• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : HAK PILIH SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA

102/PUU- VII/ 2009

A. Pokok Perkara Putusan MK NO.102/PUU-VII/2009

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009, telah memberikan ruang baru dalam pelaksanaan proses demokrasi di Indonesia. Putusan yang memberikan kelonggaran prosedur administratif pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden yang diadakan pada 8 Juli 2009, yaitu dengan diperolehkannya penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Passpor75 bagi Warga Negara Indonesia yang berada di Luar Negeri dalam proses pemilihan, telah sedikit banyak memberikan jaminan terhadap hak warga negara terhadap pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Putusan itu timbul , menyangkut data pada daftar pemilih tetap (DPT) yang dibuat oleh KPU, dimana banyak warga negara yang belum terdaftar sebagai pemilih dalam DPT. Masalah DPT itu muncul pada saat pelakasaan Pemilihan Umum Legislatif sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden, beberapa pemimpin partai politik mengemukakan adanya 49 juta Warga Negara yang tidak terdaftar dalam DPT. Permasalahan DPT tersebut kemudian menjadi problematika Konstitusi karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak warga negara dalam proses pemilihan.

75 Pusat Kajia Konstitusi FH-Universitas Brawijaya, “Implikasi Putusan MK No.102/Puu-VII/2009 Terhadap Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Studi di Kabupaten Malang dan Pasuruan), Jurnal Konstitusi, Vol 8, No. 1, Februari 2011

Hak-hak Warga Negara dalam proses pemilihan, yaitu hak memimilih dan hak untuk dipilih adalah hak konstitusinal kerena diatur dan dijamin oleh konstitusi walau tidak secara ekspilit dinyatakan. Hak Pilih dalam UUD NRI Tahun 1945 diatur dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi, “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualiannya.” Kemudian Hak Pilih dalam UUD NRI Tahun 1945 diperkuat lagi dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) yang berbunyi, “(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jamianan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum; (3) Setiap Warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” Hak Pilih dalam UUD NRI Tahun 1945 adalah pengejewataan dari hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 017/PUU-I/2003 menyatakan pembatasan penyimpangan, peniadaan dan pengapusan akan hak yang dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari Warga Negara, hak dimaksud ialah hak pilih sebagai hak konstiusional. Dengan tidak terdaftarnya Warga Negara dalam sebagai pemilih/ dalam DPT menyatakan telah terjadi penyimpangan, peniadaan dan pengapusan atas hak asasi Warga Negara, berarti pula melanggar Norma dalam UUD NRI Tahun 1945.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.102/PUU-VII/2009 merupakan pengujian Undang-Undang (Judicial Review), yakni pengujian UU No.42 Tahun 2008 terhadap UUD NRI Tahun 1945. Dalam pokok perkara Putusan MK No.102/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa, UU No.42 Tahun 2008 memuat ketentuan mengenai hak memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah menikah mempunyai hak memilih.”

Dengan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa sepanjang sudah beumur 17 (tujuh belas) tahun dan/atau sudah/pernah menikah pemungutan suara, seorang warga negara memilki hak memilih.

Undang-Undang No.42 Tahun 2008 Pasal 28 memuat ketentuan, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” Dan ketentuan Pasal 111 ayat (1) yang menyatakan, “Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS (Tempat Pemungutan Suara) meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada TPS yang bersangkutan; b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.

Ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU No. 42 Tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa Warga Negara yang berumur 17 (tujuh belas) tahun dan/atau sudah/pernah menikah tidaklah cukup untuk memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Seorang Warga Negara juga harus terdaftar sebagai pemilih. Seorang Warga Negara yang tidak tercantum dalam Daftar Pemilih akan kehilangan hak pilihnya. Masalahnya untuk mendaftarkan Warga Negara yang telah memiliki hak memilih berada pada penyelenggara Pemilu, namun penyelenggara pemilu gagal melakukan tanggung jawabnya karena kelalaian mereka. Padahal kewajiban tersebut diatur dalm Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud apda ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar

pemilih.” Nampak terjadi kontra antar pasal 27 ayat (1) dengan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1), yang mana kontra antar Pasal tersebut berpotensi menimbukan hilangnya hak pilih Warga Negara. Dengan adanya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) menyebabkan warga negara dapat kehilangan hak pilihnya. Dengan hilangnya hak memilih sebagian besar warga negara, secara tidak langsung negara telah melanggar hak asai manusia berupa hak untuk dipilih dan hak untuk memilih.

Setelah pengujian (judicial review) atas Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) dilakukan yang kemudian diputuskan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor.102/PUU-VII/2009, maka hak asasi warga negara yang dijamin dalam konstitusi semakin dikuatkan sehingga warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT bisa tetap menggunakan hak pilihnya76.

Hal yang menjadi dasar hakim Mahkamah dalam , yang secara spesifik dijelaskan dalam putusan perkara No. 011-017/PUU-VII/2004, yang menyebutkan: “Menimbang, bahwa hak konstitusional Warga Negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, Undang-Undang maupun konvensi Internasional, maka penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak yang dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi Warga negara.”

Ketentuan atau norma dalam UU No.42 Tahun 2008 yang diujikan yaitu, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) merupakan

76 Andi Yuliani, “Hak Konstitusiona Warga Negara”, http://jdih.tanjabtimkab.go.id , jumat, 30 Agustus 2019

ketentuan dan prosedur administratif bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya yang tidak boleh menegasikan hal-hal yang bersifat substansial yaitu hak warga negara untuk memilih. Sehingga diperlukan upaya atau solusi untuk/cara untuk menjamin hak Warga Negara dalam proses pemilu. Dalam putusannya MK memutuskan beberapa hal, yakni:

 Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian;

 Menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No.42

Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembar Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia 4924) adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara sebagai berikut:

1. Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada diluar negeri;

2. Warga negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

3. Penggunaan hak pilih Warga Negara Indoonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP;

4. Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 diatas, sebelum menggunakan hak pilihnya terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;

5. Warga negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan 1 Jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.

 Monolak permohonan para Pemohon untuk sebagian;

 Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaiman mestinya.