Tes Kompetensi Subbab A
B. Klasifikasi Kingdom Animalia
4. Phylum Platyhelminthes
Phylum Platyhelminthes merupakan salah satu anggota kingdom Animalia yang memiliki kurang lebih 20.000 spesies di dunia. Platyhelminthes disebut juga cacing pipih (platy berarti pipih dan helminthes
berarti cacing) karena bentuk tubuhnya pipih dorsoventral. Anggota phylum Platyhelminthes memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari yang mikroskopis sampai mencapai panjang 20 m, contohnya cacing pita. Simetri tubuh phylum tubuh ini adalah bilateral.
Platyhelminthes termasuk golongan hewan aselomata karena tidak memiliki rongga tubuh. Sistem pernapasan dilakukan secara difusi oleh seluruh sel di permukaan tubuhnya. Adapun sistem pencernaannya sangat sederhana, yaitu terdiri atas mulut, faring, dan usus. Platyhelminthes ada yang hidup bebas dan ada juga yang hidup parasit.
Reproduksi Platyhelminthes terjadi secara aseksual dan seksual. Phylum ini termasuk hewan yang hermafrodit, artinya dalam satu individu terdapat organ seksual jantan dan organ seksual betina. Reproduksi secara aseksual terjadi secara fragmentasi dan secara seksual terjadi dengan
penyatuan sperma dan ovum.
Sumber: www.scilib.ucsd
Gambar 7.6 Contoh spesies dari phylum Ctenopora, adalah Beroe cucumis
(a) (b) Sperma (c) Medusa dewasa melepaskan gamet
Platyhelminthes terbagi menjadi tiga classis, yaitu Turbellaria
(cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing pita).
a. Classis Turbellaria
Turbellaria adalah classis dari phylum Platyhelminthes yang hidup nonparasit serta sebagian besar hidupnya di laut. Turbellaria memiliki struktur tubuh yang bersilia. Silia ini berfungsi sebagai alat gerak. Selain menggunakan silia, hewan dari classis ini bergerak menggunakan otot tubuhnya yang menyerupai gelombang.
Contoh hewan classis Turbellaria adalah Dugesia atau lebih dikenal dengan planaria. Planaria memiliki morfologi tubuh di bagian anterior (depan) berbentuk segitiga dan terdapat bintik mata. Bintik mata ini memiliki fungsi membedakan keadaan gelap dan terang.
Untuk reproduksinya, planaria bereproduksi secara aseksual dan seksual. Secara aseksual terjadi dengan cara fragmentasi, di mana setiap belahan tubuh hasil fragmentasi dapat menjadi individu baru yang utuh. Adapun reproduksi seksualnya, terjadi fertilisasi secara silang antara dua individu. Hal ini karena planaria adalah hewan hermafrodit, setiap individunya dapat menghasilkan sel telur dan sel sperma.
Gambar 7.7
Morfologi tubuh planaria
Sumber: Biological Science, 1986
Kata Kunci
• Fragmentasi • Sucker
b. Classis Trematoda
Classis Trematoda merupakan anggota phylum Platyhelminthes. Classis ini disebut juga sebagai cacing isap. Cacing ini memiliki sucker
(alat isap) yang terletak di mulut bagian anterior tubuhnya. Alat isap ini berfungsi sebagai pengisap cairan tubuh inangnya. Oleh karena itu, Trematoda digolongkan sebagai hewan parasit. Contoh spesies classis ini adalah cacing darah (Schistosoma mansoni) dan cacing hati (Fasciola hepatica). Cacing darah dapat mengakibatkan badan sakit, anemia, dan disentri (Gambar 7.8).
Cacing classis Trematoda memiliki daur hidup yang kompleks. Contohnya pada cacing hati. Cacing hati tersebut hidup parasit dan memiliki dua inang, yaitu hewan ternak dan siput. Reproduksi seksual cacing ini terjadi pada manusia dan reproduksi aseksualnya terjadi pada saat inangnya berupa siput. Perhatikan gambar berikut.
Gambar 7.8
Contoh classis Trematoda adalah
Fasciola hepatica.
Sumber: Biological Science, 1986
Sekilas
Biologi
Nikolaas Tinbergen (1907–1988)
Nikolaas Tinbergen adalah seorang ahli Etologi yang lahir di Hague, Belanda. Dia meneliti tingkah laku pada beberapa hewan dan mempelajari autisme yang terjadi pada anak-anak. Pada 1973 dia memperoleh Nobel di bidang fisiologi dan kedokteran.
c. Classis Cestoda
Classis terakhir dari phylum Platyhelminthes adalah Cestoda. Classis ini disebut juga cacing pita karena memiliki bentuk seperti pita dan pipih panjang. Cacing pita ini merupakan parasit. Cacing dewasa classis Cestoda kebanyakan parasit pada Vertebrata termasuk manusia. Pada bagian kepala terdapat skoleks. Pada bagian posterior (belakang) hingga skolekscacing hati terdapat proglotid. Skoleks sendiri memiliki fungsi sebagai senjata untuk mengisap dan juga memiliki kait untuk menancapkan diri pada organ inangnya, yaitu pada usus halus.
Penularan cacing pita dapat melalui daging hewan yang terinfeksi oleh cacing tersebut dan tidak dimasak dengan benar. Panjang cacing ini dapat mencapai 20 m atau lebih dan dapat menyumbat usus halus serta menyerap nutrien dari usus halus, khususnya manusia. Akibatnya, manusia yang terinfeksi cacing ini dapat mengalami defisiensi nutrisi. Contoh speciesnya adalah Taenia saginata dan Taenia solium.
Logika Biologi
Jika cacing pita dewasa termakan oleh Anda, apakah cacing tersebut akan hidup dalam tubuh Anda?
Pengait Pengisap Skoleks Proglotid (6) (1) (2) (3) (4) (5)
Sumber: Biology Concepts & Connections,2006; www.astrographics; www.sciencetific-art.com
Gambar 7.10 Daur hidup pada cacing
Taenia saginata
Kata Kunci
• Proglotid • Skoleks
Dalam hati ternak, cacing bertelur (reproduksi secara seksual)
Serkaria berubah menjadi larva metaserkaria
Serkaria keluar dari tubuh siput, berenang, dan menempel pada rumput
Telur yang matang keluar bersama kotoran ternak
Mulut Alat penghisap ventral Telur menetas menjadi larva mirasidium Mirasidium masuk ke tubuh siput
Di dalam tubuh siput, larva berkembang biak secara aseksual
Sumber: Heath Biology, 1985
Gambar 7.9 Daur hidup Fasciola hepatica yang membutuhkan siput Lymnea sp. sebagai inang perantara.
Cacing dewasa
Keterangan:
1. Cacing Taenia saginata menghasilkan telur. 2. Telur tersebut disebarkan ke luar lingkungannya. 3. Telur akan menempel dirumput.
4. Rumput yang mengandung telur cacing T. saginata dimakan oleh hewan ternak. 5. Setelah termakan, telur cacing tersebut akan berkembang di dalam tubuh ternak. 6. Daging yang telah terinfeksi cacing dikonsumsi oleh manusia. Cacing tersebut berkembang
di dalam tubuh manusia, yaitu di usus halus. Cacing yang telah dewasa akan terbawa keluar dengan feces. Cacing akan mengalami daur hidupnya kembali dari awal.
5. Phylum Nemertea
Nemertea disebut juga cacing belalai (Proboscis worms) (Gambar 7.11). Cacing ini memiliki bentuk seperti belalai dan pipih. Anggota cacing ini memiliki panjang yang bervariasi, dari yang berukuran 1 mm hingga lebih dari 30 m. Nemertea memiliki jumlah sekitar 900 spesies. Sebagian besar hidup di perairan laut. Hanya sedikit spesies yang hidup di air tawar dan tanah yang lembap.
Beberapa dari phylum Nemertea bergerak aktif dengan berenang dan lainnya membuat lubang di dalam tanah. Sistem sirkulasi pada cacing ini telah memiliki pembuluh dan beberapa spesies memiliki sel darah merah yang mengandung hemoglobin untuk transportasi oksigen. Nemertea belum memiliki jantung, tetapi memiliki otot yang dapat memompa darah.