• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Pria Dewasa Awal

1. Pengertian

Masa awal dewasa (early adulthood) adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tigapuluhan tahun. Kaum muda berbeda dengan remaja karena adanya perjuangan antara membangun pribadi yang

mandiri dan menjadi terlibat secara sosial, berlawanan dengan perjuangan remaja untuk mendefinisikan dirinya (Santrock, 2002).

Salah satu kriteria yang menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal adalah dalam kemandirian dalam membuat keputusan. Hal ini berarti pembuatan keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup. Pada waktu muda, seseorang mungkin mencoba banyak peran yang berbeda, mencari karir alternatif, berpikir tentang berbagai gaya hidup dan mempertimbangakan berbagai hubungan yang ada. Individu yang beranjak dewasa biasanya membuat keputusan tentang hal-hal ini terutama dalam bidang gaya hidup dan karir (Santrock, 2002).

Santrock (2002) membagi perkembangan pada masa dewasa awal menjadi 3 perkembangan penting pada periode tersebut. Perkembangan pada masa dewasa awal meliputi: perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosio-emosional.

a. Perkembangan fisik pada masa dewasa awal

Pada masa dewasa awal individu tidak hanya mencapai puncak dari kemampuan fisik, tetapi kemampuan fisik individu juga mulai menurun selama periode ini. Kekuatan dan kesehatan otot mulai menunjukkan penurunan sekitar umur 30-an. Bagi sebagian besar individu, puncak kemampuan fisik dicapai pada usia di bawah 30 tahun, seringkali antara usia 19 dan 26 tahun (Santrock, 2002).

Uraian di atas menunjukkan bahwa pada masa dewasa awal, individu sudah mencapai puncak dari kemampuan secara fisik dan kematangan dalam reproduksi untuk fungsi pengembangbiakan sehingga hal ini akan membantu individu tersebut dalam menentukan sikap.

b. Perkembangan kognitif pada masa dewasa awal

Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa baru pada saat masa dewasalah individu mengatur pemikiran operasional formal mereka sehingga mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi mereka menjadi lebih sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa. Sementara beberapa orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan. Banyak orang dewasa yang tidak berpikir dengan cara operasional formal sama sekali (Keating, dalam Santrock, 2002).

Labouvie (1986, dalam Santrock, 2002) percaya bahwa hakekat awal yang pasti dari logika remaja dan optimisme berlebihan pada kaum muda akan menghilang di awal masa dewasa. Integrasi baru dari pikiran terjadi pada masa dewasa awal. Dia berpikir bahwa tahun-tahun masa dewasa akan menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan

analisis logis dalam memecahkan masalah. Komitmen, spesialisasi, dan penyaluran energi ke dalam usaha seseorang untuk memperoleh tempat dalam masyarakat dan sistem kerja yang kompleks menggantikan ketertarikan remaja pada logika yang idealis.

Perry (1970, dalam Santrock, 2002) juga mencatat perubahan-perubahan penting tentang cara berpikir orang dewasa muda yang berbeda dengan remaja. Ia percaya bahwa remaja yang sering memandang dunia dalam dualisme polaritas mendasar seperti benar / salah, kita / mereka, atau baik / buruk. Pada waktu kaum muda mulai matang dan memasuki tahun-tahun masa dewasa, mereka mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang orang lain, yang mengguncang pandangan dualistik mereka. Pemikiran dualistik mereka digantikan oleh pemikiran beragam, saat itu individu mulai memahami bahwa orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban. Mereka mulai memperluas wilayah pemikiran individualistik dan mulai percaya bahwa setiap orang memiliki pandangan berbeda.

Berdasarkan teori Erickson, isu utama pada masa dewasa awal adalah mengenai intimacy versus isolation. Intimasi atau kelekatan adalah kapasitas untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan yang memerlukan pengorbanan dan kompromi. Sebelum seseorang mengembangkan kelekatan, penting untuk memiliki suatu identitas diri yang seharusnya telah berkembang di masa remaja, sehingga pada usia

dewasa muda seseorang siap untuk menerapkan identitas itu terhadap orang lain (Papalia & Olds, 1986).

c. Perkembangan sosio-emosional pada masa dewasa awal

Pada masa dewasa awal, orang mulai mempertimbangkan keputusan untuk menikah atau melajang, dan untuk mempunyai anak atau tidak. Fase ini disebut sebagai siklus kehidupan keluarga. Dua tahap pertama pada siklus ini sendiri adalah 1) meninggalkan rumah; orang dewasa muda hidup sendiri, 2) penggabungan keluarga melalui pernikahan; pasangan baru (Santrock, 2002).

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pasangan yang tidak bahagia menunjukkan harapan yang tidak realistik tentang pernikahan (Epstein & Eidelson, 1981; dalam Santrock, 2002). Harapan tidak realistik tersebut dipengaruhi oleh berbagai mitos tentang pernikahan yang tidak didukung oleh fakta. Larson (1988, dalam Santrock, 2002) membuat sebuah kuis untuk mengukur informasi tentang pernikahan pada mahasiswa perguruan tinggi dan membandingkan respon mereka dengan apa yang diketahui tentang pernikahan dari penelitian literatur. Respon mereka umumnya salah pada hampir separuh item yang ada. Mahasiswa melakukan lebih banyak kesalahan daripada mahasiswi. Selain itu, mahasiswa berpersepsi kurang romantis membuat lebih sedikit kesalahan daripada mahasiswa berpersepsi sangat romantis.

2. Batasan

Berdasarkan uraian dan ciri-ciri tersebut di atas, Penulis menggunakan kelompok usia minimal dewasa awal sebagai subjek penelitian ini, dengan alasan bahwa pada usia ini pria telah mencapai kematangan secara fisik, mampu berpikir sistematis, dan mempunyai pemikiran yang beragam mengenai suatu masalah. Pria pada masa ini juga sudah mempunyai komitmen, kesiapan, dan kemandirian dalam membuat keputusan, serta telah memikirkan mengenai pernikahan. Hal ini akan sangat membantu dalam menentukan permisivitas mereka terhadap keperawanan wanita lajang. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1, usia subjek ditetapkan minimal 19 tahun sebagaimana usia minimal pria Indonesia untuk dapat menikah.

Dokumen terkait