• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunungsewu Terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga Di Kabupaten Gunungkidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunungsewu Terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga Di Kabupaten Gunungkidul"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERUBAHAN PEMANFAATAN KAWASAN

KARST GUNUNGSEWU TERHADAP RESILIENSI EKONOMI

RUMAHTANGGA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

FADIAH KHAIRINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunungsewu terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga di Kabupaten Gunungkidul adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Fadiah Khairina

(4)
(5)

RINGKASAN

FADIAH KHAIRINA. Dampak Perubahan Pemanfaatan Kawasan Karst Gunungsewu terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga di Kabupaten Gunungkidul. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan AHYAR ISMAIL.

Indonesia memiliki kawasan karst yang mencakup luas sekitar 15,4 juta hektar dan tersebar hampir di seluruh Indonesia, salah satu kawasan karst tersebut adalah kawasan karst Gunungsewu. Kawasan karst Gunungsewu terbentang dari daerah Wonosari-Yogyakarta-Wonogiri sampai Pacitan, dan mencakup tiga daerah provinsi yaitu provinsi D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kawasan karst Gunungsewu di provinsi D.I. Yogyakarta sendiri tersebar di Kabupaten Gunungkidul. Kawasan karst Gunungsewu sebagai sumberdaya yang potensial untuk mendukung kehidupan di satu sisi memiliki kekayaan potensi dan sumberdaya yang berlimpah akan tetapi disisi lain sangat rentan terhadap resiko kerusakan lingkungan. Berbagai kepentingan ekonomi membuat masyarakat melakukan berbagai kegiatan untuk memanfaatkan kawasan karst.

Penelitian dilakukan di dua desa yang memanfaatkan kawasan karstnya secara berbeda, yaitu Desa Bedoyo dan Desa Bejiharjo. Kawasan karst di Desa Bedoyo dimanfaatkan untuk kawasan pertambangan karena kualitas batuan karbonatnya merupakan yang terbaik sehingga kegiatan pertambangan terpusat di desa tersebut. Kawasan karst di Desa Bejiharjo dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam, dimana kegiatan wisatanya merupakan wisata susur sungai yang melewati sebuah goa yang cukup terkenal di kalangan wisatawan, yaitu Goa Pindul. Perbedaan pemanfaatan kawasan karst di kedua desa tersebut memberikan dampak yang berbeda pula kepada masyarakatnya. Penelitian ini melibatkan 80 responden rumahtangga dari kedua desa. Tujuan khusus penelitian ini yaitu Mengidentifikasi dampak perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata bagi masyarakat di sekitarnya, menganalisis perubahan penghasilan rumahtangga masyarakat yang terjadi akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata, mengidentifikasi kerentanan ekonomi rumahtangga akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi pertambangan dan yang menjadi kawasan wisata, dan mengidentifikasi resiliensi ekonomi rumahtangga masyarakat akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, Change of Productivity, Loss of Earnings,

Livelihood Vulnerability Index, dan analisis regresi linear berganda.

(6)
(7)

SUMMARY

FADIAH KHAIRINA. Impacts of Karst Gunungsewu Utilization Changes on

Household’s Economics Resilience in Gunungkidul Region. Supervised by EKA

INTAN KUMALA PUTRI and AHYAR ISMAIL.

Indonesia covered by karst region of about 15.4 million hectares and it spread almost throughout Indonesia, one of the karst region is Gunungsewu karst. Gunungsewu karst region stretching from Yogyakarta-Wonosari-Wonogiri to Pacitan, and covers three provinces area which are D.I. Yogyakarta, Central Java, and East Java. Gunungsewu karst region in D.I. Yogyakarta itself scattered in Gunungkidul Regency. Gunungsewu karst region as a potential resource for supporting life, on the one hand have a potential and plenty of resources, but on the other hand is very vulnerable to the risk of environmental damage. Economic interests have made people do variety of activities to take advantage from the karst region.

The study was conducted in two villages which utilize karst region differently, Bedoyo village and Bejiharjo village. Karst area in the village of Bedoyo used for mining area because of the quality of carbonat rock there is the best so that mining activity is concentrated in the village. Karst area in the village of Bejiharjo used for nature tourism activities, where tourism is a tourist activity fringe of the river that passes through a cave that is well known among the tourists, the Goa Pindul. Differences in utilization of karst areas in both villages also have different impacts to the community. The study involved 80 respondents from both rural households. The specific objective of this study is identifying the impact of changes in the use of karst areas into mining areas and tourist areas to the surrounding community, analyzing the changes in household income communities due to the change of use of karst areas into mining areas and tourist areas, identify vulnerabilities household economy as a result of changes in the use of the karst region to be mining and which became a tourist area, and identifying economic resilience of rural households as a result of changes in the use of karst areas into mining areas and tourist areas as well as any factors that influence it. The analytical method used is descriptive analysis, Change in Productivity, Loss of Earnings, Livelihood Vulnerability Index, and multiple linear regression analysis.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suaatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DAMPAK PERUBAHAN PEMANFAATAN KAWASAN

KARST GUNUNGSEWU TERHADAP RESILIENSI EKONOMI

RUMAHTANGGA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

FADIAH KHAIRINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama

M

: Fadiah Khairina : H451150136

a.n. Ketua Program Studi

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr Ir

Anggota

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Ketua Departemen

Dr Ir Aceng Hidayat, MT

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Dampak Perubahan Kawasan Karst Gunungsewu terhadap Resiliensi Ekonomi Rumahtangga di Kabupaten Gunungkidul.

Penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si dan Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis. Terimakasih kepada Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Dr. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku penguji perwakilan program studi yang telah banyak memberikan masukan untuk karya ilmiah ini. Terimakasih kepada seluruh perangkat desa dan elemen masyarakat di Desa Bedoyo dan Desa Bejiharjo atas izin dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua, Bapak Sutad Yudono Nyokrowati dan Ibu Listianingsih, adik Fathia Alya Shabrina, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Kepada Rendy, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, semangat dan doa yang selalu diberikan selama proses perkuliahan hingga penyusunan tesis ini. Kepada sahabat-sahabat, Ina, Upe, Tommi, Maulita, Sauqi, dan Regi, terimakasih atas segala bentuk doa, semangat, dan dukungan yang telah diberikan selama proses penyusunan tesis ini. Terakhir ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Teh Sofi, Ibu Fifi, teman-teman di Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, seluruh staf departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Kawasan Karst 6

Analisis Pendapatan 7

Kerentanan (Vulnerability) 8

The Livelihood Vulnerability Index 9

Ketahanan (Resilience) 11

Penelitian Terdahulu 12

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

4 METODE PENELITIAN 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Pengambilan Sampel 16

Metode Analisis Data 17

5 GAMBARAN UMUM 23

Lokasi Penelitian 23

Karakteristik Responden 25

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Identifikasi Perubahan Penggunaan Kawasan Karst 31 Analisis Perubahan Penghasilan Rumahtangga Akibat Perubahan

Penggunaan Kawasan Karst 37

(17)

Replacement Cost 50

Identifikasi Kerentanan Rumahtangga Akibat Perubahan Penggunaan Kawasan Karst 52

Analisis Tindakan Resiliensi yang Dilakukan Rumahtangga 57

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindakan Resiliensi 61

7 IKHTISAR 64

8 KESIMPULAN DAN SARAN 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 73

(18)

DAFTAR TABEL

1 Matriks penelitian terdahulu 13

2 Matriks analisis data 18

3 Indikator pengukuran LVI 20

4 Definisi operasional tingkat resiliensi rumahtangga 21 5 Sumber penghasilan responden di Desa Bedoyo 30 6 Sumber penghasilan responden di Desa Bejiharjo 31 7 Dampak yang dirasakan rumahtangga akibat kegiatan pertambangan 34 8 Responden yang mengalami gangguan kesehata 34 9 Nilai perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bedoyo 39 10 Nilai perubahan penghasilan rumahtangga di Desa Bejiharjo 44 11 Perubahan produktivitas dan nilai produksi padi di Desa Bedoyo 48 12 Nilai hasil penjualan tanaman selain padi di Desa Bedoyo 49 13 Perubahan produktivitas dan nilai produksi padi di Desa Bejiharjo 50 14 Nilai hasil penjualan tanaman selain padi di Desa Bejiharjo 51 15 Biaya pengganti air yang harus dikeluarkan responden Desa Bedoyo 52

16 Hasil perhitungan LVI 54

17 Tindakan resiliensi rumahtangga di Desa Bedoyo 58 18 Tindakan resiliensi rumahtangga di Desa Bejiharjo 60

19 Hasil analisis regresi linear berganda 64

20 Perbandingan dampak perubahan pemanfaatan kawasan karst di Desa

Bedoyo dan Desa Bejiharjo 68

DAFTAR GAMBAR

1 Tingkat kemiskinan di Provinsi D.I. Yogyakarta 3

2 Akuifer karst 7

3 Alur kerangka pemikiran 15

4 Peta lokasi penelitian 25

5 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 27

6 Karakteristik responden berdasarkan usia 27

(19)

1 Data penghasilan rumahtangga responden di Desa Bedoyo tahun

2010 74

2 Data penghasilan rumahtangga responden di Desa Bedoyo tahun

2016 75

3 Data penghasilan rumahtangga responden di Desa Bejiharjo tahun

2010 76

4 Data penghasilan rumahtangga responden di Desa Bejiharjo tahun

2016 77

5 Change in Productivity tanaman padi di Desa Bedoyo 78

6 Change in Productivity tanaman padi di Desa Bejiharjo 80

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karst adalah bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit). Bentang alam tersebut baik secara berkelompok maupun tunggal dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan (karstifikasi) yang derajatnya lebih tinggi dibanding kawasan batuan lainnya (Samodra, 2001). Kawasan karst merupakan kawasan yang menunjukkan bentuk fenomena di bawah permukaan tanah (endokarst) dan fenomena di atas permukaan tanah (exokarst) tertentu. Kawasan karst dibentuk oleh proses pelarutan batuan yang umumnya batu gamping dan dolomit.

Bentang lahan karst memiliki peran yang sangat penting bagi lingkungan.Bentang lahan karst menyediakan jasa ekosistem seperti air bersih, bahan-bahan material, dan menjadi agen pengendali perubahan iklim (Brinkmann dan Garren, 2011). Kawasan karst juga memiliki berbagai sumberdaya yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti sumberdaya lahan, sumberdaya hayati, dan potensi bentang lahan baik permukaan ataupun bawah permukaan (Suryatmojo, 2006). Kawasan karst memiliki fungsi ekosistem yang serupa dengan hutan rimba yaitu sebagai pengatur tata air khususnya air bawah tanah dan penyimpan potensi karbon. Kerusakan lingkungan pada bentang lahan karst seperti akibat penambangan akan mengakibatkan matinya sumber air bawah tanah yang berlimpah (Budiyanto, 2013).

Kondisi geologi Indonesia membuat negara ini sangat kaya akan batu gamping. Terbentuknya kawasan karst dipengaruhi oleh iklim, batuan, serta struktur geologi yang ada di suatu tempat. Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga Indonesia memiliki kawasan karst yang mencakup luas sekitar 15,4 juta hektar dan tersebar hampir di seluruh Indonesia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2015). Salah satu kawasan karst tersebut adalah kawasan karst Gunungsewu. Kawasan karst Gunungsewu terbentang dari daerah Wonosari-Yogyakarta-Wonogiri sampai Pacitan, dan mencakup tiga daerah provinsi yaitu provinsi D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kawasan karst Gunungsewu di provinsi D.I. Yogyakarta sendiri tersebar di Kabupaten Gunungkidul. Luas wilayah karst di Kabupaten Gunungkidul kurang lebih 798,38 km2 atau sekitar 53,70% dari total luas Kabupaten Gunungkidul (Wasidi dan Jamil, 2013). Keunikan kawasan karst Gunungsewu ini diakui secara internasional, sehingga pada tahun 1994 karst Gunungsewu diusulkan sebagai bentukan alam warisan dunia (world natural heritage) oleh International Union of Speleology.

(22)

Kabupaten Gunungkidul.Sebelum adanya aktivitas penambangan batu gamping, masyarakat berprofesi sebagai petani dan buruh serabutan, namun pekerjaan tersebut dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka beralih menjadi penambang batu gamping (Nugroho, 2012).

Selain dimanfaatkan untuk aktivitas pertambangan batu gamping, kawasan karst di Gunungkidul juga banyak dimanfaatkan sebagai kawasan wisata.Kawasan karst memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dengan menonjolkan keindahan dan keunikan dari goa-goa yang menjadi ciri khas kawasan karst. Salah satu goa karst yang menjadi unggulan adalah Goa Pindul. Goa Pindul terletak di dalam desa wisata yaitu Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Desa Bejiharjo adalah salah satu desa di Kabupaten Gunungkidul yang telah resmi menjadi desa wisata sejak tahun 2010. Menurut Rohim (2013), potensi alam yang dimiliki Desa Bejiharjo telah memberikan dampak positif bagi pembukaan lapangan pekerjaaan baru dan peningkatan kesejahteraan ekonomi kepada masyarakat setempat. Sebelum diresmikannya Desa Bejiharjo sebagai desa wisata profesi masyarakat kebanyakan adalah petani, sejak menjadi desa wisata banyak masyarakat yang mendirikan warung berjualan makanan khas, menawarkan kerajinan tangan, jasa ojek di sekitar lokasi wisata, dan menjadi pemandu wisata.

Pemanfaatan kawasan karst untuk kegiatan penambangan batu gamping dan kawasan wisata tersebut tentunya telah banyak membawa perubahan terhadap kawasan karst itu sendiri. Perubahan pada kawasan karst akan memberikan dampak bagi masyarakat di sekitarnya. Dampak yang dirasakan tentunya meliputi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dampak yang dirasakan akibat perubahan penggunaan kawasan karst ini diduga memicu risiko guncangan pada sistem penghidupan (livelihood systems) masyarakat setempat sehingga masyarakat menjadi rentan secara ekonomi. Akibatnya, masyarakat harus melakukan berbagai strategi untuk dapat menurunkan kerentanannya. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa perubahan ekonomi dan lingkungan suatu kawasan ini akan mengakibatkan kerentanan nafkah rumahtangga di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini perlu dilakukan untuk menguraikan sejauhmana tingkat kerentanan dan resiliensi ekonomi masyarakat sekitar kawasan karst Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta akibat adanya kegiatan penambangan batu gamping serta adanya kegiatan wisata. Perubahan kawasan karst menjadi pertambangan diduga lebih destruktif dan dampak lingkungan yang diakibatkannya pun akan lebih besar apabila dibandingkan dengan kawasan karst yang dikembangkan menjadi daerah wisata, oleh karena itu tingkat kerentanan (vulnerability) dan daya tahan(resilience) ekonomi masyarakatnya pun akan berbeda antara kawasan karst yang dilakukan penambangan dengan kawasan karst yang dikonservasi dan dijadikan kawasan wisata.

Rumusan Masalah

(23)

gambar bahwa Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan paling tinggi yaitu sebesar 21,70%.

Gambar 1. Tingkat kemiskinan di Provinsi D.I. Yogyakarta Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

Gambar 1 menunjukkan tingkat kemiskinan di Provinsi D.I. Yogyakarta, dimana peringkat tertinggi ditempati oleh Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo. Kemiskinan di kedua daerah ini disebabkan karena faktor alamiah, budaya, struktural, dan institusional. Kabupaten Gunungkidul sendiri sering tidak terjangkau kebijakan pemerintah, sulitnya akses ke pendidikan sehingga berakibat pada terbatasnya lapangan pekerjaan. Mayoritas penduduk di Kabupaten Gunungkidul bekerja di sektor pertanian sehingga penggunaan lahan yang paling mendominasi adalah untuk lahan pertanian, namun karena keadaan topografinya yang didominasi oleh kawasan karst yang memiliki sifat cepat menyerap air yang ada di permukaan, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang kering sehingga keterbatasan supply air sering menggangu aktivitas pertanian. Seiring dengan berjalannya waktu, dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi, kawasan karst di Gunungkidul yang semula didominasi untuk kegiatan pertanian mulai dikonversi untuk berbagai kegiatan ekonomi lainnya.

Kawasan karst sendiri sebenarnya memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara permanen dalam akuifer yang keberadaannya mencukupi fungsi hidrologi (Permen ESDM No.17 tahun 2012). Daerah di sekitar kawasan karst secara geologis biasanya merupakan daerah yang kering karena air hujan yang turun akan langsung meresap ke dalam rekahan-rekahan yang ada pada karst, sehingga akan sangat jarang ditemukan air di permukaan. Fungsi karst sebagai media penyimpan air ini sangat krusial terutama bagi masyarakat di sekitarnya karena karst merupakan sumber air bagi mereka. Sejauh ini kawasan karst Gunungsewu telah mensuplai air baku setidaknya untuk 120.000 jiwa di Kabupaten Gunungkidul (Falah dan Adiardi, 2011), oleh karena itu sudah seharusnya kawasan karst dikonservasi dan terbebas dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat destruktif.

(24)

pelosok karst di Gunungkidul, namun aktivitas penambangan yang secara masif terpusat di bagian utara kawasan karst Gunungkidul, yaitu di Kecamatan Ponjong. Sementara itu pengembangan kawasan wisata juga semakin banyak terjadi di berbagai desa yang memiliki keunikan dan lokasi unggulannya masing-masing. Salah satu desa yang mengembangkan kawasan wisata karst adalah Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo dengan wisata unggulannya yaitu Goa Pindul. Desa Bejiharjo mulai dikembangkan menjadi desa wisata sejak tahun 2010 dengan wisata unggulannya yaitu Goa Pindul. Goa Pindul sendiri merupakan salah satu destinasi utama para wisatawan yang berkunjung ke Gunungkidul. Perubahan penggunaan kawasan karst di kedua lokasi ini tentunya juga berdampak pada masyarakat sekitarnya. Masyarakat yang awalnya mayoritas berprofesi sebagai petani, mulai beralih baik ke sektor pertambangan maupun sektor wisata.Terjadi perubahan struktur penghidupan pada masyarakat setempat yang semula mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama, namun karena terjadi pemanfaatan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan maka masyarakat banyak yang beralih profesi demi kelangsungan hidupnya. Perubahan pemanfaatan kawasan karst tersebut telah menyebabkan masyarakat sekitar kehilangan penghasilan dari sektor pertanian, dan cenderung bergantung pada sektor non pertanian. Hal ini dapat menyebabkan kerentanan pada struktur nafkah rumahtangga terutama rumahtangga yang memiliki struktur nafkah homogen tanpa diversifikasi sebelum terjadinya pemanfaatan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan.

(25)

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata bagi rumahtangga masyarakat di sekitarnya?

2. Bagaimana dampak perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata berpengaruh terhadap perubahan penghasilan rumahtangga masyarakat?

3. Bagaimana kerentanan nafkah rumahtangga masyarakat akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi pertambangan dan kawasan wisata?

4. Bagaimana resiliensi ekonomi rumahtangga masyarakat akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata dan faktor-faktorapa sajakah yang mempengaruhinya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kerentanan dan resiliensi ekonomi rumahtangga akibat perubahan penggunaan kawasan karst. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dampak perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata bagi masyarakat di sekitarnya. 2. Menganalisis perubahan penghasilan rumahtangga masyarakat yang terjadi

akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata.

3. Mengidentifikasi kerentanan ekonomi rumahtangga akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi pertambangan dan yang menjadi kawasan wisata.

4. Mengidentifikasi resiliensi ekonomi rumahtangga masyarakat akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta literatur tentang perubahan penggunaan suatu kawasan, khususnya kawasan karst dalam kaitannya dengan tingkat resiliensi dan kerentanan masyarakat di sekitar kawasan karst.

2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sarana pengetahuan posisi, kerugian, dan keuntungan masyarakat atas adanya kegiatan penambangan serta kegiatan wisata kawasan karst.

(26)

Ruang Lingkup Penelitian

Terdapat beberapa batasan dalam penelitian ini:

1. Penelitian mengkaji kerentanan dan resiliensi ekonomi rumahtangga masyarakat di sekitar kawasan karst yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian kemudian berubah menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata.

2. Penelitian ini mengambil rumahtangga masyarakat yang merasakan dampak konversi kawasan karst dari kawasan pertanian ke kawasan pertambangan dan kawasan wisata sebagai populasi.

3. Penelitian hanya menganalisis perubahan penghasilan yang terjadi akibat perubahan penggunaan kawasan karst dan nilai kerugian ekonomi yang dirasakan rumahtangga responden.

4. Unit analisis adalah rumahtangga masyarakat.

5. Nilai change in productivity (perubahan produktivitas) yang dihitung hanya nilai produktivitas tanaman padi sebagai tanaman sumber pangan utama responden.

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Karst

Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, kawasan karst adalah karst yang menunjukkan bentuk eksokarst dan endokarst tertentu. Ruswanto

et al. (2008) menyebutkan, eksokarst merupakan fenomena karst yang memberikan

gambaran terjadinya proses di bagian permukaan karst, gejalanya antara lain diwujudkan dalam bentuk bukit-bukit tunggal, pematang bukit, ukiran di permukaan batuan (struktur lapies atau karren), lekuk-lekuk lembah (dolina, polje, uvala), mata air, serta menghilangnya sungai permukaan ke dalam tanah melalui sistem rucutan seperti lubang-lari (sinkhole) atau mulut gua yang ada. Sementara endokarst merupakan gambaran di bawah permukaan, dicirikan adanya gua-gua yang di dalamnya terdapat stalaktit, stalakmit, dan sungai bawah tanah.

Menurut Haryono (2009), kawasan karst dicirikan oleh: terdapatnya cekungan tertutup dan atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langkanya atau tidak terdapatnya drainase/sungai permukaan, dan terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah. Karst sendiri merupakan topografi unik yng terbentuk akibat adanya aliran air pada bebatuan karbonat (biasanya berupa kapur, dolomit, atau marmer). Proses geologi ini terjadi selama ribuan tahun, menghasilkan permukaan yang luar biasa dari pembentukan lubang-lubang vertikal, sungai-sungai dan mata air bawah tanah, hingga gua dan sistem drainase bawah tanah yang kompleks.

(27)

Salah satu keunikan kawasan karst adalah sistem hidrologinya. Pola aliran yang berkembang di kawasan karst membentuk sistem yang dikenal dengan pola aliran multibasinal dimana sungai-sungai yang berada di bawah tanah tiba-tiba menghilang dan kemudian muncul kembali di tempat lain. Terbentuknya pola aliran tersebut disebabkan oleh air hujan yang banyak mengandung kandungan karbondioksida serta zat asam lainnya yang melarutkan batugamping melalui celah-celah yang dibentuk oleh struktur geologi. Air yang telah melarutkan batugamping tersebut kemudian terkumpul pada celah besar yang ada di bawah permukaan membentuk sistem sungai bawah tanah (Mukhlis, 2012).

Gambar 2. Akuifer karst

Berdasarkan Gambar 2, secara umum akuifer karst terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona kering (unsaturated/vadose), zona peralihan (intermittently saturated) dan zona jenuh (saturated). Pada zona kering tersusun berturut-turut dari atas ke bawah berupa tanah, subcutaneous (epikarst) dan zona saluran perkolasi bebas. Zona peralihan merupakan zona yang menghubungkan antara zona kering dan zona jenuh. Zona jenuh (phreatic) terdiri dari phreatic dangkal, phreatic dalam dan phreatic tetap. Kegiatan pertambangan biasanya mengambil batu gamping sampai ke zona vadose, penggalian ini akan menyebabkan kerusakan pada lapisan epikarst yang sangat penting sebagai lapisan penangkap air. Kerusakan pada zona epikarst ini akan mematikan imbuhan air ke dalam lorong-lorong konduit atau sungai-sungai bawah tanah. Akibatnya air tidak dapat meresap ke dalam jaringan sungai bawah tanah dan berpotensi menyebabkan bencana banjir. Karst juga memiliki sifat yang sangat rentan terhadap berbagai gangguan alami ataupun manusia. Sementara itu tekanan dari faktor alami dan manusia terus mengalami peningkatan sehingga dapat mengakibatkan semakin terdegradasinya lingkungan karst tersebut.

Analisis Pendapatan

(28)

1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.

2. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap.

3. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun yang mencakup : a) dijual, b) dikonsumsi rumah tangga petani, c) digunakan dalam usahatani, d) digunakan untuk pembayaran, dan e) disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Pendapatan bersih didapat dari hasil pendapatan kotor dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, atau dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y. Py

Dengan: TR : Total penerimaan

Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : Harga Y

Pendapatan usahatani sendiri adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya dengan rumus sebagai berikut:

Pd = TR-TC Dengan: PD : Pendapatan usahatani

TR : Total penerimaan TC : Total biaya

Analisis pendapatan usahatani juga membutuhkan data biaya usahatani. Biaya usahatani menurut Soekartawi (2002) diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh biaya tetap antara lain sewa lahan, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi.

Biaya tidak tetap atau biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya apabila petani menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja, pupuk, dan sarana lainnya perlu ditambah sehingga biaya ini sifatnya akan berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan. Pada perhitungan biaya, upah tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan karena merupakan biaya non tunai. Untuk alat-alat pertanian yang mengalami penyusutan diestimasi dengan rumus sebagai berikut:

= � −

Keterangan:

(29)

Ns : Nilai sisa (Rp)

U : Umur ekonomis (tahun)

Kerentanan (Vulnerability)

Menurut Madhuri et al. (2014), kerentanan adalah kemampuan untuk mengantisipasi, mengatasi, menolak, dan pulih dari dampak bencana alam. Sementara menurut IPCC (2005), kerentanan merupakan kecenderungan kelompok, sistem, atau individu untuk menderita kerugian, mengantisipasi, mengatasi, menolak, dan pulih dari dampak yang ditimbulkan oleh stressor.Konsep kerentanan pada awalnya berkembang dalam disiplin ilmu-ilmu sosial seperti psikologi, sosiologi, dan komunikasi, serta digunakan dalam unit analisis mikro (individu, keluarga, dan masyarakat), kemudian dikembangkan dan diperluas konsepnya pada tataran institusi dan kerentanan kawasan (Birkmann, 2006).

Kerentanan (vulnerability) merupakan derajat sebuah sistem pengalaman dalam mengalami kerugian akibat paparan sebuah bahaya dan gangguan atau tekanan (Turner, et al. 2003) Sementara itu resiliensi merupakan kemampuan yang berhubungan dengan sistem sosio-ekologi untuk menguraikan bahaya dan penyedia wawasan yang membuat berkurangnya kerentanan (Berkes, 2007). Dapat diartikan bahwa kerentanan dan resiliensi merupakan dua sisi yang saling berkebalikan. Jika kerentanan meningkat maka resiliensi berusaha meningkat untuk menurunkan kerentanan, kemudian jika resiliensi berhasil meningkat maka kerentanan akan menurun. Jika kerentanan tidak berhasil diturunkan oleh daya resiliensi maka akan terjadi kematian stagnasi dan ketidakberlanjutan.

Kerentanan dicirikan oleh tiga komponen: kapasitas adaptif, sensitivitas, dan keterpaparan (Schneider et al., 2007 dalam Shah et al., 2013).

1) Kapasitas adaptif merupakan kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan tekanan.

2) Sensitivitas merupakan sejauh mana sistem akan merespon perubahan, baik secara positif maupun negatif.

3) Keterpaparan merupakan tingkat stres pada unit analisis tertentu, dapat direpresentasikan sebagai perubahan jangka panjang.

Kerentanan pada penelitian ini perlu diidentifikasi sebagai early warning system atau sistem peringatan awal dari kegiatan pemanfaatan kawasan karst dengan dua pola yang berbeda, yaitu pertambangan dan wisata. Nilai kerentanan yang diidentifikasi dapat membantu pembentukan pola kebijakan yang seharusnya diterapkan pada pemanfaatan kawasan karst.

The Livelihood Vulnerability Index

(30)

Menurut Hahn et al. (2009) ada dua metode untuk menghitung LVI, yaitu: 1. Pendekatan Indeks Komposit

LVI terdiri dari tujuh komponen yaitu: profil sosio-demografi, strategi mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, pangan, air, serta bencana alam dan dampaknya.Menurut UNDP (2007) dalam Hahn et al. (2009) Persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

Indexsd =

sd− s i s ax − s i

Pada indeks tersebut, Sd adalah subkomponen asli dari wilayah d dan Smin

dan Smax adalah nilai minimum dan maksimum untuk setiap komponen. Nilai

maksimum dan minimum ditransformasi dan persamaan di atas digunakan untuk menstandarisasi setiap subkomponen. Setelah semua subkomponen terstandarisasi, nilai masing-masing komponen utama dihitung dengan persamaan berikut:

Md =∑ indexi= n sdi

Md merupakan satu dari tujuh komponen utama untuk wilayah d, indeks sdi

menunjukkan masing-masing subkomponen, diindeks oleh i, yang membentuk setiap komponen utama, dan n adalah jumlah subkomponen pada setiap komponen utama. Setelah nilai dari ketujuh komponen utama dihitung, maka tingkat LVI wilayah tersebut dapat diestimasi dengan rumus:

LVId= ∑ W i 7

i= Md

∑ W7 i i=

atau dapat ditulis dengan persamaan:

LVId =WSDPSDPd+ WW SLSd+ WS SNd+ WHHd+ WFFd+ WWWd+ WSSd SDP+ W S+ WS + WH+ WF+ WW+ WS

Keterangan:

SDP : Social Demographic Profile (Profil sosiodemografi) LS : Livelihood Strategies (Strategi penghidupan) SN : Social Networks (Jejaring sosial)

H : Health (Kesehatan)

F : Food (Pangan)

W : Water (Air)

S : Stressor (Pemicu perubahan)

d : District (Daerah yang diteliti)

Dimana LVId, LVI untuk wilayah d sama dengan rata-rata terboboti dari tujuh

komponen utama, WMi ditentukan oleh jumlah subkomponen yang membentuk

masing-masing komponen utama. Skala LVI berada pada rentang 0 (sedikit rentan) hingga 0,5 (paling rentan).

2. Menghitung LVI dengan menggunakan kerangka IPCC

(31)

beradaptasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. LVI didasari pada definisi kerentanan IPCC yang dijelaskan oleh Hahn et al., (2009). Rumus untuk mencari LVI adalah sebagai berikut :

LVI-IPCC = (ed – ad) * Sd

Keterangan :

LVI-IPCC : Nilai LVI suatu lokasi berdasarkan kerangka kerja IPCC

ed : Nilai exposure untuk suatu lokasi, seperti, jumlah terjadinya bencana alam dan variabel iklim

ad : Nilai kapasitas adaptif suatu lokasi, seperti sosio-demografis, strategi adaptasi, dan jejaring sosial.

Sd : Nilai sensitivitas suatu lokasi, seperti kesehatan, makanan dan air. Skala LVI pada formula kerangka IPCC berada pada rentang -1 (sedikit rentan) hingga +1 (paling rentan).

Ketahanan (Resilience)

Resiliensi adalah kapasitas sistem, komunitas, atau masyarakat yang berpotensi terkena bahaya untuk dapat beradaptasi dengan cara menolak atau mengubah dalam rangka mencapai dan mempertahankan tingkatan fungsi dan struktur yang dapat diterima. Hal tersebut ditentukan oleh sejauh mana sistem sosial dapat mengatur dirinya sendiri untuk dapat meningkatan kapasitas belajar dari bencana di masa lalu untuk dapat meningkatkan perlindungan dan pengurangan risiko di masa yang akan datang (UN/ISDR, 2004). Ketahanan atau resiliensi adalah kemampuan sistem untuk menyerap gangguan dan mereorganisasi saat menjalani perubahan sehingga tetap dapat mempertahankan fungsi, struktur, identitas, dan timbal balik yang sama (Walker et al. 2004). Resiliensi memiliki empat aspek penting diantaranya:

1. Jumlah maksimum suatu sistem dapat berubah sebelum kehilangan kemampuannya untuk memperbaiki

2. Kemudahan atau tingkat kesulitan untuk merubah sistem; bagaimana resistensi sistem untuk berubah

3. Seberapa dekat kondisi sistem saat ini dengan ambang batasnya

4. Karena adanya interaksi lintas skala, resiliensi suatu sistem pada sebagian skala lokal akan tergantung pada pengaruh dari negara dan dinamik pada skala diatas dan dibawahnya.

Secara singkat, konsep resiliensi fokus pada tiga aspek dalam sistem sosio-ekologi yaitu: resiliensi sebagai hal yang dilakukan terus menerus secara berulang-ulang, penyesuaian, dan perubahan. Resiliensi merupakan kecenderungan dari subjek sistem sosio-ekologi untuk berubah sehingga tetap dalam domain yang stabil, tetap melakukan perubahan dan penyesuaian dalam ambang batas kritis yang tersisa (Folke et al. 2010). Resiliensi sendiri menurut OECD (2014) dapat ditingkatkan dengan memperkuat tiga jenis kapasitas yang berbeda, yaitu:

1. Kapasitas menyerap, yaitu kemampuan sistem untuk mempersiapkan, mengurangi, atau mencegah dampak negatif dengan menggunakan respon koping yang telah ditentukan dalam rangka mempertahankan dan mengembalikan struktur dasar dan fungsi yang penting.

(32)

kerusakan di masa yang akan datang dan untuk mengambil keuntungan dari berbagai peluang sehingga sistem masih dapat berfungsi tanpa perubahan kualitatif yang besar pada fungsi dan identitas struktural.

3. Kapasitas transformatif, yaitu kemampuan untuk menciptakan sistem fundamental yang baru sehingga shock tidak akan lagi memberikan dampak apapun.

Penelitian Terdahulu

Madhuri et al. (2014) melakukan penelitian mengenai kerentanan rumah tangga dalam menghadapi banjir di Bihar, India. Penelitian dilakukan di tujuh wilayah yaitu Narayanpur, Bihpur, Rangra Chowk, Gopalpur, Ismailpur, Naugachia, dan Kharik. Metode yang digunakan adalah Livelihood Vulnerability Index

(LVI).Hasil penelitian menunjukkan strategi mata pencaharian rumah tangga berbeda dan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman mereka dalam menerima paparan bencana.Berdasarkan penelitian, wilayah yang paling rentan adalah Kharik, Bihpur, dan Ismailpur karena lebih sensitif dan kurangnya strategi adaptasi.Sementara wilayah yang sedikit rentan adalah Naugachia karena wilayah tersebut sedikit sensitif dan memiliki strategi adaptasi yang lebih baik.

Hahn et al. (2009) menggunakan Livelihood Vulnerability Index (LVI) untuk mengestimasi kerentanan perubahan iklim di Kabupaten Mabote dan Moma Mozambique. Pendekatan LVI yang digunakan adalah metode LVI dan metode LVI-IPCC. Penelitian dilakukan dengan melibatkan 200 rumah tangga di masing-masing kabupaten. Data yang dikumpulkan meliputi data sosio-demografi, mata pencaharian, jaringan sosial, kesehatan, pangan dan keamanan air, bencana alam, serta variabilitas iklim. Data yang diperoleh diagregasikan dengan menggunakan indeks komposit dan kerentanan di kedua wilayah tersebut dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua wilayah tersebut memiliki nilai kerentanan bencana alam yang sama, berdasarkan jumlah rata-rata banjir, kekeringan, dan topan yang dilaporkan selama enam tahun terakhir. Keluarga di Moma kemungkinan lebih memiliki fleksibilitas untuk menerapkan strategi adaptasi yang berbeda di masa yang akan datang.

Shah et al. (2013) melakukan penelitian di dua komunitas lahan basah di Trinidad dan Tobago. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Livelihood Vulnerability Index (LVI). Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data rumah tangga untuk delapan jenis aset, kemudian kerentanan dari kedua komunitas tersebut dibandingkan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas

“Nariva” lebih rentan dari komunitas lainnya, yaitu “Caroni” terutama dalam

kaitannya dengan sosio-demografis, bencana alam, dan variabilitas iklim.

Irwansyah (2014) melakukan penelitian mengenai kerusakan yang diakibatkan oleh banjir rob akibat perubahan iklim di Jakarta Utara. Penelitian dilakukan di tiga kelurahan yaitu Kelurahan Penjaringan, Muara Kamal, dan Cilincing. Metode yang digunakan adalah Livelihood Vulnerability Index (LVI) dan

(33)

Dharmawan dan Putri (2013) melakukan penelitian mengenai dampak dari krisis ekologi hutan terhadap unsustainable livelihood system rumahtangga petani di hutan Jawa Barat..Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yang berbeda namun tetap masih dalam satu kawasan DAS Citanduy, yaitu di Desa Patakaharja dan Desa Ciganjeng. Berdasarkan estimasi, kerugian yang disebabkan oleh adanya krisis ekologi di kedua desa akibat kehilangan penghasilan di Desa Patakaharja dari padi mencapai Rp 10.150.121.250,00 per tahun dan kerugian akibat kehilangan penghasilan dari kayu mencapai Rp 1.893.162.444,00 per tahun. Sementara itu, penurunan penghasilan dari padi di Desa Ciganjeng mencapai Rp 2.081.734.335,00 per tahun. Oleh karena itu, rumahtangga petani mengatasinya dengan cara mengkombinasikan sumber nafkah dari pertanian dan non pertanian.

Amalia, et al. (2015) melakukan penelitian mengenai perubahan lanskap ekologi dan resiliensi nafkah rumahtangga petani di sekitar hutan di Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan di Desa Merapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan lanskap ekologi telah berdampak pada sistem mata pencaharian di wilayah tersebut, sehingga rumahtangga pertanian mencoba untuk mengurangi kerentanan oleh beberapa strategi yang menggunakan lima modal (keuangan, fisik, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sosial). Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga pertanian adalah jenis kelamin kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, tingkat modal, penghasilan rumah tangga dan tingkat kepercayaan pada jaringan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini melihat perubahan kawasan karst sebagai stressor terhadap kerentanan ekonomi rumahtangga masyarakat. Penelitian ini juga dilakukan di dua lokasi sekaligus dengan pola perubahan kawasan karst yang berbeda, yaitu menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan untuk melihat perubahan penghasilan yang terjadi akibat dua pola perubahan penggunaan kawasan karst tersebut sehingga dapat diduga bahwa kerentanan ekonomi rumahtangga di masing-masing kawasan juga berbeda. Matriks penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Matriks penelitian terdahulu

No. Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

(34)

Lanjutan Tabel 1

No. Peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

3. Irwansyah banjir rob yang terjadi pada Januari 2014 adalah sebesar Rp.

Loss of Earnings Kerugian di Desa Patakaharja dari padi sebesar Rp

Pembangunan telah menyebabkan banyak kawasan mengalami perubahan penggunaan. Salah satunya adalah kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul. Kawasan karst yang berada di dua desa ini masing-masing mengalami perubahan penggunaan yang berbeda. Kawasan karst menjadi pertambangan dan menjadi kawasan wisata. Perubahan yang terjadi ini tentunya akan memberikan dampak bagi masyarakat sekitarnya, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat di kedua desa yaitu tersedianya lapangan pekerjaan baru sehingga berdampak pada peningkatan penghasilan masyarakat, selain itu perubahan kawasan karst yang terjadi juga memicu terjadinya berbagai pembangunan infrastruktur dan sarana yang lebih memadai seperti jalan, listrik, dan berbagai fasilitas umum lainnya. Dampak akibat perubahan ini akan berpengaruh pada kerentanan dan resiliensi ekonomi masyarakat setempat. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat bukan hanya dampak positif saja, namun juga dampak negatif.

(35)

terjadi kerusakan atau perubahan pada bentang alam karst maka akan mengganggu fungsi tersebut. Hal tersebut berdampak pada ketersediaan air masyarakat setempat sehingga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari mereka harus menggunakan jasa PDAM. Air asam tambang yang dihasilkan dari proses penggilingan tambang juga mengalir ke lahan pertanian sehingga lahan pertanian tercemar dan mengakibatkan produktivitas pertanian menurun. Perubahan kawasan karst menjadi kawasan wisata tidak menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat karena dalam pemanfaatannya tidak ada kegiatan yang bersifat destruktif. Ketersediaan air tidak mengalami gangguan karena kegiatan wisata tidak mengganggu aliran sungai bawah tanah yang mengalir melalui goa yang dijadikan tempat wisata. Lahan pertanian juga tidak mengalami pencemaran sehingga kegiatan pertanian masyarakat tidak mengalami penurunan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat kerentanan dan perubahan penghasilan rumahtangga akibat perubahan penggunaan kawasan karst di dua lokasi tesebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan strategi dalam pengelolaan kawasan tersebut secara berkelanjutan.Alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Alur kerangka pemikiran Lahan Pertanian

Kerentanan

Wisata Pertambangan

Pemanfaatan Kawasan Karst

Analisis Deskriptif

Loss of Earnings Change in Productivity

Identifikasi Resiliensi Ekonomi Rumah

Tangga

Analisis Perubahan Penghasilan Rumah

Tangga

Identifikasi Dampak

Identifikasi Kerentanan Rumah

Tangga

Regresi Linear Berganda

Livelihood Vurnerability Index

Kawasan Karst Sebagai Sistem Hidrologi

Pola Pengelolaan Karst yang Berkelanjutan Pemanfaatan Kawasan Karst

(36)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua lokasi, yaitu lokasi kawasan karst yang mengalami perubahan penggunaan menjadi kawasan pertambangan di Desa Bedoyo, dan yang berubah menjadi kawasan wisata di Desa Bejiharjo. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa kedua lokasi yang mengalami perubahan akan menyebabkan masyarakat di sekitarnya mengalami perubahan mata pencaharian dan perubahan penghasilan sehingga dapat menyebabkan kerentanan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.

Data cross section menurut Sugiono (2012) adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu tertentu. Penelitian ini mengumpulkan data dalam satu waktu tertentu dengan unit responden rumahtangga masyarakat. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer menurut dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui sumber yang langsung memberikan data pada pengumpul data, sementara itu data sekunder diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiono, 2012). Data primer diperoleh langsung di lapangan dengan cara survey menggunakan kuisioner dan in depth interview (wawancara mendalam) dengan responden dan beberapa key persons.

Data primer yang dibutuhkan meliputi data karakteristik responden, data jumlah penghasilan responden sebelum dan sesudah terjadinya perubahan kawasan karst, dampak yang dirasakan responden baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan, biaya-biaya yang perlu dikeluarkan responden setelah terjadi perubahan kawasan karst, tindakan resiliensi yang dilakukan responden, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan resiliensi responden. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari BPS, jurnal, penelitian terdahulu, dan dokumen-dokumen dari instansi terkait. Data tersebut merupakan data kependudukan, studi-studi mengenai karst, dan data-data lain yang diperlukan.

Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini mengambil responden sebagai sampel dengan metode non-probability sampling yaitu metode pengambilan contoh dimana semua objek penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Juanda, 2009). Teknik pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan berbagai pertimbangan tertentu karena responden dianggap sebagai pihak-pihak yang terkait untuk mencapai tujuan penelitian. Kriteria yang menjadi pertimbangan yaitu rumahtangga di sekitar kawasan karst yang mengalami perubahan menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata, merasakan dampak perubahan penggunaan kawasan karst, dan mengalami perubahan secara ekonomi.

(37)

Jumlah sampel tersebut diperkirakan telah memenuhi syarat agar data menyebar normal dan sudah mampu merepresentasikan data yang diambil dalam penelitian ini. Menurut dalil limit pusat data akan menyebar normal apabila berjumlah minimal 30 sampel (Juanda, 2009).

Metode Analisis Data

Pada penelitian ini, analisis data akan dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Data dalam penelitian iniakan diolah dengan menggunakan

software SPSS 16 dan Microsoft Excel. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks analisis data

No. Tujuan Teknik Pengumpulan Data Alat Analisis

1. Mengidentifikasi dampak perubahan

Berdasarkan Tabel 2, penjelasan mengenai metode analisis data adalah:

1. Identifikasi dampak perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata bagi masyarakat di sekitarnya

Dampak yang terjadi akibat perubahan penggunaan kawasan karst menjadi kawasan pertambangan dan kawasan wisata diidentifikasi melalui wawancara dengan rumahtangga masyarakat setempat. Hasil dari wawancara akan dijelaskan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah metode analisis dengan memberikan ulasan atau intepretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, grafik, jaringan, dan bagan.

2. Analisis Loss of Earnings

(38)

barang dan jasa (actual based market methods). Oleh karena itu penggunaan metode ini mudah digunakan karena mengikuti harga pasar aktual.

Formula yang digunakan yaitu

� = ∑ −

�=�

Dengan:

LoE : Loss of Earnings

I1 : Penghasilan sebelum terjadi perubahan kawasan karst (Rp)

I2 : Penghasilan sesudah terjadi perubahan kawasan karst (Rp)

Perubahan penghasilan yang terjadi pada rumahtangga masyarakat diestimasi dengan cara menghitung selisih antara penghasilan rumahtangga sebelum terjadi perubahan kawasan karst pada tahun 2010 yang dikonversi menjadi setara dengan nilai uang pada tahun 2016 (I1) dengan penghasilan setelah terjadi perubahan

kawasan karst pada tahun 2016 (I2). Penghasilan rumahtangga masyarakat pada

tahun 2010 dihitung dengan metode compounding, yaitu mengkonversikan nilai uang pada tahun 2010 menjadi setara dengan nilai uang pada tahun 2016 dengan menggunakan suku bunga. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 7,5% sesuai dengan suku bunga yang ditentukan Bank Indonesia. Formula yang digunakan yaitu:

FV = PV (1+r)n Dengan:

FV : Future Value

PV : Present Value

r : Tingkat suku bunga

n : Perbedaan waktu sebelum dan sesudah terjadi perubahan kawasan karst

Hasil perhitungan perubahan penghasilan sebelum dan sesudah terjadinya perubahan kawasan karst apabila menunjukkan nilai minus maka artinya perubahan penghasilan yang terjadi pada tingkat rumahtangga menunjukkan nilai positif atau penghasilan rumahtangga mengalami peningkatan. Sebaliknya apabila nilai menunjukkan nilai plus maka penghasilan rumahtangga mengalami penurunan.

3. Analisis Change in Productivity

Analisis Change in Productivity (CiP) dilakukan untuk menghitung perubahan produktivitas yang dialami rumahtangga sebagai dampak dari variabilitas iklim atau krisis ekologi yang dihadapi dan berkonsekuensi pada perubahan penghasilan. Analisis ini dilakukan dengan melihat perubahan produktivitas pertanian yang terjadi akibat perubahan penggunaan kawasan karst.

Formula yang digunakan: CiP =

Keterangan:

CiP : Change in Productivity (Kg/Ha)

(39)

Q2 : Produksi pertanian setelah terjadi perubahan kawasan karst (kg)

P(SDA) : Harga produk pertanian/satuan kuantitas (Rupiah/kg)

Nilai perubahan produktivitas merupakan pendekatan yang dilakukan untuk melihat besarnya nilai kerugian masyarakat akibat perubahan kualitas lingkungan yang terjadi. Nilai ini didapatkan dari selisih nilai jumlah produksi dikalikan harga pasar produk tersebut sebelum terjadi perubahan kawasan dan sesudah terjadi perubahan kawasan. Harga pasar adalah harga jual produk tersebut per satuan kilogram.

4. Analisis Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Replacement Cost merupakan salah satu pendekatan yang termasuk dalam

Averting Behaviour Methods. Metode ini menggambarkan pengeluaran yang dibuat

atau dikeluarkan masyarakat dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif degradasi lingkungan. Averting Behaviour Methods menggunakan biaya dari pembelian barang (produk) tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Secara umum, metode ini sangat sesuai diaplikasikan untuk kasus-kasus dimana pencegahan kerusakan atau pengeluaran untuk barang-barang pengganti benar-benar ada atau benar-benar-benar-benar akan dibuat (Jones et al. 2000).

Averting behaviour methods didasarkan pada asumsi bahwa apabila orang menerima biaya untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh hilangnya jasa lingkungan atau mengganti jasa ekosistem, maka nilai jasa lingkungan tersebut setidaknya harus sama dengan harga yang dibayarkan individu untuk penggantian tersebut. Replacement cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya penggantian jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif buatan. Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan menggunakan teknologi. Pada dasarnya, dalam metode ini diasumsikan bahwa sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti aset (jasa) lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang tersedia untuk masyarakat.

Penelitian ini melakukan pendekatan biaya pengganti (replacement cost) karena diindikasikan masyarakat mengeluarkan sejumlah biaya untuk mengganti kerugian akibat dari pencemaran yang terjadi. Biaya pengganti dihitung dengan menjumlahkan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan rumahtangga untuk penyediaan air bersih. Penyediaan air bersih yang dimaksud yaitu air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan air galon. Jumlah biaya yang dikeluarkan rumahtangga untuk air PDAM dan air galon tersebut dapat menjadi

proxy kerugian ekonomi rumahtangga akibat dari kerusakan lingkungan.

5. Identifikasi kerentanan rumahtangga akibat perubahan penggunaan kawasan karst

(40)

Model yang digunakan dalam analisis LVI mengacu pada model 1 yang dibangun oleh Shah et al. (2013) dengan memodifikasi Hahn et al.

(2009).Pendekatan ini menggunakan sejumlah indikator subkomponen yang dikombinasikan untuk masing-masing komponen utama. Kombinasi sistematis indikator digunakan untuk menilai tingkat kerentanan.Sejumlah indikator proksi digunakan untuk mengukur akses rumah tangga terhadap berbagai bentuk modal.Indikator pengukuran LVI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indikator pengukuran LVI

No Indikator LVI Cara Pengukuran

1 Profil sosiodemografi

Jenis kelamin a.Laki-laki b. Perempuan

Usia responden a. 25-35 thn c. 46-55 thn e. 65-75 thn b. 36-45 thn d. 56-65 thn f. >75 thn 2 Strategi penghidupan

Pekerjaan utama a.Tani b.Non-tani (sebutkan) Pekerjaan sampingan

Apakah ada anggota keluarga yang pernah sakit

Rata-rata pergi ke Rumah Sakit

a. Ya b. Tidak

a. 1kali b. 2kali c. 3kali d. >3kali 5 Jejaring Sosial

Tergabung dalam kelembagaan sosial Bantuan dari pihak luar atau kelembagaan masyarakat yang ada

(41)

6. Identifikasi resiliensi rumahtangga masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Resiliensi rumahtangga dalam menghadapi perubahan lingkungan dan lanskap yang terjadi akibat perubahan penggunaan kawasan karst dianalisis menggunakan resilience index. Analisis dilakukan dengan membuat definisi operasional terkait tingkat resiliensi rumahtangga masyarakat. Definisi operasional yang dibuat dengan memasukkan strategi yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan kawasan karst. Definisi operasional dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Definisi operasional untuk menentukan tingkat resiliensi rumahtangga masyarakat

No. Tindakan resiliensi yang dilakukan 1. Mendapatkan bantuan dari orang lain 2. Meminjam uang kepada saudara 3. Meminjam uang kepada tetangga 4. Meminjam uang kepada bank/koperasi 5. Menjual aset (lahan, ternak, perhiasan, dll) 6. Menggadaikan aset

7. Memiliki pekerjaan sampingan lain (on-farm) 8. Memiliki pekerjaan sampingan lain (off-farm) 9. Memiliki pekerjaan sampingan lain (non-farm) 10. Lainnya

Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan resiliensi dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Menurut Gujarati (2006), analisis regresi adalah studi tentang hubungan antara satu variabel yang disebut variabel tak bebas atau variabel yang dijelaskan dan satu atau lebih variabel lain yang disebut variabel bebas atau variabel penjelas. Tujuan analisis regresi berganda adalah; untuk menaksir nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai-nilai variabel yang ada, untuk menguji hipotesis tentang sifat ketergantungan antar variabel, dan untuk memprediksi atau meramalkan nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai variabel bebas yang berada diluar rentang sampel. Model regresi linier berganda menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Secara spesifik asumsi-asumsi yang digunakan adalah (Gujarati, 2006):

1. Faktor kesalahan u mempunyai nilai rata-rata sebesar nol, dalam hal ini E(ui)=0

2. Homoskedastisitas, atau dengan kata lain, varians dari u, adalah konstan: var (ui) =�

3. Tidak ada autokorelasi antara faktor kesalahan ui dan uj : cov (ui, uj) i≠j

4. Tidak ada kolinearitas nyata antara X2 dan X3; dalam hal ini, tidak ada

hubungan linear yang nyata antara kedua variabel penjelas.

5. Untuk pengujian hipotesis, faktor kesalahan u mengikuti distribusi normal dengan rata-rata sebesar nol dan varian � (homoskedastis). Dalam hal ini,

(42)

Persamaan regresi untuk resiliensi rumahtangga dalam menghadapi perubahan kawasan karst adalah sebagai berikut:

� = � + � + � + � � + � + � � � +

� � + � � + � + � � + � + εi

Keterangan:

Y : Tindakan resiliensi

β0 : Konstanta

β1...β10 : Koefisien regresi UR : Usia responden (tahun)

DJK : Dummy jenis kelamin (0= laki-laki; 1=perempuan)

PDDK : Pendidikan responden (tahun)

TGK : Tanggungan keluarga responden (orang) PDPT : Penghasilan responden (Rp/bulan)

PGN : Sumber pangan responden (1= ladang; 2=beli; 3=raskin)

DPS : Dummy pekerjaan sampingan (0= tidak punya; 1= punya)

DJS :Dummy jejaring sosial (0= tidak bergabung dalam

koperasi/organisasi; 1= bergabung dalam koperasi/organisasi)

DPKK : Dummy perubahan kawasan karst (0= kawasan pertambangan; 1= kawasan wisata)

JMLRES: Jumlah tindakan resiliensi yang dilakukan rumahtangga

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh positif terhadap resiliensi rumahtangga adalah variabel penghasilan rumahtangga, tingkat pendidikan, pekerjaan sampingan, jejaring sosial, perubahan kawasan karst, dan jumlah tindakan resiliensi yang dilakukan rumahtangga. Penghasilan rumahtangga yang semakin tinggi akan menyebabkan rumahtangga memiliki resiliensi yang tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan pengetahuan rumahtangga terhadap strategi bertahan akan semakin tinggi. Pekerjaan sampingan akan menambah variasi sumber penghidupan sehingga strategi bertahan akan semakin tinggi. Jejaring sosial yang dipercaya oleh sebuah individu dapat meningkatkan tingkat resiliensi mereka karena jejaring sosial tersebut sewaktu-waktu dapat memberikan bantuan dalam keadaan terdesak. Dampak perubahan kawasan karst akan mempengaruhi tindakan resiliensi yang dilakukan rumahtangga untuk tetap dapat mempertahankan ekonomi rumahtangganya.

Untuk pengujian parameter regresi secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term dari data yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah.Data pada penelitian ini berjumlah lebih dari 30 sehingga diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Untuk pembuktian dilakukan uji normalitas dengan uji

Kolmogorov-Smirnov, apabila hasil uji signifikansi dibawah 5% artinya data yang akan diuji memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, sehingga dapat dikatakan data tidak normal.

2. Uji statistik F

(43)

H0: B = 0

H1: B ≠ 0

ℎ� = �/ �−/ �−

Dimana:

JKK : jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG : jumlah kuadrat galat

Jika Fhit Ftabel maka terima H0 yang artinya secara bersama-sama

variabel Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Jika Fhit Ftabel, maka terima H1 yang berarti variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata

terhadap Y. 3. Uji statistik t

Uji statistik t adalah pendekatan uji signifikasi yang dikembangkan sepanjang garis yang yang independen.Keputusan untuk menerima atau menolak H0 dibuat atas dasar nilai statistik uji yang diperoleh dari data yang

dimiliki (Firdaus, 2011).Uji statistik t bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya.

Rumus untuk mencari nilai t hitung adalah: thitung = �−���

Jika t hit tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak

berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit tα/2, maka terima H1, artinya

variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

4. Uji Multikolinearitas

Pada model dengan banyak variabel sering terjadi mulitikolinear yaitu terjadinyakorelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas.Terjadi tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor (VIF).Jika VIF 10 maka tidak ada masalah multikolinearitas.

5. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu pelanggaran atas asumsi metode OLS adalah heteroskedastisitas. Uji terhadap ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot

antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized.

6. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson (Uji DW).Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2011).

GAMBARAN UMUM

Lokasi Penelitian

(44)

yang ada di Kecamatan Ponjong. Kawasan karst yang ada di Desa Bedoyo sendiri merupakan kawasan karst yang memiliki karakteristik batu yang paling baik untuk ditambang sehingga kegiatan pertambangan terpusat disana. Desa Bedoyo memiliki luas wilayah sebesar 9,9 km2 yang terbagi menjadi sembilan pedukuhan dengan jumlah penduduk sebanyak 4.475 jiwa. Desa Bedoyo berlokasi cukup jauh dari ibukota kabupaten yaitu sekitar 18 km. Batas-batas wilayah Desa Bedoyo adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Karangasem Sebelah selatan : Desa Sidorejo Sebelah barat : Desa Sidorejo Sebelah timur : Desa Pucanganom

Gambar 4. Peta lokasi penelitian Sumber: Google Maps (2016)

Kawasan yang kedua yaitu kawasan karst yang dimanfaatkan menjadi lokasi wisata. Kabupaten Gunungkidul memiliki cukup banyak lokasi yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan menjadi lokasi wisata, namun lokasi wisata yang memanfaatkan karst terletak di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Lokasi tersebut yaitu Goa Pindul, goa yang di dalamnya mengalir sungai bawah tanah yang merupakan ciri khas kawasan karst. Desa Bejiharjo memiliki luas wilayah sebesar 22,01 km2 yang terbagi dalam 15 pedukuhan dengan jumlah penduduk sebanyak 18.652 jiwa. Batas-batas wilayah Desa Bejiharjo adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Kecamatan Nglipar

Sebelah selatan : Desa Wiladeg dan Desa Bendungan Sebelah barat : Kecamatan Wonosari

Sebelah timur : Desa Ngawis dan Desa Wiladeg

Kedua lokasi penelitian merupakan kawasan karst, dimana daerah Gunungkidul sendiri merupakan dataran tinggi dengan topografi karst, peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Kawasan karst yang berada di Desa Bedoyo,

Desa Bejiharjo

Gambar

Gambar 1. Tingkat kemiskinan di Provinsi D.I. Yogyakarta
Gambar 2. Akuifer karst
Tabel 1. Matriks penelitian terdahulu
Gambar 3. Alur kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Isi ren'ana harian perawat pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk  sejumlah pasien +an) dirawat pada shift dinasn+a dan merupakan hasil dari  post dan operan +an)

Menurut peneliti dengan menanamkan kebiasaan untuk tampil didepan umum seperti, ceramah, menghapal, menulis, diskusi adalah upaya yang sangat bagus yang dilakukan oleh

Diprakirakan terjadi di sebagian hingga sebagian besar kabupaten/kota meliputi : Pacitan, Magetan, Madiun, Ngawi, Nganjuk, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik,

Keterangan anggota rumah tangga yang melakukan usaha penangkapan ikan dari jenis kapal/perahu terpilih yang utama: Apabila dalam 1 rumah tangga terdapat lebih dari 1 orang

Pengendalian prosedur otorisasi yang tepat pada Koperasi Bank Perkreditan Rakyat Ngadirojo telah terpenuhi, sebab prosedur otorisasi sudah berjalan baik yaitu hasil

Namun demikian, kawasan karst juga dikenal dengan daya tahannya (resilience) yang rendah terhadap perubahan atau gangguan (Gillieson, 1997), sehingga karst merupakan daerah

Tenik klasi kasi yang umum digunakan adalah kNN, namun dengan segala kelebihan dari kNN, kNN masih memiliki kelemahan, diantara banyak penelitian tentang perbaikan

Untuk penelitian mendatang, pemilihan algoritma klasifikasi selain C4.5 dan Naive Bayes, seperti k-NN, Support Vector Machine, serta penggunaan teknik optimasi