• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bedoyo

Kegiatan penambangan yang terjadi di Desa Bedoyo sebagaimana telah disebutkan dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat. Penghasilan rumahtangga yang awalnya hanya mengandalkan kegiatan pertanian kini memiliki alternatif lain karena banyak tersedia kesempatan bekerja di sektor pertambangan seperti menjadi buruh tambang, supir, maupun karyawan di kantor perusahaan pertambangan. Keberagaman mata pencaharian ini dirasakan dapat meningkatkan

kesejahteraan rumahtangga karena sumber penghasilan yang semakin bervariasi, namun ternyata rumahtangga responden juga sebagian mengalami kerugian karena lahan pertanian mereka yang mulanya dapat ditanami padi semenjak terkena aliran air banyu putih hanya bisa ditanami kacang dan jagung saja. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap penghasilan yang diperoleh oleh setiap rumahtangga. Penghasilan rumahtangga sendiri merupakan penjumlahan dari seluruh penghasilan dari pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan, selain itu juga dari penghasilan istri/suami dan anak yang masih menjadi tanggungan responden.

Perubahan penghasilan rumahtangga responden secara keseluruhan diestimasi dengan menghitung selisih antara nilai rata-rata penghasilan rumahtangga dari sektor sebelum perubahan penggunaan kawasan karst tahun 2010 yang dikonversi menjadi setara dengan nilai uang pada tahun 2016 (I1) dan sesudah

perubahan kawasan karst pada tahun 2016 (I2). Hasil perhitungan nilai perubahan

penghasilan rumahtangga responden di Desa Bedoyo secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai rata-rata perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bedoyo

Sektor penghasilan

Skala ekonomi rumahtangga Tinggi (≥Rp16.963.608) Sedang (Rp10.264.980- Rp16.963.607) Rendah (Rp3.566.353 - Rp10.264.979) Sebelum* (Rp/tahun) Sesudah (Rp/tahun) Sebelum* (Rp/tahun) Sesudah (Rp/tahun) Sebelum* (Rp/tahun) Sesudah (Rp/tahun) On-farm 4.121.431 2.494.692 4.161.586 2.641.100 3.118.884 1.649.219 Off-farm 8.605.691 1.012.992 3.255.592 1.187.217 0 950.176 Non-farm 9.903.374 14.076.923 3.847.518 10.000.000 1.585.516 7.320.424 Total 22.630.497 17.584.608 11.264.696 13.828.317 4.704.400 9.919.819 ΔI 5.045.889 -2.563.621 -5.215.419

Keterangan: * nilai uang tahun 2010 yang dikonversi menjadi setara dengan nilai uang tahun 2016 Tabel 9 menunjukkan hasil perhitungan perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bedoyo dari sektor on-farm, off-farm, dan non-farm. Penghasilan rumahtangga dikategorikan berdasarkan selang penghasilan per tahun yaitu skala rendah (Rp3.566.353 - Rp10.264.979), sedang (Rp10.264.980- Rp16.963.607), dan tinggi (≥Rp16.963.608). Penghasilan sebelum merupakan nilai rata-rata penghasilan rumahtangga responden pada tahun 2010 yang sudah dikonversi menjadi setara dengan nilai uang pada tahun 2016, sementara penghasilan sesudah merupakan nilai rata-rata penghasilan rumahtangga responden pada tahun 2016.

Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa pada masing-masing kategori penghasilan rumahtangga terjadi perubahan. Mayoritas penghasilan rumahtangga per tahun di Desa Bedoyo mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai total rata-rata perubahan penghasilan yang terjadi pada rumahtangga yang berada dalam skala ekonomi tinggi yaitu sebesar Rp5.045.889,- per tahun. Nilai ini menunjukkan terjadinya penurunan penghasilan pada rumahtangga skala ekonomi tinggi, hal ini disebabkan karena penurunan yang cukup drastis dari sektor on-farm dan off-farm. Penghasilan rumahtangga dari skala ekonomi tinggi, dan juga kedua skala lainnya mengalami peningkatan paling signifikan pada sektor non-farm. Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan

bahwa kawasan karst yang berubah menjadi kawasan pertambangan telah membuka lapangan pekerjaan baru di sektor non-farm bagi masyarakat Desa Bedoyo. Jenis pekerjaan baru ini dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat disana sehingga mereka mendapat penghasilan tambahan yang sangat besar dari sektor tersebut. Sebaliknya dapat dilihat penghasilan pada sektor on-farm dan off-farm pada rumahtangga skala ekonomi tinggi mengalami penurunan. Penurunan penghasilan pada sektor on-farm disebabkan oleh pencemaran yang terjadi pada lahan pertanian milik sebagian besar responden. Pencemaran yang terjadi mengakibatkan lahan pertanian tidak dapat ditanami dengan tanaman padi sehingga produksi padi mereka menjadi menurun atau bahkan tidak ada produksi sama sekali sehingga berdampak pada penurunan penghasilan dari sektor on-farm. Sementara itu penghasilan dari sektor off-farm mengalami penurunan karena semenjak tersedia pekerjaan baru di kawasan pertambangan yang menghasilkan penghasilan lebih besar, sebagian besar responden pada kategori rumahtangga skala ekonomi tinggi mulai meninggalkan pekerjaan off-farm mereka sebelumnya dan beralih ke sektor non-farm.

Rata-rata perubahan penghasilan pada rumahtangga dengan skala ekonomi sedang yaitu sebesar Rp-2.563.621,- per tahun. Seperti yang terjadi pada rumahtangga skala ekonomi tinggi, perubahan yang paling signifikan terjadi pada rata-rata penghasilan dari sektor non-farm. Hal ini juga disebabkan oleh tersedianya lapangan pekerjaan baru di sektor non-farm semenjak adanya perubahan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan. Sebagian responden pada skala ekonomi ini awalnya tidak memiliki pekerjaan pada sektor non-farm, namun semenjak adanya kegiatan pertambangan seluruhnya memiliki pekerjaan di sektor pertambangan sehingga rata-rata penghasilan mereka dari sektor non-farm mengalami peningkatan yang signifikan. Sementara itu pada sektor on-farm, rumahtangga pada skala ini juga mengalami penurunan penghasilan karena lahan pertanian yang tercemar. Penurunan penghasilan pada sektor ini cukup signifikan karena rumahtangga responden harus mengalami penurunan atau pehilangan produksi tanaman pangan yang biasanya dapat ditanam di lahan mereka. Peningkatan justru terjadi pada penghasilan di sektor off-farm karena sebelumnya seluruh rumahtangga responden pada skala ini tidak memiliki pekerjaan di sektor off-farm.

Rumahtangga pada kategori skala ekonomi rendah mengalami perubahan penghasilan dengan rata-rata sebesar -Rp5.215.419,- per tahun. Nilai perubahan pada rumahtangga skala ekonomi rendah merupakan yang paling tinggi daripada rumahtangga skala lainnya. Peningkatan penghasilan yang paling signifikan berasal dari sektor non-farm, dimana sebelumnya rumahtangga pada skala ekonomi rendah hanya sedikit yang memiliki pekerjaan sampingan lain di sektor ini. Sektor non- farm sendiri mengalami peningkatan yang cukup besar karena banyak responden yang mempunyai pekerjaan di kawasan pertambangan. Rata-rata penurunan penghasilan paling banyak dirasakan pada sektor on-farm. Seperti halnya dua rumahtangga pada kategori sebelumnya, lahan pertanian rumahtangga pada kategori ini juga mengalami pencemaran sehingga mereka harus kehilangan penghasilan dari lahan pertanian mereka. Analisis perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bedoyo per masing-masing sektor yaitu sebagai berikut. 1. Perubahan penghasilan on-farm

Pekerjaan utama responden di Desa Bedoyo masih didominasi oleh kegiatan pertanian, sementara sektor off-farm dan non-farm merupakan pekerjaan sampingan mereka. Penghasilan utama rumahtangga responden di Desa Bedoyo berasal dari

kegiatan pertanian. Perubahan penghasilan pada sektor on-farm dirasakan oleh rumahtangga yang lahan pertaniannya tercemar oleh air asam tambang atau AAT. Air asam tambang atau yang disebut masyarakat dengan sebutan air banyu putih merupakan hasil dari pengolahan batugamping yang bersifat asam, sehingga lahan pertanian yang tercemar oleh air tersebut tidak bisa lagi ditanami padi. Sebelum lahan tercemar, rumahtangga responden menanami lahannya dengan tanaman padi, jagung, kacang, dan umbi-umbian. Lahan pertanian mereka ditanami secara tumpangsari dengan mengkombinasikan dua atau lebih jenis tanaman tersebut dalam satu kali masa tanam.

Sebanyak 33 responden atau 82,5% mengalami pencemaran pada lahan pertaniannya sehingga produksi pertanian mereka khususnya padi mengalami penurunan bahkan separuh diantaranya tidak bisa menanami lahan mereka dengan padi sehingga tanaman yang mereka tanam hanya kacang, jagung dan umbi-umbian. Produksi padi sebelumnya cukup membantu ekonomi rumahtangga karena dapat dijual dan dikonsumsi sendiri sebagai sumber pangan. Kehilangan kesempatan menanam padi tentu mengakibatkan perubahan yang negatif pada penghasilan mereka. Perubahan penghasilan rumahtangga pada sektor on-farm dapat dilihat pada Tabel 9, data penghasilan rumahtangga responden sendiri dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Seluruh rumahtangga respoden megalami penurunan penghasilan dari sektor on-farm karena sebagian besar lahan pertanian milik responden mengalami pencemaran oleh air asam tambang sehingga mengakibatkan produksi pertanian mereka mengalami penurunan bahkan beberapa rumahtangga harus kehilangan produksi padi mereka karena lahannya tidak dapat ditanami padi. Sektor on-farm

cukup berkontribusi pada sumber penghasilan rumahtangga karena selain dapat dijual, hasil pertanian juga dapat dikonsumsi sendiri sehingga ketersediaan pangan rumahtangga lebih terjamin. Kehilangan sumber pangan dari lahan sendiri akan membuat ekonomi rumahtangga lebih rentan karena mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli kebutuhan pangan untuk kebutuhan sehari-harinya. 2. Perubahan penghasilan off-farm

Sumber penghasilan off-farm rumahtangga responden di Desa Bedoyo sebelum dan sesudah terjadi perubahan kawasan karst tidak mengalami perubahan yang signifikan. Penghasilan off-farm didapatkan dari kegiatan bekerja sebagai buruh tani dan membuat tempe. Beberapa rumahtangga responden tidak lagi berprofesi menjadi buruh tani semenjak kawasan karst berkembang menjadi kawasan pertambangan karena mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai buruh tambang.

Rumahtangga pada kategori skala ekonomi tinggi banyak yang memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, selain itu terdapat juga responden yang memiliki usaha pembuatan tempe. Setelah adanya jenis pekerjaan baru di sektor non-farm

yaitu pertambangan, mereka beralih pekerjaan dan pekerjaan sebagai buruh tani mulai ditinggalkan. Hanya beberapa responden saja yang masih melakukan pekerjaan sebagai buruh tani dan masih menjadi pengrajin tempe sehingga nilai rata-rata penghasilan mereka dari sektor ini mengalami penurunan. Rumahtangga yang termasuk dalam kategori skala ekonomi sedang dan rendah juga melakukan pekerjaan sebagai buruh tani disamping melakukan pekerjaan di kawasan pertambangan dan di lahan pertanian milik sendiri, hal ini dilakukan untuk tetap

dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun setelah terjadi pembukaan kawasan pertambangan, pekerjaan off-farm mulai ditinggalkan berganti dengan pekerjaan sampingan di sektor non-farm.

3. Perubahan penghasilan non-farm

Perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan memberikan pengaruh besar pada sumber penghasilan non-farm rumahtangga responden. Sebelum terjadi perubahan kawasan karst, sumber penghasilan non-farm

responden berasal dari usaha dagang, membuka warung, bengkel, dan jasa servis alat-alat eletronik. Penghasilan dari sektor off-farm juga masih banyak memberikan kontribusi dalam strategi penghidupan mereka. Tersedianya kesempatan bekerja di sektor pertambangan yang memberikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan pekerjaan di sektor off-farm yang semula mereka andalkan sebagai pekerjaan sampingan membuat banyak dari responden beralih ke sektor ini. Bahkan responden yang semula tidak memiliki pekerjaan sampingan selain bertani ikut menjadikan pekerjaan sebagai buruh tambang sebagai pekerjaan sampingan mereka.

Hasil perhitungan pada seluruh skala ekonomi rumahtangga yang disajikan pada Table 9 menunjukkan nilai minus karena sektor penghasilan non-farm

merupakan sektor yang mengalami peningkatan paling signifikan akibat terjadinya perubahan penggunaan kawasan karst. Perkembangan kawasan pertambangan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga hal ini memberikan lapangan pekerjaan baru untuk rumahtangga di Desa Bedoyo. Rumahtangga yang awalnya mengandalkan sektor off-farm sebagai pekerjaan sampingan mulai beralih ke sektor non-farm ini, bahkan rumahtangga yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan sampingan non-farm mendapatkan alternatif pekerjaan sampingan di luar sektor on-farm dan off-farm. Hal ini membuat nilai rata-rata perubahan penghasilan di sektor non-farm bernilai minus karena perubahan kawasan karst yang terjadi justru meningkatkan penghasilan dari sektor

non-farm yang didapat oleh rumahtangga responden. Peningkatan kesejahteraan yang dimaksud oleh mayoritas rumahtangga responden berasal dari sumber penghasilan non-farm mereka, karena penghasilan pada sektor ini memang meningkat secara signifikan sehingga dapat membantu perekonomian keluarga. Hal inilah yang menyebabkan mayoritas responden menginginkan kegiatan pertambangan terus dilakukan karena dapat meningkatkan penghasilan rumahtangga mereka, di samping itu penghasilan yang didapat juga dianggap lebih pasti bila dibandingkan dengan sektor pertanian yang rentan dan lebih beresiko.

Penghasilan yang diperoleh rumahtangga dari sektor non-farm setelah terjadinya perubahan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan memang lebih besar karena sektor pertambangan sendiri merupakan sektor strategis yang bersifat ekonomis. Pemanfaatannya kawasan karst sebagai kawasan tambang memang akan lebih cepat menghasilkan profit bila dibandingkan dengan pemanfaatan lain yang mungkin dilakukan pada kawasan karst. Kawasan pertambangan juga membuka lapangan pekerjaan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan keterangan yang didapat dari responden, hampir seluruhnya menginginkan kegiatan pertambangan ini terus berlanjut agar dapat membantu perekonomian mereka. Hal ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap pekerjaan yang bertumpu pada kegiatan pertambangan, padahal batu karst yang ditambang merupakan sumberdaya alam yang bersifat non-renewable yang

sewaktu-waktu bisa habis. Apabila batuan yang ditambang sudah habis dan kegiatan pertambangan berakhir, maka besar kemungkinan struktur penghidupan masyarakat di Desa Bedoyo juga akan runtuh. Hal serupa juga dikemukakan oleh Amalia (2015) dalam penelitiannya di Desa Merapun, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Rumahtangga petani di desa tersebut sangat rentan terhadap adanya perkebunan kelapa sawit karena mereka menjadi sangat bergantung pada pekerjaan yang berhubungan dengan perkebunan kelapa sawit. Struktur penghidupan rumahtangga petani di Desa Merapun akan terancam apabila perkebunan kelapa sawit sudah berakhir. Oleh karena itu Desa Bedoyo dapat dikatakan memiliki kerentanan yang tinggi akibat dari perubahan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan. Nilai kerentanan Desa Bedoyo akan dianalisis pada sub bab berikutnya dengan menggunakan metode Livelihood Vulnerability Index (LVI).

Dokumen terkait