• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA HASIL SENSUS HARAPAN KARYAWAN PKBL PT SUCOFINDO

B. Perumusan Masalah

Indikator pengukuran kinerja PKBL sesuai Kepmen BUMN No. KEP- 100/MBU/2002 yaitu efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman dipandang belum dapat memberikan informasi yang cukup untuk seluruh kegiatannya sesuai dengan tujuan pembentukannya yaitu turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat (Sekneg RI, 2003). Pengukuran kinerja yang hanya mengandalkan

4

ukuran-ukuran keuangan dapat menjadi pemicu disfungsi organisasi dan sering menghilangkan sudut pandang lain yang tidak kalah pentingnya (Monika, 2000). Disfungsi organisasi dapat terjadi dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan kepentingan jangka panjang perusahaan dan tujuan pembentukkan organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2011). Contoh pada PKBL BUMN akan mendorong manajemen PKBL menyalurkan dana sebanyak-banyaknya untuk mencapai anggaran penyaluran dengan kriteria yang penting bisa mengembalikan dengan lancar. Manajemen PKBL tidak lagi memperhatikan perkembangan usaha/kegiatan bisnis mitra binaan, pengembalian pinjaman yang lancar sudah lebih dari cukup bagi manajemen PKBL menunjukkan kinerjanya. Hal ini mendorong penyaluran pinjaman tidak tepat sasaran.

Kedua, dapat mendorong tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mencapai target tujuan. Tindakan tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan juga organisasi serta dapat mengganggu kondisi/suasana lingkungan kerja. Di samping itu juga dapat merusak hubungan antar anggota organisasi dimana pimpinan lebih mementingkan target dari pada hubungan dengan bawahan.

Ketiga, dari sisi perusahaan (BUMN itu sendiri) program PKBL merupakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TSP). Disfungsi akan terjadi karena manajemen PKBL hanya mengejar target anggaran penyaluran dan tingkat pengembalian, tidak memperhatikan pemberdayaan potensi, kondisi ekonomi dan sosial lingkungan masyarakat sehingga program TSP tidak berjalan sesuai harapan. Disfungsi seperti di atas sangat merugikan UKM, dunia usaha dan masyarakat serta juga perusahaan BUMN itu sendiri.

Pengukuran kinerja program kemitraan harus dapat mencerminkan keberhasilan PKBL dari kegiatan yang dilaksanakan yaitu: turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah/ koperasi/ masyarakat, dan meningkatkan kemampuan usaha kecil. Di samping itu harus sesuai dengan tujuan organisasi, menggambarkan aktivitas-aktivitas kunci manajemen, dapat dimengerti pegawai, mudah diukur dan dievaluasi serta dapat digunakan oleh organisasi secara konsisten.

Untuk itu perlu adanya pengembangan indikator kinerja program kemitraan PKBL agar dapat menjadi pendorong peningkatan kinerjanya sebagai tanggung jawab

terhadap dana masyarakat yang dikelola. Dari uraian di atas maka disusunlah beberapa rumusan masalah yang menjadi kajian pada tugas akhir ini, yaitu:

1. Seperti apakah sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta saat ini?

2. Adakah pengembangan sistem pengukuran kinerja program kemitraan yang dilakukan di PKBL PT. Sucofindo Jakarta?

3. Bagaimana pengembangan indikator pada sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL di PT. Sucofindo Jakarta diimplementasikan?

C. Tujuan

Pengukuran kinerja hendaknya dapat mencermikan seluruh kegiatan dan harapan stakeholder. Rumusan di atas merupakan permasalahan yang diwujudkan dalam suatu penelitian dari suatu pengembangan sistem sehingga dilakukan penelitian yang bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta,

2. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta,

3. Mengukur kinerja program kemitraan PKBL PT. Sucofindo Jakarta dengan indikator pengukuran kinerja program kemitraan hasil pengembangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara 1. Gambaran Umum PKBL BUMN

Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat 141 BUMN dalam Negara kita yang bergerak di berbagai bidang, mulai bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan hingga usaha jasa. Sesuai dengan komitmennya membantu usaha kecil, pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1232/KMK.013/1989 yang mewajibkan semua BUMN menyisihkan laba sebesar 1-3 persen, untuk pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan Koperasi (Pegelkop). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 316/KMK.016/1994 program ini berganti nama menjadi program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), terakhir melalui Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05/MBU/2007 nama program diganti menjadi Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang dinamakan sebagai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan atau PKBL.

PKBL pada BUMN merupakan organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan (PK) dan Program Bina Lingkungan (BL) yang merupakan bagian dari organisasi BUMN pembina yang berada di bawah pengawasan seorang direksi (Kemeneg BUMN, 2007). Terdapat dua program dalam PKBL yaitu Program Kemitraan (PK) dan program Bina Lingkungan (BL). Program Kemitraan adalah pemberian pinjaman lunak dan pembinaan Usaha Kecil untuk meningkatkan kemampuannya agar menjadi tangguh dan mandiri, sedangkan program Bina Lingkungan adalah kegiatan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (Kemeneg BUMN, 2007).

PT. Sucofindo merupakan salah satu BUMN yang bergerak di bidang jasa

surveyor dan memiliki cabang di seluruh Indonesia. Setiap cabang memiliki PKBL sendiri dan dikoordinasi oleh PKBL di kantor pusat. PKBL yang terbesar

adalah PKBL Jakarta dengan wilayah kerja meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan disebut mitra binaan. Usaha kecil mitra binaan yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan (Kemeneg BUMN, 2007) yaitu :

(1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah); (2) Milik Warga Negara Indonesia;

(3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

(4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;

(5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; (6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun; (7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholder) pada PKBL. Pemangku kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1 (Wibisono, 2011). Pemangku kepentingan mana yang harus mendapatkan prioritas utama untuk dilayani sangat bervariasi, tergantung pada jenis organisasinya, ketersediaan sumber daya yang dimiliki, dan berbagai perubahan lingkungan usaha yang berlangsung secara terus-menerus.

Dari penjelasan di atas maka stakeholder PKBL adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan PKBLseperti: Masyarakat, usaha kecil, Pemerintah (kementerian BUMN), manajemen BUMN, dan karyawan PKBL.

9

Gambar 1 Pemangku Kepentingan Utama (Wibisono, 2011)

2. Tujuan Pembentukan PKBL di BUMN

Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 3 tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Pada PP nomor 3 tahun 1983 tersebut di atas BAB I pasal 2 ayat 2 butir f menyatakan bahwa maksud dan tujuan kegiatan Perum, Perjan dan Persero adalah turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi, turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Kemudian dilanjutkan dengan diterbitkannya keputusan Menteri sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan usaha kecil oleh BUMN, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1-5 persen dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program Pembinaan Pengusaha Golongan Ekonomi Lemah dan Koperasi

No.: 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara, nama program diganti menjadi program PUKK (Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi).

Pada tahun 2003 peran BUMN di masyarakat diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Senada dengan UU nomor 3 tahun 1983 pada pasal 2 ayat (1) butir d dan e UU nomor 19 tahun 2003 disebutkan bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Dukungan maksud dan tujuan pendirian BUMN di atas tersurat juga pada pasal 88 ayat (1) yang mencantumkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN. Adapun pada ayat duanya menyatakan, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Untuk kegiatan amal atau sosial BUMN dapat berperan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan dalam pasal 90 UU nomor 19 than 2003. Sebagai pelaksanaan dari UU nomor 19 tahun 2003 tersebut, maka dikeluarkan keputusan Menteri BUMN nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Keputusan Menteri BUMN nomor 236 tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Adapun Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN di wilayah usaha BUMN tersebut melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Pada pasal (2) Kepmen BUMN nomor 236 dikatakan bahwa BUMN wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan. Sebagai petunjuk pelaksanaan kedua program tersebut dikeluarkan surat edaran Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor SE 433/MBU/2003 tanggal 16 September

11

2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (BL).

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan

Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, menegaskan kembali bahwa BUMN dan anak perusahaannya wajib melaksanakan program kemitraan dan bina lingkungan. Kewajiban ini diikuti dengan wajib membentuk PKBL dan menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi. Di samping itu diwajibkan juga dalam hal:

(1) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL;

(2) Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan;

(3) Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan Program BL kepada masyarakat;

(4) Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan; (5) Mengadministrasikan kegiatan pembinaan;

(6) Melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL;

(7) Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dengan tembusan kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing.

3. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Sucofindo

(1) Visi dan misi

Untuk mencapai sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ditetapkan visi yaitu “Menjadi Pembina dan pengembang usaha kecil layak bina menjadi layak kredit yang menjadi rujukan BUMN lainnya.” Sebagai upaya mewujudkan visi di atas, manajemen bertekad melakukan misi ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) sebagai berikut:

a) Membina usaha kecil menjadi tangguh, mandiri dan layak kredit sehingga dapat membina usaha kecil lainnya.

b)Membantu pengembangan ekspor nonmigas produk usaha kecil dengan pembinaan yang terpadu dan berkesinambungan melalui pemanfaatan jaringan yang luas, sistem informasi dan manajemen.

c) Membantu perusahaan di dalam mengembangkan company image yang positif di masyarakat melalui pemberdayaan kondisi social masyarakat sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kelangsungan usaha PT. Sucofindo.

(2) Sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Visi dan misi yang telah ditetapkan diwujudkan dengan menentukan sasaran program kemitraan dan bina lingkungan ( PKBL PT. Sucofindo, 2011b) yaitu:

a) kinerja efektivitas penyaluran pinjaman mencapai > 100 %, b)kinerja efektivitas dana bina lingkungan mencapai > 90 %, c) kinerja kolektibilitas pengembalian mencapai > 80 persen. (3) Strategi Program Kerja PKBL PT. Sucofindo

Sesuai Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2012 PKBL PT. Sucofindo, dalam rangka pencapaian sasaran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan telah ditetapkan strategi program kemitraan dan bina lingkungan yang efisien dan efektif dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan koperasi untuk menjadi usaha kecil yang tangguh dan mandiri. Adapun strategi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Sucofindo tahun 2012 adalah sebagai berikut :

a) Penyaluran pinjaman dialokasikan pada 12 Provinsi atau sesuai dengan RKA PKBL tahun 2012.

b) Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada sektor usaha yang potensial dan produktif dengan karakter pengusaha yang baik serta mengedepankan prinsip kehati-hatian.

c) Menerapkan pola inti plasma dan cluster serta pembinaan yang berkelanjutan.

d) Monitoring dan penagihan angsuran pinjaman secara intensif dan mengoptimalkan peran forum komunikasi di seluruh cabang serta bekerjasama dengan pihak terkait khusus untuk menangani piutang bermasalah.

13

e) Kegiatan Program Bina Lingkungan dilaksanakan oleh Divisi terkait, Kantor Pusat atau langsung oleh bagian PKBL setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Keuangan dan Administrasi serta persetujuan dari Direktur Utama.

Kebijakan dan program kerja yang mendukung atas pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sehingga strategi program kemitraan dan bina lingkungan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat sasaran adalah :

a) Pola penyaluran dana

i. Keputusan layak bina ditetapkan oleh Cabang dan penyaluran pinjaman dana ditetapkan oleh Kantor Pusat.

ii. Kegiatan hibah di seluruh cabang harus mendapatkan rekomendasi PKBL Kantor Pusat.

iii. Menerapkan pola/konsep pinjaman khusus di seluruh Cabang.

iv. Penyaluran pinjaman diprioritaskan kepada mitra binaan yang telah melunasi pinjaman dengan kategori lancar.

v. Penyaluran dana kepada mitra binaan per wilayah disesuaikan dengan kontribusi dana masing-masing cabang.

b) Tertib Administrasi Program PKBL

Penerapan sistem dan prosedur yang konsisten, seluruh kegiatan PKBL dilaksanakan berdasarkan aturan (sistem dan prosedur) yang berlaku baik prosedur, kebijakan dan peraturan dari Kementerian BUMN atau prosedur yang telah ditetapkan secara internal.

c) Sistem Pengelolaan Kinerja

Penerapan sistem pengelolaan kinerja diterapkan di Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam rangka meningkatkan motivasi staf PKBL dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan, diberikan penghargaan berupa reward, khususnya terhadap pencapaian kinerja kolektibilitas dan penyaluran. Di samping itu diterapkan pula punishment

berupa penghentian penyaluran dana kemitraan bagi cabang-cabang yang kinerja realisasinya 3 tahun berturt-turut di bawah 65% dari anggaran.

d) Biaya Operasional

Untuk efisiensi dan efektivitas pengelolaan biaya operasional seluruh PKBL dilakukan sendiri dari rekening yang dikelolanya, untuk PKBL cabang sebesar 80% dari jasa administrasi yang diterima dan kantor pusat 20% dari jasa administrasi konsolidasi sehingga secara total diperkirakan maksimal mencapai 100% dari jasa administrasi yang diterima.

(4) Program Kerja PKBL PT. Sucofindo

Program kerja PKBL dibagi dua yaitu program kemitraan dan program bina lingkungan. Program kerja program kemitraan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah:

a) Melakukan survei dan evaluasi kepada calon mitra binaan.

b) Calon mitra binaan diprioritaskan maksimal kurang lebih 150 km dari lokasi kantor.

c) Melakukan kerjasama penyaluran dan pinjaman kepada mitra binaan dan lembaga yang kredibel.

d) Melakukan monitoring dan penagihan kepada usaha kecil di seluruh wilayah secara rutin.

e) Melakukan kerjasama dengan instansi/lembaga lain seperti kejaksaan atau KPKNL untuk penanganan koleksi pengembalian pinjaman usaha kecil bermasalah dengan kategori macet.

f) Optimalisasi peran Himpunan Pengusaha Mitra Binaan (HPMB) di setiap wilayah untuk membangun jaringan antara sesama mitra binaan untuk kemajuan usaha.

g) Peningkatan kualitas sumber daya manusia PKBL, melalui program pelatihan dan pendidikan, khususnya pelatihan terkait komunikasi, analisa kelayakan usaha dan penanganan usaha kecil bermasalah.

h) Optimalisasi penerapan cost reduction programme di PKBL.

i) Melakukan kerjasama dengan lembaga/instansi/LSM yang kompeten di bidangnya melalui program pelatihan, asistensi, pemetaan, pemasaran/ promosi dalam rangka mendorong perkembangan usaha mitra binaan dan kelancaran pelaksanaan program pembinaan oleh PT. Sucofindo.

15

Program kerja bina lingkungan yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

a) Bantuan untuk korban bencana alam yaitu bantuan yang diberikan untuk meringankan beban para korban yang diakibatkan bencana alam.

b) Bantuan untuk pendidikan dan atau pelatihan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan usaha kecil dan masyarakat di lingkuangan sekitar perusahaan.

c) Peningkatan kesehatan yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

d) Pengembangan prasarana dan sarana umum yaitu bantuan yang diberikan dalam rangka meningkatkan fasilitas kesejahteraan masyarakat.

e) Sarana ibadah yaitu bantuan untuk meningkatkan kualitas sarana ibadah masyarakat.

f) Bantuan untuk pelestarian alam yaitu bantuan yang diberikan kepada masyarakat berupa pelestarian dan keindahan lingkungan.

(5) Prosedur Operasi PKBL PT. Sucofindo

Saat ini PKBL PT. Sucofindo telah memiliki prosedur operasi untuk mengatur hal-hal pokok dalam melakukan kegiatannya. Pokok-pokok prosedur tersebut adalah:

a) Plafon Pinjaman

Pinjaman dana pembinaan kepada Usaha Kecil dan Koperasi (UKK) diberikan dalam bentuk satu paket dengan plafon dana sebesar Rp. 100 Juta per UKK, yang terdiri dari :

i. Modal kerja, bunga 6 %/th/sliding Rp. 60 Juta. ii. Investasi, bunga 4 %/th/sliding Rp. 25 Juta. iii. Konsultasi Manajemen (hibah) Rp. 15 Juta.

Nilai tersebut merupakan plafon tertinggi, realisasi jumlah pinjaman adalah yang dinyatakan dalam Memorandum of Agreement (MOA) antara PT.Sucofindo (Persero) dengan UKK yang bersangkutan. Dengan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun dan dapat diperpanjang selama-lamanya dua tahun.

Penyaluran dana pinjaman kepada UKK dapat dilaksanakan secara bertahap, sesuai hasil survei lapangan dan evaluasi dari PT. Sucofindo,

pinjaman tersebut disalurkan melalui bank yang telah ditunjuk berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (PT. Sucofindo dan UKK). Penyaluran dana pinjaman kepada UKK diatur sebagai berikut :

i. Pinjaman lunak kepada UKK yang telah mempunyai badan hukum, atau legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan secara langsung kepada UKK yang akan dibina.

ii. Pinjaman lunak kepada UKK yang tidak mempunyai badan hukum, atau tidak mempunyai legalitas usaha yang lengkap, dapat diberikan melalui ketua kelompok atau wadah yang dibentuk secara resmi, dan telah diketahui oleh instansi pemerintah terkait.

Didalam melaksanakan pembinaan kepada UKK, PT. Sucofindo dapat bekerjasama dengan instansi terkait, lembaga pendidikan, dan konsultan yang profesional di bidangnya.

b) Persyaratan Pengajuan Pinjaman Lunak

Untuk mengajukan pinjaman lunak usaha kecil harus memenuhi syarat sebagai berikut:

i. Harus mempunyai SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan.

ii. Belum pernah dibantu dalam permodalan baik oleh lembaga keuangan atau BUMN lain.

iii. Omzet Maksimal Rp. 1 miliar setahun

iv. Aset Maksimal Rp. 200 juta (diluar tanah dan bangunan) v. Minimal 1 tahun telah berusaha di sektor yang sama

vi. Sektor Usaha Industri kecil, agribisnis, jasa (waserda, bahan bangunan, bengkel mobil/motor, wartel)

vii. Diprioritaskan usaha yang menyerap tenaga kerja dan tidak padat modal.

c) Prosedur Pengajuan Pinjaman Lunak

Alur proses prosedur pengajuan pinjaman lunak dapat dilihat pada Gambar 2 dengan uraiannya sebagai berikut:

i. Setiap calon mitra binaan membuat surat permohonan pinjaman lunak kepada PT. Sucofindo sesuai dengan lokasi usahanya masing-masing.

17

ii. Surat Pemohonan dilampirkan dengan proposal pinjaman lunak, secara garis besar proposalnya berisikan latar belakang usaha, laporan keuangan, pemasaran hasil usaha, penentuan usulan pinjaman, proyeksi keuntungan, dan foto copy dokumen legal.

iii. Proposal diserahkan ke PT. Sucofindo, agar dapat dimonitor dengan baik.

iv. Evaluasi administrasi oleh petugas PT. Sucofindo dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan

d) Program Konsultasi Manajemen

Setiap proposal yang telah diterima menjadi mitra binaan Sucofindo, di samping mereka mendapatkan pinjaman lunak, juga diberikan pembinaan dalam bentuk hibah berupa konsultasi manajemen yang meliputi :

i. Pemasaran, terdiri dari pameran, pembuatan brosur, leaflet, billboard, dan sebagainya.

ii. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), terdiri atas: pelatihan manajemen, pelatihan ISO (International Standard Organization) 9000, seminar-seminar, dan program pemagangan.

B. Sistem Pengukuran Kinerja

Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (Kemeneg BUMN, 2011a). Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kinerja atas dasar data kinerja yang telah dikumpulkan melalui indikator kinerja. (Kemeneg Keu, 2010). Apabila kata kinerja, pengukuran dan sistem dirangkai akan menjadi sistem pengukuran kinerja yang memiliki arti tata cara penilaian hasil melalui indikator sehubungan dengan penggunaan anggaran.

Dalam sejarahnya sistem pengukuran kinerja organisasi hanya fokus pada keinginan investor saja tetapi saat ini berkembang sampai kesemua pihak (stakeholder). Perusahaan akan dapat bersaing dan bertahan dalam kondisi persaingan yang semakin global dan intens jika dalam pengelolaannya memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) (Wibisono, 2011). Pergeseran fokus pengelolaan perusahaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.

Dalam perkembangannya sampai saat ini telah banyak model sistem pengukuran kinerja terintegrasi berhasil dibuat oleh para akademisi dan praktisi, di antaranya adalah: Balanced Scorecard dari Kaplan dan Norton, (1996), Integrated Performance Measurement System (IPMS) dari Bititci et al. (1997), Performance Prism dari Neely dan Adam (2000) dan SMART System dari Wang Laboratory, Inc. Lowell, Massachucets Galayani et al. (1997). Masing-masing sistem pengkuran terdapat kelebihan dan kelemahan. Pemilihan sistem pengukuran kinerja disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang akan diukur kinerjanya.

19

Gambar 3 Pergeseran Fokus Pengelolaan Perusahaan (Wibisono, 2011)