• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik Pendidikan Era Reformas

Dalam dokumen Buku Pol. Pend. 3 Rezim (Halaman 127-132)

DINAMIKA POLITIK PENDIDIKAN TIGA REZIM

C. Politik Pendidikan Era Reformas

Pada era Habibie dilakukan pencabutan P-4 sebagai upaya menghindari indoktrinasi pengamalan Pancasila. Pencabutan P-4 sebagai substansi kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan sebuah berkah, karena membebaskan beban ideologis-indoktrinatif dalam pembentukan warga negara yang baik. Dengan demikian, kajian PPKn harus dikembalikan kepada nilai-nilai dasar Pancasila yang awal sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Di bagian lain, P-4 sebagai sebuah produk politik untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila semestinya dipahami sebagai sebuah instrumen belaka. Ketika instrumen P-4 dianggap tidak memadai lagi, kemudian dicabut, maka seharusnya pencabutan Tap MPR tentang P-4 tidak dipahami sebagai mencabut Pancasila itu sendiri dari dasar negara Indonesia (Samsuri, 2010: 15).

Langkah politik dalam reformasi pendidikan yang menonjol juga diperankan oleh MPR sebagai lembaga tertinggi pada tahun 2002 ialah amandemen terhadap Pasal 31

UUD 1945. Pada proses amandemen keempat terhadap UUD 1945, pembahasan dimulai pada tingkat rapat Badan Pekerja MPR, rapat Panitia Ad Hoc II (yang antara lain mengkaji amandemen Pasal 31 UUD 1945) hingga rapat paripurna Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, ada argumentasi dan rasionalisasi terhadap perlunya perubahan Pasal 31 UUD 1945 sebagai landasan politik pendidikan di Indonesia. Dalam pembahasan- pembahasan secara langsung maupun tidak langsung terhadap rencana perubahan Pasal 31 UUD 1945, fraksi-fraksi di MPR selalu akan mengkaitkan dengan Pasal 32 UUD 1945 tentang kebudayaan (Samsuri, 2010: 15).

Menurut Amien Rais, perubahan keempat UUD 1945 yang menetapkan sistem pendidikan nasional dengan tujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sangatlah sesuai dengan jati diri sebagai bangsa yang religius. Artinya menurut Amien Rais, bangsa Indonesia menghendaki pendidikan tidak hanya mempunyai sisi material belaka tetapi lebih dari itu pendidikan mengandung napas keagamaan dan nilai spiritual. Namun hal penting lainnya dari amandemen Pasal 31 UUD 1945 tersebut ialah keharusan jumlah anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah. Menurut Amien Rais, ketentuan itu diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia (Risalah Rapat Paripurna ke-7 Sidang Tahunan MPR 11 Agustus 2002). Beberapa langkah strategis yang terkait reformasi pendidikan juga telah dilakukan, langkah-langkah strategis itu antara lain:

1. Paradigma Baru Pendidikan

Untuk meraih peluang sekaligus menghadapi tantangan di era global, pendidikan di Indonesia pada era Reformasi memerlukan paradigma baru yang cocok dan sesuai dengan tuntutan, perubahan, dan perkembangan zaman. Menurut Tilaar paradigma baru politik pendidikan pada era Reformasi harus mengacu hal-hal berikut ini: pertama, pendidikan ditujukan untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis. Kedua, untuk mencapai masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis. Ketiga, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan tingkah laku yang dapat menjawab tantangan internal sekaligus tantangan global. Keempat, pendidikan harus mampu mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu serta demokratis. Kelima, di dalam menghadapi kehidupan global

yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu mengarahkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama. Keenam, pendidikan harus mampu mengembangkan kebinekaan menuju pada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebinekaan masyarakat. Ketujuh, pendidikan harus mampu meng-Indonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi insan Indonesia (Sam M. Chan, 2005: 114).

Pengalaman masa lalu telah mengajarkan kepada kita bahwa, politik pendidikan Orde Lama dan Orde Baru, menjadikan pendidikan sebagai sarana indoktrinasi untuk menciptakan keuntungan bagi kekuasaan rezim yang sedang berkuasa. Pendidikan diarahkan untuk menciptakan ketaatan warganegara terhadap negara. Ketika muncul tokoh-tokoh kritis dan vokal justru harus berhadapan dengan penguasa yang anti kritik. Tak jarang beberapa aktivis dan politisi kritis menjadi sasaran pencekalan, dipenjara, bahkan dibunuh dengan alasan demi menjaga kemananan dan stabilitas nasional. Rezim yang berkuasa sering menyamakan antara kepentingan penguasa dengan kepentingan negara.

Jatuhnya Soeharto dari kekuasaan pada Mei 1998, berikut dengan krisis moneter, ekonomi dan politik, telah mendorong reformasi bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi, namun juga dalam bidang pendidikan. Reformasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya merupakan reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan. Reformasi, reposisi, dan rekonstruksi pendidikan jelas harus melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nasional (Azyumardi Azra, 2006: xiii).

2. Peran Negara dalam Pendidikan

Era reformasi ditandai adanya perubahan kebijakan pendidikan sentralistik ke desentralistik yang ditandai dengan perubahan peran negara dalam pendidikan. Sebagaimana diuraikan H.A.R. Tilaar tentang perubahan peran negara dalam pendidikan, sebagai berikut:

Tabel 6

Perubahan Peran Negara dalam Pendidikan

Peran Masa Lalu Sekarang dan Masa Depan

Pemerataan Pendidikan

Berorientasi target Berorientasi kualitas

Kualitas Dicapai melalui evaluasi dan standarisasi semu melalui ujian terpusat dan kurikulum baku yang bersifat nasional

Sebagai prioritas utama yang sesuai dengan kebutuhan daerah

Proses Tidak dipentingkan, yang penting ialah tercapainya target kuantitatif

Sangat penting karena yang dipentingkan ialah perubahan tingkah laku dan “outcome” pendidikan

Metode

Indoktrinasi Dialogis

Manajemen Negara dan birokrasinya memegang peranan sentral

Manajemen berpusat pada institusi sekolah

Pelaksanaan pendidikan

Pemerintah sebagai pelaku utama Pemerintah sebagai partner yang cukup menetapkan arah

Perubahan sosial Terarah dan opresif Demokratis dan grass-root Perkembangan

demokrasi

Menentukan bingkai kehidupan berdemokrasi terbatas pada prosedur

Mengembangkan perubahan tingkah laku demokratis secara substantive

Perkembangan sosial- ekonomi masyarakat setempat

Tidak menjadi bahan pertimbangan penyusunan kurikulum

Dijadikan salah satu komponen pokok penyusunan kurikulum

Perkembangan nilai- nilai moral dan agama

Ditentukan oleh pemerintah pusat Berakar dari budaya dan agama setempat

Nasionalisme Pemaksaan dari atas dan bersifat formalistis. Mengabaikan identitas daerah

Pendekatan multicultural

Pendanaan Dana dijadikan alat bagi pelestarian kekuasaan pemerintah

Pemerintah pusat menanggung sebagian dana pendidikan dalam rangka pemerataan, kualitas, dan pemersatu nasional

Pelaksanaan wajib belajar

9-12 tahun

Ditentukan secara terpusat oleh pemerintah pusat

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Pelaksanaannya secara bertahap sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi daerah

Sumber: Tilaar, H.A.R. (2003: 268). Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang: Penerbit Indonesia Tera.

Pada era Reformasi ini model peningkatan mutu pendidikan juga mengalami pergeseran. Pada era sebelumnya cenderung patuh pada kebijakan serta resep yang diberikan oleh Bank Dunia, dan Unesco. Pada era Reformasi sekarang ini sudah mulai menerapkan prinsip demokratisasi yang mengembalikan hak-hak, wewenang, dan tanggung jawab ke tangan guru sebagai pengelola utama proses pendidikan.

Tabel 7

Model Peningkatan Mutu Pendidikan

Model Diskripsi

Unesco Mendorong peningkatan mutu sekolah di banyak negara, khususnya negara- negara berkembang. Setiap tahun Unesco Kantor Asia dan Pasific secara bergantian menyelenggarakan seminar inovasi yang difokuskan pada peningkatan mutu sekolah. Resep yang ditawarkan antara lain: (1) Sekolah siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset menanggalkan problem solving yang menekankan pada masa lalu, berubah menuju change anticipating yang berorientasi pada haw can we do things differently; (2) Pilar kualitas sekolah: learning how to learn, learning to do, learning to be, learning to live together; (3) Menetapkan standar dengan indikator yang jelas; (4) Memperbaiki kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masyarakat; (5) Meningkatkan ICT dalam proses pembelajaran dan pengelolaan. (6) Menekankan pengembangan sistem peningkatan profesional guru; (7) Pengembangan kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu; (8) Meningkatkan partisipasi orang tua; (9) melaksanakan Quality Assurance.

Bank Dunia Fokus pada pendekatan fungsi produksi, yang menekankan pada fungsi dari input, baik raw input maupun instrumental input (peningkatan kualitas guru). Resep yang disiapkan: (1) Peningkatan mutu harus dilakukan dengan peningkatan kualitas input; (2) Peningkatan kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas guru dan keberadaan teknologi informasi dan komunikasi modern dalam pembelajaran; (3) Kurikulum dipersiapkan dan distandarisasi; (4) Reformasi manajemen dan peningkatan kualitas sekolah.

Orde Baru Cenderung patuh pada kebijakan Bank Dunia. Resep yang dilakukan adalah: (1) Merombak kurikulum IKIP yang menekankan pada materi pembelajaran dan mengurangi materi bidang studi; (2) Meningkatkan kualitas guru lewat proyek peningkatan mutu dan model pelatihan guru yang sangat terencana mulai dari teori, praktik, sampai on the job training di sekolah-sekolah untuk profesional; (3) Menekankan ketersediaan fasilitas: gedung, laboratorium, dan buku-buku teks.

Era Reformasi Prinsip demokratisasi yang mengembalikan hak-hak, wewenang, dan tanggung jawab ke tangan guru sebagai pengelola utama proses pendidikan. Resep: (1) Menetapkan metode MPMBS, yang kemudian menjadi MBS; (2) Mengemangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang selanjutnya berkembang menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); (3) Deklarasi Mendiknas tidak ada lagi perbedaan sekolah negeri dan sekolah swasta, kecuali menyangkut gaji pokok; (4) Mengembangkan manajemen sekolah dan mengembangkan kultur sekolah; (5) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mencerdaskan; (6) Pengelolaan dan pengadaan buku yang murah dan merata.

Sumber: disarikan dari Zamroni (2009). Model mutu pendidikan: Profesionalitas terpadu. (Prosiding seminar nasional: Paradigma mutu pendidikan di Indonesia, Lembaga Penelitian UNY).

BAB VIII

DINAMIKA KURIKULUM TIGA REZIM

Dalam dokumen Buku Pol. Pend. 3 Rezim (Halaman 127-132)