• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalahan dalam penelitian ini yaitu berapa kadar mineral kalium, kalsium, magnesium, dan natrium pada buah mangrove (Sonneratia caseolaris) yang diperoleh dari Desa Sai Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara?

1.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Buah mangrove (Sonneratia caseolaris) dari Desa Sai Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara mengandung mineral kalium, kalsium, magnesium, dan natrium dalam jumlah tertentu.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

Untuk mengetahui kadar mineral kalium, kalsium, magnesium dan natrium pada buah mangrove (Sonneratia caseolaris).

1.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang kadar mineral kalium, kalsium, magnesium dan natrium yang terkandung pada buah mangrove serta manfaatnya sehingga dapat dikembangkan sebagai produk makanan dan minuman olahan serta produk lain yang berkaitan dengan bidang kefarmasian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Nurwati (2011), sistematika tumbuhan buah mangrove adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Lythraceae Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia caseolaris L.

2.1.2 Nama Daerah

Ada beberapa sebutan nama untuk tumbuhan buah mangrove di beberapa daerah, antara lain: Barembang (Sumatera), Perpat merah, Rambai (Banjarmasin), Bogem (Sunda), Betah, Bidada (Jawa), Bughem, Boghem (Madura), Posi-posi merah (Ternate), dan Wahat merah (Ambon dan Sulawesi) (Kusmana, dkk., 2013).

2.1.3 Sinonim

Aubletia caseolaris Gaertn, Blatti acide Lamk, Blatti caseolaris O.K, B.

Pagatpat Niedenzu, Mangium caseolarerubrum Rumph, Rhizophora caseolaris L, Sonneratia acida Linne, S. Evenia Bl, S. Lanceolata Bl, S. Neglecta Bl, S. Obovata Bl, S. Ovalis Korth, S. Pagatpat Blanco, S. Rubra. (Kusmana, dkk., 2013).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan Soneratia caseolaris memiliki beberapa ciri morfologis dengan tinggi pohon mencapai 15 meter, memiliki akar nafas berbentuk kerucut hingga mencapai 1 meter yang banyak dan kuat. Tipe daun tanaman ini memiliki susunan tunggal, bersilangan, ujungnya membundar dengan ukuran panjang 4-8 cm dan tipe biji normal. Bunga dewasa memiliki tangkai daun pendek dengan dasar berwarna kemerah-merahan, benang sari berwarna merah dan putih,dan kelopak bunga terdiri dari 6-8 helai. Bunga terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak. Buah mangrove memiliki ukuran diameter 6-8 cm dengan warna hijau kekuning-kuningan, dan permukaannya mengkilap (Kusmana, dkk., 2013).

2.1.5 Tempat Tumbuh

Sonneratia caseolaris tumbuh ditepi muara sungai terutama pada daerah dengan salinitas rendah dengan campuran air tawar. Seringkali tanaman ini dapat dijumpai sampai jauh di pedalaman, terutama pinggiran sungai-sungai besar, misalnya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Mahakam, Sungai Siak, Sungai Musi dan sebagainya. Bahkan tanaman ini mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan tawar (Nurwati, 2011).

2.1.6 Kandungan Kimia

Buah mangrove mengandung kabohidrat 15,95%, air 77,10%, lemak 0,87%, abu 3,85%, protein 2,24%, serat, vitamin dan flavonoid yang biasanya digunakan sebagai anti kolesterol dan diabetes. Selain itu, kulit buah mangrove mengandung tanin dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menstabilkan fraksi lipida dan aktif dalam penghambatan lipoksigenase (Jariyah, dkk., 2014).

Menurut Hoe dan Siong, (1999), dalam 100 gram sampel buah mangrove mengandung kalium 306 mg, kalsium 42 mg, magnesium 27 mg, fosfor 56 mg, besi 0,9 mg, mangan 24 ppm, cupri 3,1 ppm, zink 8,7 ppm, dan vitamin C 0,6 mg.

2.2 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan, juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, serta menjaga keseimbangan ion-ion tubuh (Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh lebih dari 100 mg sehari seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium dan fosfor. Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh kurang dari 100 mg sehari seperti tembaga, mangan, besi, zink dan iodium (Almatsier, 2004).

Menurut Budiyanto (2001), mineral dalam tubuh memiliki tiga fungsi yaitu:

a. sebagai konstituen tulang dan gigi, yang memberikan kekuatan kepada jaringan tersebut misalnya besi, posfor dan magnesium

b. mineral membentuk garam-garam yang dapat larut, sehingga dapat mengendalikan komposisi cairan tubuh. Natrium dan klorida merupakan unsur penting dalam cairan ekstraseluler dan darah sedangkan besi, magnesium dan posfor merupakan unsur penting dalam cairan intraseluler.

c. mineral sebagai penunjang yang turut membangun enzim dan protein yang merupakan bagian dari asam amino misalnya cistin.

2.2.1 Kalium

Kalium merupakan ion bermuatan positif yang terdapat didalam sel.

Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairanintraseluler (Almatsier, 2004).

Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu bersama–sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotis dan keseimbangan asam basa. Bedanya, kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan (Winarno, 1991).

Kalium merupakan ion intraseluler yang sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam basa. Selain itu kalium juga mengaktivasi banyak reaksi enzim dan proses fisiologi, seperti transmisi impuls di saraf dan otot, kontraksi otot dan metabolisme karbohidrat. Kalium banyak terdapat dalam sayuran, kentang, dan kacang-kacangan, sedangkan dalam jumlah sedang kalium terdapat dalam serealia dan daging (Barasi, 2007).

2.2.2. Kalsium

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu membantu dalam pembentukan tulang dan gigi serta proses biologis dalam tubuh.

Keperluan kalsium terbesar dibutuhkan pada proses pertumbuhan, tetapi juga tetap dibutuhkan meskipun sudah mencapai usia dewasa. Pada proses pembentukan tulang, apabila tulang baru dibentuk, maka tulang yang tua dihancurkan secara simultan. Kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperanan dalam berbagai kegiatan, diantaranya untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel serta keaktifan enzim (Winarno, 1991).

2.2.3 Magnesium

Magnesium adalah kation nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium di dalam alam merupakan bagian dari klorofil daun.

Peranan magnesium dalam tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan hemoglobin di dalam darah pada manusia. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Magnesium yang banyak terdapat di dalam tulang merupakan cadangan yang siap dikeluarkan apabila bagian lain dari tubuh membutuhkan.

Magnesium mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi (Altmatsier, 2004).

Menurut Budiyanto (2001), fungsi dari magnesium adalah sebagai berikut:

a. sebagai aktifator enzim peptidase dan enzim lain yang memecah gugus posfat b. sebagai obat pencuci perut (Laksativa)

c. meningkatkan tekanan osmotik d. membantu mengurangi getaran otot

Kecukupan magnesium rata-rata sehari untuk orang dewasa laki-laki adalah 280 mg/hari dan untuk wanita dewasa 250 mg/hari. Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serelia tumbuk, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu dan cokelat yang merupakan sumber magnesium yang baik (Altmatsier, 2004).

2.2.4 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler 35-40% dan terdapat didalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraselular, natrium menjaga keseimbangan cairan. Bila jumlah natrium di dalam sel meningkat secara berlebihan, air akan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan membengkak. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan dalam

jaringan tubuh. Keseimbangan juga akan terganggu bila seseorang kehilangan natrium. Natrium menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui usus sebagai pompa natrium (Almatsier, 2004).

Kekurangan Natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan muntah, diare, keringat berlebihan, dan saat menjalankan diet natrium. Bila kadar natrium darah turun, perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi. Hal ini dapat diatasi dengan banyak minum (Almatsier, 2004).

2.3 Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan, yaitu dari bentuk organik logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia yaitu destruksi basah dan destruksi kering. Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Kristianingrum, 2012).

2.3.1 Destruksi Basah

Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator.

Pelarut-pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain

asam nitrat, asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida. Semua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal maupun campuran. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau perombakan senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Senyawa-senyawa-senyawa garam yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa garam yang stabil dan disimpan selama beberapa hari (Kristianingrum, 2012).

2.3.2 Destruksi Kering

Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-8000C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Oksida-oksida ini kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan (Kristianingrum, 2012).

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam hal menggunakan metode destruksi terhadap sampel, apakah dengan destruksi basah atau kah kering, antara lain:

a. sifat matriks dan konstituen yang terkandung di dalamnya b. jenis logam yang akan dianalisis

c. metode yang akan digunakan untuk penentuan kadarnya

Selain hal-hal di atas, untuk memilih prosedur yang tepat perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: waktu yang diperlukan untuk analisis, biaya yang diperlukan, ketersediaan bahan kimia, dan sensitivitas metode yang digunakan (Kristianingrum, 2012).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer ketik mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis oleh seseorang yang berasal dari Australia bernama Alan Walsh pada tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan spektoskopi serapan atom atau atomic absorption spectroscopy (AAS) (Gandjar dan Rohman, 2009).

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Cara analisis metodenya dengan memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Metode ini mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas (Gandjar dan Rohman, 2009).

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet perbedaannya terletak pada

bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya. Metode ini mempunyai kepekaan yang tinggi dengan batas deteksi kurang dari 1 ppm, pelaksanaannya relatif sederhana, tidak perlu adanya pemisahan dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009). Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007) Menurut Gandjar dan Rohman (2009), bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut ini:

a. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (Hollow cathode lamp) yang mampu menghasilkan garis radiasi resonansi sangat tajam.

Lampu ini tediri atas anoda dan katoda dalam suatu tabung silinder yang berisi gas mulia neon dan argon pada tekanan rendah. Katoda tersebut berbentuk silinder berongga yang permukaannya dilapisi dengan unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis

b. Tempat Sampel

Analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat

digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless)

Nyala berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi

Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel didalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi

c. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis, didalamnya terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan panjang gelombang yang disebut dengan chopper d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2009).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.5 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut:

a. kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

 metode simulasi

Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

 metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali. Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rentang persen perolehan kembali yang diizinkan pada analit sampel Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang diizinkan (%)

1 ppm 80-110

100 ppb 80-110

10 ppb 60-115

1 ppb 40-120

b. keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa simpangan baku relatif atau RSD meningkat seiring dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.

c. selektivitas (spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).

d. batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi Limit Of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi Limit Of Quantitation (LOQ) adalah kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan memberikan gambaran sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu untuk memeriksa kandungan mineral kalium, kalsium, magnesium dan natrium pada buah mangrove (Sonneratai caseolaris ).

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari – Mei 2016.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah dari tanaman mangrove (Sonneratai caseolaris) yang diambil di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Berdagai Sumatera Utara.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E. Merck yaitu asam nitrat 65% v/v, larutan standar kalium konsentrasi 1000 μg/ml, larutan standar kalsium konsentrasi 1000 μg/ml, larutan standar magnesium konsentrasi 1000 μg/ml, dan larutan standar natrium konsentrasi 1000 μg/ml, kecuali disebutkan lain yaitu akuademineralisata (Laboratorium Penelitian Farmasi USU).

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Z-2000) lengkap dengan lampu katoda kalium, kalsium, magnesium, dan natrium, alat tanur (BIBBY Stuart), alat pengolah akuademineralisata (Purelab UHQ ELG), hot plate, neraca analitik (BOECO Germany), neraca kasar, kertas saring Whatman no. 42, krus porselen dan alat-alat gelas (Pyrex dan OBEROI).

3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 46, Cibinong.

3.5 Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Larutan Asam Nitrat dengan akuademineralisata (1:1)

Sebanyak 500 ml larutan asam nitrat65% v/v diencerkan dengan 500 ml akuademineralisata (Isaac, 1990).

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2005).

3.6.2 Penyiapan Sampel

Buah mangrove sebanyak 500 g dibersihkan dari pengotornya, dicuci bersih dengan akuademineralisata lalu ditiriskan hingga kering, dipotong, lalu dihaluskan dengan blender.

3.6.3 Proses Destruksi

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 25 g didalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan di tanur dengan temperatur awal 100oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam (dihitung saat suhu sudah 500℃), lalu setelah suhu tanur ±27 ℃ krus porselen dikeluarkan. Abu yang diperoleh ditambahkan 5 ml HNO

3 (1:1) secara hati-hati. Kemudian kelebihan HNO3 diuapkan pada hot plate dengan suhu 100-120oC sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100℃ dan perlahan – lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500℃ dengan interval 25℃ setiap 5 menit.

Pengabuan dilakukan selama 1 jam (Isaac, 1990). Bagan alir proses destruksi kering buah mangruve dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 40.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1:1) hingga diperoleh larutan bening. Kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan krus porselen dibilas dengan akuademineralisata sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan kedalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan akuademineralisata hingga garis tanda. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dengan membuang ± 5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring dan selanjutnya ditampung ke dalam botol (Isaac, 1990).

Larutan ini digunakan untuk uji kuantitatif kalium, kalsium, magnesium, dan natrium (Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 41).

3.6.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.6.5.1 Kalium

Larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kaliumdibuat dengan memipet (0,5 ml; 1 ml;

1,5 ml; 2 ml dan 2,5 ml) dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini mengandung konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml;

dan 1 µg/ml) dandiukur pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.5.2 Kalsium

Larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (2,5 ml, 5 ml, 7,5 ml, 10 ml, dan 12,5 ml) dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini mengandung konsentrasi 1 µg/ml; 2 µg/ml; 3 µg/ml; 4 µg/ml; dan 5 µg/ml) dandiukur pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.5.3 Magnesium

Larutan baku magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet (2,5 ml;

5 ml; 7,5 ml; 10 ml; dan 12,5 ml) dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini mengandung konsentrasi 1 µg/ml; 2 µg/ml; 3 µg/ml;

4 µg/ml dan 5 µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Kurva kalibrasi diperoleh karena adanya hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, sehingga dapat dihitung persamaan regresi dan koefisien korelasi.

3.6.5.4 Natrium

Larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet (0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml dan 2,5 ml) dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (Larutan ini mengandung konsentasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet (0,5 ml; 1,0 ml; 1,5 ml; 2,0 ml dan 2,5 ml) dari larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (Larutan ini mengandung konsentasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6

Dokumen terkait