• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI MODEL

E. Blok Outcome Ketahanan Pangan 26. Persamaan Jumlah Anak Gizi Buruk

6.2. Dugaan Parameter Persamaan Struktural

6.2.14. Prevalensi Angka Anak Gizi Buruk

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap angka anak gizi buruk adalah konsumsi protein, pendapatan per kapita dan lag angka gizi buruk. Sedang jumlah puskesmas, jumlah sekolah dan jumlah buta huruf tidak signifikan terhadap angka anak gizi buruk.

Konsumsi protein berhubungan negatif dengan elastisitas sebesar -2.6763 artinya apabila konsumsi protein meningkat sebesar 10 persen maka angka gizi buruk akan turun sebesar 26.76 persen. Protein merupakan sumber gizi yang baik untuk pertumbuhan, apabila konsumsi protein terpenuhi maka kebutuhan gizi relatif akan terpenuhi.

Untuk mencegah munculnya penyakit karena kekurangan gizi pada balita maka dianjurkan terpenuhinya konsumsi protein. Nilai elastisitas yang responsif maka dalam upaya mengurangi angka anak gizi buruk pemerintah daerah bisa melakukan program yang mengarahkan penduduk miskin untuk sadar mengkonsumsi pangan yang seimbang dengan kandungan protein yang tinggi terutama bagi anak balitanya.

Tabel 30. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prevalensi Angka Anak Gizi Kurang dan Gizi Buruk Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat

Persamaan Anak Gizi Buruk

Parameter T for H0: Prob > |T| Elastisitas Label Variabel Variable Estimate Parameter=0 J. Pendek J. Panjang INTERCEP 3525.48931 9.255 0.0001 - - Intercep CONPROT -1.006225 -2.938 0.0039 -2.6763 -4.3728 Konsumsi protein JMLPSM -0.010427 -0.652 0.5155 - - Jumlah puskesmas IKAP -3.025467 -4.255 0.0001 -0.0247 -0.0404 Pendapatan per kapita JMLSKLH -2.408932 -0.821 0.4351 - - Jumlah sekolah JMLBHRP 0.423356 1.025 0.3621 - -

Jumlah penduduk buta hurup

LAGZBRK 0.387974 3.448 0.0007 - - Lag anak gizi buruk F Value Prob>F R-Square Dh

Jumlah puskesmas berhubungan negatif dengan angka anak gizi buruk tetapi tidak berpengaruh signifikan, artinya apabila jumlah puskesmas meningkat diharapkan angka anak gizi buruk akan turun. Agar jumlah puskesmas berpengaruh signifikan terhadap penurunan angka anak gizi buruk seharusnya setiap puskesmas memberi pelayanan kesehatan yang baik terhadap masyarakat miskin dan bersikap proaktif terhadap program-program yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat miskin. Kondisi yang ada sekarang pelayanan kesehatan di puskesmas terhadap masyarakat miskin masih kurang, sehingga keberadaan puskesmas tidak signifikan terhadap penurunan angka anak gizi buruk.

Pendapatan per kapita berhubungan positif dan signifikan terhadap angka gizi buruk, karena pendapatan yang rendah akan membatasi penduduk untuk bisa akses terhadap makanan yang bergizi seimbang. Keterbatasan akses pada makanan yang bergizi dan sehat akan menyebabkan penurunan asupan gizi terutama pada kelompok penduduk rawan pangan yaitu balita, ibu hamil dan ibu menyusui.

Jumlah sekolah berhubungan negatif dengan angka anak gizi buruk tetapi tidak berpengaruh signifikan, artinya apabila jumlah sekolah meningkat diharapkan angka anak gizi buruk akan turun karena dengan bertambahnya jumlah sekolah akan menjangkau semua penduduk untuk bisa akses terhadap pendidikan. Meningkatnya jumlah penduduk yang bisa akses pada pendidikan akan meningkatkan pemahamanan masyarakat terhadap pangan yang bergizi seimbang sehingga akan menurunkan angka gizi buruk.

Jumlah penduduk buta huruf berhubungan positif dan tidak signifikan dengan angka gizi buruk. Penduduk yang buta huruf akan lambat menerima informasi dan pemahaman tentang makanan yang bergizi, sehingga penurunan angka buta huruf diharapkan berdampak pada penurunan angka gizi buruk.

6.2. 15. Angka Kematian Bayi

Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi adalah angka anak gizi buruk, jumlah penduduk miskin, jumlah bidan, pengeluaran kesehatan dan pendidikan dan dummy desentralisasi fiskal dan lag angka kematian bayi. Angka anak gizi buruk berhubungan positif dengan nilai elastisitas sebesar 0.1471 artinya apabila angka gizi buruk turun sebesar 10 persen maka angka kematian bayi akan turun sebesar 1.47 persen. Angka anak gizi buruk mencerminkan kondisi status gizi masyarakat yang rawan pangan (balita), kondisi status gizi balita berhubungan positif dengan tingkat kematian bayi artinya hubungan komplementer yaitu apabila status gizi balita baik juga diikuti oleh kondisi kesehatan ibu hamil yang baik sehingga akan berpengaruh yang baik pula pada proses kelahiran bayi.

Tabel 31. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kematian Bayi Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat

Persamaan Angka Kematian Bayi

Parameter T for H0: Prob > |T| Elastisitas Label Variabel Variable Estimate Parameter=0 J. Pendek J. Panjang INTERCEP 48.399147 15.622 0.0001 - - Intercep

AGZBRK 0.395665 4.695 0.0001 0.1471 0.2978 Angka anak gizi buruk JMLMIS 0.021822 3.886 0.0002 0.0970 0.1598 Jumlah penduduk miskin JMLBDN -0.010886 -1.638 0.1038 -0.0570 -0.0939 Jumlah bidan

MDKSPN -2.10E-09 -1.837 0.0684 -0.0040 -0.0066

Multiple pengeluaran kesehatan dan pendidikan DMDF -2.399693 -1.777 0.0779 - - Dummy desentralisasi LAKMTBY 0.392946 3.800 0.0002 - - Lag angka kematian bayi

F Value Prob>F R-Square Dh 12.246 0.0001 0.5508 1.206

Jumlah penduduk miskin berhubungan positif dengan angka kematian bayi, karena penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Sehingga

peluang terjadinya kematian dalam proses kelahiran lebih besar, karena kemungkinan status gizi yang tidak mendukung, pengetahuan tentang kesehatan yang kurang juga kondisi kesehatan yang tidak terpenuhi. Nilai elastisitas sebesar 0.0970 artinya adalah apabila jumlah penduduk miskin turun sebesar 10 persen maka angka kematian bayi akan turun sebesar 0.97 persen.

Jumlah bidan berhubungan negatif dengan angka kematian bayi, karena bidan merupakan tenaga medis yang bertugas dalam persalinan. Semakin besar jumlah bidan berarti semakin besar tenaga medis yang bertugas dalam persalinan sehingga akan memperkecil angka kematian bayi dalam angka kelahiran. Setiap kenaikan jumlah bidan sebesar 10 persen maka akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0.57 persen.

Dana pengeluaran kesehatan dan pendidikan berhubungan negatif dengan angka kematian bayi, karena semakin besar dana kesehatan dan pendidikan maka semakin besar fasilitas yang disediakan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan dan pendidikan sehingga masyarakat akan semakin sadar akan kesehatan yang akhirnya akan berpengaruh pada angka kematian bayi. Nilai elastisitas sebesar -0.0040 artinya setiap kenaikan multiple dana kesehatan dan pendidikan sebesar 10 persen maka angka kematian bayi akan turun sebesar 0.04 persen. Kecilnya pengaruh dari faktor ini kemumgkinan disebabkan karena adanya faktor time-lag

yaitu pengaruhnya tidak secara langsung tetapi baru beberapa tahun kemudian, atau kemungkinan karena dananya yang relatif kecil sehingga pengaruhnya juga relatif kecil.

Dummy desentralisasi fiskal bernilai negatif menunjukkan bahwa pada masa desentralisasi fiskal angka kematian bayi relatif lebih kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan desentralisasi fiskal telah terjadi pelayanan yang relatif

lebih baik terhadap proses persalinan akibat semakin berkembangnya pengetahuan dan teknologi juga jumlah tenaga medis sehingga angka kematian bayi relatif lebih kecil.

6.2. 16. Umur Harapan Hidup

Faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap umur harapan hidup adalah konsumsi protein, pengeluaran kesehatan per penduduk miskin, angka kematian bayi dan lag umur harapan hidup.

Konsumsi protein berhubungan positif dengan angka elastisitas sebesar 0.1123 menunjukkan bahwa apabila tingkat konsumsi protein meningkat sebesar 10 persen maka umur harapan hidup akan meningkat sebesar 1.12 persen. Protein merupakan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak. Sehingga apabila tingkat konsumsi protein berkecukupan akan mempengaruhi kondisi kesehatan konsumen dan kondisi ini akan berpengaruh pada kondisi umur harapan hidup seseorang.

Pengeluaran kesehatan per penduduk miskin berhubungan positif dengan umur harapan hidup, pengeluaran kesehatan yang langsung ditujukan oleh penduduk miskin akan langsung bisa meningkatkan kesehatan masyarakat miskin dan akan berpengaruh pada umur harapan hidup. Nilai elastisitas sebesar 0.0081 artinya apabila dana pengeluaran kesehatan per penduduk miskin naik sebesar 10 persen maka umur harapan hidup akan naik sebesar 0.08 persen. Kecilnya pengaruh dana tersebut karena adanya faktor time-lag yaitu pengaruhnya tidak langsung tetapi baru beberapa tahun kemudian.

Angka kematian bayi berhubungan negatif dengan nilai elastisitas sebesar -0.1353 artinya apabila angka kematian bayi turun sebesar 10 persen maka umur

harapan hidup akan meningkat sebesar 1.35 persen. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator status gizi dari golongan masyarakat rawan gizi, apabila kondisi ini semakin baik maka akan mempengaruhi kondisi dan kualitas SDM sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi kondisi umur harapan hidup.

Dummy desentralisasi fiskal bernilai positif menunjukkan bahwa kondisi umur harapan hidup relatif lebih tinggi pada masa desentralisasi fiskal. Artinya desentralisasi fiskal telah membawa perubahan pada kualitas SDM yang lebih baik sehingga memberikan angka harapan hidup yang lebih tinggi.

Tabel 32. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Umur Harapan Hidup Kabupaten di Wilayah Provinsi Jawa Barat

Persamaan Usia Harapan Hidup

Elastisitas Variable Parameter

Estimate

T for H0:

Parameter=0 Prob > |T| J. Pendek J. Panjang Label Variabel INTERCEP 65.157453 15.870 0.0001 - - Intercep CONPROT 0.126100 1..917 0.0573 0.1123 0.1739 Konsumsi protein DPKSMIS 0.033875 3..530 0.0006 0.0081 0.0125 Pengeluaran kesehatan

per penduduk miskin AKMBY -0.150308 -7.609 0.0001 -0.1353 -0.2095 Angka kematian bayi

DMDF 0.207502 0.576 0.5656 - - Dummy desentralisasi LUHHDP 0.354258 3.472 0.0007 - - Lag usia harapan hidup

F Value Prob>F R-Square Dh 24.053 0.0001 0.5675 -

7.1. Validasi Model

Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai skenario kebijakan dan faktor eksternal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di Jawa Barat. Simulasi historis (ex-post simulation) dilakukan pada periode tahun 1995 – 2000 periode sebelum desentralisasi dan tahun 2001 – 2005 periode masa desentralisasi fiskal, simulasi dilakukan dengan kebijakan tunggal maupun kebijakan ganda. Sebelum melakukan simulasi, terlebih dahulu dilakukan validasi model melalui perhitungan uji statistik

U-Theil dengan dekomposisinya UM (bias proporsi), US ( bias varian) dan UC (bias covarian). Statistik U-Theil digunakan untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi ( Koutsoyiannis, 1977; Sitepu dan Sinaga, 2006). Nilai U-Theil berkisar antara 0 – 1, semakin kecil nilai U- Theil menunjukkan bahwa model mempunyai daya prediksi yang baik untuk melakukan simulasi baik simulasi historis maupun simulasi peramalan.

Sebagaimana terlihat pada Lampiran 2, dari keseluruhan persamaan dalam model terdapat 4 persamaan memiliki U-Theil dengan nilai diatas 0.2 namun memiliki UM ( bias proporsi) dengan nilai nol sehingga mengindikasikan terjadinya bias namun tidak sistemik, dan selebihnya memiliki nilai U-Theil yang kurang dari 0.2. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa secara umum model yang dibangun memiliki daya prediksi yang baik untuk melakukan simulasi historis maupun simulasi peramalan ( Koutsoyiannis, 1977).

7.2. Simulasi Historis Periode Sebelum Desentralisasi Fiskal Tahun 1995 – 2000