BAB II. KAJIAN PUSTAKA
D. Pola Komunikasi Menurut Berne Dalam Berpacaran Melalui
Sosial
Pacaran adalah hubungan kedekatan yang terjalin antara pria dan
wanita yang didasarkan pada cinta kasih dan rasa saling memiliki yang
melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk saling mengenal satu sama
menjalani suatu hubungan pacaran, maka tidaklah terlepas oleh salah satu
komponen pacaran yaitu komunikasi. Komunikasi merupakan dasar dari
terbinanya suatu hubungan yang baik (Suranto,2011). Pada pasangan yang
berpacaran, terjalin suatu komunikasi yang disebut sebagai komunikasi
interpersonal (Harjana,2003).
Dalam segi komunikasi interpersonal, pria dan wanita memiliki
perbedaan tentang cara mereka berkomunikasi pada hubungan berpacaran.
Dibandingkan dengan pria, wanita lebih dapat mengungkapkan emosinya,
seperti sedih, takut, cinta, kebahagiaan, dan kemarahan. Dibandingkan
dengan pria, wanita lebih mungkin untuk memberlakukan perilaku
keterbukaan diri, terlibat dalam kesetiaan terhadap pasangan mereka, dan
berbagi tugas dalam upaya untuk mempertahankan hubungan mereka.
Menariknya, wanita lebih cenderung untuk menjalankan strategi kekuasaan
daripada pria. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih mungkin untuk terlibat
dalam perilaku manipulatif serta melakukan perilaku yang terkadang
menimbulkan konflik dan konfrontatif (Dan&Sommer,1997). Setiap
pasangan dalam perbedaan yang dimilikinya pasti semua menginginkan
tercipta suatu komunikasi yang efektif pada hubungannya, baik dalam hal
memahami satu sama lain, untuk saling bertukar pendapat, juga untuk
mempertahankan hubungan mereka.
Salah satu teori yang membahas tentang komunikasi interpersonal
adalah teori analisis transaksional Berne. Dalam teori ini, pasangan
sebuah transaksi. Sebuah transaksi terjadi jika dalam berkomunikasi terjadi
pertukaran antara pesan yang dikirim (stimulus) dengan pesan yang diterima
(respon) yang berasal dari masing-masing status ego dalam diri seseorang
(Blot,1992). Status ego merupakan cara bagaimana seseorang berbicara dan
bersikap dalam melihat suatu realitas, serta mengolah berbagai informasi
dengan dunia di sekitarnya. Terdapat 3 jenis status ego, yaitu Status Ego
tersebut yaitu “Parent Ego State” atau “Orangtua” (P), yang memiliki dua
kategori yaitu sikap seseorang yang seperti menasihati orang lain,
memberikan hiburan, menguatkan perasaan,memberikan pertimbangan,
membantu, melindungi, menyayangi, memanjakan dan mendorong untuk
berbuat baik termasuk dalam kategori Nurturing Parent (NP). Sementara
sikap seperti suka mengkritik, menghukum, mengontrol, berprasangka,
menggurui dan melarang termasuk dalam kategori Critical Parent (CP).
“Adult Ego State” atau “Dewasa” (A) merupakan bagian kepribadian yang bersifat obyektif, memikirkan secara matang apa yang akan dikatakan,
tidak emosional, dan menyampaikan sesuatu hal secara rasional terhadap
situasi konkret yang terjadi pada waktu itu juga. “Child Ego State” atau “Kanak” (C) yang terbagi dalam dua kategori, yaitu sikap yang tidak ingin dikekang, memiliki kreativitas dan rasa ingin tahu, adanya ketergantungan
pada orang lain, optimis, impulsif, ingin disayang termasuk dalam kategori
Natural Child (NC). Sementara itu, seseorang memperlihatkan suatu sikap
menolak perintah tersebut dan bersikap memberontak dinamakan Adapted
Child (AC) (Blot,1992).
Melalui analisis komunikasi transaksional, seseorang belajar untuk
menyadari status ego mana yang sebaiknya diungkapkan sebagai suatu
stimulus atau respons sehingga komunikasi berjalan lancar secara efektif. Hal
ini dikarenakan setiap jenis transaksi yang terjadi dalam komunikasi
bergantung pada bagaimana seseorang menggunakan status egonya saat
berkomunikasi dengan orang lain. Berne mengajukan tiga jenis transaksi yang
dapat terbentuk yaitu: Transaksi Komplementer, Transaksi Silang, dan
Transaksi Terselubung (Harris,1969).
Transaksi komplementer merupakan jenis transaksi terbaik dalam
suatu komunikasi antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap pesan
yang dipertukarkan, transaksi komplementer akan berjalan lancar selama
transaksi bersifat saling melengkapi, dan dapat dilanjutkan tanpa batas
(Blot,1992). Apabila transaksi terus berjalan dan menghasilkan rangkaian
transaksi komplementer, maka setiap respon yang diberikan nantinya akan
menjadi stimulus baru bagi transaksi komplementer berikutnya. Transaksi
silang merupakan jenis transaksi yang terjadi mana respon transaksional dari
penerima pesan datang dari status ego yang berbeda dengan status ego yang
ingin dituju oleh pengirim pesan sehingga pengirim pesan tidak mendapatkan
respon transaksional yang diharapkannya. Hal ini bisa saja terjadi karena
adanya kesalahpahaman ataupun pandangan berbeda yang terjadi dalam
penerima respon (Harris,1969). Transaksi ini mengakibatkan kesenjangan
dalam komunikasi dan rentan terjadi pertengkaran (Blot,1992).
Transaksi komunikasi yang terakhir adalah transaksi terselubung atau
tersembunyi. Dalam proses komunikasi melibatkan lebih dari satu status ego,
baik saat memberikan stimulus maupun respon. Dengan kata lain, pesan yang
diucapkan memiliki makna lain yang tersembunyi dibalik pesan yang
diucapkan tersebut (Hukom, 1990). Pesan terselubung dalam bahasa
sehari-hari sering terdengar sebagai ucapan “ada udang di balik batu”, yaitu bisa
berbentuk sindiran, pancingan, dan kepura-puraan. Seseorang harus peka jika
ingin memahami suatu transaksi selubung, sehingga mampu mengetahui
maksud yang disembunyikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap jenis transaksi selalu ada pada
saat seseorang berkomunikasi. Akan tetapi, tidak semua jenis transaksi
menciptakan terjadinya suatu komunikasi yang efektif. Terciptanya suatu
komunikasi yang efektif, menurut Berne berkaitan dengan bagaimana cara
seseorang mengelola status egonya saat melakukan transaksi komunikasi
dengan orang lain serta dapat berkomunikasi secara terbuka terhadap suatu
pesan yang ingin diungkapkkan (Blot,1992).
Penerapan teori komunikasi Berne dapat diaplikasikan dalam
komunikasi interpersonal hubungan berpacaran. Komunikasi interpersonal
dalam pacaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secarang langsung
dengan komunikasi tatap muka, dan komunikasi secara tidak langsung yaitu
tidak langsung melalui media sosial yang sekarang ini banyak digunakan
adalah aplikasi pesan instan. Dengan pesan instan, seseorang dapat
mengirimkan pesan-pesan singkat dengan menggunakan teks kepada
pengguna lainnya yang sedang terhubung ke jaringan internet yang sama
(Arie, dalam Puspita 2010). Terdapat beberapa kelebihan yang dirasakan
ketika seseorang melakukan komunikasi bermedia. Pesan teks ditemukan
menjadi salah satu bentuk media yang paling populer karena aksesibilitas,
sehingga pasangan dapat dengan mudah untuk mengekspresikan kasih sayang
mereka (Coney,2011).
Teknologi media sosial yang meningkat memberikan keuntungan bagi
orang-orang yang terobsesi dengan pasangan mereka dan cenderung untuk
selalu dekat satu sama lain, kapanpun dan dimanapun sehingga dapat
melancarkan komunikasi (Pascoe,2013). Komunikasi melalui media sosial
menawarkan kepada kita cara yang sangat efektif untuk memantau
komunikasi kita. Umpan balik yang tidak bersifat segera membuat pasangan
dapat menyimpan pesannya, membaca kembali untuk melihat apakah pesan
yang ditulis benar-benar mengungkapkan tujuan yang dimaksud, dan
mengeditnya sebelum mengirim kepada penerima (Klein,2014). Semua
kelebihan yang dirasakan ketika menggunakan media sebagai alat
berkomunikasi membuat seseorang dapat mengarahkan komunikasi yang
sedang terjadi menuju suatu komunikasi yang efektif berdasarkan teori Berne.
Akan tetapi, penggunaan media sebagai cara berkomunikasi dapat
yang efektif. Dalam hambatan semantik dan kepentingan misalnya,
komunikasi yang tidak efektif terjadi karena stimulus status ego yang
dikirimkan tidak direspon dengan tepat oleh penerima pesan. Hal ini
kemudian menimbulkan terjadinya suatu respon baru yang sebenarnya tidak
diharapkan oleh pengirim pesan. Sementara itu, hambatan prasangka sangat
menciptakan terjadinya suatu komunikasi yang tidak efektif. Hal ini
dikarenakan dalam situasi ini yang terjadi hanyalah sikap-sikap negatif seperti
saling menyalahkan, tidak mau mengalah, serta tidak adanya komunikasi
yang terbuka. Pasangan masih sama-sama belum mampu mengungkapkan
pesannya melalui status ego dengan tepat, serta belum mampu memahami
status ego lawan bicaranya dengan tepat, sehingga komunikasi menjadi tidak
berjalan efektif (Onong,2000).
Komunikasi interpersonal, baik langsung maupun menggunakan
media sosial sangat diperlukan ketika pasangan berinteraksi dalam rangka
menciptakan suatu komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif
membantu pasangan untuk lebih memahami satu sama lain dalam rangka
menyelesaikan perbedaan cara berkomunikasi, membangun kepercayaan dan
rasa hormat, serta mengembangkan ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah,
pemberian kasih sayang, dan berbagi kepedulian (Wiley,2006). Komunikasi
dalam pacaran dikatakan efektif apabila pengirim dan penerima pesan
sama-sama memiliki pemahaman yang sama-sama terhadap suatu pesan, hingga akhirnya
pesan tersebut ditindaklanjuti dengan sebuah umpan balik yang tepat oleh
Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan tersebut kemampuan
seseorang dalam menggunakan kebebasan dalam bermedia, memahami dua
kepribadian yang berbeda, serta saat berkomunikasi mampu menggunakan
dan memahami status ego diri sendiri dan orang lain untuk membentuk suatu
transaksi komunikasi, menentukan pada efektif atau tidaknya pola transaksi
komunikasi yang terjadi.