• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

B. Sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil

2. Prinsip Dasar dan Jenis Pembinaan Pegawai

Kepegawaian negeri harus dibedakan dengan kepegawaian non negeri (private employees) dan juga harus dibedakan dengan militer.75 Meminjam pendapat di atas, maka pegawai negeri seharusnya bukan terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).76 Pegawai negeri adalah pegawai pemerintah (government employeement) sebagaimana disebut di Amerika, dan dapat pula disebut the civil service sebagaimana dikenal di Inggris. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah pegawai pemerintah di bidang militer, yang mempunyai karakteristik tersendiri. Walaupun, keduanya memang mengabdi untuk kepentingan pemerintah dan digaji oleh pemerintah, tetapi keduanya harus dibedakan baik sifat, hak dan kewajiban.

Pegawai pemerintah bukanlah aparatur negara sebagaimana dipahami selama ini, melainkan aparatur pemerintah. Oleh karena itu, implikasi kebijakan dan prinsip dasar pembinaan juga berbeda antara keduanya. Pembinaan pegawai pemerintah bisa dilakukan dengan memperhatikan tiga prinsip dasar kepegawaian, yaitu: penggunaan kepegawaian secara efektif, dijamin pengembangan karier semaksimal mungkin, dan diperoleh jaminan kesejahteraan hidup yang layak atau sesuai.77

Pembinaan pegawai secara efektif memerlukan perencanaan kebutuhan pegawai yang matang. Formasi pegawai harus ditetapkan secara matang, terencana

75

Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil………..,Op.Cit., hlm. 4. 76

Pasal 2 ayat (1), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian. 77

dan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. Setiap tahun harus dilakukan evaluasi baik melalui penelitian maupun pengawasan terhadap keubutuhan dan efektivitas pelaksanaan kerja pegawai pemerintah. Jaminan pengembangan karier pegawai harus direncanakan secara baik. Yang terjadi hingga saat ini adalah seorang pegawai mengetahui masuknya dan kapan pensiunnya, tetapi tidak mengetahui secara pasti nasib pengembangannya setelah masuk menjadi pegawai pemerintah. Demikian pula dengan kesejahteraan pegawai harus betul-betul dijaga, jangan sampai gaji dan tunjangan yang diterima tidak menentu apalagi tidak pantas untuk hidup layak.

Dari beberapa referensi diketahui, bahwa pembinaan pegawai bermacam- macam jenis atau bentuknya. Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya menguraikan dua jenis pembinaan, yaitu pembinaan moral kerja dan pembinaan disiplin kerja.78 Bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, antara lain: (1) pembinaan mental dan spiritual; (2) pembinaan loyalitas; (3) pembinaan hubungan kerja; (4) pembinaan moril dan semangat kerja; (5) pembinaan disiplin kerja; (6) pembinaan kesejahteraan; dan (7) pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi di masa datang.79 Implementasi character building sebagai bagian dari falsafah pembinaan dan pengembangan pribadi secara utuh menggunakan tiga landasan operasional sebagai berikut: (1) pembinaan ketabahan dan keuletan

78

B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Admnistratif dan Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 281.

79

(ketahanan) secara buttom up; (2) pembinaan pemikiran, sikap dan perilaku secara utuh; dan (3) pembinaan keberhasilan kinerja secara berimbang.80

Dalam perspektif landasan normatif kepegawaian, pembinaan difokuskan pada beberapa hal, yaitu: pembinaan prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (Pasal 12 ayat 2), pembinaan jiwa korps, pembinaan kode etik, dan pembinaan disiplin pegawai (Pasal 30 ayat 1-2). Dengan demikian, pembinaan Pegawai Negeri Sipil dalam konteks kepegawaian di atas paling tidak meliputi tiga aspek ruang lingkup, yaitu : aspek pembinaan sikap, pembinaan mental, dan perilaku pegawai. Sebagai contoh, pembinaan jiwa korps antara lain ditujukan agar Pegawai Negeri Sipil memiliki rasa kebanggaan terhadap profesinya, pembinaan kode etik antara lain bertujuan untuk menanamkan identitas dan perilaku profesional sebagai pelayan masyarakat, sedangkan pembinaan disiplin menekankan agar Pegawai Negeri Sipil mempunyai disiplin kerja yang tinggi.

Dalam memaknai salah satu sisi substansi undang-undang kepegawaian tersebut, kebijakan pokok pembinaan Pegawai Negeri Sipil meliputi: (1) lingkup pembinaan Pegawai Negeri Sipil adalah nasional; (2) pembinaan dan pengembangan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dengan titik berat sistem prestasi kerja; (3) standar kompetensi jabatan Pegawai Negeri Sipil berlaku nasional dan berorientasi global; dan (4) pembentukan perilaku dan etos kerja

80

Soedarsono, Soemarno, Character Building, Membentuk Watak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002), hlm. 165.

yang peka terhadap pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.81 Oleh karena itu, pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke depan diarahkan pada Pegawai Negeri Sipil yang netral, profesional, sejahtera, dan akuntabel. Dengan kata lain, pembinaan Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme, bersikap dan berperilaku jujur, bersih dan disiplin, bermoral tinggi, dan netral dari pengaruh partai politik.82

Untuk mendukung kebijakan pokok dan arah pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud di atas, tentu harus ditopang oleh sistem kebijakan kepegawaian yang handal sesuai dengan fakta realitas otonomi daerah. Salah satu substansi sistem kepegawaian dalam rangka otonomi daerah adalah sistem “Pegawai Negeri Sipil satu atau unified civil servant”, yang berarti seluruh pegawai negeri sipil adalah Pegawai Republik Indonesia.83 Untuk itu, lingkup pembinaan Pegawai Negeri Sipil juga harus jelas dan terarah, lingkup pembinaan Pegawai Negeri Sipil mencakup setidak-tidaknya mencakup kedudukan, profesionalisme, netralitas, jiwa karsa, kode etik, dan disiplin pegawai.84 Oleh karena itu, tujuan akhir dari sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil ke depan adalah: 1) Pegawai Negeri Sipil yang mampu sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; 2) Pegawai Negeri Sipil yang profesional

81

Hardijanto, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, Makalah disampaikan pada Diklatpim Tingkat II, LAN, 2003, hlm. 2.

82

Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil………..,Op.Cit., hlm. 7. 83

Affandi, M. Joko, Pemahaman dan Tanggapan Terhadap Substansi Undang-Undang Nonor 43 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000, dalam Pegawai Negeri Sipil Di Era Revolusi dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Puslitbang BKN, 2002), hlm. 47.

84

Hardijanto, Pembinaan Kepegawaian Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan….., Op.Cit.

dengan kompetensi bertaraf nasional dan berorientasi global; dan 3) Pegawai Negeri Sipil yang mampu sebagai pelayan dan pemberdaya masyarakat.

Untuk kepentingan penelitian ini, pembinaan pegawai difokuskan pada tiga hal, yaitu: pembinaan disiplin kerja, pembinaan karier dan pembinaan etika profesi. Penjelasan dari ketiga hal di atas adalah sebagai berikut :

a. Pembinaan Disiplin Kerja

Pembahasan disiplin (discipline) pegawai dalam hukum kepegawaian berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia sempurna, luput dari kesalahan dan kekhilafan. Banyak ragam berkaitan dengan pengertian disiplin yang dikemukakan oleh para ahli. Disiplin adalah tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi (dicipline is management action to enforce organization standards).85 Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan perusahaan.86 Disiplin adalah kemampuan untuk menguasai diri sendiri dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bersama.87 Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan sebuah organisasi.88

85

Davis, Keith, Newstrom, John, W., Perilaku Dalam Organisasi, (terjemahan), (Jakarta: Erlangga, 1985), hlm. 87.

86

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Manajemen Sumber Daya Manusia, (terjemahan), (Jakarta, Salemba Empat, 2002), hlm. 314.

87

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian, Op.Cit., hlm. 54. 88

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: STIE YKPN, 1999), hlm. 746.

Ahli lain menggunakan istilah kedisiplinan, yaitu kesadaran dan kesediaan

seseorang mentaati semua peraturan perusahaan atau organisasi dan norma- norma sosial yang berlaku.89 Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, seseorang akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.90

Dari pendapat di atas menunjukkan beragamnya para ahli dalam memandang disiplin pegawai. Namun demikian, benang merah yang dapat disimpulkan bahwa disiplin pada dasarnya adalah ketaatan atau kepatuhan pegawai pada peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, pegawai yang disiplin berarti pegawai yang mampu mematuhi semua peraturan yang berlaku di kantornya atau organisasinya. Dengan demikian, disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.91 Dapat juga dikatakan bahwa disiplin kerja adalah disiplin yang berlaku bagi para karyawan atau pegawai di lingkungan kerja masing-masing. Disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan- peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup

89

Malayu, S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 193.

90

Ibid.

91

Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 129.

menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.92

Hal yang berkaitan erat dengan disiplin kerja adalah apa yang disebut dengan

disiplin dasar, yaitu disiplin yang mendasari seorang pegawai harus bekerja dan melaksanakan tugas dengan penuh kesetiaan, pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. Dalam praktik kerja sehari-hari, pelaksanaan disiplin dasar terlihat dari kepatuhan karyawan untuk 1) mentaati jam kerja masuk dan jam kerja pulang; 2) mematuhi pemakaian pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda pengenalnya; 3) ikut serta dalam setiap upacara yang diwajibkan; 4) bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua karyawan, atasan dan anggota masyarakat lainnya.93

Bentuk disiplin kerja yang baik akan tergambar pada suasana: 1) tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan; 2) tingginya semangat dan gairah kerja serta prakarsa para karyawan dalam melakukan pekerjaan; 3) besarnya tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya; 4) berkembangnya rasa memiliki dan kesetiakawanan yang tinggi di kalangan karyawan; dan 5) meningkatnya efisiensi dan produktivitas para karyawan. Sebaliknya, melemahnya disiplin kerja para pegawai akan terlihat pada suasana kerja seperti: angka kemangkiran tingggi, masuk kantor sering terlambat. Menurunnya gairah kerja, berkembang-nya rasa

92

B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja, Op.Cit., hlm. 291. 93

tidak puas, saling curiga dan saling melempar tanggung jawab, penyelesaian pekerjaan lambat, supervisi tidak berjalan baik, sering terjadi konflik antar pegawai dan manajemen.94

Beberapa ahli umumnya membagi tindakan untuk menegakkan disiplin dalam organisasi menjadi dua jenis, yaitu: disiplin/pendisiplinan preventif (preventive discipline) dan disiplin/pendisiplinan korektif (corrective discipline).95 Disiplin preventif adalah tindakan disiplin yang dilakukan untuk mendorong pegawai mentaati berbagai peraturan atau ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Atau, suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh organisasi. Artinya, melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif atau melanggar aturan ataupun standar yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dari disiplin preventif ini adalah mendorong pegawai agar memiliki disiplin diri. Dengan cara ini, pegawai berusaha menegakkan disiplin diri, tanpa harus pimpinan memaksanya. Pendek kata, keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Untuk itu, agar disiplin

94Ibid. 95

Davis, Keith, Newstrom, John, W., Perilaku Dalam Organisasi..., Op.Cit., hlm. 85. Lihat juga Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, (Jakarta, Gunung Agung), 1996, hlm. 305. Lihat juga Mangkunegara, Anwar Prabu, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan...., Op. Cit.

pribadi tersebut dapat semakin kokoh, paling tidak ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen.

Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. Kedua, para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogyanya di sertai oleh informasi lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut. Ketiga, para karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi. 96

Pimpinan bertanggung jawab untuk menciptakan iklim organisasi dalam rangka pendisiplinan preventif. Dalam upaya ini, pimpinan berupaya agar pegawai mengetahui dan memahami standar, atau semua pedoman serta peraturan- peraturan yang ada dalam organisasi. Apabila pegawai tidak mengetahui standar yang diharapkan, perilaku mereka cenderung tidak menentu atau salah arah. Disiplin preventif merupakan suatu sistem yang berhubungan de-ngan kebutuhan kerja untuk semua bagian sistem yang ada dalam organisasi. Jadi, pimpinan perlu bekerja sama dengan semua bagian sistem untuk mngembangkannya. Jika sistem organisasi baik, diharapkan akan lebih mudah menegakkan disiplin kerja.

96

Sedangkan pendisiplinan korektif adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan di masa yang akan datang sesuai dengan standar. Atau dapat juga dikatakan, suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Dengan demikian, jika ada pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepada pegawai yang bersangkutan dikenakan sanksi atau tindakan disipliner (disciplinary action). Pendek kata, tindakan disipliner menuntut suatu hukuman terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar- standar yang ditentukan.97 Tujuan tindakan disipliner adalah memperbaiki perilaku pelanggar standar, mencegah orang lain melakukan tindakan yang serupa, dan mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif.98 Dalam praktiknya, pengenaan sanksi korektif harus memperhatikan paling tidak tiga hal, yaitu Pertama, karyawan yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Kedua, kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri. Ketiga, dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar” (exit interview), yang menjelaskan antara lain alasan manajemen terpaksa mengambil

97

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia...,Op.Cit.

98

tindakan sekeras itu.99 Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin kerja harus dilakukan dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten dan impersonal.100

Oleh karena, disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai ketentuan yang berlaku, maka setiap organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus di-taati oleh para anggotanya agar penegakkan disiplin dapat dijalankan. Tindakan inefektif atau pelanggaran terhadap pedoman normatif yang berlaku merupakan salah satu bentuk nyata dari tindakan ketidakdisiplinan para tenaga kerja yang tentunya merugikan perusahaan.101 Oleh karena itu, agar kelangsungan perusahaan terjaga dan produktivitas mencapai target yang diharapkan, para tenaga kerja perlu memperoleh pembinaan disiplin kerja yang langgeng dan merupakan fungsi yang harus dilaksanakan manajemen tenaga kerja maupun manajemen pada semua hierarki perusahaan. Pembinaan disiplin kerja yang terus-menerus dilakukan manajemen agar tenaga kerja termotivasi tidak melakukan tindakan disiplin bukan karena adanya sanksi, melainkan didorong oleh kedisiplinan yang timbul dari diri sendiri. Pendek kata, agar para pegawai disiplin perlu adanya pendisiplinan.

Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai,

99

Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi...., Op.Cit., hlm. 306. 100

Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia..., Op.Cit., hlm. 131. 101

sehingga para pegawai secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi.102 Sedangkan yang dimaksud dengan pembinaan disiplin adalah kegiatan yang harus selalu dilakukan oleh pimpinan kantor atau organisasi agar dapat berjalan teratur dan mudah mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, disiplin kerja pegawai diharapkan terus dibina dan ditegakkan. Sasaran pembinaan disiplin adalah semua orang yang ada dalam organisasi atau perusahaan, agar mereka mematuhi semua rambu-rambu peraturan, sistem dan prosedur yang sudah ditentukan.103 Secara umum, tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan, baik hari ini maupun hari esok. Adapun tujuan khusus pembinaan disiplin kerja antara lain adalah104 : 1) Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen. 2) Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu

memberikan servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan peru-sahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa

perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku

pada perusahaan.

5) Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai

dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

102

Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku...., Op.Cit., hlm. 305. 103

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian, Op.Cit., hlm. 204. 104

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pembinaan disiplin pegawai dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut: 1) penciptaan peraturan- peraturan dan tata tertib-tata tertib yang harus dilaksanakan; 2) menciptakan dan memberi sanksi bagi pelanggar disiplin; 3) melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisiplinan yang terus menerus.105 Di samping penciptaan sarana pendukung tegaknya disiplin seperti di atas, perlu pula diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin. Pembinaan disiplin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti: besar-kecilnya kompensasi, ada tidaknya keteladanan pimpinan, ada tidaknya aturan yang dapat dijadikan pegangan, keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian pada para pegawai, dan diciptakannya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya adalah tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan.106 Perlu juga diperhatikan beberapa hal yang dapat menunjang kedisiplinan, yaitu: ketegasan dalam pelaksanaan kedisiplinan, kedisiplinan perlu dipartisipasikan, kedisiplinan harus menunjang tujuan dan sesuai dengan kemampuan, keteladanan pimpinan, kesejahteraan dan ancaman.107

105

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian, Op.Cit.

106

Hasibuan, H. Malayu, S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia……, Op.Cit., hlm. 194. 107

Alex, Nitisemito S., Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia), (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1996), hlm. 122.

b. Pembinaan Karier Pegawai

Pembahasan tentang karier Pegawai Negeri Sipil bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga seseorang memasuki usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam kehidupan organisasi seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut karier dan prospek perkembangannya di masa depan. Beberapa pertanyaan tersebut berkisar pada: kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut organisasi agar meraih kemajuan dalam kariernya; sistem promosi apa yang berlaku dalam organisasi; jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah pegawai sendiri yang mencari kesempatan untuk itu; sampai sejauh mana faktor keberuntungan berperan dalam promosi seseorang dalam organisasi; dan mana yang lebih penting kemampuan kerja atau kesediaan beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan promosi seseorang.108

Jika seseorang berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan organisasional bisanya diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku oleh seseorang selama dia berkarya.109 Ada juga yang mengartikan karier sebagai urutan posisi yang terkait dengan pekerjaan yang

108

Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku...., Op.Cit., hlm. 205. 109

diduduki seseorang sepanjang hidupnya.110 Dalam istilah kepegawaian, karier sering diartikan dengan kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang pegawai dalam menekuni pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya. Karier sering juga diterjemahkan dengan mobilitas pegawai dalam suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan menjadi pegawai sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan dan dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya.111 Pendek kata, sebagian orang menganggap karier sebagai promosi di dalam organisasi.

Merangkum dari beberapa pendapat di atas, dijelaskan bahwa kata “karier” dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda.112 Dari satu perspektif, karier adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya. Meskipun begitu, dari perspektif lainnya, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karier yang subjektif. Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjek- tif, terfokus pada individu. Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka.113 Perspektif tersebut lebih jauh menganggap bahwa aktivitas-aktivitas sumber daya manusia haruslah mengenali tahap karier (career

110

Mathis, Robert, L., Jackson, John, H., Manajemen Sumber Daya Manusia, (terjemahan), (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hlm. 62.

111

Saydam Gouzali, Kamus Istilah Kepegawaian, Op.Cit,. hlm. 34. 112

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia...,Op.Cit., hlm. 504. 113

stage), dan membantu pegawai dengan tugas-tugas pengembangan yang mereka hadapi pada setiap tahap karier. Perencanaan karier penting, karena konsekuensi keberhasilan atau kegagalan karier terkait erat dengan konsep diri, identitas, dan kepuasan setiap individu terhadap karier dan kehidupannya.