• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Non-Intervensi Menurut Konvensi Internasional

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI INTERVENSI

B. Prinsip Non-Intervensi dalam Hukum Internasional

3. Prinsip Non-Intervensi Menurut Konvensi Internasional

Hingga sekarang isu mengenai kewenangan dalam menentukan kompetensi yurisdiksi masih belum dapat diputuskan.

Prinsip Non-Intervensi telah lama diterima negara-negara dunia sebagai salah satu prinsip umum (general principle) dalam hukum internasional. Prinsip

89

M. S. Rajan. op.cit., Hlm. 215

90

Hans Kelsen, op.cit., hlm. 783-784

91

Letter of 16 August 1954 from President of the Council of Ministers of Greece to Secretary –General, UN Doc. A/2703 (1954)

92 Buku Tahunan PBB (1954), hlm 94-85 93 Buku Tahunan PBB (1955), hlm 77-78 94 Buku Tahunan PBB (1956), hlm 121-122

Intervensi mencerminkan larangan bagi negara-negara untuk ikut campur di dalam urusan internal negara lain.95 Prinsip ini telah diaplikasikan oleh Mahkamah Internasional dalam berbagai putusannya, dan sebagai kewajiban diberbagai konvensi internasional.96 Prinsip Non-Intervensi bertujuan untuk menjamin stabilititas dan ekualitas antar negara.97 Dan prinsip ini diakui sebagai prinsip yang fundamental antara negara-negara.98

i. Helsinki Final Act 1975

Di dalam Helsinki Final Act, diatur berbagai ketentuan yang mencerminkan mengenai prinsip non-intervensi dalam urusan internal negara lain dalam hubungan internasional. Di dalam pasal satu konvensi ini diatur mengenai hal- hal berikut;

Setiap negara harus menghormati kedaulatan negara lain Termasuk kedaulatan hukum, kesatuan wilayah, dan kebebasan politk. Setiap negara juga harus menghormati perkembangan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan dan kedaulatan untuk menentukan sistem hukum. Di dalam lingkup hubungan internasional. setiap negara mempunyai persamaan hak dan kewajiban. Setiap negara harus menghormati hak-hak negara lain untuk menentukan bagaimana perjalanan hubungan negara mereka dengan negara lain sesuai dengan hukum

95

Montevideo Convention on the Rights and Duties of States (26 December 1933). Pasal 8;

96

Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua (Nicaragua v. United States of America), Merits, Judgment, I.C.J. Reports (1986), para. 206, 264; Armed Activities on the Territory of the Congo (Democratic Republic of the Congo v. Uganda), Judgment, I.C.J. Reports (2005). para.164; Accordance with International Law of the Unilateral Declaration of Independence in Respect of Kosovo, Advisory Opinion, I.C.J. Reports (2010), para 79, 80; Corfu Channel case, Judgment of April 9th, 1949: I.C.J. Reports 1949, para. 36.

97

Piagam PBB, Pasal 2 ayat (4), Helsinki Final Act, bagian 1

98

internasional. Setiap negara juga mempunyai hak untuk ikut atau tidak ikut serta dalam suatu organisasi internasional. mengambil bagian atau tidak mengambil bagian dalam perjanjian multilateral, dan setiap negara juga mempunyai hak untuk menjadi negara netral.

“The participating States will respect each other's sovereign equality and individuality as well as all the rights inherent in and encompassed by its sovereignty, including in particular the right of every State to juridical equality, to territorial integrity and to freedom and political independence. They will also respect each other's right freely to choose and develop its political, social, economic and cultural systems as well as its right to determine its laws and regulations. Within the framework of international law, all the participating States have equal rights and duties. They will respect each other's right to define and conduct as it wishes its relations with other States in accordance with international law and in the spirit of the present Declaration. They consider that their frontiers can be changed, in accordance with international law, by peaceful means and by agreement. They also have the right to belong or not to belong to international organizations, to be or not to be a party to bilateral or multilateral treaties including the right to be or not to be a party to treaties of alliance; they also have the right to neutrality.99

“The participating States will refrain in their mutual relations, as well as in their international relations in general, from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any State, or in any other manner inconsistent with the purposes of the United Nations and with the present Declaration. No consideration may be invoked to serve to warrant resort to the threat or use of force in contravention of this principle. Accordingly, the participating States will refrain from any acts constituting a threat of force or direct or indirect use of force against another participating State. Likewise they

Setiap negara dalam hubungan internasional harus menghindari penggunaan atau ancaman penggunaan kekuatan bersenjata terhadap kesatuan wilayah dan kebebasan politk negara lain, atau cara-cara lain yang bertentangan dengan tujuan PBB. Setiap negara menghindari segala bentuk tindakan yang menggunakan penggunaan kekuatan bersenjata baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap negara lain.

99

will refrain from any manifestation of force for the purpose of inducing another participating State to renounce the full exercise of its sovereign rights. Likewise they will also refrain in their mutual relations from any act of reprisal by force. No such threat or use of force will be employed as a means of settling disputes, or questions likely to give rise to disputes, between them.”100

“The participating States regard as inviolable all one another's frontiers as well as the frontiers of all States in Europe and therefore they will refrain now and in the future from assaulting these frontiers. Accordingly, they will also refrain from any demand for, or act of, seizure and usurpation of part or all of the territory of any participating State.”

Setiap negara harus menghormati batas-batas negara lain dan menganggap batas-batas negara sebagai sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat, dan setiap negara dilarang untuk melakukan suatu tindakan yang dapat mengurangi atau menghilangkan batas-batas negara lain

101

“The participating States will respect the territorial integrity of each of the participating States. Accordingly, they will refrain from any action inconsistent with the purposes and principles of the Charter of the United Nations against the territorial integrity, political independence or the unity of any participating State, and in particular from any such action constituting a threat or use of force. The

Setiap negera wajib menghormati kesatuan wilayah suatu negara. Mereka harus menghindari segala bentuk tindakan yang akan mengancam kesatuan wilayah, kebebasan politik dana kesatuan suatu negara yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB. Setiap negara dilarang menjadikan wilayah teritorial negara lain sebagai target militer baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tujuan untuk mengancam negara tersebur. Segala bentuk okupasi dan akuisasi adalah illegal.

100

Ibid, pasal 2

101

participating States will likewise refrain from making each other's territory the object of military occupation or other direct or indirect measures of force in contravention of international law, or the object of acquisition by means of such measures or the threat of them. No such occupation or acquisition will be recognized as legal.”102

“The participating States will refrain from any intervention, direct or indirect, individual or collective, in the internal or external affairs falling within the domestic jurisdiction of another participating State, regardless of their mutual relations. They will accordingly refrain from any form of armed intervention or threat of such intervention against another participating State. They will likewise in all circumstances refrain from any other act of military, or of political, economic or other coercion designed to subordinate to their own interest the exercise by another participating State of the rights inherent in its sovereignty and thus to secure advantages of any kind. Accordingly, they will, inter alia, refrain from direct or indirect assistance to terrorist activities, or to subversive or other activities directed towards the violent overthrow of the regime of another participating State.

Setiap negara dilarang untuk melakukan intervensi, langsung maupun tidak langsung, secara mandiri ataupun bersama-sama, dalam masalah internal atau eksternal suatu negara yang berada di dalam wilayah yurisdiksi negara tersebut. Setiap negara juga dilarang untuk melakukan intervensi militer atau ancaman militer terhadap negara lain. Segala bentuk paksaan (coercion) baik secara militer, politik ekonomi, atau bentuk paksaan lainnya untuk mewujudkan kepentingan mereka juga dilarang menurut konvensi ini. Setiap negara juga tidak diperbolehkan untuk memberikan dukungan baik secaralangsung maupun tidak langsung terhadap teroris atau kepada oknum-oknum tertentu yang bertujuan untuk menjatuhkan rezim suatu pemerintahan di negara lain.

103 102 Ibid, pasal 5 103 Ibid, pasal 6

ii. Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and Sovereignty 1965.

Pembuatan deklarasi ini dilatar belakangi oleh banyaknya persengketaan internasional yang dilator belakangi oleh intervensi militer suatu negara terhadap negara lainnya. Intervensi yang dilakukan baik secara militer maupun segala bentuk intervensi lain yang mengancam stabilitias dan kesatuan wilayah, kebebasan politik suatu negara, dan mengancam keamanan dan perdamaian internasional. Dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional, maka segala bentuk peperangan harus dihapuskan, setiap negara harus meghormati persamaan hak setiap negara, menhindari segala bentuk penggunaan kekuatan bersenjata yang mengancam kesatuan wilayah dan kebebasan politik suatu negara, mendukung hak-hak untuk menentukan nasib sendiri, sebagai mana termaktub dalam Resolusi Majelis Umum PBB yang mengatakan bahwa setiap negara bebas untuk menegakkan yuriskdiksi hukum di wilayah teritorialnya, menentukan status politik, dan mempunyai hak secara bebas untuk mengelola perekonomiannya.

Penegakan Prinsip Non-Intervensi baik di dalam urusan internal maupun eksternal negara lain adalah sangat penting dalam rangka untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional yang merupakan tujuan PBB. Intervensi militer atau penggunaan kekuatan bersenjata adalah pelanggaran terhadap prinsip dasar dalam hukum internasional mengenai kerjasama secara damai diantara negara-negara dalam hubungan internasional. Segala bentuk intervensi lainnya baik langsung maupun tidak langsung adalah pelanggaran secara langsung

terhadap Piagam PBB. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas maka deklarasi ini mengatur mengenai hal-hal berikut:

Tidak ada satu negarpun yang mempunyai hak untuk mengintevensi, baik secara langsung mapun tidak langsung, apapun alasannya, di dalam urusan internal maupun eksternal negara lain. Intervensi militer dan segala bentuk intervensi lainnya yang bertujuan untuk menganca identitas politik, ekonomi, dan kebudayaan suatu negara adalah dilarang berdasarkan deklarasi ini.

“No State has the right to intervene, directly or indirectly, for any reason whatever, in the internal or external affairs of any other State. Consequently, armed intervention and all other forms of interference or attempted threats against the personality of the State or against its political, economic and cultural elements, are condemned.”104

“No State may use or encourage the use of economic, political or any other type of measures to coerce another State in order to obtain from it the subordination of the exercise of its sovereign rights or to secure from it advantages of any kind. Also, no State shall organize, assist, foment, Finance, incite or tolerate subversive, terrorist or armed activities directed towards the violent overthrow of the regime of another State, or interfere in civil strife in another State.

Tidak ada satu negarapun yang boleh menggunakan kekuatan ekonomi, politik atau segala bentuk tindakan lainnya untuk memaksa negara lain melakukan suatu kegiatan yang menguntungkan negaranya sendiri. Dan juga, setiap negara dilarang untuk memberikan segala bentuk dukungan kepada teroris atau oknum lain yang berpotensi menimbulkan kekacauan di dalam negara lain atau ikut campur dalam segala bentuk kericuhan lainnya

105

104

Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and Sovereignty (1965), pasal 1

105

Penggunaan penggunaan kekuatan bersenjata untuk menghilangkan identitas kenegaraan suatu kelompok masyarakat adalah pelanggaran terhadap prinsip non-intervensi

“The use of force to deprive peoples of their national identity constitutes a violation of their inalienable rights and of the principle of non-intervention.“106

The strict observance of these obligations is an essential condition to ensure that nations live together in peace with one another, since the practice of any form of intervention not only violates the spirit and letter of the Charter of the United Nations but also leads to the creation of situations which threaten international peace and security.

Semua hal yang diatur dalam konvensi ini adalah guna memastikan setiap negara dapat hidup berdampingan secara damai, karena intervensi hanya akan melanggar semangat Piagam PBB dan menciptakan suatu situasi yang mengancam perdamaian dan keamanaan internasional.

107

iii.Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-operation Among States In Accordance with the Charter of the United Nations 1970.

Deklarasi ini dilatar belakangi oleh aturan dalam hukum internasional yaitu mengenai tanggun jawab setiap negara untuk tidak ikut campur dalam urusan negara lain yang merupakan elemen penting untuk menjamin setiap negara untuk dapat hidup secara berdampingan dengan damai. Hal ini karena segala bentuk

106

Ibid, pasal 3

107

praktek intervensi tidak hanya melanggar semangat Piagam PBB, namun juga menciptakan suatu keadaan yang mengancam keamanan dan perdamaian internasional.

Pada pasal 3 Konvensi ini mencakup satu bagian yang membahas prinsip yang mengatur kewajiban negara-negara untuk tidak mengintervensi urusan-urusan dalam yurisdiksi suatu negara lain, dengan rincian sebagai berikut;

“No State or group of States has the right to intervene, directly or indirectly, for any reason whatever, in the internal or external affairs of any other State. Consequently, armed intervention and all other forms of interference or attempted threats against the personality of the State or against its political, economic and cultural elements, are in violation of international law.”108