POLA KOMUNIKASI MELALUI MEDIA SOSIAL
DALAM BERPACARAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Antonia Radita Adi Cahyaningsih
089114138
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
POLA KOMUNIKASI MELALUI MEDIA SOSIAL
DALAM BERPACARAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Antonia Radita Adi Cahyaningsih
089114138
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
“ Without darkness, we may never know how bright the star shine. Without battles, we could not know what victory feels like. Without
adversity, we may never appreciate the abundance in our lives. Be thankdul, not only for easy times, but for every experience that has
made you who you are.”
(Julie-Anne)
“
Never believe for a second that your weak, within all of us we have
a reserve of inner hidden strength
“
(Victoria Addino)
The way to get started is to quit talking and begin doing
(Walt Disney Company)“
For my success I am immensely grateful to God, my parents, my
family, my friends, my teachers and to the books I read
”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus yang tak pernah berhenti
menyertaiku dan membimbingku.
Ibu dan Bapak ku yang selalu memberi dukungan dan nasehat kepadaku.
Nenek-nenek ku yang tak pernah lelah memanjatkan doa dan selalu
mengingatkanku agar berserah kepada-Mu.
Kakak dan Adik ku yang selalu mendukungku dan membantuku saat aku
berada dalam kesulitan.
Serta orang-orang yang aku sayangi yang selalu menemaniku bersama
vii
POLA KOMUNIKASI MELALUI MEDIA SOSIAL
DALAM BERPACARAN
Antonia Radita Adi Cahyaningsih
ABSTRAK
Berkomunikasi melalui media sosial merupakan suatu kebiasaan baru yang dilakukan oleh pasangan berpacaran sebagai bentuk berkembangnya teknologi komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi melalui media sosial yang terbentuk pada pasangan berpacaran, dalam rangka menciptakan komunikasi efektif berdasarkan pola komunikasi Berne. Fokus penelitian terletak pada status ego dan pola transaksi komunikasi yang terbentuk pada pasangan berpacaran saat berkomunikasi melalui media sosial. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi berpacaran berjumlah 3 pasangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi dokumentasi melalui transkrip percakapan yang dilakukan melalui media sosial. Unit data berupa percakapan serta unit analisis berbentuk tema pembicaraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan pasangan memiliki penggunaan status ego dominan yang berbeda-beda. Akan tetapi, pasangan mampu menggunakan perbedaan status ego tersebut untuk menciptakan transaksi komplementer yang lebih dominan yaitu transaksi komplementer
Adult-Adult saat berkomunikasi melalui media sosial, sehingga memenuhi kriteria efektivitas komunikasi menurut Berne.
viii
COMMUNICATION PATTERNS THROUGH SOCIAL MEDIA
IN DATING
Antonia Radita Adi Cahyaningsih
ABSTRACT
Communicating through social media is a new habit that is done by a dating partner as a form of development of communication technology. This study aimed to determine the patterns of communication through social media is formed on dating couples in order to create effective communication based on communication patterns Berne. The focus of the research lied in ego status and patterns of communication transactions in whatever form dating partner that communicates through social media. Subjects in this study were university students were 3 couples dating. This study used qualitative methods to study the documentation through the transcript of the conversation is done through social media. The unit of data in the form of a conversation as well as the unit of analysis in the form of theme talks. The results showed that all of the dating partner has a sequence of different ego states use. However, all of the dating partner can use the status ego different to made an dominant transaction that is a pattern of complementary Adult
-Adult transaction through social media, so it meets the criteria of effectiveness of communication according to Berne.
x
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala penyertaan dan berkat yang
dilimpahkan, akhirnya penulis mampu merampungkan skripsi yang berjudul “Pola
Komunikasi Melalui Media Sosial Dalam Berpacaran” dengan baik sebagai salah
satu syarat mencapai gelar sarjana psikologi.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi besar dalam proses
pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi.
2. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M serta Ibu Agnes Indar Etikawati M. Si., Psi
selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya menjadi
mahasiswa di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma serta selalu
memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima
kasih atas kesabaran, masukan, bimbingan, keramahan, tuntutan, dan
kebersamaan yang diberikan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih banyak
pak Pratik.
4. Bapak V. Didik Suryohartoko, M.Si dan P. Henrietta PDADS, S.Psi, MA.
yang telah menguji dan membimbing dalam penyempurnaan hasil kerja
xi
5. Mbak dita asistennya pak Pratik, terima kasih banyak mbak atas keramahan,
kehangatan serta pelayanan yang diberikan selama proses pengerjaan skripsi
ini. Maaf ya mbak kalau sering merepotkan.
6. Mas Gandung, Ibu Nanik, Mas Doni, dan Mas Muji, Pak Gie, terima kasih
atas keramahan dan pelayanan yang begitu hangat selama menimba ilmu di
Fakultas Psikologi.
7. Pasangan subjek Rida-Dino, Jena-Petra, dan Bobo-Pipi subjek penelitian ini.
Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya untuk berbagi sesuatu hal yang
bersifat pribadi kepada penulis.
8. Keluargaku tercinta, orangtuaku bapak Arief Nugroho Trisno Adi, ibu
Caecilia Endang Purwantingsih terima kasih atas suka duka, dukungan yang
diberikan. Aku janji akan menjadi anak yang bisa membanggakan kalian.
Kakak dan adek ku, Andreas Purwaka alias mande, dan Nicholaus Dhesta
alias come, terima kasih dukungannya, akhirnya aku bisa lulus jugaaa..
Horeee..
9. Nenek ku tercinta, Sri Epiningsih, Francisca Sutarti dan Mbah tres yang
selalu mendukungku dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Terima kasih
selalu mendoakan cucu mu yang cantik ini untuk cepat lulus.
10. Pasangan seperjuanganku, Dionosius Ochy Kurniawan, terima kasih atas
waktu yang telah kita jalani sebagai pacar, temen seperjuangan, sahabat,
kakak, suka duka yang dijalani bersama. Akhirnya kita lulus juga dan
kehidupan yang sebenarnya menanti kita. Fighting Oyon-Domii selalu
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 15
C. Tujuan Masalah ... 16
D. Manfaat Penelitian ... 16
1. Manfaat Teoritis ... 16
xiv
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 17
A. Pacaran ... 17
1. Pengertian Pacaran ... 17
2. Komunikasi dalam Pacaran ... 18
B. Komunikasi Interpersonal Sebagai Proses Transaksional ... 21
1. Komunikasi sebagai Transaksi ... 21
2. Ego State sebagai Dasar Kepribadian Manusia ... 22
3. Pola Transaksi dalam Komunikasi Transaksional ... 25
C. Media Sosial ... 31
D. Pola Komunikasi Menurut Berne Dalam Berpacaran Melalui Media Sosial ... 37
E. Pertanyaan Teoritis ... 44
BAB III. METODE PENELITIAN ... 46
A. Desain Penelitian ... 46
B. Definisi Operasional ... 47
1. Pacaran ... 47
2. Status Ego Berne ... 47
3. Transaksi Komunikasi Berne ... 48
4. Media Sosial ... 49
C. Subjek Penelitian ... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 50
E. Teknik Analisis Data ... 52
xv
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Proses Memperoleh Subjek Penelitian ... 55
B. Kriteria Umum Analisis ... 57
C. Hasil Penelitian ... 60
1. Analisis per Pasangan Subjek ... 60
a. Pasangan Subjek 1 ... 60
b. Pasangan Subjek 2 ... 67
c. Pasangan Subjek 3 ... 76
2. Analisis Antar Pasangan Subjek ... 83
D. Pembahasan ... 94
BAB V. KESIMPULAN ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Keterbatasan Penelitian ... 102
C. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penggunaan media online dalam hubungan pacaran ... 7
Gambar 2. Status Ego pada dua orang yang berkomunikasi ... 25
Gambar 3. Transaksi Komplementer Adult-Adult ... 26
Gambar 4. Transaksi Silang Adult-Parent ... 28
Gambar 5. Transaksi Terselubung (Adult - - (P-C) - Adult) ... 29
Gambar 6. Pesan Instan populer di Indonesia ... 32
Gambar 7. Egogram Pria Subjek 1 ... 66
Gambar 8. Egogram Wanita Subjek 1 ... 67
Gambar 9. Egogram Pria Subjek 2 ... 75
Gambar 10. Egogram Wanita Subjek 2 ... 75
Gambar 11. Egogram Pria Subjek 3 ... 82
Gambar 12. Egogram Wanita Subjek 3 ... 82
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 45
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Transkip, Deskripsi dan Verbatim Pasangan Subjek I ... 107
Lampiran 2. Transkip, Deskripsi dan Verbatim Pasangan Subjek II ... 124
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia senantiasa memiliki kebutuhan untuk terikat dan menjalin
suatu hubungan dengan orang lain. Lindsklod (dalam Reardon,1987)
mengatakan bahwa pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial
membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup. Kehadiran manusia lain ini
berfungsi untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, salah satunya adalah
kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan ini dapat terpenuhi contohnya
melalui suatu hubungan dengan orang lain yang disebut pacaran
(Rice&DeGenova,2005). Di samping untuk pemenuhan kebutuhan kasih
sayang, pacaran juga merupakan salah satu tugas perkembangan yang
memang perlu dilalui oleh seseorang, terutama remaja akhir usia 18-22 tahun.
Melalui pacaran, remaja akhir diharapkan untuk dapat mengenal lawan
jenisnya untuk agar dapat memperluas pergaulan, sebagai masa persiapan
untuk mendapatkan pasangan hidup, membentuk komitmen, serta
membangun tanggung jawab pribadi (Hurlock,1999).
Pacaran merupakan fenomena yang tidak asing lagi pada zaman
sekarang ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pacar adalah
kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih. Sementara itu, pacaran memiliki arti sebagai suatu
pasangan terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai
pacar (Duvall&Miller,1985). Pacaran merupakan tahap dimana pasangan
mencoba untuk memadukan dua pribadi yang berbeda yang bertujuan agar
terjadi saling kesesuaian, kecocokan, dan keterpaduan hati, pikiran, kehendak,
cita-cita dan perilaku. Melalui hal tersebut maka pasangan yang berpacaran
diharapkan dapat saling memahami, menerima, mendukung, dan membantu
dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, serta mengatasi
kesulitan dan masalah yang mereka jumpai saat berpacaran. (Hardjana,2002).
Dalam proses menjalani suatu hubungan pacaran, maka tidaklah
terlepas oleh salah satu komponen pacaran yaitu komunikasi. Komunikasi
merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Suranto,2011).
Bertahan lama atau sebentar sebuah hubungan pacaran dipengaruhi oleh
kualitas komunikasi dari pihak-pihak yang berpacaran. Komunikasi memiliki
arti yaitu proses penyampaian pikiran, perasaan atau informasi dari pengirim
pesan melalui suatu cara tertentu yang kemudian diperoleh adanya umpan
balik dari penerima pesan. Proses komunikasi menjadi bagian penting dalam
pacaran, karena dengan komunikasi pasangan dapat berbagi pikiran dan
perasaan, baik bersifat verbal maupun nonverbal tentang bagaimana cara
mereka memandang situasi tertentu, memahami karakter masing-masing,
serta mengungkapkan kebutuhan dan keinginan mereka (Kleinschmidt,2014).
Pada pasangan yang berpacaran, terjalin suatu komunikasi yang
disebut sebagai komunikasi interpersonal (Harjana,2003). Komunikasi
memiliki suatu hubungan tertentu. Dalam bukunya The Interpersonal
Communication Book, De Vito menjabarkan komunikasi interpersonal
(Wood,2007) sebagai sebuah sistem yang dinamis di mana antara pengirim
dan penerima saling mengirim dan menerima pesan secara bersamaan. Dalam
hubungan berpacaran dibutuhkan komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal menciptakan dan mempertahankan kedekatan hubungan antara
orang yang satu dengan yang lain. Menurut Berelson dan Steiner (dalam
Astuti,2003) merumuskan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses
penyampaian informasi, emosi, ketrampilan dengan menggunakan simbol,
kata, gambar, angka, dan sebagainya. Proses komunikasi dapat berjalan lancar
jika masing-masing pelaku komunikasi mempunyai persepsi yang sama
terhadap penggunaan simbol tersebut. Komunikasi interpersonal harus
mengandung elemen-elemen seperti keterbukaan, kepercayaan, empati, juga
kemampuan untuk mendengarkan dengan baik. Jika komunikasi interpersonal
tidak berjalan dengan baik maka semakin sering komunikasi dapat membuat
hubungan pacaran tersebut menjadi renggang atau bahkan menyebabkan
hubungan tersebut berakhir (Veny, 2009).
Komunikasi interpersonal sangat diperlukan dalam interaksi dengan
pasangan dalam rangka menciptakan suatu komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif sangat penting dalam rangka membangun dan
memelihara hubungan yang kuat dalam pacaran. Komunikasi yang efektif
membantu pasangan untuk lebih memahami satu sama lain dalam rangka
mengembangkan ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah, pemberian kasih
sayang, dan berbagi kepedulian (Wiley,2006). Penelitian terhadap remaja di
Amerika Serikat mengatakan bahwa komunikasi adalah aspek yang paling
penting dari hubungan mereka (Baucom et al.,1990). Pasangan yang
berkomunikasi dengan baik melaporkan kepuasan yang lebih tinggi dalam
hubungan mereka, sedangkan pasangan yang tertekan sering kekurangan
metode yang baik untuk berkomunikasi (Baucom et al.,1990). Penjelasan
tentang pentingnya komunikasi efektif pun dibuktikan melalui penelitian
Veny (2009) yang menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal sangat
berperan penting dalam menumbuhkan dan memelihara kualitas cinta pada
mahasiswa yang berpacaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada
hubungan positif antara komunikasi interpersonal dengan kualitas cinta pada
mahasiswa yang berpacaran. Hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya
komunikasi interpersonal maka mahasiswa yang sedang melakukan proses
pacaran akan semakin mengenal dan akrab dengan pasangannya, sehingga
perasaan cinta yang dimiliki untuk pacarnya juga akan semakin dalam.
Komunikasi dalam pacaran dikatakan efektif apabila penerima pesan
dapat menerima dan mengerti sebuah pesan sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirim pesan (Hardjana, 2003). Dengan kata lain bahwa pengirim dan
penerima pesan sama-sama memiliki pemahaman yang sama terhadap suatu
pesan, hingga akhirnya pesan tersebut ditindaklanjuti dengan sebuah umpan
balik yang tepat oleh penerima pesan. Pentingnya menciptakan pesan yang
ketidakpastian pesan serta menghindari kesalahpahaman dan kesalahan
mengintepretasi, yang jika terjadi akan berdampak negatif pada hubungan
pacaran (Rakhmat, 2009).
Menurut Effendy (1986), komunikasi dalam pacaran dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu komunikasi secara langsung (face to face) dan
komunikasi tidak langsung (nonface to face). Sebelumnya, komunikasi
langsung merupakan suatu komunikasi primer dalam hubungan pacaran.
Pasangan harus saling bertemu secara langsung untuk melakukan suatu
kegiatan bersama. Contohnya, seorang pria biasanya akan bermain ke rumah
pasangan wanitanya untuk sekedar mengobrol santai berdua atau
mengekspresikan rasa sayangnya pada pasangan, ataupun untuk
membicarakan suatu masalah yang terjadi dalam hubungan. Selain itu juga
biasanya pasangan pria harus mendatangi pasangan wanita jika ingin
mengajak pergi jalan-jalan mencari suasana romantis pada malam minggu.
Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi memunculkan suatu
kebiasaan baru yaitu berkomunikasi tidak langsung melalui suatu media yang
menjadikan pasangan yang berpacaran semakin mudah dalam berkomunikasi
satu sama lain, tanpa perlu bertemu secara langsung. Salah satu penelitian
yang membahas tentang penggunaan media sosial dalam hubungan romantis
yang digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain, mengungkapkan hasil
bahwa sebagian besar remaja dilaporkan lebih sering menggunakan berbagai
dengan "mengungkapkan kasih sayang" menjadi alasan paling umum untuk
berkomunikasi (Coyne et al 2011).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Coney (2011) adalah untuk
menemukan bagaimana teknologi dan media sosial yang digunakan dalam
hubungan romantis. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar pasangan
menggunakan beberapa jenis media untuk berkomunikasi satu sama lain, dan
bentuk media tertentu memiliki kegunaan tertentu. Pesan teks ditemukan
menjadi salah satu bentuk media yang paling populer karena aksesibilitas, dan
alasan utama untuk menggunakan media sosial dengan pasangan adalah untuk
mengekspresikan kasih sayang. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan
pasangan untuk saling bertukar pesan saat berkomunikasi melalui media
sosial. Secara umum survei temuan OnDevice (2013) menunjukkan bahwa
penggunaan layanan bertukar pesan di Indonesia kini didominasi
aplikasi instant messaging, seperti WhatsApp, BlackBerry Messenger (BBM),
atau Line. Baru kemudian disusul SMS (Short message service), voice call,
Gambar 1. Penggunaan media online dalam hubungan pacaran
Kemunculan media baru memberikan dampak yang besar terhadap
cara berkomunikasi pasangan yang berpacaran. Dengan adanya media sosial
ini, hubungan pacaran tidak lagi harus menuntut pasangannya untuk terus
bertemu secara langsung (face to face) jika ingin berkomunikasi, melainkan
dapat berkomunikasi melalui pesan instan, internet ataupun telepon seluler
(Nurul,2012). Penelitian menyebutkan bahwa remaja menggunakan pesan
khususnya sebagai pengganti tatap muka berbicara dengan pasangannya.
Remaja juga menemukan pesan instan lebih menyenangkan untuk berbicara
dengan bebas kepada pasangan, sebagai media pendukung selain telepon
atau tatap muka interaksi. Menurut survei online terbaru oleh Teenage
Research Unlimited, hampir seperempat remaja dalam hubungan romantis
telah berkomunikasi dengan pacar setiap jam antara tengah malam dan 05:00
sepuluh kali atau lebih per jam sepanjang malam (Subrahmanyam & Patricia,
2008).
Dalam rangka mempelajari tujuan komunikatif pesan teks, sebuah
penelitian meminta sepuluh remaja (lima anak laki-laki dan lima perempuan)
untuk menyimpan catatan perpesanan rinci dari pesan teks yang dikirim dan
diterima mereka selama tujuh hari berturut-turut. Analisis log pesan
mengungkapkan tiga tema percakapan utama dalam hubungan, yaitu: chatting
(membahas kegiatan dan acara yang mereka lakukan, bergosip, dan pekerjaan
rumah), perencanaan (jadwal untuk bertemu), dan koordinasi komunikasi
(pembicaraan tentang keinginan untuk mengobrol). Teknologi media sosial
yang meningkat dapat melancarkan komunikasi, ini memberikan keuntungan
bagi orang-orang yang terobsesi dengan pasangan mereka dan cenderung
untuk selalu dekat satu sama lain. Bisa berhubungan dengan pasangan dari
hari ke hari, bahkan dimana pun, kapan pun kamu berada, seperti di kamar
kecil atau saat di kamar tidur (Pascoe,2013).
Komunikasi melalui media sosial menawarkan kepada kita cara yang
sangat efektif untuk memantau komunikasi kita. Umpan balik yang tidak
bersifat segera membuat pasangan dapat menyimpan pesannya, membaca
kembali untuk melihat apakah pesan yang ditulis benar-benar
mengungkapkan tujuan yang dimaksud, dan mengeditnya sebelum mengirim
kepada penerima (Klein,2014). Kelebihan berkomunikasi melalui media
sosial membuat pihak yang berpacaran dapat mengekspresikan pesan yang
dikarenakan tidak diperlukannya pembicaraan tatap muka dengan
pasangannya serta karena, sehingga tidak timbul rasa khawatir ataupun malu
dalam mengungkapkan pesan.
Setiap pasangan dalam pacaran pasti menginginkan tercipta suatu
komunikasi yang efektif pada hubungannya, baik untuk dapat memahami satu
sama lain, untuk saling bertukar pendapat, juga untuk mempertahankan
hubungan mereka. Nyatanya, dalam setiap usaha komunikasi terkadang
terjadi kesalahan diantara laki-laki dan perempuan dalam memahami dan
menanggapi maksud pesan masing-masing. Wanita bermaksud
menyampaikan A, sementara pria memahaminya B. Perbedaan cara
berkomunikasi laki-laki dan perempuan biasanya dianggap faktor yang
menjadi sebab kesalahpahaman dalam interaksi mereka (Putri,2013). Ashley
Knox, master di bidang sosial, mengatakan bahwa berkomunikasi secara
efektif mungkin memerlukan waktu. "Masing-masing pihak yang berpacaran
harus belajar tentang gaya komunikasi satu sama lain dan cara kerjanya
dengan anda sendiri atau bagaimana hal itu bertentangan dengan Anda
sendiri," catatnya. " Tidak semua pasangan akan memiliki pola komunikasi
yang sama. " (Suval,2012).
Pria dan wanita memiliki perbedaan tentang cara mereka
berkomunikasi melalui media sosial pada hubungan berpacaran. Terdapat
penelitian yang meneliti bagaimana perempuan dan laki-laki menggunakan
internet, dan pesan instan secara khusus, untuk mempertahankan hubungan
penelitian menunjukkan bahwa wanita, dibandingkan dengan pria, lebih dapat
mengungkapkan emosinya, seperti sedih, takut, cinta, kebahagiaan, dan
kemarahan. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih mungkin untuk
memberlakukan perilaku keterbukaan diri, terlibat dalam kesetiaan terhadap
pasangan mereka, dan berbagi tugas dalam upaya untuk mempertahankan
hubungan mereka. Menariknya, wanita lebih cenderung untuk menjalankan
strategi kekuasaan daripada pria. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih
mungkin untuk terlibat dalam perilaku manipulatif serta melakukan perilaku
yang terkadang menimbulkan konflik dan konfrontatif (Dan&Sommer,1997).
Salah satu teori yang mempelajari tentang komunikasi interpersonal
adalah teori komunikasi Eric Berne. Teori komunikasi Eric Berne dikenal
dengan nama Teori Analisis Transaksional. Menurut Berne, setiap orang baik
pria maupun wanita, saat berkomunikasi memiliki cara yang berbeda-beda
dalam menyampaikan atau menanggapi pesan. Hal ini dipengaruhi oleh
adanya suatu “sikap diri” pada diri setiap orang yang muncul saat seseorang
berkomunikasi. Istilah “sikap diri” atau dalam teori komunikasi Eric Berne
disebut sebagai Status Ego, yaitu suatu sistem perasaan dan kondisi pikiran
yang saling berkaitan dengan bagaimana seseorang berbicara dan bersikap
pada dunia di sekitarnya (Harris, 1969).
Eric Berne mengatakan bahwa setiap orang memiliki status ego yang
terdiri dari tiga bagian, yaitu “Parent Ego State” atau “Orangtua” (P), “Adult
Ego State” atau “Dewasa” (A), dan “Child Ego State” atau “Kanak” (C)
tertanam dalam diri seseorang, oleh karena itu pada saat berbicara dan
bersikap seseorang akan menunjukkan sikap misalnya: perasaan ingin
membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati, atau mengecam,
memerintah, dan sebagainya. Status ego “Dewasa” terbentuk pada saat
seseorang mampu berbicara dan bersikap secara objektif, rasional, logis dan
cepat tanggap terhadap segala situasi konkrit yang terjadi di sekitarnya. Status
ego “Kanak” merupakan bagian dari kepribadian setiap orang yang
terpelihara sejak usia belia yang ditunjukkan dalam bentuk keinginan untuk
dimanja dan disayangi, bereaksi spontan terhadap segala sesuatu, serta penuh
rasa ingin tahu, (Hukom, 1990).
Dalam proses komunikasi pada hubungan berpacaran, status ego
merupakan landasan dari bagaimana seseorang mengirimkan atau
menanggapi suatu pesan kepada pihak lain dalam rangka membentuk
komunikasi interpersonal yang efektif. Pada teori analisis transaksional,
komunikasi diibaratkan sebagai sebuah transaksi. Sebuah transaksi terjadi jika
dalam berkomunikasi terjadi pertukaran antara pesan yang dikirim (stimulus)
dengan pesan yang diterima (respon). Stimulus dan respon tersebut berasal
dari status ego dalam diri seseorang yang berinteraksi dengan status ego yang
ada dalam diri orang lain (Hukom,1990). Dalam berkomunikasi dapat terjadi
berbagai macam jenis transaksi, hal ini bergantung pada status ego mana yang
dimunculkan oleh masing-masing pihak dalam pacaran. Eric Berne
mengajukan tiga pola transaksi komunikasi yaitu: Transaksi komplementer,
Transaksi komplementer merupakan jenis transaksi yang mana
stimulus status ego yang dikirim oleh pengirim pesan direspon dengan status
ego yang sama oleh penerima pesan. Transaksi komplementer dapat terjadi
antara dua status ego yang sama, misalnya antar status ego dewasa, ataupun
pada dua status ego yang berbeda asalkan tetap komplementer, misalnya
status ego orang tua dan status ego Kanak. Dalam transaksi ini pihak yang
berkomunikasi memiliki kesamaan makna terhadap pesan yang dipertukarkan
sehingga komunikasi dapat saling melengkapi dan berjalan dengan lancar
(Harris,1969). Pada saat berkomunikasi dengan media, pasangan dapat
memanfaatkan salah satu kelebihan komunikasi bermedia yaitu adanya
umpan balik yang tidak segera untuk lebih memahami maksud dari isi pesan
yang dikirim sehingga dapat menghasilkan status ego yang sejajar, dan dapat
menciptakan suatu komunikasi komplementer yang efektif. Misalnya,
pasangan wanita mengatakan kepada pasangan prianya, "Sayang, aku punya
hari yang buruk hari ini." Di permukaan, ini adalah pernyataan fakta, akan
tetapi ini memberikan pasangan pria sebuah informasi. Transaksi
komplementer terjadi jika pasangan pria memahami maksud dari pihak
wanita dengan kemudian memberi respon berupa “"Oh, maafkan aku,
Sayang. Apa yang terjadi denganmu? " (Wiley,2006).
Sementara itu, transaksi silang terjadi ketika respon status ego yang
dikirim oleh penerima pesan tidak datang dari arah respon status ego yang
ingin dituju oleh pengirim pesan sehingga menghasilkan respon yang tidak
makna dalam menginterpretasikan pesan sehingga dapat menyebabkan
kesalahpahaman dalam penerimaan pesan. Selain itu, transaksi ini dapat juga
terjadi dikarenakan masing-masing pihak yang berpacaran memiliki pendapat
yang berlainan akan suatu hal dan saling tidak mengalah sehingga terjadi
pertengkaran (Blot,1992). Pada saat berkomunikasi melalui media, ada
kalanya pasangan memiliki pemikiran yang berbeda terhadap suatu hal, yang
kemudian memunculkan perbedaan bahkan perdebatan. Salah satu cara
berkomunikasi yang tidak efektif dalam hubungan pacaran meliputi
kesalahpahaman dan menyalahartikan apa yang pasangan katakan. Misalnya
ketika pihak pria mencoba untuk mengutarakan keluhannya kepada pasangan
wanitanya dengan mengirim pesan singkat melalui BBM “aku tadi tidak
senang melihat kamu berpakaian seperti itu”. Pihak wanita yang menerima
pesan tersebut merasa tersinggung dan menyimpulkan bahwa pihak pria
membenci dirinya karena menurutnya kata “tidak senang” dipahami sebagai
“benci” (Safari,2012).
Jenis transaksi yang terakhir adalah transaksi terselubung. Transaksi
terselubung merupakan suatu transaksi yang kompleks. Transaksi ini terjadi
apabila dalam proses komunikasi melibatkan lebih dari satu status ego dalam
diri seseorang, sehingga menimbulkan campuran beberapa status ego.
Misalnya, pengirim pesan berusaha menunjukkan status ego tertentu dengan
tujuan untuk menyembunyikan suatu pesan yang sebenarnya ingin direspon.
Transaksi ini terjadi biasanya karena salah satu pihak dalam pasangan merasa
mengungkapkan keinginannya (Lunandi,1987). Misalnya, adanya percakapan
pada status ego Dewasa akan tetapi sebenarnya pengirim pesan ingin
mengarahkan pada transaksi Kanak-Orangtua. Salah satu bentuk komunikasi
yang tidak efektif adalah menjadi seseorang yang tidak langsung. Jenis
transaksi ini merupakan komunikasi yang tidak langsung. Seseorang tidak
mengungkapkan apa yang sebenarnya diinginkan secara terbuka. Terkadang
seseorang ingin menyelubungi kata-kata mereka dalam misteri dan membuat
pihak lain bekerja keras untuk mengungkap maksud sebenarnya
(Wiley,2006).
Dalam hubungan berpacaran, setiap jenis transaksi ini selalu ada pada
saat pasangan yang berpacaran berkomunikasi. Akan tetapi dapat dipahami
bahwa tidak semua jenis transaksi menciptakan suatu komunikasi yang efektif
dalam komunikasi bermedia. Semua pasangan perlu belajar bagaimana
mengontrol stimulus dan respons status ego mereka sehingga pasangan dapat
menciptakan suatu komunikasi transaksional yang efektif melalui media.
Menurut Juliat T. Wood dalam bukunya “Interpersonal Communication:
Everyday Encounters” (2007), karena komunikasi yang terbentuk sifatnya
yang transaksional, maka setiap pasangan berpacaran yang terlibat dalam
sebuah percakapan berbagi tanggung jawab untuk membuat agar percakapan
diantara mereka berjalan efektif. Dengan demikian, komunikasi yang efektif
dalam sebuah percakapan bukan menjadi beban satu orang saja melainkan
menjadi tanggung jawab setiap pasangan yang terlibat dalam percakapan
komunikasi efektif dapat terjadi ketika pihak pria dan wanita dalam pasangan
mampu memahami dan menggunakan status egonya dengan tepat baik
sebagai stimulus maupun respon, sehingga menciptakan transaksi komunikasi
yang komplementer (Berne,1964).
Berdasarkan pemaparan tentang bagaimana pentingnya komunikasi
dalam berpacaran dikaitkan dengan teori komunikasi Berne mengenai status
ego dan jenis transaksi yang berhubungan dengan tercapainya komunikasi
yang efektif, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pola transaksi
komunikasi apa saja yang terjadi pada pasangan mahasiswa usia remaja akhir
yang berpacaran melalui media sosial. Selain itu, ketertarikan peneliti untuk
melakukan penelitian ini dikarenakan belum ada satupun penelitian yang
meneliti tentang teori analisis transaksional Eric Berne dalam lingkup
komunikasi pada pasangan berpacaran.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus peneliti bagaimana pola
komunikasi yang melalui media sosial pada pasangan berpacaran dalam
rangka menciptakan komunikasi yang efektif berdasarkan teori komunikasi
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pola
komunikasi melalui media sosial yang terbentuk pada pasangan berpacaran
dalam rangka menciptakan komunikasi efektif berdasarkan pola komunikasi
Berne.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat diadakannya penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi
komunikasi yang berhubungan dalam hubungan interpersonal serta teori
komunikasi baru mengenai status ego yang ada dalam diri seseorang dan
pola-pola transaksi yang mempengaruhi efektivitas komunikasi
interpersonal.
2. Manfaat Praktis
Bagi subjek penelitian atau khususnya bagi orang-orang yang
sedang berpacaran dapat menjadi referensi pribadi mengenai hubungan
pacaran yang dijalani, penggunaan media sosial termasuk kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki dalam rangka dalam menciptakan komunikasi
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pacaran
1. Pengertian Pacaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) pacar adalah
kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih. Menurut Rice&DeGenova (2005) pacaran adalah
dua orang yang saling bertemu kemudian menjalin suatu hubungan
kedekatan serta melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling
mengenal satu sama lain.
Sementara itu Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran
adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam
konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau
tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Sedangkan
pacaran menurut Reiss (Duval&Miller, 1985) adalah hubungan yang
terjalin antara laki-laki dan perempuan yang diwarnai dengan keintiman
dimana keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui
pasangan sebagai pacar, yang meliputi rasa saling memiliki satu sama lain,
saling mendengarkan satu sama lain, bebas berpendapat dan bebas untuk
melakukan apapun yang masing-masing inginkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat
antara pria dan wanita yang didasarkan pada cinta kasih dan keintiman
(saling memiliki) yang melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk
saling mengenal satu sama lain dan melihat sesuai atau tidaknya menjadi
pasangan hidup.
2. Komunikasi dalam Pacaran
Dalam proses menjalani suatu hubungan pacaran, maka tidaklah
terlepas oleh salah satu komponen pacaran yaitu komunikasi. Komunikasi
merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik
(Suranto,2011). Pada pasangan yang berpacaran, terjalin suatu komunikasi
yang disebut sebagai komunikasi interpersonal (Harjana,2003).
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang
atau lebih yang memiliki suatu hubungan tertentu. Dalam hubungan
berpacaran, komunikasi interpersonal dapat menciptakan dan
mempertahankan kedekatan hubungan antara orang yang satu dengan yang
lain. Komunikasi interpersonal mengandung elemen-elemen seperti
keterbukaan, kepercayaan, empati, juga kemampuan untuk mendengarkan
dengan baik. Jika komunikasi interpersonal tidak berjalan dengan baik
maka semakin sering komunikasi dapat membuat hubungan pacaran
tersebut menjadi renggang atau bahkan menyebabkan hubungan tersebut
berakhir (Vangelisti,2012).
Dalam pacaran, komunikasi yang baik antar pasangan berguna
untuk membina hubungan agar tetap terjaga dengan baik. Dengan adanya
cinta di antara pasangan yang sedang berpacaran. Selain itu, dengan
adanya komunikasi dapat mengurangi prasangka, mengkomunikasikan
keinginan dan harapan, memahami karakter masing-masing, sehingga
dapat menimbulkan pengertian dan kepuasan pada masing-masing pihak
(Astuti,2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Miller (Rakhmat,1991) yang
menyatakan bahwa proses komunikasi interpersonal menuntut pemahaman
hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relasional,
dimana komunikasi mempengarui perkembangan relasional dan pada
gilirannya perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi
antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Kualitas komunikasi interpersonal dalam pacaran harus dijaga
dengan baik. Gesekan-gesekan yang terjadi karena perbedaan pendapat
ataupun keegoisan salah satu pasangan bisa menjadi bumerang yang
mempengaruhi kualitas komunikasi yang terbina. Dalam menjalin
hubungan pacaran terdiri dari dua belah pihak yang berkepribadian
berbeda. Perbedaan yang ada kadang berpotensi menjadi konflik ketika
tidak dikomunikasikan dengan baik (Kurnia,2012). Dalam segi
komunikasi, pria dan wanita memiliki perbedaan tentang cara mereka
berkomunikasi pada hubungan berpacaran. Dibandingkan dengan pria,
wanita lebih dapat mengungkapkan emosinya, seperti sedih, takut, cinta,
kebahagiaan, dan kemarahan. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih
mungkin untuk memberlakukan perilaku keterbukaan diri, terlibat dalam
mempertahankan hubungan mereka. Menariknya, wanita lebih cenderung
untuk menjalankan strategi kekuasaan daripada pria. Dibandingkan dengan
pria, wanita lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku manipulatif serta
melakukan perilaku yang terkadang menimbulkan konflik dan konfrontatif
(Dan&Sommer,1997).
Komunikasi interpersonal sangat diperlukan dalam interaksi
dengan pasangan dalam rangka menciptakan suatu komunikasi yang
efektif. Komunikasi yang efektif membantu pasangan untuk lebih
memahami satu sama lain dalam rangka menyelesaikan perbedaan cara
berkomunikasi, membangun kepercayaan dan rasa hormat, serta
mengembangkan ide-ide kreatif untuk pemecahan masalah, pemberian
kasih sayang, dan berbagi kepedulian (Wiley,2006). Komunikasi dalam
pacaran dikatakan efektif apabila penerima pesan dapat menerima dan
mengerti sebuah pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim pesan
(Hardjana, 2003). Dengan kata lain bahwa pengirim dan penerima pesan
sama-sama memiliki pemahaman yang sama terhadap suatu pesan, hingga
akhirnya pesan tersebut ditindaklanjuti dengan sebuah umpan balik yang
tepat oleh penerima pesan. Pentingnya menciptakan pesan yang efektif
saat berkomunikasi dengan pasangan, yaitu dapat mengurangi
ketidakpastian pesan serta menghindari kesalahpahaman dan kesalahan
mengintepretasi, yang jika terjadi akan berdampak negatif pada hubungan
B. Komunikasi Interpersonal Sebagai Proses Transaksional
1. Komunikasi sebagai Transaksi
Teori analisis transaksional merupakan salah satu teori komunikasi
interpersonal yang mendasar. Teori ini merupakan karya besar Eric Berne
(1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Analisis
Transaksional merupakan metode untuk meningkatkan kualitas
komunikasi yang berangkat dari penerimaan dan penghargaan setiap
individu atas keputusan dan tindakannya, sehingga dapat mengamati
bagaimana manusia berkomunikasi dan bagaimana pengaruhnya terhadap
perilakunya. Teori ini memiliki prinsip dasar yaitu bahwa setiap orang
memiliki kapasitas untuk berpikir dan berkomunikasi terbuka.
Dalam teori analisis transaksional, komunikasi antar manusia
diibaratkan sebagai sebuah transaksi. Ketika seseorang berkomunikasi
dengan pihak lain, setiap orang mempunyai harapan dan keinginan yang
seringkali berbeda. Oleh karena itu, untuk mempertemukannya, biasanya
terjadi semacam proses tawar menawar untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kondisi seperti inilah yang disebut Eric Berne sebagai
transaksi. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam
suatu hubungan. Dalam suatu proses komunikasi, transaksi yang
dipertukarkan adalah pesan-pesan yang diungkapkan secara verbal
maupun non verbal. Menurut Eric Berne, analisis transaksional merupakan
metode untuk menganalisis atau menemukan pola komunikasi mana saja
komunikasi sehingga dapat menciptakan suatu komunikasi yang efektif
(Harris,1969).
2. Ego State sebagai Dasar Kepribadian Manusia
Otak manusia sejak bayi sudah mampu merekam berjuta-juta
pengalaman tentang perasaan, cara berbicara, pandangan, sikap, perilaku,
dan lain-lain. Pengalaman yang tertanam sejak bayi hingga dewasa
ini menjadi sumber-sumber dari bagaimana seseorang berbicara dan
bersikap dalam melihat suatu realitas, serta mengolah berbagai informasi
dengan dunia di sekitarnya. Hal inilah yang disebut oleh Eric Berne
sebagai Status Ego (Ego State). Model Status Ego merupakan pengertian
Analisis Transaksi yang paling dasar (Harris, 1969). Menurut Eric Berne,
Status Ego ada dan tertanam pada diri setiap orang. Berdasarkan
pengalaman Berne saat menjadi seorang terapis dan bertemu dengan
pasien-pasien konselingnya, terdapat tiga jenis status ego yang sering
muncul dari pasiennya kepada dirinya. Status Ego tersebut yaitu “Parent
Ego State” atau “Orangtua” (P), “AdultEgo State” atau “Dewasa” (A), dan
“ChildEgo State” atau “Kanak” (C) (Blot,1992).
Status Ego “Orangtua” berarti, seseorang berada dalam kondisi
memiliki pemikiran yang sama sebagai salah satu orang tua (atau
pengganti orangtua), dan merespon sebagaimana yang orangtua lakukan,
dengan postur yang sama, gerak tubuh, kosa kata, perasaan, dan lain-lain.
Sikap-sikap seperti menasihati orang lain, memberikan hiburan,
menyayangi, memanjakan dan mendorong untuk berbuat baik. Ungkapan
yang keluar, biasanya mengekspresikan tindakan, misalnya, “Tidurlah,
biar tubuhmu sehat”, atau “Yakinlah,semua akan berlalu dengan baik”.
Semua sikap ini termasuk dalam kategori Nurturing Parent (NP). Dalam
kondisi ini, seseorang cenderung mau mengerti atau memahami orang lain.
Sebaliknya ada pula sikap yang meniru perilaku orang tua, seperti suka
mengkritik, menghukum, mengontrol, berprasangka, menggurui dan
me-larang. Kata-kata yang sering digunakan misalnya, “Jangan...!”,“Tidak
boleh...”,”Seharusnya...”.Sikap-sikap ini termasuk dalam kategori Critical
Parent (CP).
Status Ego “Dewasa” merupakan bagian kepribadian yang bersifat
obyektif, memikirkan secara matang apa yang akan dikatakan, tidak
emosional, dan menyampaikan sesuatu hal secara rasional terhadap situasi
konkret yang terjadi pada waktu itu juga. Sikap seseorang yang
menunjukkan kebijaksanaan dan keadilan menunjukkan bahwa dirinya
berada dalam Status Ego “Dewasa”. Selain itu, kata-kata yang diucapkan
biasanya berupa pertanyaan ingin tahu/mendalam (5W+1H), hati-hati, dan
jelas dalam menanggapi suatu pernyataan sehingga mampu berkomunikasi
dua arah dengan baik.
Status Ego yang terakhir adalah “Kanak” yang merupakan bagian
kepribadian seseorang yang terpelihara sejak usia belia. Tindakan dari
seseorang yang sedang berada pada status ego ini didasarkan pada reaksi
tidak. Di dalam status ego anak terdapat daya cipta, kreativitas dan rasa
ingin tahu, adanya ketergantungan pada orang lain, bebas, optimis,
impulsif, ingin disayang. Selain itu, terdapat juga sikap negatif seperti
mengeluh, ngambek, suka pamer, dan bermanja diri, agresif, tidak mau
kompromi dan pesimis, pemarah, penakut atau sedih. Sikap-sikap ini
termasuk dalam kategori Natural Child (NC). Sementara itu, ada juga
bagian dari status ego Kanak yang merupakan pengalaman pada respon
perintah orangtua. Status ego ini dinamakan Adapted Child (AC). Dalam
status ego ini, seseorang memperlihatkan suatu sikap yang penurut sebagai
hasil dari perintah orang lain atau bisa saja dapat menolak perintah
tersebut dan bersikap memberontak (Blot,1992).
Dalam praktek hubungan interpersonal, ketika seseorang
berkomunikasi dengan orang lain, maka mereka dapat menggunakan salah
satu dari status egonya sebagai titik ukur, dan orang lain dapat menanggapi
pernyataan tersebut dengan menggunakan salah satu status egonya. Proses
inilah yang kemudian terjadi dengan transaksi (Harris,1969). Di bawah ini
adalah gambar status ego yang saling berhadapan dari dua orang yang
Orang 1 Orang 2
Gambar 2. Status Ego pada dua orang yang berkomunikasi
3. Pola Transaksi dalam Komunikasi Transaksional
Sebuah transaksi terjadi jika dalam berkomunikasi terjadi
pertukaran antara pesan yang dikirim dengan pesan yang diterima yang
berasal dari masing-masing status ego dalam diri seseorang. Permulaan
transaksi komunikasi dinamakan rangsangan atau stimulus transaksional,
dan tanggapannya dinamakan respon transaksional. Demikian menurut
Berne transaksi merupakan kesatuan dasar dari hubungan sosial atau
proses komunikasi (Blot,1992).
Melalui analisis komunikasi transaksional, seseorang belajar untuk
menyadari status ego mana yang sebaiknya diungkapkan sebagai suatu
stimulus atau respons sehingga komunikasi berjalan lancar secara efektif.
Hal ini dikarenakan setiap jenis transaksi yang terjadi dalam komunikasi
bergantung pada bagaimana seseorang menggunakan status egonya saat
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam berkomunikasi antara tiga Status
Ego tersebut, Berne mengajukan tiga jenis transaksi yang dapat terbentuk P
A
C
P
A
yaitu: Transaksi Komplementer, Transaksi Silang, dan Transaksi
Terselubung (Harris,1969).
a. Transaksi Komplementer
Transaksi ini merupakan transaksi yang mana sebuah stimulus
status ego yang dikirimkan mendapat respon status ego yang sama dari
penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa transaksi komplementer
memiliki sifat pengharapan. Seseorang memberikan stimulus Adult dan
mengharapkan respon Adult, dan demikian terjadi juga. Dalam transaksi
ini arah transaksi komunikasi yang terjadi bersifat sejajar, yaitu terjadi
pada komunikasi antara dua orang yang menggunakan status ego yang
sama seperti status ego Parent dengan Parent, Adult dengan Adult, atau
Child dengan Child. Selain itu, transaksi komplementer dapat juga
terjadi pada komunikasi status ego yang berbeda namun tetap bersifat
komplementer, yaitu Parent-Child, Parent-Adult, atau Adult-Child
(Hukom,1990)
stimulus
respon
Orang 1 Orang 2
Gambar 3. Transaksi Komplementer Adult-Adult P
A
C
P
A
Transaksi komplementer merupakan jenis transaksi terbaik
dalam suatu komunikasi antarpribadi karena terjadi kesamaan makna
terhadap pesan yang dipertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh
pesan yang lain baik dalam status ego yang sama maupun dalam jenis
status ego yang berbeda namun komplementer. Menurut Berne dalam
bukunya “Games People Play”, transaksi ini sehat dan merupakan
interaksi manusia normal. Berne juga menambahkan bahwa sebagai
hukum pertama komunikasi dalam analisis transaksional, dapat
dikatakan bahwa transaksi komplementer akan berjalan lancar selama
transaksi bersifat saling melengkapi, dan dapat dilanjutkan tanpa batas
(Blot,1992). Apabila transaksi terus berjalan dan menghasilkan
rangkaian transaksi komplementer, maka setiap respon yang diberikan
nantinya akan menjadi stimulus baru bagi transaksi komplementer
berikutnya.
b. Transaksi Silang
Menurut Berne, tidak semua transaksi manusia itu sehat atau
normal. Transaksi silang merupakan jenis transaksi yang terjadi pada
dua status ego yang berbeda dengan arah transaksi komunikasi saling
memotong dan tidak sejajar. Respon transaksional dari penerima pesan
datang dari status ego yang berbeda dengan status ego yang ingin
dituju oleh pengirim pesan. Contohnya, pengirim pesan bermaksud
untuk melakukan transaksi status ego Adult-Adult, akan tetapi penerima
memunculkan transaksi Child-Parent. Berdasarkan contoh tersebut,
dapat dikatakan bahwa pengirim pesan tidak mendapatkan respon
transaksional yang diharapkannya. Hal ini bisa saja terjadi karena
adanya kesalahpahaman ataupun pandangan berbeda yang terjadi dalam
memberikan makna pesan yang dipertukarkan antara pemberi stimulus
dan penerima respon (Harris,1969).
stimulus
respon
Orang 1 Orang 2
Gambar 4. Transaksi Silang Adult-Parent
Transaksi ini sering menghasilkan hasil berupa efek negatif,
yaitu terjadi komunikasi yang meleset sehingga mengakibatkan
kesenjangan dalam komunikasi dan rentan terjadi konflik. Kedua belah
pihak yang berkomunikasi menjadi segan untuk meneruskan
percakapan, atau memilih beralih ke tema pembicaraan lain, atau dapat
membuat terjadinya pertengkaran. Akan tetapi, jika salah satu pihak
yang berkomunikasi dapat memindahkan status egonya menjadi respon
yang diinginkan stimulus, maka akan tersusun kembali suatu transaksi
komplementer (Blot,1992). P
A
C C
P
c. Transaksi Terselubung
Transaksi terselubung disebut juga sebagai transaksi
tersembunyi. Hal ini dikarenakan dalam proses komunikasi melibatkan
lebih dari satu status ego, baik saat memberikan stimulus maupun
respon. Dengan kata lain, pesan yang diucapkan memiliki makna lain
yang tersembunyi dibalik pesan yang diucapkan tersebut. Oleh karena
itu, transaksi terselubung dapat dikatakan, merupakan suatu transaksi
yang kompleks (Hukom, 1990). Pesan terselubung dalam bahasa
sehari-hari sering terdengar sebagai ucapan “ada udang di balik batu”, yaitu
bisa berbentuk sindiran, pancingan, dan kepura-puraan.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa
seseorang harus peka jika ingin memahami suatu transaksi selubung,
sehingga mampu mengetahui maksud yang disembunyikan kemudian
dapat memberikan respon yang diharapkan dan komunikasi yang terjadi
dapat berjalan lancar. Berikut adalah gambar dari transaksi terselubung.
Pesan terselubung dalam gambar ditunjukkan menggunakan garis yang
terputus-putus.
stimulus
respon
T. terselubung
Orang 1 Orang 2
Gambar 5. Transaksi Terselubung (Adult - - (P-C) - Adult) P
A
C C
P
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap jenis transaksi selalu ada
pada saat seseorang berkomunikasi. Akan tetapi, tidak semua jenis
transaksi menciptakan terjadinya suatu komunikasi yang efektif.
Terciptanya suatu komunikasi yang efektif, menurut Berne berkaitan
dengan bagaimana cara seseorang dalam mengelola status egonya saat
melakukan transaksi komunikasi dengan orang lain serta dapat
berkomunikasi secara terbuka terhadap suatu pesan yang ingin
diungkapkkan.
Suatu komunikasi yang efektif terjadi ketika seseorang mampu
menentukan status egonya dengan tepat sebagai respon atas stimulus
status ego yang diberikan orang lain. Ketika salah satu pihak dalam
kegiatan komunikasi menyadari status ego manakah yang terdapat pada
orang lain yang diajak berkomunikasi, lalu dapat bersikap terbuka pada
keinginannya dengan mengkomunikasikan status ego yang tepat, maka
komunikasi akan berjalan dengan efektif dan berlangsung terus.
Penggunaan komunikasi yang efektif terjadi pada pola transaksi
komplementer, yaitu pihak-pihak yang berkomunikasi telah mampu
untuk memahami status ego orang lain dan memberikan respon status
ego yang tepat, sehingga proses komunikasi bersifat saling melengkapi
dan berjalan terus (Blot,1992). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
kemampuan seseorang dalam memahami dan menggunakan status ego
menentukan efektif atau tidaknya komunikasi yang terjadi dalam suatu
C. Media Sosial
Media merupakan salah satu komponen dari komunikasi interpersonal
yang berupa saluran atau sarana untuk memfasilitasi pihak-pihak yang
berkomunikasi melakukan komunikasi secara tidak langsung (Effendi,1986).
Dalam perkembangan teknologi zaman sekarang, tercipta suatu cara
berkomunikasi melalui media modern yang sangat membantu manusia dalam
berinteraksi. Bentuk adanya penggunaaan media komunikasi modern adalah
melalui media sosial.
Media sosial merupakan media online yang terhubung dengan
jaringan internet yang membuat penggunanya dapat melakukan komunikasi,
berbagi dan bertukar informasi dalam dunia virtual. Selain itu,Yunus (2010)
mengatakan bahwa media sosial adalah instrumen sosial dalam
berkomunikasi. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media
online yang mendukung interaksi sosial menggunakan teknologi berbasis web
yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media sosial
adalah salah satu bentuk media online modern, yang berfungsi sebagai
instrumen sosial dalam berkomunikasi yang terhubung dengan jaringan
internet dan teknologi berbasis web, yang membuat penggunanya dapat
melakukan komunikasi, berbagi, serta bertukar informasi dengan orang lain.
Salah satu contoh media sosial yang sekarang ini banyak digunakan
adalah aplikasi pesan instan. Pesan instan adalah suatu bentuk komunikasi
internet (online) yang dilakukan dengan cara mengirimkan pesan-pesan
singkat yang dengan menggunakan teks kepada pengguna lainnya yang
sedang terhubung ke jaringan yang sama (Arie, dalam Puspita 2010). Pada
umumnya, percakapan melalui pesan instan ini berupa pesan teks, namun bisa
saja berupa pesan suara atau video. Popularitas pesan instan sebagai cara
berkomunikasi terus meningkat. Ada tiga hal yang terus mendorong
popularitas pesan instan, yaitu kemudahan penggunaan, biaya yang murah,
dan banyaknya fitur. Berdasarkan survey temuan OnDevice(2013)
penggunaan layanan bertukar pesan di Indonesia kini didominasi
aplikasi instant messaging, seperti WhatsApp, BlackBerry Messenger
(BBM), atau Line. Baru kemudian disusul SMS (Short message
service), voice call, lalu e-mail.
Media sosial saat ini menjadi salah satu icon adanya teknologi
komunikasi yang semakin modern. Hal ini didukung karena adanya beberapa
kelebihan yang dirasakan ketika seseorang melakukan komunikasi bermedia.
Pesan teks ditemukan menjadi salah satu bentuk media yang paling populer
karena aksesibilitas, dan alasan utama untuk menggunakan media sosial
dengan pasangan adalah untuk mengekspresikan kasih sayang (Coney,2011).
Dengan adanya media sosial ini, hubungan pacaran tidak lagi harus menuntut
pasangannya untuk terus bertemu secara langsung (face to face) jika ingin
berkomunikasi, melainkan dapat berkomunikasi melalui pesan instan, internet
ataupun telepon seluler (Nurul,2012).
Penelitian menyebutkan bahwa remaja menggunakan pesan
khususnya sebagai pengganti tatap muka berbicara dengan pasangannya.
Remaja juga menemukan pesan instan lebih menyenangkan untuk berbicara
dengan bebas kepada pasangan, sebagai media pendukung selain telepon
atau tatap muka interaksi. Menurut survei online terbaru oleh Teenage
Research Unlimited, hampir seperempat remaja dalam hubungan romantis
telah berkomunikasi dengan pacar setiap jam antara tengah malam dan 05:00
menggunakan ponsel atau SMS. Satu dari enam berkomunikasi sepuluh kali
atau lebih per jam sepanjang malam (Subrahmanyam & Patricia,2008).
Teknologi media sosial yang meningkat dapat melancarkan komunikasi, ini
memberikan keuntungan bagi orang-orang yang terobsesi dengan pasangan
dengan pasangan dari hari ke hari, bahkan dimana pun, kapan pun kamu
berada, seperti di kamar kecil atau saat di kamar tidur (Pascoe,2013).
Komunikasi melalui media sosial menawarkan kepada kita cara yang
sangat efektif untuk memantau komunikasi kita. Umpan balik yang tidak
bersifat segera membuat pasangan dapat menyimpan pesannya, membaca
kembali untuk melihat apakah pesan yang ditulis benar-benar
mengungkapkan tujuan yang dimaksud, dan mengeditnya sebelum mengirim
kepada penerima (Klein,2014). Kelebihan berkomunikasi melalui media
sosial membuat pihak yang berpacaran dapat mengekspresikan pesan yang
ingin disampaikannya secara lebih jujur, terbuka dan lebih spontan. Hal ini
dikarenakan tidak diperlukannya pembicaraan tatap muka dengan
pasangannya serta karena, sehingga tidak timbul rasa khawatir ataupun malu
dalam mengungkapkan pesan. Semua kelebihan yang dirasakan ketika
menggunakan media sebagai alat berkomunikasi membuat seseorang dapat
mengarahkan komunikasi yang sedang terjadi menuju suatu komunikasi yang
efektif berdasarkan teori Berne.
Penggunaan media sosial selain memiliki kelebihan namun juga
memiliki beberapa kelemahan. Oleh karena pihak-pihak yang berkomunikasi
tidak dapat berkomunikasi secara langsung atau tatap muka, maka dapat
timbul beberapa hal yang dapat menghambat terjadinya komunikasi.
Hambatan yang paling dasar adalah hambatan media, yaitu hambatan yang
terjadi dalam penggunaan media itu sendiri, misalnya gangguan pada sinyal
hambatan-hambatan komunikasi yang akan terjadi dalam komunikasi
bermedia adalah, hambatan semantik, perhatian, dan prasangka. Semantik
berhubungan dengan bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat
untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan melalui suatu
kalimat dan makna kata.
Hambatan semantik merupakan hambatan yang terjadi karena
kegagalan pemaknaan terhadap suatu pesan akibat bahasa yang digunakan
sehingga menyebabkan pesan komunikasi yang ingin disampaikan menjadi
rusak. Seseorang mengucapkan kata-kata tertentu kepada lawan bicaranya,
akan tetapi kata-kata tersebut dipahami dengan cara berbeda oleh lawan
bicara. Hal ini biasanya dipengaruhi karena adanya pemberian informasi yang
berlebihan atau terlalu sedikit, serta adanya distorsi persepsi sehingga
membuat terjadinya perbedaan makna yang ditangkap antara pengirim dan
penerima pesan. Misalnya ketika seorang pria mengatakan kepada
pasangannya “Aku tadi tidak senang melihat kamu berpakaian seperti itu”.
Pasangan menjadi tersinggung dan sakit hati, karena ia menyimpulkan bahwa
pasangan prianya membenci dirinya. Dalam komunikasi ini, kata “tidak
senang” telah dipahami sebagai “benci”. Padahal “tidak senang” itu tidak
sama dengan “benci”. Inilah yang menjadi salah satu contoh problem
semantik dalam komunikasi, yaitu bahwa kata-kata dan kalimat itu bisa
dimaknai dengan cara berbeda oleh pasangan. Untuk menghindari hambatan
semacam ini, seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat dan
mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap
kata-kata yang digunakannya.
Hambatan yang kedua adalah hambatan kepentingan. Saat
berkomunikasi dengan media, seseorang tidak harus fokus terhadap orang
yang diajaknya berkomunikasi karena percakapan dapat dibarengi dengan
melakukan aktivitas lain. Hal inilah yang kemudian dapat menimbulkan
hambatan kepentingan. Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam
menanggapi atau memperhatikan pesan. Terkadang seseorang hanya akan
memperhatikan stimulus yang ada hubungannya dengan kepentingannya atau
sesuatu yang membuatnya tertarik tanpa memperhatikan stimulus atau pesan
sebelumnya yang dikirimkan. Hal ini dapat membuat orang yang memberikan
stimulus merasa kurang dihargai saat berkomunikasi, serta dapat
menimbulkan kesalahpahaman dalam memberikan respon sehingga
komunikasi menjadi tidak lancar. Misalnya, pihak wanita sedang curhat di
saat pihak pria sedang berkumpul bersama teman-teman dekatnya. Oleh
karena sedang asik mengobrol, pasangan pria hanya menanggapi curhatan
pasangannya dengan singkat dan langsung memberikan solusi. Pasangan
wanita pun merasa bahwa pasangannya tidak menghargai sewaktu dia bicara
dan memarahi pasangannya.
Selanjutnya, hambatan prasangka. Prasangka merupakan hambatan
berat bagi suatu kegiatan komunikasi bermedia. Prasangka merupakan
pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
Prasangka yang didasarkan kepada emosi adalah suatu pendapat atau
anggapan terhadap sesuatu yang tidak berdasarkan nalar atau rasio. Hambatan
prasangka biasanya sering muncul ketika pasangan sedang mengalami konflik
dalam hubungan dan penyelesaian masalah harus melalui komunikasi
bermedia. Oleh karena sifat komunikasi yang tidak face to face, membuat
seseorang tidak dapat melihat gestur dari lawan bicaranya sehingga
mempengaruhi terjadinya proses komunikasi. Hal ini dapat membuat adanya
sikap kecurigaan, ketidakpercayaan, serta adanya sikap untuk terus menilai
negatif perkataan pasangannya yang dapat membuat suatu komunikasi
menjadi tidak efektif. Hambatan ini dapat diatasi antara lain dengan
menciptakan suasana yang lebih terbuka dan penuh kekeluargaan
(Onong,2000).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
media sosial merupakan salah satu teknologi komunikasi modern saat ini.
Penggunaan media sosial sebagai bentuk komunikasi tidak langsung
memberikan beberapa kontribusi, baik berupa kelebihan maupun kelemahan
yang berkaitan dengan terjadinya suatu komunikasi yang efektif.
D. Pola Komunikasi Menurut Berne Dalam Berpacaran Melalui Media
Sosial
Pacaran adalah hubungan kedekatan yang terjalin antara pria dan
wanita yang didasarkan pada cinta kasih dan rasa saling memiliki yang
melakukan aktivitas bersama dengan tujuan untuk saling mengenal satu sama