• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TERHADAP PENGANGKATAN JABATAN

STRUKTURAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(STUDI PADA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN HUKUM

DAN HAM SUMATERA UTARA)

TESIS

Oleh

TETTY ERNAWATI SIAHAAN 077005142/HK

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS TERHADAP PENGANGKATAN JABATAN

STRUKTURAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

(STUDI PADA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN HUKUM

DAN HAM SUMATERA UTARA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

TETTY ERNAWATI SIAHAAN 077005142/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP PENGANGKATAN JABATAN STRUKTURAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN (STUDI PADA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM SUMATERA UTARA)

Nama Mahasiswa : Tetty Ernawati Siahaan Nomor Pokok : 077005142

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, SH) Ketua

(Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS) (Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi D i r e k t u r

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 31 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH Anggota : 1. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Pembinaan yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang antara lain pembinaan karier dan prestasi kerja belum berjalan secara baik, disebabkan oleh lemahnya tolak ukur yang dijadikan dasar untuk mengetahui apakah seseorang telah berprestasi atau tidak berprestasi. Salah satu tolak ukur yang digunakan selama ini yaitu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) yang cenderung bersifat subjektif. Demikian pula halnya penempatan seseorang sering tidak sesuai jenjang karier yang dimilikinya, sehingga cenderung penempatan Pegawai Negeri Sipil tersebut berdasarkan kemauan subjektif pula.

Metode penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Data pokok dalam penelitian adalah data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data terhadap data sekunder dilakukan dengan analisis kualitatif.

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras dan golongan. Tujuan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural adalah untuk mewujudkan aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil guna serta sanggup dan mampu melaksanakan tugas-tugas dengan sebaik-baiknya. Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara diketahui bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil di Kanwil Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara yang pangkatnya sudah tidak bisa naik lagi. Hal ini diakibatkan tidak seimbangnya jumlah jabatan dengan Pegawai Negeri Sipil yang hendak memperebutkan jabatan tersebut, apalagi mekanisme Baperjakat tidak sepenuhnya dilaksanakan serta untuk Kantor Wilayah sendiri eselon yang paling rendah adalah eselon IV a. Kemudian proses seleksi pengangkatan jabatan struktural melalui Keputusan Baperjakat di daerah yang diusulkan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada Kantor Pusat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak transparan dan sarat akan terjadinya praktek KKN.

Disarankan agar proses Baperjakat dalam pengangkatan jabatan struktural di jajaran Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara diaktifkan kembali dimana nantinya hasil Baperjakat tersebut menjadi usulan calon pejabat struktural dari Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara dan keputusan akhirnya ada pada Kantor Pusat Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Kemudian untuk menghasilkan pejabat yang memiliki kompetensi dibidangnya disarankan kedepannya memakai mekanisme fit and proper test dan menggunakan penerapan standar kompetensi.

(6)

ABSTRACT

The development provided for the Civil Servants (PNS) such as cascer development and work achievement is not yet successful because the basic measurement used to know whether or not and individual is with or without are the subjective List of job Implementation Evalution (DP3) and List of rank career background the employee has that the PNS,s placement is also based on the subjective matter.

The data for this normative legal study were the secobdary data obtained through library research and field observation. The data obtained were qualitatively analyzed.

The promotion of a PNS for a certain position is implemented based on the principle of professionalisme that meets the competency, work achievement, and rank which have been decided for that position and the other objective requirements disregarding sex, ethnicity, religion, race, and group. The purpose of promoting a PNS to have a structural position is to materialize effective and efficient civil servants who are able to their duties well. It is revealed that many civil servants in the Regional Office os Sumatera Utara Departement of Law and human Rights with rank that cannot be promoted any more caused by the disparity of between the number of position available and the number of PNS who want to have that position and more over the mechanisme of Baperjakat is not fully implemented and in the Regional Office Itself the lowest echelon is echelon Iva. Also, the process of selection of those who want to be promoted by the Regional Office of Departement of Law and Human Rights to the main Office of Departement of Law and Rights is not transparant and fuli of corruption, colusion and nepotisme.

It is suggest that the process done by Baperjakat in the promotion of structural position in the working area of the Regional Office of Sumatera Utara Departement of Law and Human Rights be reactived that the recommendation given by Baperjakat can be used in proposing a candidate for a structural position in the final decision is in the hands of the Main Office of Departement of Law and Human Rights and the Rights of the Republic of Indonesia. To have an official who is competent in his field in the future, it is suggested that the fit and proper test currently used should be applied based on the standard competency.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha, Kuasa karena berkat kasih karunia-Nyalah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam tesis ini, penulis menyajikan judul : "Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara)". Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, tesis ini masih jauh dari sempurna, karena kemampuan penulis yang sangat terbatas. Untuk itu dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatmya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya dikemudian hari.

Pada kesempatan ini, dengan segala, hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof Chairuddin P. Lubis, DTM&H. SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera, Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Bapak Prof. Muhammad Abduh, SH selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan-arahan yang sangat membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, perhatian dan dukungan yang tiada henti-hentinya demi selesainya penulisan tesis ini tepat pada waktunya.

7. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Anggota Komisi Penguji. 8. Ibu Dr. Agusmidah, SH, M.Hum, selaku Anggota. Komisi Penguji.

9. Para Dosen Penulis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmunya dan membuka cakrawala berpikir penulis yang akan bermanfaat dikemudian hari.

(9)

11.Orangtuaku tercinta, Ayahanda T.F. Siahaan dan Ibunda N. Br. Siregar yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan doa yang tiada putus-putusnya demi kebaikan dan keberhasilan anaknya serta mertuaku Amang Drs. B. Hutasoit dan Inang T. Br. Simanjuntak atas doanya.

12.Teristimewa untuk "Suamiku Drs. Ben C. Hutasoit" terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian dan dukungannya selama ini... Banyak waktu yang seharusnya kuhabiskan denganmu namun terpakai untuk menyelesaikan kuliah... Maafkan aku yah.... Terimakasih juga untuk anak-anakku Hans Giovanni Hutasoit dan Vanio Larissa Hutasoit.

13.Rekan-rekan seperjuangan pada Kelas Paralel Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2007, atas dukungan dan kebersamaannya. Cepat ada yang dikejar dan lambat ada yang dinanti....

(10)

Akhirnya penulis berharap bahwa tesis ini dapat berguna sebagai sumbang dan saran pemikiran mengenai "Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara)". Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2009 Penulis,

(11)

RIWAYAT HIDUP

NAMA : TETTY ERNAWATI SIAHAAN

TEMPAT/TGL LAHIR : MEDAN, 27 SEPTEMBER 1973 JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

AGAMA : KRISTEN

PEKERJAAN : PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

PADA RUTAN KLAS II B LABUHAN DELI PENDIDIKAN : 1. SD NEGERI, LULUS TAHUN 1986.

2. SMP SWASTA PARULIAN, LULUS TAHUN 1989. 3. SMA NEGERI 3, LULUS TAHUN 1992

.

4. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DHARMAWANGSA, LULUS TAHUN 1999 5. PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

(12)

DAFTAR ISI

BAB II SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL... 35

A. Pegawai Negeri Sipil ... 35

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 35

2. Jenis Pegawai Negeri Sipil ... 39

3. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil ... 43

4. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil ... 45

5. Hak Pegawai Negeri Sipil ... 48

B. Sistem Pembinaan Pegawai Negeri Sipil ... 51

1. Konsep Pembinaan ... 51

2. Prinsip Dasar dan Jenis Pembinaan Pegawai ... 55

3. Sikap dan Perilaku Pegawai Negeri Sipil ... 78

4. Hubungan Pembinaan dengan Perilaku Pegawai ... 82

C. Evaluasi Kinerja Pegawai Negeri Sipil ... 84

1. Analisis Kinerja Pegawai Negeri Sipil ... 84

(13)

BAB III PROSES PENGANGKATAN JABATAN STRUKTURAL

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43

TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN

DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA

TENTANG KEPEGAWAIAN ... 95

B. Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ... 125

C. Pembinaan dan Pengangkatan Jabatan Struktural Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM ... 132

1. Sistem Pembinaan Karir Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Pengangkatan Jabatan Struktural ... 132

2. Proses Pengangkatan Jabatan Struktural Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara ... 139

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Hak Pegawai Negeri Sipil Menurut

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 ... 50 2. Golongan/Ruang Yang Ditetapkan Untuk Pengangkatan

Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil ... 96 3 Eselon dan Jenjang Pangkat Jabatan Struktural

Pegawai Negeri Sipil ... 107 4 Jabatan Struktural dan Eselonisasi Pada Kantor Wilayah

Departemen Hukum dan HAM ... 129 5 Golongan/Ruang Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil Kanwil

(15)

DAFTAR BAGAN

No Judul Halaman 1 Susunan Organisasi Kantor Wilayah Departemen

(16)

DAFTAR SINGKATAN

BAPERJAKAT : Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan BAPERJANAS : Badan Pertimbangan Jabatan Nasional

BUMN : Badan Usaha Milik Negara CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil

DEPKUMHAM : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DP3 : Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan DUK : Daftar Urut Kepangkatan

HAM : Hak Asasi Manusia KANWIL : Kantor Wilayah

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KORPRI : Korps Pegawai Republik Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil

UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan merupakan suatu upaya yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, perwujudannya berupa pembangunan nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Pembangunan (dalam arti luas) merupakan suatu proses perubahan di segala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu.

Peningkatan mutu sumber daya manusia yang strategis terhadap peningkatan keterampilan, motivasi, pengembangan dan manajemen sumber daya manusia merupakan syarat utama dalam era globalisasi agar mampu bersaing dan mandiri. Sejalan dengan itu, visi dalam konteks pembangunan sumber daya manusia pemerintah dimasa yang akan datang adalah mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, mampu bersaing, dan mengantisipasi perkembangan dunia yang pesat di berbagai aspek kehidupan sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan serta kinerja yang tinggi.1

1

(18)

Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan Aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri Sipil. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sejalan dengan adanya kebijakan tersebut, maka pembinaan Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk dapat mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, memiliki wawasan luas, memiliki kemampuan, dan kapabilitas dengan kualitas tinggi yang setara dan seimbang baik di pusat maupun di daerah. Upaya pengembangan Pegawai Negeri Sipil pusat dan daerah sebagaimana tersebut diatas dapat diwujudkan dengan melaksanakan pembinaan berdasarkan norma, standar dan prosedur operasional yang berlaku secara nasional.

(19)

hubungan kerja yang selalu tegang antara pemimpin dengan bawahan, cara kerja yang tidak efisien dan efektif, dan berbagai penyimpangan prosedur kerja. Oleh karena itu dalam rangka pengelolaan suatu organisasi tahap pengangkatan dalam jabatan merupakan satu diantara langkah-langkah kritis di dalam keseluruhan proses pengelolaan sumber daya manusia.

Sebenarnya, pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh, cerdas dan terampil, mandiri dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin dan berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.2 Namun demikian, pengembangan Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan dan pelatihan yang meliputi Diklat Prajabatan, Diklat Administrasi Umum (ADUM), dan Diklat Staf Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) yang merupakan salah satu persyaratan untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil maupun untuk menduduki jabatan struktural, masih terlihat berbagai kelemahan. Kelemahan yang dimaksud meliputi rekruitmen calon peserta diklat, kurikulum, widyaswara, sarana dan prasarana penunjang, dan profesionalisme pengelola diklat.

Berdasarkan ini, tentu sangat sulit diharapkan munculnya keluaran yang berkualitas untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

2

P Tjiptoherijanto dan S.Z. Abidin, Reformasi Administrasi dan Pembangunan Nasional.

(20)

Tentang permasalahan ini yaitu berupa pembinaan Pegawai Negeri Sipil ditegaskan perlunya diarahkan untuk dapat menjamin sasaran-sasaran, yaitu3 :

1. Agar satuan organisasi Lembaga Pemerintah mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang rasional berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang dibebankan kepadanya.

2. Pembinaan yang terintegrasi terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil, artinya bahwa terhadap semua Pegawai Negeri Sipil berlaku ketentuan yang sama.

3. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil atas dasar sistem karier dan sistem prestasi kerja.

4. Pengembangan sistem penggajian yang mengarah kepada penghargaan terhadap prestasi dan besarnya tanggung jawab.

5. Pelaksanaan tindakan korektif yang tegas terhadap pegawai yang nyata-nyata melakukan pelanggaran terhadap normanorma kepegawaian.

6. Penyempurnaan sistem administrasi kepegawaian dan sistem pengawasannya.

7. Pembinaan kesetiaan dan ketaatan penuh Pegawai Negeri Sipil terhadap Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah.

Dalam kaitan pengembangan Pegawai Negeri Sipil, dapat dikemukakan bahwa penyelenggaraan diklat selama ini cenderung hanya bersifat formalistis. Kecenderungan demikian itu tidak menghasilkan output yang berkualitas melainkan kuantitas penyelenggaraannya belaka. Kenyataan ini tentu tidak sejalan dengan hakikat pengembangan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral pegawai sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.4

3

A.W. Wijaya, Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 26.

4

(21)

Kemudian pembinaan yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang antara lain pembinaan karier dan prestasi kerja belum berjalan secara baik, disebabkan oleh lemahnya tolak ukur yang dijadikan dasar untuk mengetahui apakah seseorang telah berprestasi atau tidak berprestasi. Salah satu tolak ukur yang digunakan selama ini yaitu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) yang cenderung bersifat subjektif. Demikian pula halnya penempatan seseorang sering tidak sesuai jenjang karier yang dimilikinya, sehingga cenderung penempatan Pegawai Negeri Sipil tersebut berdasarkan kemauan subjektif pula.

Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, telah menjelaskan tentang Aparatur Negara yang baik dalam penjelasan umumnya sebagai berikut5 :

1. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya pegawai negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri sipil yang berunsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Di samping itu dalam pelaksanaan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada daerah, Pegawai Negeri berkewajiban untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan serta bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

5

(22)

Dalam rangka pengisian jabatan pimpinan/jabatan struktural, seorang pemimpin harus dapat mengembangkan potensi optimal bawahannya, serta secara tepat dan benar menilai kesiapan dan kemampuan bawahan, sehingga proses pengangkatan dan penempatan dalam jabatan struktural betul-betul menganut merit system, yaitu: berdasarkan kecakapan, kemampuan atau keahlian tertentu sesuai dengan tingkatan jabatannya. Seiring dengan hal tersebut, pola karir bagi aparatur pemerintah haruslah jelas, sehingga setiap pegawainya dapat mengerti benar perjalanan karirnya dan syarat-syarat rasional yang harus diraihnya bila ingin meningkatkan diri ke jabatan yang lebih tinggi. Syarat-syarat rasional ini menjelaskan secara rinci target yang harus dicapai oleh setiap pegawai sehingga apabila terjadi kenaikan pangkat atau jabatan yang lebih tinggi tidak ada lagi rasa iri, dengki dan curiga kepada pegawai lain.

Ada tiga hal penting yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengangkatan calon pejabat struktural, yaitu; kemampuan, kemauan, dan etika moral, yaitu6 :

1. Kemampuan adalah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang individu untuk melakukan kegiatan atau tugas-tugas tertentu sesuai dengan program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

2. Kemauan berhubungan dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas atau program yang telah ditentukan.

3. Etika moral adalah berhubungan dengan nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan kejujuran, ketaatan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku.

6

(23)

Ketiga hal tersebut harus dapat diterapkan dan dilaksanakan secara terpadu, karena tanpa menunjukkan kemampuan berarti orang tidak punya kemauan. Tanpa kemauan berarti orang tidak akan menghasilkan apapun, kemudian kemampuan dan kemauan harus ditunjang dengan etika moral yang tinggi, sehingga output pekerjaan tidak berdampak negatif.

Kemudian tujuan pembinaan sumber daya aparatur adalah untuk membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil yang bersih, berwibawa, dan dapat memberikan pelayanan prima terhadap masyarakat. Maka dalam pembinaan tersebut harus diperlakukan sama terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil, dan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.

(24)

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, (4) mampu berperan sebagai unsur perekat negara kesatuan Republik Indonesia.7

Unsur-unsur tersebut kelihatannya sangat sederhana dan mudah diungkapkan namun sangat kompleks dan sulit untuk mewujudkannya. Berbagai faktor perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk mendorong terciptanya tujuan tersebut misalnya mentalitas dan intergritas manusianya, birokrasi, faktor kepemimpinannya, mekanisme dan sistem kerja dan lain sebagainya.

Fakta menunjukkan bahwa dalam proses pengangkatan dan penempatan dalam jabatan struktural terjadi berbagai penyimpangan, serta kurang memperhatikan faktor-faktor obyektif yang telah ditentukan. Ini berarti Pegawai Negeri Sipil tidak memperoleh jaminan hukum dalam proses promosi dan pengembangan karier. Bahkan kini ada persepsi yang berkembang bahwa dalam promosi jabat-an/pengembangan seseorang harus memiliki empat syarat, yakni 4D (duit, dekat, dukung, dan dawuh). Persepsi itu tentu tidak sehat, kendatipun realitas sosial menyatakan begitu.8

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Affandi,9 tidak tertampungnya pejabat struktural pada instansi vertikal untuk menduduki jabatan struktural, terutama secara kuantitatif jumlah jabatan yang tersedia sangat terbatas sebagai akibat penataan organisasi pemerintahan serta tumbuhnya paradigma lama yaitu pengangkatan dan

7

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LNRI Tahun 1999 Nomor 169, TLNRI Nomor 3890.

8

Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara, Persepsi PNS Daerah..., Op.Cit., hlm. 11. 9

(25)

penempatan dalam jabatan struktural berdasarkan suku, agama, kekeluargaan, dan indikasi adanya kolusi, nepotisme akan semakin memperburuk dan memperlemah citra Pegawai Negeri Sipil. Kalau kondisi seperti tersebut dibiarkan berlanjut dan tidak dibenahi secara cepat dan tepat, maka akan menimbulkan dampak yang negatif bagi pembinaan dan pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil, misalnya terjadi persaingan yang kurang sehat antara Pegawai Negeri Sipil. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip pembinaan dan manajemen Pegawai Negeri Sipil yang seragam secara nasional.

Kondisi seperti ini sangat bertentangan dengan karakter atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, yaitu meliputi10 :

1. Partisipasi (Participation) : Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. 2. Aturan Hukum (Rule of law) : Kerangka aturan hukum dan

perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.

3. Transparansi (Transparency) : Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.

4. Daya Tanggap (Reesponsivenessi) : Setiap institusi dan prosesnya harus diadakan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan

(stakeholders)

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) : Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagai berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai Konsensus atau kesempatan yang baik bagi kepentingan masingmasing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diperlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

10

(26)

6. Berkeadilan (Equity) : Pemerintah yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

7. Efektifitas dan Efesiensi (Effektiveness and Efficiency) : Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tesedia.

8. Akuntabilitas (Accountability) : Para pengambil keputusan dalam Organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memliki pertanggung jawaban (Akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik (Stake holders).

9. Visi strategis (Strategic vision) : Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakanya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

Salah satu dimensi penting dari pengorganisasian adalah proses departemenisasi, yaitu proses pembagian kerja dan kombinasi tugas yang logis mengarah pada penyusunan bagian organisasi yang makin lama makin mengecil sampai ke level seksi dan seterusnya.11 Sebuah organisasi formal terdiri dari struktur organisasi fungsional (functional organization) dan struktur organisasi divisional (divitional organization). Jenis organisasi divisional ditujukan bagi organisasi organisasi yang menurut pekerjaannya bersifat heterogen (berbeda) antara satu fungsi dengan fungsi lainnya. Di samping itu dalam organisasi divisional yang menjadi

powerful manager ada di lini tengah dan lebih bersifat desentralisasi.12

Dari hal di atas diketahui bahwa Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan jenis organisasi yang bersifat divisional, sehingga fungsi dan

11

Harold J Leavit, Pengelolaan, Perubahan dan Pengembangan Organisasi, (Jakarta: Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993), hlm. 5.

12

(27)

kewenangan Kepala Divisi khususnya Kepala Divisi Teknis harus lebih besar, termasuk rentang kendali ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawahnya. Artinya kewenangan Kepala Divisi tidak dapat dipersamakan dengan koordinator.

Sebagai bagian dari Pemerintahan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara sebagai salah satu instansi vertikal di daerah tidak terlepas dari semua peraturan dan perundang-undangan, tetapi pada kenyataannya, banyak peraturan yang menjadi landasan untuk mendayagunakan Aparatur Negara dan pelaksanaanya masih belum diterapkan dan ditegakkan. Apalagi dalam pengangkatan jabatan struktural yang masih mengenyampingkan prestasi kerja sebagai salah satu indikator penting dalam pengangkatan jabatan struktural tersebut. Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara sebagai induk dari Unit Pelaksana Teknis untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan teknis serta pengawasan administrasi mempunyai 32 (tiga puluh dua) jabatan struktural.13

Berdasarkan latar belakang diatas dan dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran mengenai perbaikan atau penyempurnaan terhadap sumber daya aparatur pemerintah khususnya Pegawai Negeri Sipil, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian ”Analisis Terhadap Pengangkatan Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian” (Studi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM).

13

(28)

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian, maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah di identifikasi tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah sistem pembinaan terhadap Pegawai Negeri Sipil?

2. Bagaimanakah proses pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan peraturan perundang-undangan lainya tentang kepegawaian ?

3. Apakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pengangkatan jabatan struktural menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian serta upaya-upaya yang dilakukan ?

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari identifikasi masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil.

(29)

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pengangkatan jabatan struktural menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian serta upaya-upaya yang dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

Ada 2 (dua) manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian, yaitu tujuan yang teoritis dan bersifat praktis.

a. Bersifat Teoritis

Sebagai bahan masukan dan kajian ilmiah dibidang hukum, khususnya hukum kepegawaian yang menyangkut pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. b. Bersifat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan untuk menyamakan persepsi dalam rangka menegakkan pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara.

E. Keaslian Penelitian

(30)

Jabatan Struktural Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian tesis ini dapat dikatakan asli, jauh dari unsur plagiat yang bertentangan dengan asas-asas keilmuan sehingga penelitian dapat dipertanggungjwabkan kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya dan ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca.14

Menurut Kaelan M.S, landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.15

Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut16:

14

Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 80. 15

M.S. Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan Seni), (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hlm. 239.

16

(31)

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;

2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi;

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti;

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian tesis ini. Secara konseptual, teori yang dapat dijadikan acuan dalam membahas pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian adalah dengan menggunakan pendekatan Teori Kekuasaan Birokrasi dari Max Webber sebagai grand theory yang didukung oleh konsep-konsep organisasi, pembinaan karir, motivasi dan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil sebagai applied theory-nya untuk memperkuat teori utama.

(32)

menjalankan tindakan-tindakan yang bersifat menegakkan hukum dan kekuasaan negara, di samping melayani kepentingan umum warga masyarakat.

Hukum Administrasi Negara adalah sebagian dari hukum yang mengatur tindakan penyelenggara negara (administrasi negara) berdasarkan kewenangan yang dimilikinya dalam hubungannya dengan rakyat atau warganya. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan pemerintah sebagai administrasi negara dengan rakyat dalam rangka pelaksanaan servis publik (bertuurzorg) sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar.

Di dalam masyarakat, prototipe dari kedaulatan dipandang dalam wujudnya sebagai badan pembuat undang-undang yang merupakan salah satu sumber-sumber primer dari konsepsi-konsepsi yang berkaitan dengan tujuan hukum atau standar-standar untuk mengevaluasi “efisiensi” suatu struktur peran tertentu atau suatu pengantisipasian terhadap struktur peran. Dengan kata lain, masukan primer badan pembuat undang-undang ke dalam sistem hukum adalah suatu deskripsi tentang kondisi-kondisi umum yang ideal yang untuknyalah sumber-sumber daya sosial dikerahkan melalui penggunaan kekuasaan. Keluaran yang paling erat kaitannya dengan sistem hukum adalah pengaplikasian dari pernyataan-pernyataan kebijakan publik terhadap konflik tertentu yang ada.17

17

(33)

Stillman II berpendapat bahwa sebenarnya birokrasi adalah suatu unsur umum dan formal dari suatu organisasi manusia, khususnya organisasi pemerintah. Lebih jauh lahgi Stillman II menguraikan tentang tipe ideal dari kekuasaan dengan mengambil pendapat “Bapak Birokrasi” dari Jerman, yaitu Max Webber.18

Max Webber membagi tiga tipe ideal tentang kekuasaan yang menerangkan mengapa manusia mematuhi penguasa, yaitu19 :

1. Tipe kekuasaan traditional yang terdapat pada masyarakat primitif yang percaya karena tradisi itu suci. Artinya, bahwa keluarga penguasa selalu berkuasa, sehingga masyarakat selalu patuh dan menilainya apa adanya dan bahwa penguasa itu selalu benar. Waktu kejadian, dan tradisilah yang memberikan kesempatan kepada penguasa tersebut legitimasi kekuasaan dari masyarakat yang diperintah.

2. Tipe kekuasaan charismatic yang didasarkan pada kualitas pribadi dan faktor-faktor yang menarik dari pemimpin. Figur karismatik dipilh karena mereka luar biasa, manusia yang super, dan karena kualifikasi lainnya. Pemimpin-pemimpin militer, kepala-kepala suku, pemimpin-pemimpin partai yang populer, dan nabi-nabi adalah contoh pribadi yang semangat kepahlawanan dan keajaibannya menarik pengikutnya.

3. Tipe legal-rational yang merupakan dasar bagi peradaban modern. Tipe kekuasaan ini didasarkan pada suatu kepercayaan legitimasi yang berasal dari peraturan dan hak-hak normatif bagi mereka yang diangkat sebagai penguasa di bawah peraturan tertentu untuk memerintah. Kepatuhan masyarakat diperoleh karena ketetapan hukum, seperangkat peraturan yang impersonal (berlaku bagi semua orang, tidak membeda-bedakan), bukan karena kepatuhannya terhadap penguasa. Kekuasaan legal-rational

memberikan kekuasaan kepada organisasi bukan kepada pribadi yang menjabat jabatan tertentu di organisasi tersebut, dengan demikian setiap orang dapat memerintah sepanjang yang bersangkutan masih menjabat “sebagaimana diatur oleh peraturan tersebut”.

18

Richard J Stillman II, Public Administration: Concepts and Cases), (Boston: Highton Mifflin Company, 1988), hlm. 38.

19

(34)

Tipe kekuasaan yang ketiga inilah yang membentuk dasar konsepsi Webber tentang birokrasi. Menurut Webber, birokrasi adalah suatu cara wajar yang membuat kekuasaan legal-rational terlihat dalam bentuk kelembagaan, yang memegang peran sentral dalam menyuruh dan mengontrol masyarakat modern. Menurut Webber tipe ini lebih baik dari tipe-tipe lainnya dalam hal ketetapan, stabilitas, dan ketegasan untuk berdisiplin dan dalam hal memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Dengan demikian memungkinkan suatu perolehan hasil dalam tingkat yang tinggi bagi pimpinan organisasi dan bagi mereka yang jabatannya berhubungan dengan pimpinan tersebut. Hal ini pada akhirnya merupakan yang terbaik dalam pelaksanaan efesiensi dan secara formal mampu menerapkan semua jenis tugas administratif. Tugas administratif tersebutlah yang sebenarnya merupakan penyubur yang baik bagi birokrasi administrasi, karena dengan cara itu birokrasi tumbuh dan berkembang untuk kepentingan masyarakat yang memerlukan banyak hal dalam hidupnya, misalnya untuk membangun jalan, mendidik murid, memungut pajak, berperang dengan musuh, merencanakan pembangunan dan menegakkan keadilan.

Dari pembahasan tentang tipe-tipe ideal birokrasi tersebut, kemudian dilanjutkan dengan tiga kelengkapan terpenting dalam konsepsi birokrasi, yaitu : pembagian tugas, jenjang hierarki, dan peraturan-peraturan yang impersonal yang merupakan kunci untuk memfungsikan birokrasi20 :

1. Pembagian tugas (spesialisasi pegawai), yang berarti bahwa seluruh pekerjaan yang ada dalam birokrasi secara nasional dibagi kedalam unit-unit kerja tertentu yang akan dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok

20

(35)

orang yang kompeten untuk melaksanakan tugas itu. Tidak seperti penguasa-penguasa tradisional, dimana pegawai tidak “memiliki” kantor dalam birokrasinya, tetapi hanya mengerjakan pekerjaan tertentu yang diberikan oleh penguasa.

2. Aturan hierarki dari birokrasi memisahkan atasan dari bawahan, sesuai dengan dasar hierarki, balas jasa dibagi sesuai dengan pekerjaan, kewenangan diketahui, hak-hak pribadi diberikan dan promosi dihadiahkan.

3. Peraturan-peraturan yang impersonal membentuk kehidupan dunia birokrasi. Para birokrat, menurut Webber, tidaklah bebas untuk bertindak semaunya karena pilihan mereka telah ditentukan untuk melaksanakan pola-pola yang telah diatur. Sebagai kebalikan dari kekuasaan tradisional atau karismatik, aturan birokrasi diadakan untuk bawahan oleh atasan secara sistematis, sehingga membatasi kesempatan bagi arbitrasi dan favoritisme terhadap pribadi tertentu.

Dalam teori Webber, satu-satunya cara bagi masyarakat modern untuk mengoperasikan hal itu secara efektif adalah dengan mengorganisasikan spesialis-spesialis birokrasi yang fungsional dan terlatih. Dari buku Max Webber “Essays in Sociology”, yang diterjemahkan oleh H.H Gerth dan C. Wright Mills,21 dijelaskan bahwa ciri birokrasi dalam perkantoran modern mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Terdapat prinsip wilayah jurisdiksi yang tetap dan resmi, yang diatur dalam peraturan, yaitu melalui undang-undang atau keputusan administratif.

2. Di dalam prinsip-prinsip hierarki organisasi dan tingkatan-tingkatan kewenangan terdapat sistem perintah yang jelas dari atasan pada bawahan, yang berarti unit kerja yang lebih rendah diawasi oleh yang lebih tinggi. 3. Manajemen organisasi modern didasarkan atas dokumen tertulis.

4. Manajemen perkantoran, paling tidak seluruh manajemen perkantoran yang terspesialisasikan dan manajemen sejenis yang modern biasanya terlatih dan dipersiapkan.

5. Jika organisasi telah dikembangkan sepenuhnya, aktivitas official

menginginkan kapasitas kerja penuh dari pejabatnya.

6. Manajemen organisasi mengikuti aturan yang berlaku umum, stabil, dan dapat dipelajari.

21

(36)

Kajian pertama yang dilakukan dalam menganalisis pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebagai pelaksana dari tugas negara dalam kapsitasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah dengan menggambarkan karakteristik manusia yang ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini ditujukan untuk mengetahui sosok Pegawai Negeri Sipil yang didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan manusia didalamnya.

Manusia disebut sebagai sumber daya karena memiliki kecerdasan, melalui kecerdasan yang semakin meningkat mengakibatkan manusia dikatakan sebagai

homo sapiens, homo politikus dan homo ekonomikus dan dalam kajian yang lebih mendalam dapat dikatakan pula bahwa manusia adalah zoon politicon. Berdasarkan perkembangannya dalam dunia modern, dalam prosesnya, setiap individu akan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin meluas dan perkembangannya berikutnya adalah dimulainya konsep organisasi yang melingkupi bidang pemerintahan, sehingga manusia dapat dikatakan sebagai homo administratikus dan

organization man.22

Berdasarkan konteksnya sebagai homo administratikus, salah satu bentuknya adalah pegawai dalam suatu organisasi. Pegawai dalam prosesnya memiliki perilaku awal yang dibentuk oleh lingkungan maupun pendidikannya. Perilaku dasar tersebut dapat berbeda dengan perilaku yang diinginkan oleh organisasi, di mana pegawai harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku di dalam organisasi sehingga dapat diarahkan pada tujuannya.

22

(37)

Langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu organisasi bertujuan untuk mempertautkan antara kepentingan pegawai dan organisasi. Kepentingan pegawai pada umumnya terbatas pada kepentingan memperoleh gaji guna memenuhi kebutuhannya dan hal ini pun masih dipengaruhi oleh kepentingan lainnya berupa : keserasian arahan kerja dari pimpinan organisasi, kesempatan mengembangkan diri sampai dengan adanya jaminan di hari tua (pensiun).

Pada Pegawai Negeri Sipil diberikan jaminan kesejahteraan yang memadai dalam arti memperhatikan pengembangan kariernya; gaji yang berkelayakan; sarana perumahan, transportasi, dan sebagainya. Pada umumnya perbedaan kepentingan dalam lingkungan Pegawai Negeri Sipil lebih berorientasi pada kebutuhan manusia yang dijelaskan pada teori kebutuhan manusia.23

Manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan kebutuhan. Pada masyarakat yang hidupnya masih terbelakang, kebutuhan dipenuhi dari alam sekitarnya, sedangkan pada masyarakat yang maju telah terdapat diferensiasi tugas, pemenuhan dilakukan dengan membuat barang atau jasa.

Maslow dalam teorinya tentang hierarki kebutuhan berpendapat bahwa ada lima tingkat kebutuhan manusia yang tersusun secara hierarki, kebutuhan tersebut meliputi24 :

a) Kebutuhan fisiologis, seperti sandang, pangan, dan papan;

b) Keamanan, seperti kepastian kedudukan, jaminan pekerjaan dan lain-lain; c) Perasaan dicintai dan diterima oleh lingkungannya;

23

Burhanudin A. Tayibnapis, Administrasi Kepegawaian; Suatu Tinjauan Analitik, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1995), hlm. 342-243.

24

(38)

d) Perasaan dihargai, seperti status sosial, promosi, dan lain-lain;

e) Kejayaan diri yang tercermin dalam kepercayaan diri untuk mewujudkan cita-cita demi kepentingan pribadi.

Teori hierarki kebutuhan ini mengatakan bahwa efek yang timbul dalam suatu organisasi pemerintahan dikembangkan reward and punishment systems. Pada pegawai yang berprestasi diberikan penghargaan, sebaliknya pada pegawai yang indisipliner dikenakan sanksi.25

Kemudian Herzberg dalam teori tentang motivasi berpendapat bahwa setiap manusia memerlukan dua kebutuhan dasar, yaitu26 :

a) Kebutuhan menghindari dari rasa sakit dan kebutuhan mempertahankan kelangsungan hidup;

b) Kebutuhan untuk tumbuh, berkembang, dan belajar.

Herzberg mengadakan analisis yang menghasilkan dua buah hubungan sinergis, yang pertama adalah mengenai tingkat kepuasan pegawai dari tingkat tidak puas hingga hilangnya ketidakpuasan yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Type ini disebut hygienic factor yang terdiri atas gaji, hubungan antara pegawai, kebijaksanaan dalam bidang administrasi, prosedur, dan lain-lain.

Hubungan sinergis berikutnya adalah tipe motivator yang dimulai dari tingkat ketidakpuasan kerja hingga tingkat adanya kepuasan kerja, misalnya faktor pengetahuan, keberhasilan untuk mencapai tujuan, kesempatan untuk tumbuh

25

Ibid.

26

(39)

berkembang serta dapatnya kemajuan diri. Keseluruhan faktor berkaitan dengan erat dengan pekerjaan dan tidak ada kaitannya dengan lingkungan fisik, administrasi dan faktor sosial.

Teori Herzberg dapat dianalogikan dengan teori Maslow. Hygienic factor

dari Herzberg merupakan kebutuhan fisiologis manusia, sedangkan tipe motivator merupakan tingkat kebutuhan sekunder seperti kebutuhan pengakuan diri (self actualization). Teori Maslow merupakan proses kebutuhan manusia secara hierarki, sebaliknya Herzberg terfokus pada hygienic factor.

Secara umum, tinjauan dari segi sosial ekonomis mengenai pegawai merupakan suatu kesatuan yang kompleks. Pegawai atau tenaga kerja disebut sebagai

human resources adalah manusia dalam usia kerja (working ages) yang mampu menyelenggarakan pekerjaan fisik ataupun mental. Hubungan manusia hendaknya dilihat dari segi objek dan tujuan, yaitu manusia insani yang menjadi tujuan daripada segala usaha, usaha mana yang dilakukan pula oleh manusia sebagai subjek atau pelaksananya. Manusia merupakan faktor atau sumber produksi yang berkewajiban memberikan hasil karyanya.

(40)

realisasinya. Administration dalam konteks ini berbeda dengan arti Administratie.

Berdasarkan kajiannya, tata administrasi kepegawaian dalam hubungannya dengan

Personnel Administration berarti27 :

a) Tata yang menunjukkan organization dan management;

b) Administrasi yang memberikan pengertian di samping pengertian

administratie dalam bahasa Belanda juga dalam rangka pembinaan

organization dan management, sehingga meliputi pengertian usaha, hukum dan prosedur;

c) Pegawai yang mencakup pengertian Pegawai Negeri Sipil (pemerintah);

Pemahaman mengenai kepegawaian tersebut didasari bahwa administrasi dari suatu negara adalah hasil produk dari pengaruh-pengaruh politik dan sosial sepanjang sejarah negara yang bersangkutan, oleh karena itu suatu sistem administrasi tidak akan cukup dipahami dengan baik tanpa adanya pengetahuan administrasi dalam bentuk lampau. Perkembangan saat ini adalah negara akan mengembangkan administrasinya dengan sistem yang sama satu sama lain. 28

Kemudian pemberdayaan mengandung makna adanya perubahan pada diri seseorang dari ketidakmampuan menjadi mampu, dari ketidak memiliki kewenangan menjadi memiliki kewenangan, dari ketidakmampuan untuk bertanggung jawab menjadi memiliki tanggung jawab terhadap sesuatu yang dikerjakan. Pemberdayaan aparatur berarti memberikan kesempatan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan suatu aktivitas dengan kewenangan dan tanggung jawab yang dimilikinya.

27

Ibid., hlm. 170. 28

(41)

Ada beberapa pendapat tentang pengertian pemberdayaan. Empowerment

berasal dari kata power yang artinya control, authority, dominion. Awalan emp

artinya to put on to atau to cover with jelasnya more power. Jadi empowering artinya

is passing on authority and responsibility yaitu lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya.29

Pemberdayaan adalah upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin.30 Untuk mewujudkan pemberdayaan yang dimaksud, maka diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepegawaian yang meliputi pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian, dan pengawasan. Pengadaan sumber daya manusia dimaksudkan untuk mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia, sedangkan rekruitmen biasanya ditujukan untuk penarikan sumber daya manusia baru dari luar perusahaan atau organisasi.31

Selanjutnya pengadaan diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong, mulai dari perencanaan (tentunya rencana pengadaan), pengumuman, pelamaran, penyaringan, sampai dengan pengangkatan dan

29

Soerjono, Pemberdayaan Sumber Daya, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 1999), hlm. 4.

30

Handoko dan Tjipotono, Kepemimpinan Transformasional dan Pemberdayaan,

(Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Edisi XI Bulan November Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada 1996), hlm. 32.

31

(42)

penempatan.32 Pengadaan Pegawai Negeri Sipil yang selama ini dilakukan melalui seleksi cenderung tidak objektif dan bersifat formalitas terhadap ketentuan peraturan kepegawaian, ternyata dari banyaknya tuntutan dan gugatan para pencari kerja yang melihat bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil selama ini dilakukan cenderung bermuatan politik, korupsi, kolusi dan nepotisme, dan hasilnya sudah dapat diketahui sebelum pengumuman hasil penyaringan ditetapkan. Akibat dari praktek pengadaan yang dilakukan selama ini tidak bersifat transparan dan objektif, maka komposisi Pegawai Negeri Sipil yang ada tidak sejalan dengan harapan pemberdayaan.

Salah satu hal yang penting pula dalam kaitannya dengan pemberdayaan aparatur pemerintah, adalah perolehan gaji yang layak untuk memenuhi kehidupan Pegawai Negeri Sipil tersebut dan keluarganya. Gaji Pegawai Negeri Sipil erat kaitannya dengan usaha untuk meningkatkan kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil, dalam upaya pencapai tujuan organisasi.

Akan halnya dengan pengawasan dalam hubungannya dengan pemberdayaan diungkapkan oleh Sujamto,33 bahwa pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif, bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Apa yang terlihat dalam masyarakat ialah bahwa, aparatur yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan masih sulit bertindak secara efektif, yang

32

Zainun, B, Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia. (Jakarta: Gunung Agung, 1996), hlm. 31.

33

(43)

tentu saja dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang, yang menyebabkan semakin suburnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pemerintahan.

Berdasarkan kerangka teori di atas, telah diketahui bahwa dalam rangka mencapai cita-cita Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional dibutuhkan suatu pendekatan strategi besar dalam Administrasi Negara, yakni pendekatan yang mencerminkan lompatan peningkatan kualitas dan kekenyalan aparatur negara secara terus menerus. Pendekatan yang merupakan bagian saling mengisi akan perlunya lompatan secara realistis dan rasional untuk mengejar ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan keharusan adanya organisasi pemerintah yang solid dan berkinerja tinggi.

Oleh karena itu, pembangunan nasional Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompetitif agar dapat menggerakkan dan memacu pembangunan dalam aspek kehidupan bernegara. Aspek ini merupakan kekuatan utama untuk dapat mewujudkan tujuan kemasyarakatan, yaitu kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Sebagai penegasan reformasi birokrasi, dalam pendayagunaan aparatur negara, implementasi kebijakannya dan programnya harus terus-menerus selalu menunjang good governance sebagaimana sering disampaikan para pakar, kemudian juga menjadi rekomendasi MPR (TAP MPR II, VI, 2002) yang intinya34 :

1. Melakukan penataan kelembagaaan negara dan sumber daya manusia aparatur; 2. Melakukan pemberantasan segala bentuk pungutan liar, korupsi, kolusi dan

nenpotisme, serta pemberantasan penyeludupan secara tegas dan tuntas;

34

Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi (Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara),

(44)

3. Terciptanya penyelenggara dan pengelola dunia usaha yang baik dan bersih dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah;

4. Membangun kultur birokrasi yang transparan, akuntabel, bersih, dan bertanggung jawab serta menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara;

5. Membenahi birokrasi pemerintahan baik yang langsung ataupun tidak langsung terkait dengan pelaksanaan program pemulihan ekonomi dalam rangka peningkatan pengawasan birokrasi.

Dalam rangka menjamin terselenggaranya tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna dan dalam rangka usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bersih, berwibawa, berdaya guna, bermutu tinggi dan sadar akan tugas serta tanggung jawabnya. Dalam hubungan ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 telah meletakkan landasan yang kukuh untuk mewujudkan Pegawai Negeri seperti dimaksud di atas dengan cara mengatur kedudukan, kewajiban, hak dan pembinaan pegawai negeri sebagai salah satu kebijaksanaan dan langkah usaha penyempurnaan aparatur negara di bidang kepegawaian.35

2. Konsepsi

Dalam penelitian hukum kerangka konsepsional diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau melalui usaha untuk membentuk pengertian-pengertian

35

(45)

hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari peraturan perundang-undangan tertentu maka biasanya kerangka konsepsional tersebut sekaligus merumuskan definisi-definisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan konstruksi data.36

Kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya terbatas pada penyusunan kerangka konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan definisi-definisi operasional di luar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.37

Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep-konsep dibawah ini :

1. Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara Republik Indonnesia yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.38

2. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya jabatan dalam

36

Solly Lubis, Filsafat Ilmu… Op.Cit., hlm. 80. 37

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 24.

38

(46)

kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara dan kepaniteraan pengadilan.39

3. Jabatan Karir adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi yang ditentukan.40

4. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.41

5. Eselon adalah tingkat jabatan struktural.42

6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan dan/atau memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari Jabatan Struktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.43

7. Pola karir adalah pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterangan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi serta masa jabatan

39

Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LNRI Tahun 1999 Nomor 169, TLNRI Nomor 3890.

40

Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, LNRI Tahun 1999 Nomor 169, TLNRI Nomor 3890.

41

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194.

42

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194.

43

(47)

seseorang Pegawai Negeri Sipil sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.44

G. Metode Penelitian

Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan oleh metode yang digunakan dalam penelitian. Dapat dikutip pendapat Soeryono Soekanto mengenai penelitian hukum, sebagai berikut :

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian yang ditimbulkan di dalam gejala yang bersangkutan.45

1. Spesifikasi Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis, deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan jabatan struktural. Sedangkan analitis maksudnya data hasil penelitian diolah lebih dahulu, lalu dianalisis dan kemudian baru diuraikan secara cermat tentang pengangkatan jabatan struktural. Seperti dikemukakan oleh Soeryono Soekanto, “Penelitian deskriptif analitis adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran

44

Pasal 1 ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, LNRI Tahun 2002 Nomor 33, TLNRI Nomor 4194.

45

(48)

atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki”.46

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hukum normatif. Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian doktrinal47 (doctrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge through judicial process).48 Dalam penelitian ini bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama sementara data lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan Kepala Divisi Administrasi, Kepala Bagian Umum serta Kepala Sub Bagian Kepegawaian pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara yang akan dijadikan sebagai data pendukung atau pelengkap.

2. Sumber Data Penelitian

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi49:

a. Bahan hukum primer, yaitu Peraturan Perundang-undangan di bidang Kepegawaian, yakni Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

46

Soerjono Soekanto, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1998), hlm. 3. 47

Penelitian sejenis ini disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder. Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 10. 48

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

Makalah, disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hlm. 1.

49

(49)

Kepegawaian dan Peraturan Perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pengangkatan jabatan struktural Pegawai Negeri Sipil.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengangkatan jabatan struktural Pegawai Negeri Sipil.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.50

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yakni:

a. Penelitian Kepustakaan (library research).

Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka pengumpulan data akan dilakukan melalui Penelitian Kepustakaan, dikumpulkan melalui penelitian literatur, yakni dengan mempelajari ketentuan Perundang-undangan tentang Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Perundang-undangan lain yang relevan dengan materi penelitian.

50

(50)

b. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data pendukung mengenai pengangkatan jabatan struktural Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan Kepala Divisi Administrasi, Kepala Bagian Umum serta Kepala Sub Bagian Kepegawaian pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, yang akan dijadikan sebagai data pendukung atau pelengkap.

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengolahan, penganalisisan dan pengkonstruksian data secara menyeluruh.

(51)

BAB II

SISTEM PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. Pegawai Negeri Sipil

1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengangkatan jabatan struktural berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian, diperlukan pemahaman terlebih dahulu mengenai subjek dari hukum kepegawaian, yaitu Pegawai Negeri Sipil. Kedudukan dan peranan dari Pegawai Negeri Sipil dalam setiap organisasi pemerintahan sangatlah menentukan, sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan tulang punggung pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai Negeri Sipil seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi not the gun, the man behind the gun, yaitu bukan senjata yang penting melainkan manusia yang menggunakan senjata itu. Senjata yang modern tidak mempunyai arti apa-apa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu tidak melaksanakan kewajibannya dengan benar.51

Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri, yaitu pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya. Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materiil mencermati hubungan antara

51

(52)

negara dengan pegawai negeri dengan memberikan pengertian pegawai negeri sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.52

Pegawai Negeri Sipil, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pegawai” berarti “orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan dan sebagainya)” sedangkan “Negeri” berarti negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau negara.53

Pengertian Pegawai Negeri menurut Mahfud M.D dalam buku Hukum Kepegawaian, terbagi dalam dua bagian yaitu pengertian stipulatif dan pengertian ekstensif (perluasan pengertian).

1. Pengertian Stipulatif

Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang diberikan oleh Undang-Undang) tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999. Pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan hubungan pegawai negeri dengan hukum (administrasi), sedangkan dalam Pasal 3 ayat (1) berkaitan dengan hubungan pegawai negeri dengan pemerintah, atau mengenal kedudukan pegawai negeri. Pengertian stipulatif tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1 angka 1 menyebutkan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

52

Ibid., hlm. 13. 53

(53)

Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.

Pengertian di atas berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan perundang-undangan, kecuali diberikan definisi lain.54

2. Pengertian Ekstensif

Selain dari pengertian stipulatif ada beberapa golongan yang sebenarnya bukan pegawai negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagi dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri, artinya di samping pengertian stipulatif ada pengertian yang hanya berlaku pada hal-hal tertentu. Pengertian tersebut terdapat pada :

a. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 415-437 KUHP mengenai kejahatan jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut orang yang melakukan kejahatan jabatan adalah yang melakukan kejahatan yang berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang diserahi suatu jabatan publik, baik tetap maupun sementara. Jadi, orang yang diserahi suatu jabatan publik itu belum tentu pegawai negeri menurut pengertian stipulatif apabila melakukan kejahatan dalam kualitasnya sebagai pemegang jabatan publik, ia dianggap dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri, khusus untuk kejahatan yang dilakukannya.

54

(54)

b. Ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan dengan status anggota dewan rakyat, anggota dewan daerah dan kepala desa. Menurut Pasal 92 KUHP, di mana diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti pegawai negeri adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan peraturan-peraturan umum dan juga mereka yang bukan dipilih, tetapi diangkat menjadi anggota dewan rakyat dan dewan daerah serta kepala-kepala desa dan sebagainya. Pengertian pegawai negeri menurut KUHP sangatlah luas, tetapi pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal ada orang-orang yang melakukan kejahatan atau pelanggaran jabatan dan Tindak Pidana lain yang disebut dalam KUHP, jadi pengertian ini tidak termasuk dalam hukum kepegawaian.55

c. Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

d. Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan kegaiatan pegawai negeri dalam usaha swasta.

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam hukum Kepegawaian. Pengertian tersebut terbagi dalam bentuk dan format yang berbeda, namun pada akhirnya dapat menjelaskan maksud pemerintah dalam memposisikan penyelenggara negara dalam sistem hukum yang ada, karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan dengan penyelenggara negara yaitu Pegawai Negeri Sipil.

55

Gambar

Tabel. 1 Hak Pegawai Negeri Sipil Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
Tabel. 2 Golongan/Ruang Yang Ditetapkan Untuk Pengangkatan Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil
Tabel. 3 Eselon dan Jenjang Pangkat Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil   Jenjang Pangkat, Golongan/Ruang
Tabel 4 Jabatan Struktural dan Eselonisasi Pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3 nampak bahwa bentuk otak fetus mencit uk 18 hari semakin mengecil dan berat otak serta ukuran morfometri mengecil seiring dengan peningkatan dosis

Masalah transportasi secara umum berhubungan dengan penyelesaian suatu masalah dengan memperkecil seminimal mungkin biaya pengiriman barang dari suatu sumber sebagai penyedia ( supply

Guru pamong yang membimbing penulis dalam pelaksanaan PPL adalah guru yang berkualitas. Pendidikan terakhir guru pamong adalah S1. Setelah mengamati cara beliau

“Pengaruh Kebijakan Dividen, Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), Profit After Tax (PAT) terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Properti dan Real

[r]

[r]

Menerapkan Al-Qur’an surat-surat pendek pilihan dalam kehidupan sehar-hari tentang ketentuan rizki dari Allah.. 2.1 Memahami isi kandungan Q.S Al-Quraisy dan

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan ( Readiness Criteria ) yang mencakup antara