak milik atas tanah dalam proses berperkara di pengadilan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis atas kasus pada Putusan Pengadilan Negara Lubuk Pakam Nomor.51/Pdt.G/2015/P.N.Lbp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 220/PDT/2016/PT.MDN
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu : 1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan dalam perkembangan ilmu hukum dan memberikan sumbangan pemikiran dalam memperbanyak refrensi umunya dibidang hukum waris perdata dan hukum Islam serta memberikan argumentasi tersendiri terhadap penyelesaian terhadap sengketa penguasaan tanah dengan melawan hukum oleh seorang yang mengaku sebagai ahli waris.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya pengalihan hak atas tanah atas dasar penguasaan fisik oleh salah seorang ahli waris.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil yang ada dan dari penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, menunjukan bahwa penelitian dengan judul
“Analisis Yuridis Penguasaan Tanah Secara Fisik Oleh Salah Seorang Ahli Waris (Studi Putusan No. 51/Pdt.G/2015/P.N.Lbp Jo Putusan Pengadilan Tinggi Nomor:
220/ Pdt/2016/PT.MDN)” ini belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan yang diuraikan di atas sehingga penulisan ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Beberapa penelitian sebelumnya dan ditemukan mengenai Penguasaan Tanah Secara fisik Oleh Salah Seorang Ahli Waris , namun topik permasalahan dan bidang kajiannya
Berbeda dengan penelitian ini, penelitian tersebut yaitu :
1. Muhammad Fauzie, NIM 127011117/M.Kn, dengan judul tesis” Analisis Kasus Penguasaan Tanah Yang Lelah Memperoleh Kekeuatan Hukum Tetap Berdasarkan Putusan Pengadilan Tetapi Belum Menemukan Kepastian Hukum(Studi Gugatan Perdata No.107/PDT.G/PN.MDN JO No.
177/PERD1985/PT.MDN.JO.No.536K/PDT/1986JO.No.534PK/PDT198”
Permasalahan yang akan dibahas :
a) Bagaimanakah latar belakang tanah yang menjadi objek sengketa?
b) Bagaimanakah proses pembatalan sertifikat hak milik atas tanah dan penyebabnya?
c) Bagimana legalitas penguasaan tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) akan tetapi sertifikat hak miliknya masih ditangan pihak lain walaupun sertifikat tersebut telah dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan tetapi belum dibatalkan oleh badan pertanahan nasional?
2. Ahmad Sandry Nasution,NIM 127011037/M.Kn, dengan judul tesis “ Analisis Yuridis Penguasaan Tanah Masyarakat Hukum Adat Kecamatan Simangambat (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU- X/2012)”
Permasalahan yang akan dibahas :
a) Bagimana pengaturan penguasaan tanah masyarakat hukum adat dalam peraturan perundang-undangan?
b) Bagaimana kedudukan hukum atas penguasaan tanah masyarakat hukum adat di Kecamatan Simangambat ?
c) Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan atas penguasaan tanah masyarakat hukum adat Kecamatan Simangambat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012?
3. Nur Afni Damanik, NIM 077011049/M.Kn, dengan judul tesis “ Analisis Yuridis Penguasaan TanahTanpa Hak Oleh Masyarakat, Studi Pada Penguasaan Tanah (Aset PT. Kereta Api Di Pancur Batu)”
Permasalahan yang akan dibahas :
a) Bagaimana timbulnya penguasaan tanah tanpa hak oleh masyarakat pada tanah aset PT. Kereta Api di Pancur Batu ?
b) Bagaimana akibat hukum jika terjadi penguasaan tanah tanpa hak yang dilakukan oleh masyarakat di Pancur Batu ?
c) Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat yang menduduki tanah aset PT.Kereta Api di Pancur Batu yang tidak dapat membuktikan alas haknya?
4. Endah Mayana, NIM 107011084/M.Kn, dengan judul tesis “ Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan yang dikuasai oleh
salah Satu Ahli Waris (Studi Putusan Mahkamah Agung No.2134K/PDT/1989)”
Permasalahan yang akan dibahas :
a) Faktor-faktor yang menyebabkan sebahagian ahli waris menguasai harta warisan?
b) Bagaimana tindakan hukum yang dilakukan ahli waris yang dikuasai haknya oleh ahli waris yang lain?
c) Bagaimana analisis terhadap putusan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus No.2134.K/PDT/1989?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.
Teori dapat diuraikan sebagai sitem yang berisi proporsi-proporsi yang telah diuji kebenarannya, sehingga dapat mengarahkan pada proses penelitian yang dilakukan dan dapat memberikan suatu pemahaman tertentu.17
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
17Fitri , Analisis Yuridis Terhadap Penyangkalan Tanda Tangan Dalam Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Studi Putusan MA No. 1175/K/PID/2016) Magister Kenotariatan USU,Medan, 2019,h.13
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.18
Teori hukum mempelajari tentang pengertian-pengertian pokok dan sistematika hukum. Pengertian-pengertian pokok itu seperti misalnya subyek hukum, perbuatan hukum, objek hukum, peristiwa hukum, badan hukum, dan lain lain, memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis. Pengertian-pengertian pokok ini amat penting untuk dapat memahami sistem hukum pada umumnya, maupun sistem hukum positif.19
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka mempunyai beberapa kegunaan.
Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :20
a. Teori berguna untuk mempertajam dan mengkhususkan faktor-faktor yang hendak diselidiki atau diuji kebenaranya.
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi, fakta, membina stuktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.
18 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian , Maju Mandar, Bandung, Tahun 1994, h. 80 19 Lili Rasjidi dan Ira Thanuia Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafah dan Teori Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, Tahun 2007,h.36
20Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Tahun 1986,h.126
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifikatau suatu proses tertentu terjadi.21 Teori yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
A. Teori Kepastian Hukum
Hukum merupakan suatu alat atau sarana untuk menciptakan suatu keadilan, kepastian hukum, dan manfaat. Sehingga hukum itu pada dasarnya ditunjukan untuk menciptakan ketertiban pada masyarakat, dalam mencapai tujuan hukum tersebut, maka masyarakat membutuhkan suatu kepastian hukum yang akan melindungi mereka dalam melakukan suatu perbuatan hukum.22
Teori kepastian hukum menekankan pada penafsiran dan sanksi yang jelas agar dapat memberikan kepastian, memperbaiki kepastian hukum, memang bukan satu-satunya dan juga tidak dapat berdiri sendirinya, namun dengan mengetahui hak dan kewajiban masing-masing yang diatur dalam hukum sangat dimungkinkan tidak terjadi sengketa.23Artinya bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum formal adalah wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya , dengan demikian perlu mengkaji hukum formal sebagai basis
21JJJ. M. Wisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Tahun 1996,h.203
22 Satria Ginting, Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Bersertifikat Yang Dibuat Di Bawah Tangan ( Studi Putusan No.
130/Pdt.G/2012/PN.Mlg), Magister Kenotariatan USU, Medan, 2019,H.16
23Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofi Hukum Agraria, Pustaja Bangsa Press, Medan, 2003, h. 41-42
dalam menganalisis suatu kebijakan yang dapat memberikan suatu kepastian hukum.
Kepastian hukum sangat diperluhkan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat, karena kepastian hukum mempunyai sifat sebagai berikut :
a) Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya.
b) Sifat undang-undang yang berlaku bagi sikap lahir manusia ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya.24
Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik dan benar.25 Kepastian hukum juga diharapkan dapat memberikan serta melindungi hak-hak pihak yang dirugikan.26
Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan, sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti bendanya (droit de suite), dan
24Muhammad Fauzi, analisis kasus penguasaan tanah yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Pengadilan Tetapi belum Menemukan Kepastian Hukum (Studi Gugatan Perdata No. 107/PDT.G/1984.PN.MDN JO No. 177/ Perd 1986/PT. MDN. JO No.
536/K/PDT/1986/JO.No. 534 PK/PDT/1988), Magister Kenotariatan USU, Medan, 2014,h.17 25 Sudikno Mertokusumo, Mengenali Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,2007, h.160
26 Yanti Maya Sari, Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuat Akta Penggunaan Saham Nomiee Dalam Penanaman Modal Asing, Magister Kenotariatan USU , Medan, 2019, H.18
memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan atau dipergunakan sendiri.
Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut, memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya.27
Seseorang dapat dikatakan mempunyai hak atas tanah atau mendapatkan penetapan hak atas tanah maka harus dibuktikan terlebih dahulu adanya dasar penguasaan seseorang dalam menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang tidak ditentang oleh pihak manapun dan dapat diterima menjadi bukti awal untuk pengajuan hak kepemilikannya.
Penguasaan dapat juga sebagai permulaan adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah sudah merupakan suatu “hak”. Kata “penguasaan”
menunjukkan adanya suatu hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyainya. Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda/bukti bahwa tanah tersebut telah dikuasainya. Tanda/bukti tersebut bisa berbentuk penguasaan fisik maupun bisa berbentuk pemilikan surat-surat tertulis (bukti yuridis).
“Bukti penguasaan tanah dalam bentuk pemilikan surat-surat tertulis tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan
27Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, PT.Alumni, Bandung,1997,h.31.
tanah tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahan/pengalihan hak.Bila yang dilakukan oleh subyek hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hak atas obyek tanahnya”.28
Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik.29 Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya penguasaan tanahnya secara hukum. Apabila telah ada bukti penguasaan tanahnya secara hukum (biasanya dalam bentuk surat tertulis), maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak. Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan empunya dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian.30
Penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat dilegitimasi/informalkan haknya melalui penetapan/pemberian haknya kepada yang bersangkutan.
28Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008,h.235
29 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta,Tahun 1994,h.19.
30Dikutip dari tesis Lisa Manalu, NIM 097011072/M.Kn.h.15
Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis dapat disebut juga alas hak. Alas hak dapat diartikan sebagai berikut :
“Bukti penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat kepemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yurisdis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat dibawah tangan dan lain-lain.”31
Secara hukum perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasannya atau telah menjadi miliknya.Apabila tanah sudah dikuasi secara fisik dan sudah ada alas haknya,
maka persoalannya harus menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum.
Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui penetapan pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertifikst tanah.32
Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun idealnya agar penguasaan suatu bidang yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah
31Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, Tahun 2008,h.237
32Ibid,h.238
yang ditetapkan oleh Negara/Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
AP.Perlindungan menyatakan bahwa alas hak atas dasar penguasaan atas tanah diatur dalam UUPA dapat diterbitkan hak nya karena penetapan Pemerintah atau Ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atau tanah di atas hak tanah lain dan juga karena ketentuan konversi hak,
sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembaga uit wi zingprocedure sebagimana diatur dalam pasal 58 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak.33
Dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti hak-hak adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari hak-hak barat.34 Ada 2 (dua) cara perolehan hak atas tanah oleh seseorang atau badan hukum yaitu:35
1. Hak atas tanah diproleh secara original.
Yaitu hak atas tanah diperoleh seseorang atau badan hukum untuk pertama kalinya. Macam-macam hak atas tanah ini, adalah :
33 A.P.Perlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA,Mandar Maju,Bandung, Tahun 1993,h.69-h.70
34 A.P.Perlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia,Mandar Maju,Bandung, Tahun 1993,h.3 35Urip Susanto, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta, Tahun 2010,h.53-h.54
a. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang terjadi atas tanah negara.
b. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang terjadi atas tanah Hak Pengelolaan.
c. Hak Milik yang diperoleh dari perubahan Hak Guna Bangunan.
d. Hak Guna Bangunan yang diperoleh dari perubahan Hak Milik.
e. Hak Milik yang terjadi menurut Hukum Adat.
f. Hak Milik yang terjadi atas tanah yang berasal dari eks tanah milik adat.
2. Hak atas tanah yang diperoleh secara derivatif.
Yaitu hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau badan hukum secara turunan dari hak ats tanah yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Macam - macam hak atas tanah ini adalah :
a. Seseorang atau badan hukum membeli tanah hak pihak lain.
b. Seseorang atau badan hukum mendapatkan hibah tanah hak pihak lain.
c. Seseorang atau badan hukum melakukan tukar-menukar tanah hak dengan pihak lain.
d. Seseorang mendapatkan warisan berupa tanah hak dari orang tuanya.
e. Seseorang atau badan memperoleh tanah hak melalui lelang.
Sementara itu, Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun pengalihan kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu :36
36 Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa Indonesia,Mandar Maju,Bandung,2006,h.28-29
a. Hukum Kodrat, menyatakan dimana penguasaan benda-benda yang ada di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia.
Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi pemiliknya dan dapat diwariskan.
b. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk pengalihan tanah.
c. Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh karena hasil kerja dengan cara membukukan dan mengusahakan tanah.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran pada proses pengalihan hak atas tanah, tidak semata-mata mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan.Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru milik, belum hak.37
Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak tanah adalah adanya asas publisitas.
B. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Oleh karena itu sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak.
37 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal,PT. Citra Aditya Bakti,Bandung 1996,h.76
Teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa ;
“perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki subyek hukum negara dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. perlindungan hukum itu pada umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat dan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya”.38
Perlindungan akan menjadi hak bagi setiap warga negara, disisi lain perlindungan hukum ini merupakan kewajiban bagi negara. Menurut Satjipto Raharjo memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan oleh orang lain dan diberikan kepada masyarakat agar dapat dinikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum itu sendiri adalah bentuk dari perlindungan hukum.39
Teori-teori ini menunjukkan bahwa adanya suatu keharusan berupa kewajiban negara untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.
BPN sebagai lembaga negara telah diberikan suatu peraturan dalam hal menjalankan tugas dan wewenangnya.
Oleh karena itu BPN sebagai lembaga negara maka peraturan-peraturan yang ada khususnya berkaitan dengan masalah ini dijadikan rambu-rambu guna mencegah penyalahgunaan hak. Dengan demikian teori perlindungan hukum
38Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surbaya, 1987,h.205
39Satjipto Raharjp, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,h.54
dipandang tepat untuk digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini, sebab dengan dikajinya suatu perlindungan
2. Kerangka Konsepsi
Kerangka konseptual merupakan suatu pengarahan atau pedoman yang lebih konkrit kepada kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak. Walaupun demikian suatu kerangka konseptual belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.40 Dengan demikian maka kecuali terdiri dari pada konsep-konsep, suatu kerangka konsepsional dapat pula mencakup defenisi-defenisi operasional. Defenisi merupakan keterangan mengenai maksud untuk memakai sebuah lambang secara khusus yaitu menyatakan apa arti sebuah kata. 41
Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Pengalihan atas tanah dan bangunan adalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalihan adalah pergantian dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Sedangkan pengertian hak adalah milik/kepunyaan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang
40Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara , PPS USU, Medan, Tahun 2002,h.35
41Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ktiga, Universitas Indonesia, Press, Jakarta, 1986, h. 132
(aturan). Jadi pengalihan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak dari satu pihak kepada pihak lain.
b. Akta tanah adalah akta yang memuat data otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.
c. Dikuasai secara fisik bererti objek tanah ditempati oleh orang atau badan hukum.
d. Pihak lain adalah orang yang bukan merupakan pemilik dari objek tersebut.
e. Bukti Hak merupakan alat bukti menegenai kepemilikan atas tanah yang telah didaftarkan.
f. Ahli Waris adalah orang yang menerima harta warisan yang sah secara hukum berdasarkan amanat pemiliknya.42
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari bahasa Yunani “ methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.43 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis data yang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut:
42 Dikutip dari https:// kantor pengacara .co/ pengacara- pembagian- harta- warisan/, diakses pada tanggal 5 November 2019
43Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, h 16
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dan tujuan dari penelitian ini maka jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif.
Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.44
Dimana penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang hukum waris secara perdata yang berkaitan dengan penguasaan tanah secara melawan hukum oleh seorang yang mengaku sebagai ahli waris.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu artinya penelitian ini bersifat menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang terjadi untuk kemudian dicari suatu kesimpulan jawaban yang benar sebagai solusi atas permasalahan yang dianalisis tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang diteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas
44Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkay, Rajawali Perss, Jakarta, 2013,h.1
hipotesa-hipotesa, agar membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan teori baru.45
2. Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder.46 a. Badan Hukum Primer
Merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu :
a) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA).
b) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
c) Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 51/Pdt.G/2015/PN.Lbp.
d) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
e) Putusan Pengadilan Tinggi No. 220/PDT/2016/MDN dan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berupa buku-buku, pendapat hukum/doktrin/teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, artikel ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian.
45Soerjono Soekanto, Op.Cit.,h.43
46Bambang Waluyo, penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan. Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier
Dengan adanya bahan hukum sekunder maka peneliti akan terbantu untuk memahami/menganalisa bahan hukum primer.
c. Bahan Hukum Tertier, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, kamus bahasa Inggris, Kamus bahasa Indonesi, dan artikel-artikel lainnya yang berhubungan dengan objek peneliti.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian di lakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian pustaka adalah untuk mendapatkan konsepsi teori, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan secara relevan dengan menginventarisasi.
Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui perundang-undangan yang berlaku , literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.47
Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentng apa yang tercakup di dalam fokus permasalahan yang akan diteliti yang berupa dokumen.
47 Vivi Damayanty Nawawi, Analisis Yuridis Terhadap Kekuatan Hukum Akta Perdamaian Notaril Yang Mengesampingkan Putusan Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.
65/PDT/2017/PT-MDN), Magister Kenotariatan USU, Medan, 2019, H.32
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.48
Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistemastisasi yang berarti membuat klarifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisa dan konstruksi.49
Sebelum dilakukan analisisi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan.
Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.
Metode kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.
Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti, kesemuanya tidak dapat diukur dengan menggunakan angka.50
48Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006. h 53 49Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama
Sejahtera, Jakarta,2010,h.16.
50Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, 2006,h.78
Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk kemudian ditarik hal-hal yang bersifat khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori,dan dalil-dalil
HUKUM PERDATA
A. Tinjauan Umum Kewarisan 1. Sistem Kewarisan
Sistem pewarisan yang dianut oleh KUHPerdata, adalah Indivual-bilateral, artinya setiap ahli waris berhak menuntut pembagian harta warisan, dan memperoleh bagian yang menjadi haknya, baik harta warisan ayahnya maupun harta warisan dari ibunya. Adapun hak bagi ahli waris untuk menuntut bagian warisannya itu, menunjukan bahwa sifat kewarisan yang diatur dalam KUHPerdata (B.W) adalah
“individual mutlak”. Namun demikian, dapat diadakan perjanjian untuk tidak melaksanakan pemisahan (pembagian) harta warisan itu selama 5 (lima) tahun dan tiap kali jangka waktu itu terlampaui dapat diperbaharui (Pasal 1066 ayat 3 dan ayat 4 KUHPerdata).51
Di Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia.dalam hal ini salah satunya adalah Pasal 136 Wet op de Staats Inrichting van Nederland Indische disingkat Staatsregeling atau IS.
Dalam peraturan ini telah ditetapkan tiga golongan penduduk Hindia Belanda yaitu sebagai berikut :
51Djaja S. Meliala, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Nuansa Aulia, Bandung,Tahun 2018,h.3
1. Golongan Eropa, yaitu Belanda, Jerman, Inggris, Perancis termasuk didalamnya Jepang, Amerika, Australia, dan Kanada.
2. Golongan Timur Asing, yaitu Tionghoa, Arab, India, Pakistan , Muangthai dan lain-lain.
3. Golongan Bumi Putera, yaitu orang Indonesia asli yang terdiri atas 19 Kukuban Hukum menurut Prof. Van Vollenhoven dan BZN Ter Haar.52
Mengenai Hukum Kewarisan lainnya sampai saat ini masih beraneka sistem hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Hukum Kewarisan Perdata yang tertuang dalam Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) berdasarkan ketentuan Pasal 131 IS jo. Staatsblad 1917 Nomor 12 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557 tentang Penundukan Diri terhadap Hukum Eropa, maka Burgerlijk Wetboek (BW) berlaku bagi:
a) Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa;
b) Orang Timur Asing Tionghoa (Staatsblad 1917 Nomor 12 9);
c) Orang Asing lainnya dan orang-orang Indonesia yang menundukkan diri kepada Hukum Eropa.53
2. Sistem Hukum Kewarisan Adat, hukum kewarisan ini beraneka sistemnya karena dipengaruhi oleh bentuk etnis di lingkungan hukum adatnya. Dalam sistem kewarisan adat dikenal sistem kewarisan matrilineal, patrilineal, dan bilateral atau parental. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut :
52Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat , Sinar Grafika, Jakarta, 1993, h.13-14
53 Ali Afandi, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, PT. Rineka Cipta, 2000,h.13
a) Sistem matrilineal, yaitu sistem pewarisan yang menarik garis keturunan selalu menghubungkan dirinya kepada ibunya, seterusnya ke atas kepada ibunya, ibu sampai kepada seorang wanita yang dianggap sebagai marganya, di mana klan ibunya berasal dan keturunannya, mereka semua menganggap satu klan ibunya, misalnya di Minangkabau dan Timor.54
b) Sistem partilineal, yaitu sistem pewarisan yang menarik garis keturunan dan hanya menghubungkan dirinya kepada ayah, ke atas kepada ayahnya ayah, hal demikian terdapat dalam sistem partilineal murni yaitu seperti di tanah Batak.55 c) Sistem bilateral dan parental, menurut Hazairin, di mana setiap orang itu
menghubungkan dirinya dalam hal keturunan baik kepada ibunya maupun kepada ayahnya.56
Dari ketiga bentuk atau sistem masyarakat tersebut, secara eksplisit akan ditemui bahwa dalam masyarakat patrilineal, akibatnya hanya laki-laki atau keturunan laki- laki sja yang berhak tampil sebagai ahli waris, sedangkan dalam sistem matrilineal yang berhak tampil sebagai ahli waris adalah anak perempuan.
Dalam sistem ketiga, pada prinsipnya baik laki-laki maupun perempuan dapat tampil sebagai ahli waris , mewarisi harta peninggalan ibu bapaknya dan saudara- saudaranya laki-laki maupun saudaranya perempuan.57
54Mohd. Idris Ramulyo,Op.Cit,h.4
55 Hazarin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-Qur’an dan Hadis, Cetakan kelima, Tintamas, Jakarta, 1983,h.11
56Ibid
57Mohd. Idris Ramulyo,Op.Cit,h.5
3. Sistem hukum waris islam juga terdiri atas pluralisme ajaran, misalnya sistem kewarisan ahlus sunnah wal jama’ah ajaran Syiah, serta ajaran Hazairin Indonesia.
Sistem hukum waris yang paling dominan di anut di Indonesia, yaitu ajaran ahlus sunnah wal jama’ah. Akan tetapi, yang paling dominan di antara keempat mazhab yang dianut di Indonesia adalah mazhab Syafi’I, disamping ajaran Hazairin yang mulai berpengaruh sejak tahun 1950 di Indonesia. hal ini sebagai ijtihad untuk menguraikan hukum kewarisan dalam Alquran secara bilateral.58
2. Landasan Hukum Kewarisan
Hukum kewarisan yang diatur, dalam KUPerdata diberlakukan bagi orang- orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.Hal ini berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang penundukan diri terhadap hukum eropa.Dengan demikian bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum kewarisan yang tertuang dalam KUHPerdata.
Dalam Pasal 528 KUHPerdata tentang hak mewaris ditentukan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 854 KUHPerdata bahwa hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karena itu, ketentuan ini ditempatkan dalam buku ke- 2 KUHPerdata (tentang benda).
Namun demikian, penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUHPerdata menimbulkan pro kontra dikalangan ahli hukum, karena dalam
58 H.M.Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2004,h.1-2.