• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Wilayah KPH

Dalam dokumen NOMOR : LP. 115/BPKH VI-3/2015 TAHUN 2015 (Halaman 51-77)

Analisis data iklim kawasan KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado meliputi suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari selama lima tahun, menunjukkan bahwa sebagian wilayah merupakan tipe hujan yang digolongkan ke dalam bulan basah dimana rata-rata curah hujan bulanan >200 mm/bln. Kisaran curah hujan bulanan berkisar antara 70-455 mm/bulan. Berdasarkan keadaan curah hujan demikian maka sebagian wilayah termasuk tipe iklim A (hutan hujan tropis) dengan curah hujan bulanan >200 mm/bulan. Beberapa kecamatan yang masuk dalam tipe iklim ini adalah kecamatan Airmadidi, Dimembe dan sebagian wilayah

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 33 Kecamatan Kauditan. Tetapi bila dikaji berdasarkan keadaan suhu dan curah hujan bulanan pada beberapa kecamatan, maka Kecamatan Likupang Timur dan Barat, Kalawat dan sebagian Kauditan termasuk tipe iklim B dimana curah hujan berada antara 100-200 mm/bln. Kecamatan Kema digolongkan tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata bulanan < 100 mm/bln. Suhu udara rata-rata bulanan adalah 26,4oC, dengan kisaran suhu terendah adalah 25,5oC dan suhu tertinggi adalah 27,5oC Beberapa unsur iklim bulanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Beberapa Unsur Iklim Rerata Bulanan Kabupaten Minahasa Utara

No. Bulan Suhu

Udara Kelembaban Nisbi Radiasi Surya Curah Hujan Hujan Hari

(oC) (%) (mJ/m2/hr) (mm/bln) (hari) 1 Januari 25,5 89 12 375 25 2 Februari 25,8 88 14 345 23 3 Maret 25,7 89 13 455 25 4 April 26,1 88 14 304 23 5 Mei 26,8 86 14 263 23 6 Juni 26,9 81 14 194 15 7 Juli 26,9 78 14 116 18 8 Agustus 27,5 73 16 70 11 9 September 27,0 76 17 98 13 10 Oktober 26,8 84 15 175 17 11 November 26,0 87 13 415 23 12 Desember 25,8 89 13 435 23 Rerata 26,4 84 14 270,4

Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah Minahasa Utara tahun 2014

Hasil publikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi I (BWSS -1) berdasarkan data curah hujan stasiun Stasiun Kaleosan dapat mewakili wilayah bagian tengah KPHL. Berdasarkan data curah hujan tahunan pada stasiun tersebut selang waktu tahun 2003 -2012, diperoleh curah hujan tertinggi sebesar 2094 mm terjadi pada tahun

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 34 2012 dan terendah pada tahun 2009 sebesar 724.9 mm dengan nilai rata-rata per tahun sebesar 1234.94 mm. Pola curah hujan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola cura hujan di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado data curah hujan stasiun Kaleosan

Radiasi surya merupakan salah satu unsur iklim sekaligus pengendali iklim, yang berperan dalam mengendalikan berbagai unsur iklim serta merupakan sumber energi utama bagi mahluk hidup. Intensitas radiasi surya potensial umumnya relatif kecil. Lamanya penyinaran dan intensitas radiasi surya aktual di permukaan bumi cenderung berkorelasi negatif dengan curah hujan. Rerata curah hujan bulanan Kabupaten Minahasa Utara sebesar 270,4 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret sebesar 455 mm/bln, sedangkan rerata curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 70 mm/bulan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa rerata curah hujan bulanan > 200 mm digolongkan ke dalam bulan basah 7

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 35 bulan. Ini berarti Kabupaten Minahasa Utara ditinjau dari segi ketersediaan air merupakan daerah potensial untuk pengembangan pertanian.

Hasil analisis data iklim Kabupaten Minahasa Utara menunjukan bahwa rerata intensitas penyinaran surya 14 mJ/m2/hr, dengan kisaran intesitas radiasi surya berkisar antara 12-17 mJ/m2/hr. Intensitas penyinaran radiasi surya terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan September.

Penentuan zona agroekologi suatu wilayah dibedakan menjadi dua kelompok yaitu suhu tinggi (isohipertermik) dan suhu sejuk (isotermik). Suhu tinggi adalah perbedaan suhu rata-rata tertinggi dan terendah harian > 15oC, sedangkan suhu sejuk apabila perbedaan suhu udara rata-rata tertinggi < 15oC. Pelaksanaan pembagian suhu suatu wilayah diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan pendekatan sebagai berikut: suhu tinggi terdapat pada wilayah dengan ketinggian  750 m dpl (di atas permukaan laut); suhu sejuk terdapat pada wilayah dengan ketinggian  750-2000 m dpl (Salim dkk., 2000).

Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka makin rendah suhunya. Laju penurunan suhu karena meningkatnya elevasi suhu disebut lapse rate atau laju suhu lepse. Di atmosfer, suhu bervariasi dari suatu tempat ke tempat lainnya dan dari waktu ke waktu, tetapi reratanya berkisar antara 60C setiap naik 1 km atau 0,6 setiap naik 100 meter (Bayong, 2004). Pada penelitian ini untuk menentukan kisaran suhu berdasarkan ketinggian tempat dalam penentuan zona agroekologi Kabupaten Minahasa Utara digunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Bayong (2004) dengan menggunakan asumsi bahwa setiap kenaikan 100 meter terdapat penurunan suhu udara sebesar 0,6oC seperti terlihat pada Tabel 12.

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 36 Tabel 12. Rerata Suhu Udara Bulanan (oC) Berdasarkan

Ketinggian Tempat (m dpl)

No. Ketinggian Tempat

(meter dpl) Suhu Udara (oC) 1. 0 26,3 2. 200 25,1 3. 400 23,9 4. 750 21,7 5. 1000 20,2 6. 1500 17,2 7. 1990 14,2

Sumber : Stasiun Klimatologi Kayuwatu, 2005-2010

Berdasarkan Tabel 12 tersebut, terlihat bahwa terdapat penurunan suhu udara bulanan berdasarkan ketinggian tempat. Kabupaten Minahasa Utara memiliki variasi ketinggian tempat berkisar antara 0-1990 m dpl, dengan suhu udara bulanan berdasarkan ketinggian tempat berkisar antara 14,2oC – 26,3oC.

Dengan mengacu pada kriteria yang dikemukakan oleh Salim dkk (2000), maka suhu udara rerata bulanan wilayah Kabupaten Minahasa Utara digolongkan suhu tinggi (dataran rendah) pada ketinggian ≤ 750 m dpl dengan rerata suhu berkisar antara 23,9oC – 26,3oC. Wilayah dengan kategori suhu tinggi meliputi seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Minahasa Utara. Sedangkan wilayah dengan suhu udara sedang (dataran tinggi) berada pada ketinggian tempat ≥ 750-1990 m dpl, dengan kisaran suhu rerata bulanan yaitu 14,2oC – 21,7oC.

Parameter iklim lain yang penting khususnya dalam perencanaan rehabilitasi lahan adalah evapotranspirasi yang menggambarkan proses hilangnya air dari permukaan/vegetasi. Tingkat evapotranspirasi di wilayah KPHL Unit VI tergolong

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 37 cukup tinggi dengan rata-rata tahunan 4,2 mm/hari dan hampir konstan sepanjang tahun. Evapotranspirasi maksimum terjadi pada bulan Juli - September sebesar 4,6 - 5,0 mm/hari dan nilai minimum pada bulan Desember dan Januari yang mencapai 3,9 mm/hari. Evapotranspirasi tahunan berkisar 1277 -1630 mm/tahun.

Tabel 13. Evapotranspirasi Potensial di Wilayah KPHL Unit VI

Bulan Stasiun Airmadidi Stasiun Wasian Stasiun Danowudu Stasiun Pandu mm/hari Januari 2.3 3.9 4.5 4.0 Februari 3.0 4.1 4.5 4.2 Maret 3.5 4.3 4.7 4.3 April 4.0 4.4 4.6 4.4 Mei 3.9 4.3 4.4 4.1 Juni 3.8 4.1 4.2 3.9 Juli 4.2 4.6 4.3 4.2 Agustus 4.7 5.0 4.5 4.4 September 4.3 4.9 4.6 4.6 Oktober 3.4 4.4 4.6 4.3 November 2.6 4.0 4.4 4.1 Desember 2.0 3.9 4.3 3.9 Rata-rata 3.5 4.3 4.5 4.2 ET Tahunan 1277.5 1576.8 1630.3 1534.1 2. Hidrologi DAS

Sesuai pembagian wilayah pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sebagian besar wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado berada pada satuan wilayah pengelolaan (SWP) DAS Likupang dan sebagian kecil berada pada 4 wilayah SWP DAS yakni P. Lembeh, P. Talise, Tondano dan Ratahan Pante. Selanjutnya berdasarkan klasifikasi DAS tahun 2014 didapatkan bahwa di wilayah SWP DAS Likupang terdapat sebanyak 66 sungai yang membentuk DAS.

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 38 Perilaku hidrologi wilayah dideskripsikan berdasarkan perilaku sungai utama. Hasil deskripsi perilaku hidrologi DAS berdasarkan data pengukuran yang dipublikasi oleh Bagian proyek pengelolaan sumberdaya air Sulawesi Utara yang disajikan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Terpadu SWP DAS Likupang tahun 2011 diuraikan sebagai berikut :

1). Sungai Talawaan.

Sesuai kategori keragaan DAS menurut indikator koefisien regim sungai (KRA) kuantitas dan distribusi air sungai Talawaan masing tergolong kategori baik. Hal ini disebabkan karena wilayah DAS ini memiliki lereng landai hingga curam. Hulu sungai masih tergolong berhutan cukup luas yaitu HL. Gn. Klabat dan Gn. Tumpa. Tanah berpasir serta adanya persawahan dan kolam-kolam ikan yang ada di wilayah tengah DAS yang turut membantu proses infiltrasi dan mengurangi run-off. Gambaran fluktuasi debit sungai sesuai data debit tahun 2002 sampai tahun 2008 disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Talawaan

2002 2003 2005 2006 2008 Mean 1.177 1.233 1.346 3.590 2.078 Max 8.82 6.859 6.932 12.305 8.075 Min 0.454 0.705 0.720 0.938 0.749 KRS 19.42 7.29 9.62 13.11 10.78 de bi t m 3 /de t

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 39 2). Sungai Pororosen

Sungai Pororoses terletak di sub DAS Girian Hulu dengan kawasan hutan daerah hulu adalah di CA. Gn. Duasudara dan HL Gn Klabat. Kondisi tutupan lahan bagian hulu masih tergolong baik namun pada bagian tengah mulai terganggu. Hal ini terlihat dari nilai KRS pada Tahun 2002, 2003 dan 2004 mendekati nilai > 50 sesuai kategori tergolong sedang. Kondisi ini memberi indikasi bahwa perlu ada upaya pengendalian kerusakan hutan akibat penebangan liar serta perlu upaya sipil teknis untuk meningkatkan infiltrasi air hujan.

Gambar 3. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Pororosen 3). Sungai Likupang

Kondisi hidrologi Sungai Likupang juga tergolong pada kategori Buruk dengan nilai KRS tahun 2007 dan tahun 2008 mencapai > 120 sebagaimana tertera pada Gambar 4. Hal ini disebabkan karena wilayah tangkapan air sungai ini relatif tidak berhutan lagi. Sebagian besar berupa tanaman kelapa dan cengkeh serta tegalan.

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Mean 8.517 8.207 2.476 2.879 3.590 3.080 2.606 Max 120.30 85.449 8.682 11.148 12.305 27.284 14.490 Min 1.973 1.858 0.185 0.717 0.938 1.048 0.741 KRS 60.9736442 45.9897739546.9297297315.5481171513.1183368926.0343511519.55465587 de bi t (m 3 /de t)

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 40 Gambar 4. Kondisi Hidrologi (Kuantitas dan Distribusi) Sungai Likupang

3. Sarana Irigasi, potensi Air tanah dan lokasi mata air

Sesuai data pola pengelolaan sumberdaya air wilayah Sungai Tondano-Likupang tahun 2009 yang dipublikasi Balai Wilayah Sungai Sulawesi I pengembangan daerah irigasi di sekitar wilayah KPHL Unit VI tersebar di beberapa wilayah sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Daerah irigasi tersebut dapat dikembangkan karena adanya potensi air, baik air permukaan dalam bentuk aliran sungai dan mata air maupun potensi simpanan air tanah sebagai salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan dari fungsi hidrologi kawasan hutan.

Wilayah sekitar kawasan KPHL Unit VI merupakan wilayah dengan sumber air permukaan yang cukup melimpah. Sumber air permukaan yang dimanfaatkan menunjang produksi perikanan air tawar terdapat di Kecamatan Talawaan dan Kecamatan Armadidi. Hasil pengamatan di wilayah desa Tatelu dan sekitarnya dijumpai puluhan mata air di wilayah studi, namun hanya 3 mata air berdebit besar yang digunakan langsung untuk sumber air bersih, pengairan untuk Balai Benih Air

2006 2007 2008 Mean 1.833 3.143 3.798 Max 18.116 154.933 58.401 Min 0.212 0.528 0.391 KRS 85.45283019 293.4337121 149.3631714 D e bi t m 3 /de t. )

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 41 Tawar (BAT) Tatelu dan irigasi kolam ikan yaitu mata air Kendem atas ( debit 0.066 m3/det), mata air warat (0.132 m3/det) , dan mata air Klutai (debit 0.567 m3/det).

Potensi sumberdaya air yang melimpah membuat daerah ini sebagai sentra pengembangan budidaya air tawar di Sulawesi Utara. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Departemen Pertambangan (1985) menggolongkan potensi air tanah wilayah studi dalam kelompok Aquifer Matungkas-Maumbi-Airmadidi. Menurut peta potensi air tanah yang dikeluarkan oleh sub Dinas Pengairan PU –P3SU, SNC Lavalin Int., CIDA (1998) wilayah DAS Tondano memiliki potensi air tanah tinggi (>10 liter/detik) terletak di hilir DAS Tondano. Jasa lingkungan sumberdaya air tersebut telah dimanfaatkan dalam bentuk industri air mineral, PDAM Minahasa Utara dan Bitung dan sumber air minum bagi desa-desa sekitar kawasan hutan.

Tabel 14. Lokasi dan Luas Daerah Irigasi di Sekitar Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado

No. Nama Daerah Irigasi Baku Luas D.I (ha) Potensial

1 Palaes Werot 85 28 2 Apela wongis 181 116 3 Paniki Kolongan 135 135 4 Paniki buha 396 44 5 Likupang oki 246 0 6 Talawaan Atas 617 480 7 Talawaan Meras 950 879 8 Sukomeras 35 35 9 Sesudaan 120 120 10 Kemamalentang 107 100 11 Kinapian batu 44 22

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 42 4. Kondisi tanah.

a. Jenis tanah

masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

1. Dystropepts adalah tanah ordo Inceptisolls subordo tropepts dan great

group Dystropepts. Perbedaan dengan Eutropepts adalah kejenuhan Basa (NH4OAc) pada kedalaman 25-100 cm dari permukaan tanah besarnya < 50%.

2. Dystrandepts adalah Andepts yang terbentuk pada iklim lembab. Kata

Dystr dari Yunani berarti infertile atau tidak subur. Andepts merupakan

Satuan Peta Tanah ini merupakan asosiasi dari tiga great group tanah yang Departemen of Agriculture tahun 1975, jenis tanah pada wilayah KPHL Unit VI Kabupaten Minahasa Utara-Bitung- Manado, terlihat bahwa jenis tanah yang dominan Dystropepts. Selanjutnya versi lembaga Penelitian Tanah Bogor jenis yang dominan latosol. Deskripsi tanah di wilayah studi secara rinci disajikan pada Tabel 15.

Hasil pemetaan jenis tanah menurut klasifikasi tanah United States

Tabel 15. Jenis Tanah pada Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara Bitung-Manado

No Jenis Tanah (USDA) Luas (ha) Persentase% No

Jenis Tanah Puslit tanah

Bogor

Luas (ha) Persentase%

1 Dystropepts 17.549,94 64,76 1 Aluvialhidromorf 2.309,46 8,52

2 Eutropepts 10,46 0,04 2 Glei Humus 64,51 0,24

3 Humitropepts 5.242,38 19,34 3 Latosol 23.561,28 86,94 4 Sulfaquents 2.309,46 8,52 4 Podsol 13,28 0,05 5 Tropaquepts 64,51 0,24 5 Podsolik 1.151,99 4,25 6 Tropopsamments 13,28 0,05 - - - -7 Tropudults 1.151,99 4,25 - - - -8 Ustropepts 758,50 2,80 - - - -Jumlah 27.100,5227.100,52 100,00 - - 27.100,52 100,00

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 43 subordo dari Inceptisol. Andepts memiliki kandungan abu volkan yang tinggi dan memiliki kelembaban tanah yang kurang.

3. Humitropepts merupakan greatgroup dari suborde Tropepts dan orde

Inceptisols. Humitropepts adalah tropepts yang memiliki kandungan humus yang tinggi dan berkisar pada daerah yang memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi. Tergolong tropepts karena mempunyai resin temperatur isohipertermik.

b. Kesuburan tanah

Hasil penelusuran laporan penelitian tentang kesuburan tanah di wilayah KPHL Unit VI dan sekitarnya menunjukan bahwa sifat kimia tanah yang memiliki kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan status berkesuburan secara potensial tergolong kategori sedang. Sebagai gambaran bahwa jika KB (PH 70) ≥ 80% tanah tergolong sangat subur, KB 50-80% kesuburan sedang dan ≤ 50% tidak subur. Secara rinci kondisi kesuburan tanah pada beberapa lokasi di wilayah Minahasa Utara disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Kejemukan Basa Tanah Inceptisols di Minahasa Utara.

No Wilayah Subgroup Tanah KB (%) Klasifikasi

1 Pandu-Wori Typic Eutropepts 64.83 Tinggi

2 Kima Atas -Dimembe Typic Eutropepts 62.02 Tinggi

3 Talawaan-Dimembe Typic Eutropepts 60.96 Tinggi

4 Lumpias-Dimembe Typic Eutropepts 56.12 Tinggi

5 Tatelu-Dimembe Typic Eutropepts 66.64 Tinggi

6 Tatelu-Dimembe Typic Eutropepts 50.38 Sedang

7 Pandu-Wori Fluventic Hutropepts 76.14 Sangat tinggi

8 Kima Atas-Dimembe Fluventic Hutropepts 63.72 Tinggi

9 Pandu-Wori Fluventic Hutropepts 68.14 Tinggi

10 Pinenek-Likupang Fluventic Hutropepts 54.56 Tinggi

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 44 Kerusakan lahan akibat sistem pertanian dan aktifitas penambangan dijumpai disekitar KPHL Unit VI diantaranya di wilayah kecamatan Dimembe khususnya desa Klabat. Hasil analisis kesuburan tanah berdasarkan kondisi unsur Nitrogen (N), Phospor (P) , C organic dan Kalium (K) terkonfirmasi bahwa kondisi kesuburan tanah lahan pertanian beberapa desa disekitar KPHL telah mengalami degradasi. Semua unsur hara makro yang dianalisis tergolong pada kategori rendah hingga sangat rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 17 dan Tabel 18.

Tabel 17. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur Hara Pospor dan Nitrogen di Areal Sekitar KPHL Unit VI ( Perkebunan Kecamatan Dimembe). No Kode sampel N tanah (metode Kjedahl) P2O5 tersedia (ekstraksi Bray 1)

% Kriteria ppm Kriteria

1 Warukapas Hulu 0.10 Sangat rendah 7.27 Sangat rendah 2 Warukapas

Tengah 0.12 Rendah 9.30 sda

3 BBI 0.06 Sangat Rendah 6.69 sda

4 Klabat 0.13 rendah 7.27 sda

5 Pinili 0.13 sda 7.86 sda

Sumber : Rencana Induk Pembangunan areal MDM Sub DAS Talawaan 2013

Tabel 18. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Unsur C Organik dan Kalium di Sekitar Areal KPHL Unit VI (Lahan Pertanian Kecamatan

Dimembe)

No Kode sampel C organik (metode Walkey and

Black) K2Otersedia (ekstraksi

Bray 1)

% Kriteria ppm Kriteria

1 Warukapas Hulu 1.15 rendah 1.52 Sangat rendah

2 Warukapas

Tengah 2.08 Sedang 1.43 sda

3 BBI 0.64 Sangat rendah 1.51 sda

4 Desa Klabat 1.55 rendah 1.28 sda

5 Desa Pinili 1.48 sda 1.01 sda

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 45 Rendahnya kesuburan tanah sebagaimana diuraikan pada hasil analisis tanah tersebut di atas diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya sifat fisik tekstur tanah yang didominasi oleh pasir halus - kasar ( > 70 % ) dan adanya teknik pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan teknik bercocok tanam yang benar seperti penerapan konservasi tanah, pengelolaan bahan organik tanah serta intensifnya penggunaan herbisida. Penggunaan herbisida menjadi pilihan pengelolaan lahan karena tingginya upah buruh tani. Dampak negatif penggunaan herbisida diantaranya mengurangi keragaman dan populasi makrofauna tanah dan menurunkan kandungan bahan organik tanah yang berasal dari serasah rumput dan perdu yang seharusnya tumbuh dengan baik pada saat masa bera. Kondisi ini tentunya menjadi masukkan berarti bagi pengembangan model rehabilitasi kawasan hutan di wilayah KPHL Unit VI, mengingat bahwa kondisi tanah pada sebagian besar wilayah KPHL Unit VI memiliki tekstur tanah yang relatif sama terutama kawasan HL Gn. Klabat.

5. Kondisi Lereng

Kondisi topografi KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung Manado khususnya pada kawasan hutan daratan didominasi perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian 300 – 1800 mdpl dengan kemiringan curam hingga sangat curam. Selanjutnya untuk kawasan hutan mangrove sebagian besar tersebar pada wilayah pesisir pantai Likupang dan pulau-pulau kecil di pantai Utara Minahasa Utara dengan lereng landai. Rincian kondisi lereng wilayah KPHL Unit VI pada Tabel 19 berikut ini.

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 46 Tabel 19. Kelas Lereng pada Wilayah Unit KPHL Unit VI

No Kelas Lerang Luas (ha) %

1 Datar 6.105,12 22,53 2 Landai 2.255,84 8,32 3 Agak Curam 3.284,21 12,12 4 Curam 12.987,05 47,92 5 Sangat Curam 2.468,30 9,11 Jumlah 27.100,52 100,00

Sumber : Laporan Biogeofisik KPHL Unit VI BPKH Wilayah VI (2015) 6. Kondisi tutupan lahan

Berdasarkan laporan hasil identifikasi biogeofisik wilayah KPHL Unit VI (2015) menunjukkan bahwa terdapat 4 tipe penggunaan lahan yang dominan di wilayah KPHL Unit VI yaitu lahan kering campur semak sebesar 54,22 %, hutan sekunder sekitar 25,52 %, hutan primer sekitar 8,17 % dan pertanian lahan kering sekitar 6,78 %. Secara rinci kondisi penutupan lahan wilayah KPHL Unit VI disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Luas KPHL Unit VI Menurut Jenis Penutupan Lahan

No. Kelas Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase %

1 Hutan lahan kering sekunder 6.915,80 25,52

2 Hutan mangrove primer 2.213,68 8,17

3 Hutan mangrove sekunder 75,14 0,28

4 Pelabuhan/bandara 0,44 0,00

5 Permukiman 24,79 0,09

6 Pertambangan 18,46 0,07

7 Pertanian lahan kering 1.837,61 6,78

8 Pertanian lahan kering campur semak 14.693,57 54,22

9 Sawah 0,48 0,00

10 Semak belukar 629,03 2,32

11 Semak belukar rawa 16,32 0,06

12 Tambak 50,03 0,18

13 Tanah terbuka 625,19 2,31

Jumlah 27.100,54 100,00

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 47 Secara umum terlihat bahwa sekitar 54 % dari luas kawasan KPHL dikuasai masyarakat, namun dikelola dengan cara yang tidak produktif, lahan sering ditelantarkan sehingga kondisi lahan berupa lahan kering campur semak. Secara rinci penggunaan lahan pada masing-masing kawasan kawasan disajikan pada Tabel Lampiran.

7. Potensi kayu dan non kayu

KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado merupakan wilayah yang memiliki potensi kayu dan non kayu yang besar. Hal ini disebabkan karena wilayah ini meliputi wilayah pantai hingga peGn.an dengan ketinggian 1.800 m dpl dengan demikian membentuk beberapa tipe ekosistem mulai dari ekosistem mangrove, hutan hujan dataran rendah hinggai hutan hujan dataran tinggi. Wilayah hutan yang tergolong hutan primer dijumpai di sebagian kawasan HL Gn. Klabat.

Keragaman ekosistem tersebut tentunya membentuk struktur dan komposisi jenis yang beragam pula. Vegetasi menurut penggunaannya dapat digolongkan dalam hasil hutan kayu dan dan non kayu. Jenis kayu yang dijumpai di wilayah KPHL Unit VI yang cukup dikenal masyarakat bernilai komersial tinggi diantaranya kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Eusideroxylon zwageri), kayu bunga (Madhuca philipinensis Merr), dao (Dracontomelon mangiferum BL), Celtis

philipinnensis, taas (Artocarpus reticulates Miq). Keberadaan jenis-jenis ini makin

terancam karena adanya perambahan hutan serta penebangan liar. Jenis-jenis tersebut sebagian besar dijumpai pada kawasan dengan aksesibilitas rendah atau berada di kawasan konservasi yang dikelola dengan intensif seperti cagar alam

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 48 dan TWA. Rincian potensi kayu sesuai hasil inventarisasi disajikan pada Tabel Lampiran

Potensi tegakan pada setiap blok dan petak dapat dijadikan data dasar (base line data) untuk melakukan upaya rehabilitasi atau peningkatan fungsi ekologis. Rekapitulasi hasil inventarisasi potensi tegakan yang dilaporkan dalam kegiatan inventarisasi biogeofisik disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Kondisi Potensi Tegakan Menurut Tipe Tutupan Lahan di Wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado

Kelas Penutupan Lahan Plot Jumlah

Pohon

Volume Pohon (m³)

Hutan lahan kering sekunder

1 136 84,60 2 114 80,24 3 74 126,87 4 111 105,98 Jumlah 4 435 397,69 Rata-rata/plot 109 99,42

Hutan mangrove primer 1 192 48,02

2 155 48,38

Jumlah 2 347 96,40

Rata-rata/plot 173 48,20

Sumber : Laporan Inventarisasi Biogeofisik KPHL Unit VI BPKH Wilayah VI (2015)

Hasil inventarisasi potensi tegakan hutan wilayah KPHL unit VI diperoleh data sebagai berikut : pada hutan lahan kering sekunder ditemukan 435 pohon dengan potensi kayu sebesar 397,68 m3 atau rata-rata sebesar 99,42 m3/ha. Selanjutnya potensi kayu hutan mangrove primer ditemukan 347 pohon dengan volume rata-rata sebesar 48,20 m3/ha. Sesuai dengan pengelompokan jenis kayu perdagangan potensi hutan tersebut yakni : (1) kelompok jenis meranti/ kelompok komersial satu terdapat 12 jenis dengan jumlah batang 78 pohon dan memiliki

RPHJP KPHL UNIT VI MINAHASA UTARA-BITUNG-MANADO 49 volume 54,38 m³/ha serta jenis kayu yang dominan wakan/medang (Litsea

albayoma Vid) sebanyak 35 pohon, dan nyatoh (Palaquium Javense Burck)

sebanyak 11 pohon, (2) kelompok jenis kayu rimba campuran/ kelompok komersial dua terdiri dari 53 pohon dengan jumlah batang 317 dengan total volume 215,06 m³ yang didominasi jenis pohon tayapu (Trema orientalis) sebanyak 58 pohon dan cananga (Cananga odorata Hook.f.et.Th) sebanyak 45 pohon, dan (3) kelompok jenis kayu eboni/kelompok indah satu dengan jenis kayu arang memiliki total volume 0,27 m³. Selanjutnya kelompok jenis kayu indah/kelompok indah dua dengan total volume 22,65 m³ dan jenis pohon yang dominan jenis kayu bunga (Madhuca philipinensis Merr) sebanyak 13 pohon. Hasil perhitungan menurut INP memperlihatkan tingkatan jenis pohon yang menguasai habitat KPHL Unit VI. Pada tingkat pohon terdapat jenis tayapu, kenanga dan makembes memiliki INP tertinggi.

Tabel 22. Jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu di wilayah KPHL Unit VI Minahasa Utara-Bitung-Manado

No. Nama jenis Kegunaan

Lokal Nama ilmiah

1. Wanga Pigaveta filaris Bahan bangunan

2. Woka Livistonia rotundifolia Pembungkus makanan/hiasan

3. Pinang jaki Areca vestiaria Tanaman hias

4. Rotan Calamus sp. Bahan mebel

5. Pandan utang Freysinetia insignis Bahan makanan

6. Pisang jaki Musa acumunata sda

7. Pakis Tiang Cyathea sp. sda

8. Nibong Oncosperma horridum Bahan bangunan

9 Aren Arenga pinnata Industry gula aren

10. Paku adam Glicenia linearis Bahan makanan

Dalam dokumen NOMOR : LP. 115/BPKH VI-3/2015 TAHUN 2015 (Halaman 51-77)