• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pitiriasis Versikolor (B36.0)

Dalam dokumen 585750_PPK PERDOSKI 2017 (Halaman 140-148)

DERMATOLOGI INFEKSI

B.17 Pitiriasis Versikolor (B36.0)

I. Definisi

Penyakit infeksi oportunistik kulit epidermomikosis, disebabkan oleh jamur

Malassezia sp. (Pitryrosporum orbiculare/P.ovale) yang ditandai dengan makula

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan kadang eritematosa.1,2

II. Kriteria Diagnostik Klinis

1. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, terutama pada usia 20-40 tahun, lesi terutama pada daerah seboroik; tidak menular, serta ada kecenderungan genetik.1,3

2. Anamnesis: bercak di kulit, yang kadang menimbulkan rasa gatal terutama bila berkeringat. Rasa gatal umumnya ringan atau tidak ada sama sekali. Warna dari bercak bervariasi dari putih, merah muda hingga coklat kemerahan.1,3 3. Status dermatologikus:

Predileksi lesi terutama di daerah seboroik, yaitu tubuh bagian atas, leher, wajah dan lengan atas; berupa bercak hipopigmentasi, eritema hingga kecoklatan, konfluen dengan skuama halus.1,3

Diagnosis Banding Sering:1 1. Pitiriasis alba 2. Pitiriasis rosea 3. Dermatitis seboroik 4. Infeksi dermatomikosis 5. Leukoderma Jarang:1 1. Vitiligo 2. Psoriasis gutata 3. Pitiriasis rubra pilaris 4. Morbus Hansen

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan dengan lampu Wood: terlihat fluoresensi berwana kuning keemasan.1,3 (D,5)

2. Pemeriksaan langsung dari bahan kerokan kulit dengan mikroskop dan larutan KOH 20%: tampak spora berkelompok dan hifa pendek.1,3 (D,5)

Spora berkelompok merupakan tanda kolonisasi, sedangkan hifa menunjukkan adanya infeksi.

Dermatologi Infeksi 128

III. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1. Topikal

Sampo ketokonazol 2% dioleskan pada daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 5 menit sebelum mandi, sekali/hari selama 3 hari berturut-turut.4-6 (A,1)

Sampo selenium sulfida 2,5% sekali/hari 15-20 menit selama 3 hari dan diulangi seminggu kemudian. Terapi rumatan sekali setiap 3 bulan.6-8 (B,1)

Sampo zinc pyrithione 1% dioleskan di seluruh daerah yang terinfeksi/seluruh badan, 7-10 menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali seminggu.6,9 (B,2)

Khusus untuk daerah wajah dan genital digunakan vehikulum solutio atau golongan azol topikal (krim mikonazol 2 kali/hari).6,10 (B,1)

Krim terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 2 kali/hari selama 7 hari.4,6 (C,1)

2. Sistemik

Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan terapi sistemik ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari.1,11

Alternatif:

Itrakonazol 200 mg/hari selama 7 hari atau 100 mg/hari selama 2 minggu4,6,12 (B,1)

Flukonazol 400 mg dosis tunggal6,13,14 (B,1) atau 300 mg/minggu selama 2-3 minggu.6,15 (A,1)

Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu Wood, dan pemeriksaan mikologis langsung berturut-turut selang seminggu telah negatif.

Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal tiap 1-2 minggu atau sistemik ketokonazol 2x200 mg/hari sekali sebulan.9

IV. Edukasi

1. Memberitahu pasien bahwa repigmentasi memerlukan waktu yang lama bahkan sampai setelah sembuh.3

2. Menjaga agar kulit tetap kering.1

3. Mengurangi aktivitas yang membuat keringat berlebihan.1

4. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bersama dengan orang lain.16 5. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.16

V. Prognosis

Prognosis baik. Rekurensi dapat terjadi, dilaporkan 60% dalam 1 tahun pertama.3

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam Quo ad sanactionam : dubia

Dermatologi Infeksi 129

VI. Kepustakaan

1. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S, Ervianty E, editor. Dalam Dermatomikosis Superfisialis edisi ke 2. Jakarta: BP FKUI; 2013:h.24-34

2. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2012:h2307

3. Schwartz RA. Superficial fungal infections. Lancet. 2004 Sep 25-Oct 1;364(9440):1173-8 4. Hu SW, Bigby M. Pityriasis versicolor: a systematic review of interventions. Arch Dermatol.

2010;146:1132–1140.

5. Lange DS, et all/ Ketokonazol 2 % shampoo in the treatment of tinea versicolor: A multicentre randomized, double blind, placebo controlled trial. JAAD,1998;39(6):944-950.

6. Hald M, Arendrup MC, Svejgaard EL, Lindskov R, Foged EK, Saunte DM. Evidence-based Danish guidelines for the treatment of Malassezia-related skin diseases. Acta dermato-venereologica. 2015 Jan 15;95(1):12-9.

7. Gupta AK, Bluhm R, Summerbell R. Pityriasis versicolor. JEADV. 2002;16:19-23.

8. Sanchez JL, Torres VM. Double blind efficacy of selenium sulfide in tine versicolor. J AM Acad Dermatol. 1984;11:235-8.

9. Fredriksson T, Faergermann J. Double-blind comparison of a zinc pyrithione shampoo and its shampoo base in the treatment of tinea versicolor. Cutis. 1983;31(4):436-7.

10. Tanenbaum L, Anderson C, Rosenberg mJ, Akers W. 1% Sulconazole Cream v 2% Miconazole Cream in the Treatment of Tinea Versicolor. Arch Dermatol. 1984;120: 216-9.

11. Dias MF, Quaresma-Santos MV, Bernardes-Filho F, Amorim AG, Schechtman RC, Azulay DR. Update on therapy for superficial mycoses: review article part I. Anais brasileiros de dermatologia. 2013 Oct;88(5):764-74.

12. Kose O, Tastan HB, Gur AR, Kurumlu Z. Comparison of a single 400 mg dose versus a 7-day 200 mg daily dose of itraconazole in the treatment of tinea versicolor. Journal of Dermatological Treatment. 2002;13:77-9.

13. Dehgan M, Akbari N, Alborzi N, Sadani S, Keshtkar AA. Single-dose oral fluconazole versus topical clotrimazole in patients with pityriasis versicolor. Journal of Dermatology. 2010;37: 699-702.

14. Partap R, Kaur I, Chakrabarti A, Kumar B. Single-Dose Fluconazole versus Itraconazole in Pityriasis versicolor. Dermatology. 2004;208:55-9.

15. Yazdanpannah MJ, Azizi H, Behnaz S. Comparison between fluconazole and ketoconazole effectivity in the treatment of pityriasis versicolor. Mycoses. 2007;50:311-3.

16. Farschian M, Yaghoobi R, Samadi K. Fluconazole versus ketoconazole in the treatment of tinea versicolor. Journal of Dermatology Treatment. 2002;13:73-6.

17. Ely JW, Rosenfeld S, Seabury Stone M. Diagnosis and management of tinea infections. Am Fam Physician. 2014 Nov 15;90(10):702-10.

Dermatologi Infeksi 130

VII. Bagan Alur

Pitiriasis versikolor Ya

Pasien dengan gambaran klinis dan gejala suspek pitiriasis versikolor

Diagnosis banding lainnya Tidak Nonmedikamentosa Edukasi pasien Medikamentosa Topikal Oral (mempertimbangkan lesi luas dan berat, rekuren, rekalsitran)

Dermatologi Infeksi 131

B.18 Skabies (B86)

I. Definisi

Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei var. hominis.1

II. Kriteria Diagnostik Klinis

Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias: 1. Lesi kulit pada daerah predileksi.

Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul.

 Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.

2. Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal). 3. Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.

Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).1,2

Diagnosis Banding1,2 1. Dermatitis atopik 2. Dermatitis kontak 3. Urtikaria papular 4. Insect bite 5. Dishidrosis 6. Pioderma Pemeriksaan Penunjang

Beberapa cara untuk menemukan terowongan: 1. Burrow ink test5 (B,2)

2. Uji tetrasiklin6 (D,5) 3. Dermoskopi7 (B,2)

III. Penatalaksanaan Non Medikamentosa

1. Menjaga higiene individu dan lingkungan.8 (B,3)

2. Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60°C atau disimpan dalam kantung plastik tertutup selama beberapa hari. Karpet, kasur, bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa atau berbulu perlu dijemur di bawah terik matahari setelah dilakukan penyedotan debu.1,3,9 (D,5)

Dermatologi Infeksi 132

Medikamentosa

Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang efektif untuk semua stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dan nara kontak secara serempak, menjaga higiene, serta penanganan fomites yang tepat. Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Topikal

Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Dapat diulang setelah satu pekan.1,2,4,10,11 (A,1)

Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Cukup sekali pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah satu pekan. Tidak boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.1,2,4,10,11 (A,1) Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.1,4,10,12

(B,3)

Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.1,2,4,13 (B,1)

Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.1,4,10,14 (B,2) 2. Sistemik

Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.1,2 (D,5) Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.1,2,4 (D,5)

Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3 dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg, wanita hamil dan menyusui.1,2,4,10,11 (A,1)

IV. Edukasi

1. Menjaga higiene perorangan dan lingkungan.1-3,8 (B,3)

2. Pemakaian obat secara benar dan kepada seluruh orang yang kontak secara serempak.1-3,8 (B,3)

V. Prognosis

Prognosis sangat baik bila dilakukan tata laksana dengan tepat. Pruritus dapat bertahan beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap antigen tungau. Skabies nodular dapat bertahan beberapa bulan setelah pengobatan. Skabies krustosa relatif sulit diobati.3,4 (D,5)

Quo ad vitam : bonam

Quo ad funtionam : dubia ad bonam Quo ad sanactionam : bonam

Dermatologi Infeksi 133

VI. Kepustakaan

1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, other mites, and pediculosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:McGraw-Hill; 2012.h.2569-72.

2. Shimose L, Munoz-Price LS. Diagnosis, prevention, and treatment of scabies. Curr Infect Dis Rep. 2013;15: 426-31.

3. Sungkar S. Skabies etiologi, patogenesis, pengobatan, pemberantasan, dan pencegahan. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.

4. Chouela E, Abeldano A, Pellerano G, Hernandez MI. Diagnosis and treatment of scabies: a practical guide. Am J Clin Dermatol. 2002; 3(1):9-18.

5. Woodley D, Saurat JH. The burrow ink test and the scabies mite. J Am Acad Dermatol 1981; 4(6):715.

6. Gupta LK, Singhi MK. Wood’s lamp. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2004; 70(2):131. 7. Dupuy A, Dehen L, Bourrat E, Lacroix C, Benderdouche M, Dubertret L, dkk. Accuracy of

standard dermoscopy for diagnosing scabies.J Am Acad Dermatol. 2007; 56: 53-62.

8. Talukder K, Talukder MQ, Farooque MG, Khairul M, Sharmin F, Jerin I, dkk. Controlling scabies in madrasahs (Islamic religious schools) in Bangladesh. Public health 2012; 127:83-91.

9. Heukelbach J, Feldmeier H. Scabies. Lancet. 2006;367:1767-74.

10. Tucker WF, Powell JB. Scabies. Dalam: Lebwohl MG, Hetmann WR, Jones JB, Coulson I, editor. Treatment of skin disease. Edisi ke-4. China: Elsevier Sauders, 2014.h.697-9.

11. Strong M, Johnstone P. Interventions for treating scabies. Cochrane Database Syst Rev. 2007. doi: 10.1002/14651858.CD000320.pub2.

12. Alipour H, Goldust M. The efficacy of oral ivermectin vs. sulfur 10% ointment for the treatment of scabies. Anna Parasitol. 2015;61(2):79-84.

13. Taplin D, Meinking TL, Chen JA, Sanchez R. Comparison of crotamiton 10% cream (Eurax) and permethrin 5% cream (Elimite) for the treatment of scabies in children. Pediatr Dermatol 1990;7(1):67-73.

14. Bachewar NP, Thawani VR, Mali SN, Gharpure KJ, Shingade VP, Dakhale GN. Comparison of safety, efficacy, and cost effectiveness of benzyl benzoate, permethrin, and ivermectin in patients of scabies. Indian J Pharmacol. 2009;41:9–1

Dermatologi Infeksi 134

VII. Bagan Alur

Pasien dengan gatal nokturnal pada tempat predileksi scabies,

mengenai sekelompok orang

DIAGNOSIS Apakah gejala klinis dan hasil laboratorium menyokong skabies?

Tidak Diagnosis banding: 1. Dermatitis atopik 2. Dermatitis kontak 3. Urtikaria papular 4. Insect bite 5. Dishidrosis 6. Pioderma Ya

Terapi untuk pasien dan semua kontak risiko tinggi

Edukasi pasien Non Medikamentosa

Higiene individu dan lingkungan

Dekontaminasi pakaian dan alas tidur Medikamentosa Skabisid topikal: o Permetrin o Benzil benzoat o Krotamiton o Lindane o Sulfur Sistemik: o Antihistamin oral

o Antibiotik bila terdapat infeksi sekunder

o Ivermektin oral untuk skabies krustosa

Tindak lanjut

Pemeriksaan ulang setiap minggu hingga gejala hilang

Dermatologi Infeksi 135

B.19 Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)/

Dalam dokumen 585750_PPK PERDOSKI 2017 (Halaman 140-148)