• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi Rusia Di Crimea Dalam Perspektif Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Intervensi Rusia Di Crimea Dalam Perspektif Hukum Internasional"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

FRANS YOSHUA SINUHAJI NIM: 110200134

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

FRANS YOSHUA SINUHAJI NIM: 110200134

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui Oleh:

NIP: 195612101986012001 Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H

NIP: 196207131988031003 NIP: 196403301993031002 Arif, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

I will praise Thee; for I am fearfully and wonderfully made; marvelous are

Thy works; and that my soul knoweth right well. (Psalm 113:4)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa Yang Maha Baik di surga,

karena atas berkat dan karunia-Nya, Roh Kudus untuk penghiburan sepanjang

waktu, dan Tuhan Yesus Kristus sang Juruselamat yang menganugerahkan penulis

kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL” ini sesuai dengan harapan.

Latar belakang penulisan skripsi ini tidak semata-mata untuk kelulusan

kegiatan akademik belaka, tetapi penulis juga ingin mengkaji dan menelaah isu

mendesak yang kian mendapat perhatian masyarakat internasional berkaitan

dengan Intervensi yang dilakukan Rusia di Crimea. Tindakan Rusia dalam

melakukan intervensi militer dan intervensi dalam urusan dalam negeri Ukraina

telah melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional. namun

demikian, pada kenyataannya hingga saat ini Rusia tidak mendapatkan sanksi

secara hukum internasional. Masyarakat internasional, organisasi internasional

dan regional serta negara-negara terus berdebat mengenai intervensi yang

dilakukan Rusia, dalam forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB), tentang bagaimana sebenarnya status hukum internasional terhadap

pelanggaran hukum oleh Negara Besar.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

(4)

kemampuan penulis maupun panasnya kontroversi pembahasan hukum

internasional mengenai isu status hukum intervensi negara Rusia sehingga

menyebabkan Ukraina kehilangan wllayah negaranya. Oleh karena itu, kritik dan

saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi

kesempurnaan skripsi ini dan perkembangan hukum internasional pada umumnya.

Dengan penuh rasa hormat, penulis juga berterima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penulisan

skripsi dan dalam pembelajaran penulis, yakni:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum USU;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I;

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II;

5. Bapak OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III;

6. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional;

7. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departeman

Hukum Internasional;

8. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H. selaku Dosen Pembimbing I penulis

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan

bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan

(5)

9. Bapak Arif, SH, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing 2 penulis yang telah

membantu penulis dalam mengarahkan dan mendorong penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya;

10.Bapak Azwar Mahyuzar, SH, selaku Dosen Pembimbing Akademik;

11.Bapak Deni Amsari Purba, SH, L.L.M. selaku Dosen Hukum Internasional

yang banyak memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk

memiliki pandangan hidup yang out of the box;

12.Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI. selaku Pembina Tim

USU dalam Philip C. Jessup International Moot Court Competition;

13.Dosen-dosen Fakultas Hukum USU yang telah menyumbangkan ilmu

yang tidak ternilai bagi penulis;

14.Seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum USU: jajaran staf

administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya;

15.Ayah dan Ibu tercinta, thank you for being the best parents you can be,for

all sacrifice you have done in life to raise your kids and to take us to the

University. We know what you’ve been through, we promise you we will

make it worth. Skripsi ini saya dedikasikan untuk mereka berdua;

16.My soul sisters, Emmanuella Yanita Sinuhaji and Peggy Shella Sinuhaji, I

love you guys with my whole existence;

17.Keluarga Besar Kebaktian Mahasiswa Kristen Fakultas Hukum USU,

terkhusus Re’wuel (Kak Monica, Ibreina, Etha, Ari) dan my partner in

(6)

Maruli, Tama, Sarah, Kristy, Jessica, dan banyak nama lain yang saya

doakan didalam hati, terimakasih telah membantu saya bertumbuh;

18.Senior-senior dan teman-teman di Philip C. Jessup International Law

Moot Court Club (ILMCC), Heriyanto, Kak Paulina, Kak Yuthi, Bang

Michael, Bang Herbert, Bang Henjoko, especially, my dream team for

Philip C. Jessup International Law Moot Court Competition 2015, Assyfa,

Yohana, and Elisa. Juga kepada Astra, Steven, Saufi, Anderson dan

anggota-anggota lain. We will prevail!;

19.International Law Student Association (ILSA) Fakultas Hukum USU,

terkhusus untuk ILSA Comperative Study and Tour to Beijing, I will take

the memory forever;

20.Teman-teman Stambuk 2011 Fakultas Hukum USU, terkhusus Agnes,

Betari, Dyna, Sisca, Daniel, John, Poltak, Tulus, Nida, Eko, Dian, Ido,

Holy, Andre, Sarjit, Srinita, Reta, dan semua teman-teman Grup C,

terimakasih untuk membuat kehidupan kampus lebih berwarna;

21.Panitia Natal Fakultas Hukum USU tahun 2013 dan 2014;

22.Kepada sahabat-sahabat dari Teman Meriah yang masih akan terus

bersahabat sampai selamanya. Kepada Echy, Lastri, Emmerisa, Anita,

Cindy, Deasy, Yehezkiel, Yeheskiel, Arifin, Rizky, Ayu, Gina, Moia,

Rangga, Isha, Utri, Efriani, dan semua yang tidak dapat disebut satu

persatu. Terimakasih telah membuat hari-hari liburan menjadi tak

(7)

Akhir kata, semoga Tuhan memberkati kita semua dan membalas segala

kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu penulis secara tulus dan

ikhlas. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Maret 2015

Hormat Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi...vi

Abstraksi ...xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. ... LA TAR BELAKANG ...1

B. ... RU MUSAN MASALAH ...6

C. ... TUJ UAN PENULISAN ...6

D. ... KE ASLIAN PENULISAN ...7

E. ... TIN JAUAN KEPUSTAKAAN ...8

F.... ME TODE PENELITIAN ...10

1. ... Jeni s Pendekatan ...10

(9)

3. ... Tek nik Pengumpulan Data ...12

4. ... Ana lisis Data ...13

G. ... SIS TEMATIKA PEMBAHASAN ...13

BAB II INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA ...16

A. ... Lat

ar Belakang Intervensi Rusia di Crimea...16

1. ... Hub ungan Historis, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Antara Rusia dan

Crimea ...17

2. ... Ke

wajiban Untuk Mendukung Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Duty

to Promote Self-Determination) ...33

3. ... Duk

ungan Irredentism...39

B. ... Inte

rvensi Militer Rusia di Crimea dalam Perspekti Rusia ...40

1... Use Of Force Sebagai Bentuk Pertahanan Diri ...41

(10)

2... Pen dudukan Pasukan Militer Rusia di Crimea adalah Berdasarkan

Permintaan Pemerintah yang Sah ...41

3.... Pas

ukan Militer Rusia Tidak Memasuki Wilayah Teritorial Ukraina ....

...42

BAB III PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI

INTERVENSI ...44

A. ... Pen gertian Intervensi dalam Hukum Internasional ...44

B. ... Prin

sip Non-Intervensi dalam Hukum Internasional ...45

1. ... Pas

al 2 ayat (4) Piagam PBB ...46

i. ... Pen ggunaan Kekuatan Bersenjata (Use of Force) ...47

ii. ... Anc aman Kekuatan Bersenjata (Threat of Force) ...48

iii. ... Rua ng Lingkup Hubungan Internasional (The Frame of International

(11)

iv. ... Kes atuan Wilayah dan Kemerdekaan Politik (Territorial Integrity and

Political Independence) ...51

2. ... Pas

al 2 ayat (7) Piagam PBB ...52

i. ... Rua ng Lingkup Yurisdiksi PBB ...54

ii. ... Rua ng Lingkup Yurisdiksi Domestik ...56

iii. ... Ke wenanangan Menentukan Kompetensi ...58

3. ... Prin

sip Non-Intervensi Menurut Konvensi Internasional ...59

i. ... Hel sinki Final Act 1975 ...60

ii. ... Dec laration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic

Affairs of States and the Protection of Their Independence and

Sovereignty 1965 ...63

iii. ... Dec laration on Principles of International Law Concerning Friendly

Relations and Co-operation Among States In Accordance with the

Charter of the United Nations 1970 ...66

(12)

C. ... Inte rvensi yang Dibenarkan dalam Hukum Internasional ...67

1. ... Pen gecualian terhadap Pasal 2 ayat (4) dan pasal 2 ayat (7) Piagam PBB 67

i. ... Pen egakan Hukum Oleh PBB ...68

ii. ... Hak

Untuk Pembelaan Diri (The Right of Self-Defence) ...70

2. ... Inte

rvensi Kemanusiaan (Humanitarian Intervention) ...74

3. ... Res ponsibility to Protect ...87

i. ... Hub ungan Antara Responsibility to Protect dengan Prinsip-Prinsip

Lain dalam Hukum Internasional ...94

ii. ... Imp lementasi Prinsip Responsibility to Protect...97

BAB IV PERSEKTIF HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI INTERVENSI

RUSIA DI CRIMEA ...106

A. ... Inte rvensi Militer Rusia di Crimea Berdasarkan Perspektif Hukum

Internasional ...106

(13)

1. ... Tid ak Ada Situasi yang Membenarkan Self-Defence ...106

2. ... Vict ory Yanukovich Tidak Didalam Kapasitas yang Sah Untuk Meminta

Dukungan Militer dari Rusia ...108

3. ... Pas ukan Militer Rusia Memasuki Wilayah Kedaulatan Ukraina ...110

B. ... Tin dakan Intervensi Rusia Melanggar Prinsip Kesatuan Wilayah (Territorial

Integrity) Negara Ukraina ...113

1. ... Tin dakan Rusia Memberikan Bantuan Militer Terhadap Gerakan Separatis

adalah Pelanggaran dalam Hukum Internasional ...113

2. ... Inte

rveni Rusia Menyebabkan Ukraina Kehilangan Wilayah Negaranya 116

C. ... Tan ggapan Komunitas Internasional Terkait Intervensi Rusia di Crimea .. 119

1. ... Tan ggapan NATO (North Atlantic Treaty Organization) ...120

2. ... Tan ggapan EU (Europe Union) ...122

3. ... Tan

(14)

i. ... Neg ara yang Mendukung Intervensi Rusia ...124

ii. ... Neg ara yang Menentang Intervensi Rusia ...126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...131

A. ... KE

SIMPULAN ...131

B. ... SA

RAN ...133

(15)

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

*) Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H **) Arif, SH.,M.H

***) Frans Yoshua Sinuhaji

ABSTRAKSI

Hukum Internasional secara tegas melarang intervensi yang dilakukan suatu negara didalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip kedaulatan negara sebagai norma tertinggi dalam hukum internasional, dimana setiap negara mempunyai hak untuk mengurusi urusan domestik negaranya tanpa campur tangan pihak lain. Intervensi adalah suatu cara yang ditempuh oleh suatu negara untuk mencapai keinginannya dengan ikut campur dalam urusan internal negara lain. Sepanjang tahun 2014, dunia internasional dihadapkan pada suatu isu internasional yang pelik dan hingga pada saat ini masih meninggalkan pertanyaan yang belum pasti jawabannya. Isu tersebut terkait dengan tindakan intervensi Rusia di Crimea, suatu daerah berotonomi khusus di wilayah kedaulatan Ukraina. Intervensi Rusia tersebut ditujukan kepada masalah dalam negeri negara Ukraina hingga menyebabkan Ukraina kehilangan wilayah teritorialnya.

Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah mengapa Rusia melakukan intervensi di Crimea, bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai intervensi, dan bagaimana perspektif hukum internasional terhadap intervensi Rusia di Crimea.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku,

(16)

jurnal, internet, instrumen hukum internasional dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Inilah saatnya masyarakat internasional bergerak melampaui pemahaman kontemporer akan arti kedaulatan dan kenegaraan dalam sistem hukum internasional. Pada dasarya tindakan intervensi yang dilakukan Rusia telah melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional, namun pada faktanya hingga kini Crimea telah menjadi bagian wilayah Rusia dan Rusia tidak menerima sanksi apapun atas pelanggaran yang dilakukannya. Hukum internasional seperti kehilangan taring dihadapan negara-negara besar, sehingga tindakan negara tersebut yang melanggar hukum internasional tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat internasional untuk mengadakan perubahan dan/atau mengkaji kembali norma-norma dalam hukum internasional untuk membentuk suatu hukum internasional yang mengikat bagi semua negara tanpa terkecuali.

Kata kunci: Intervensi, Kedaulatan, Teritorial *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

(17)

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

*) Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H **) Arif, SH.,M.H

***) Frans Yoshua Sinuhaji

ABSTRAKSI

Hukum Internasional secara tegas melarang intervensi yang dilakukan suatu negara didalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip kedaulatan negara sebagai norma tertinggi dalam hukum internasional, dimana setiap negara mempunyai hak untuk mengurusi urusan domestik negaranya tanpa campur tangan pihak lain. Intervensi adalah suatu cara yang ditempuh oleh suatu negara untuk mencapai keinginannya dengan ikut campur dalam urusan internal negara lain. Sepanjang tahun 2014, dunia internasional dihadapkan pada suatu isu internasional yang pelik dan hingga pada saat ini masih meninggalkan pertanyaan yang belum pasti jawabannya. Isu tersebut terkait dengan tindakan intervensi Rusia di Crimea, suatu daerah berotonomi khusus di wilayah kedaulatan Ukraina. Intervensi Rusia tersebut ditujukan kepada masalah dalam negeri negara Ukraina hingga menyebabkan Ukraina kehilangan wilayah teritorialnya.

Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah mengapa Rusia melakukan intervensi di Crimea, bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai intervensi, dan bagaimana perspektif hukum internasional terhadap intervensi Rusia di Crimea.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku,

(18)

jurnal, internet, instrumen hukum internasional dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Inilah saatnya masyarakat internasional bergerak melampaui pemahaman kontemporer akan arti kedaulatan dan kenegaraan dalam sistem hukum internasional. Pada dasarya tindakan intervensi yang dilakukan Rusia telah melanggar prinsip non-intervensi dalam hukum internasional, namun pada faktanya hingga kini Crimea telah menjadi bagian wilayah Rusia dan Rusia tidak menerima sanksi apapun atas pelanggaran yang dilakukannya. Hukum internasional seperti kehilangan taring dihadapan negara-negara besar, sehingga tindakan negara tersebut yang melanggar hukum internasional tidak berarti apa-apa. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat internasional untuk mengadakan perubahan dan/atau mengkaji kembali norma-norma dalam hukum internasional untuk membentuk suatu hukum internasional yang mengikat bagi semua negara tanpa terkecuali.

Kata kunci: Intervensi, Kedaulatan, Teritorial *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II

***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Internasional secara tegas melarang intervensi yang dilakukan suatu

negara di dalam urusan internal negara lain. Hal ini dikaitkan dengan prinsip

kedaulatan negara sebagai norma tertinggi dalam hukum internasional, dimana

setiap negara mempunyai hak untuk mengurusi urusan domestik negaranya tanpa

campur tangan pihak lain. Intervensi adalah suatu cara yang ditempuh oleh suatu

negara untuk mencapai keinginannya dengan ikut campur dalam urusan internal

negara lain.1

Berdasarkan sejarahnya Crimea memang memiliki hubungan emosional yang

sangat erat dengan Rusia, tidak hanya pada masa Uni Soviet sampai sekarang pun

kapal-kapal angkatan laut dan perang Rusia masih mempunyai tempat di

pelabuhan Laut hitam yang berbatasan langsung dengan Ukraina. Armada laut

Hitam berpangkalan di semenanjung Crimea sejak didirikan oleh Pangeran Sepanjang tahun 2014, dunia internasional dihadapkan pada suatu isu

internasional yang pelik dan hingga pada saat ini masih meninggalkan pertanyaan

yang belum pasti jawabannya. Isu tersebut terkait dengan tindakan intervensi

Rusia di Crimea, suatu daerah berotonomi khusus di wilayah kedaulatan Ukraina.

Intervensi Rusia tersebut ditujukan kepada masalah dalam negeri negara Ukraina

hingga menyebabkan Ukraina kehilangan wilayah teritorialnya.

1

(20)

Potemkin pada tahun 1783. Posisi strategis armada Rusia di sana sangat berperan

ketika mengalahkan Georgia dalam perang Ossetia Selatan pada tahun 2008, dan

tetap penting untuk kepentingan kemananan Rusia di wilayah tersebut. Crimea

merupakan bagian dari Rusia sebelum Nikita Kruschev (1954/Uni Soviet)

menyerahkannya sebagai hadiah kepada Ukraina. Setelah Uni Soviet runtuh dan

masing-masing negara memisahkan diri serta menyatakan kemerdekaanya,

Crimea tetap saja menjadi alasan ketegangan antara Rusia dan Crimea.

Menurut Lauterpach mengartikan intervensi sebagai campur tangan secara

diktator oleh suatu Negara terhadap urusan dalam negeri lainnya dengan maksud

baik untuk memelihara atau mengubah keadaan situasi atau barang di negeri

tersebut. Intervensi dapat menggunakan kekerasan ataupun tidak. Hal tersebut

biasa dilakukan oleh Negara adikuasa terhadap Negara lemah, tindakan tersebut

dapat merupakan embargo senjata, ekonomi, ataupun keuangan.2

2

Teori-teori liberalisme, terdapat d

Hal yang

dilakukan oleh Rusia atas wilayah Crimea yaitu dengan mengirimkan bantuan

pasukan militernya untuk menjaga perdamaian di wilayah Crimea merupakan

salah satu bentuk intervensi. Intervensi bukanlah hal yang illegal satau dilarang

dalam hukum internasional, namun intervensi tersebut harus dilihat motif,

kuantitas, dampak dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Dalam Piagam PBB

disebutkan bahwa dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan

internasional, meningkatkan hubungan persahabatan dan mencapai kerjasama

internasional di semua bidang, termasuk adanya beberapa kewajiban internasional

semua Negara untuk:

(21)

1. Menghormati persamaan kedaulatan semua bangsa;

2. Tidak menggunakan ancaman atau kekerasan terhadap kedaulatan

dan keutuhan wilayah suatu Negara;

3. Tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu Negara, dan

4. Berusaha menyelesaikan pertikaian antar Negara secara damai.

Untuk menjaga dan mewujudkan salah satu tujuan dibentuknya PBB yaitu

perdamaian dunia dientuklah dewan keamanan PBB. Berdasarkan Pasal 24

Piagam PBB menetapkan bahwa untuk menjamin tindakan yang cepat dan efektif,

maka Negara-negara anggota menyerahkan kepada Dewan Keamanan tanggung

jawab yang utama yaitu memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan

menyetujui pula bahwa Dewan Keamanan akan melaksanakan kewajibannya di

bawah tanggung jawab ini. Kemudian kekuasaan yang lebih luas lagi telah

diberikan oleh Piagam PBB, agar Dewan Keamanan dapat menyelenggarakan

kebijaksanaan PBB itu dengan cepat dan pasti. Dalam hal ini Dewan Keamanan

dapat bertindak terhadap dua macam persengketaan:

1. Persengketaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan

internasional, dan;

2. Peristiwa yang mengancam perdamaian dan/atau agresi

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa konflik di Crimea

Ukraina dapat dikategorikan sebagai konflik yang dapat mengancam perdamaian.

Konflik internal ini telah menelan korban nyawa dari pihak yang menghendaki

referendum. Hukum internasional menjunjung tinggi prinsip non-intervensi,

(22)

tidak berhak untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri suatu negara. Sebab

kedaulatan negara adalah jus cogens yang tidak bisa diganggu gugat. Piagam

PBB telah mengatur larangan untuk melakukan intervensi pada Pasal 2 (4). Pasal

tersebut berbunyi :

“All members shall refrain in their international relation from the threat or

use of force against the teritorial integrity or political independence of any state,

or in any other manner inconsistent with the purpose of the United Nations”.

Menurut Vedross terdapat tiga ciri aturan atau prinsip yang dapat menjadi Jus

Cogens hukum internasional yaitu:

1. Kepentingan bersama dalam masyarakat internasional.

2. Timbul untuk tujuan-tujuan kemanusiaan.

3. Sesuai atau selaras dengan piagam PBB3

Tafsiran Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB mengenai penggunaan paksaan (use of

force) dalam konfrensi adalah penggunaan kekerasan fisik atau bersenjata (armed

force). Jessup menyatakan bahwa pelarangan kekerasan bersenjata (use of force)

yang dinyatakan dalam pasal 2 (4) tidaklah absolut, jika penggunaan kekerasan

tersebut tidak mengancam kesatuan wilayah atau kebebasan politik dari suatu

negara. Syarat tersebut dapat menghindari dari batasan yang digunakan dalam

kalimat pertama pasal tersebut. Selanjutnya harus dapat dipastikan bahwa

tindakan tersebut tidak melanggar tujuan dari PBB. Pendapat yang hampir sama

juga dikemukakan oleh Higgins, kekerasan bersenjata (use of force) yang dilarang

3

(23)

menurut hukum internasional adalah ketika ada keinginan negara untuk

bermusuhan ditambah dengan aktivitas militer.4

Terlepas benar atau salah tindakan Rusia tersebut, pada faktanya Crimea telah

menjadi wilayah kedaulatan Rusia, dan Rusia tidak mendapat sanksi apapun dari

PBB. Terlebih lagi, Rusia sebagai salah satu dari lima Anggota Tetap Dewan

Keamanan PBB, mempunyai hak veto untuk menolak atau menerima segala

keputusan Dewan Keamanan PBB. Hal ini kemudian membuat masyarakat

internasional bertanya-tanya bagaimana status kekuatan hukum internasional

sebenarnya, jika hukum internasional yang dibuat bersama dengan menjunjung Invansi militer Rusia ke Ukraina yaitu wilayah Crimea dilatarbelakangi atas

motif pendudukan wilayah. Tujuan utama dari intervensi yang dilakukan Rusia

adalah untuk mendapatkan kembali wilayah Crimea kembali ke Rusia. Tindakan

Rusia yang mendapat kecaman dari Amerika dan PBB dan beberapa negara lain

ini tentunya salah. Dengan jelas dapat dikatakan bahwa Rusia telah melanggar

prinsip non-intervensi. Namun demikian, Rusia bersikeras bahwa ia telah

memberikan kebebasan dan memberikan waktu untuk Crimea menentukan

nasibnya sendiri tanpa pengaruh dari Kiev. Intervensi yang beresiko yang

dilakukan oleh Rusia memang bertentangan secara hukum internasional, tapi jika

sebagian besar suara dari Ukraina menyuarakan positif. Penggunaan kekuatan

militer Rusia di Ukraina hanya untuk membantu menjaga keamanan dan

melindungi etnis Rusia. Tidak ada kontak senjata, tidak ada kekerasan hanya

memberikan ancaman kepada pasukan militer pemerintah Ukraina.

4

(24)

tinggi prinsip persamaan antara negara-negara tidak tajam kepada negara-negara

yang super power. Terkait dengan permasalahan tersebut sudah sepantasnya lah

masyarakat internasional mulai memberi perhatian terhadap isu-isu terkait dengan

tindakan negara-negara besar untuk ikut campur di dalam urusan dalam negeri

negara lain dan berusaha untuk megambil wilayah negara tersebut untuk menjadi

wilayah baru dinegaranya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas serta sesuai dengan judul skripsi ini,

penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas di dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Mengapakah terjadi intervensi Rusia di Crimea?

2. Bagaimana pengaturan hukum internasional mengenai intervensi?

3. Bagaimana perspektif hukum international terhadap intervensi Rusia di

Crimea?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian serta penulisan skripsi ini antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui alasan-alasan Rusia melakukan intervensi di Crimea

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum Internasional mengenai

Intervensi

3. Untuk mengetahui perspektif Hukum Internasional terakait dengan

(25)

Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa

manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan secara umum dan ilmu hukum secara khusus. Selain itu, penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat

hukum internasional maupun perangkat hukum nasional dalam kaitan dengan

intervensi yang dilakukan suatu negara terhadap urusan dalam negeri negara lain

apalagi jika intervensi tersebut sampai mengakibatkan suatu negara kehilangan

wilayah negaranya.

2. Secara praktis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan

pemahaman yang lebih mendalam bagi pemegang otoritas di dunia serta

aparat-aparat hukum yang terkait di tiap-tiap negara mengenai isu intervensi yang

dilakukan negara-negara besar dalam urusan dalam negeri negara lain.

D. Keaslian Penulisan

Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman

dari apa yang telah penulis pelajari selama mengikuti kompetisi The Philip C.

Jessup International Law Moot Court Competition 2015. Penulis berupaya untuk

menuangkan seluruh gagasan dengan sudut pandang yang netral dengan menguji

(26)

Ukraina, khususnya pro kontra yang ditinjau dari Piagam PBB, Konvensi

Internasional, dan pandangan negara-negara di dunia.

Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Intervensi Rusia di Crimea

Dalam Persepektif Hukum Internasional” belum pernah ditulis sebelumnya.

Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak

administrator bagian/jurusan hukum internasional.

E. Tinjauan Kepustakaan

Hukum Internasional dalam pembahasan sebenarnya adalah hukum

internasional publik. Menurut Rebecca M.M Wallace, hukum internasional adalah

peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan

kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional,

seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu

dengan yang lainnya.5 Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum

internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara antara negara

dengan negara; negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek

hukum bukan negara satu sama lain. 6

5

Rebecca M.M. Wallace, Pengantar Hukum International, diterjemahkan oleh Bambang Arumanadi, SH, Msc, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1993), hal. 1

6

(27)

Intervensi dapat diartikan sebagai turut campurnya sebuah Negara dalam

urusan dalam negeri Negara lain dengan menggunakan kekuatan atau ancaman

kekuatan, sedangkan intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang

dilakukakan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran hak

asasi manusia dalam sebuah Negara, walaupun tindakan tersebut melanggar

kedaulatan Negara tersebut.7

7

Bryan A. Garner ed., Black’s Law Dictionary , Seventh Edition, Book 1, West Group, ST. Paul, Minn,1999, hlm. 826.

Di dalam hukum internsional sendiri intervensi adalah perbuatan yang

dilarang karena intervensi berakibat kepada pelanggaran terhadap kedaulatan

negara yang merupakan norma fundamental dalam hukum internasional.

Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB yang

mencerminkan prinsip non-intervensi dalam hukum internasional, mengatakan

bahwa setiap negara dilarang untuk menggunakan kekuatan bersenjata dan

ancaman kekerasan terhadap kemerdekaan politik, kedaulatan negara, dan

kesatuan wilayah negara lain. Prinsip ini juga tercermin di berbagai konvensi

hukum internasional seperti Helsinki Final Act 1975, Declaration on the

Inadmissibility of Intervention in the Domestic Affairs of States and the

Protection of Their Independence and Sovereignty 1965, Declaration on

Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Co-operation

Among States In Accordance with the Charter of the United Nations 1970, yang

menetapkan larangan bagi negara-negara untuk melakukan intervensi di dalam

(28)

Dalam pembahasan isu hukum internasional tidak terlepas dari

sumber-sumber hukum internasional yang termaktub dalam pasal 38 ayat (1) Statuta

Mahkamah Internasional (International Court of Justice) yaitu:8

a. international conventions, whether general or particular, establishing

rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian-Perjanjian

Internasional);

b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law

(Hukum kebiasaan internasional);

c. the general principles of law recognized by civilized nations

(Prinsip-prinsip umum hukum internasional);

d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings

of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary

means for the determination of rules of law. (Putusan-putusan pengadilan

internasional dan ajaran-ajaran para sarjana terkemuka).

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabakan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan

sebagai berikut :

1. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu

pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan

8

(29)

yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data

yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan yuridis normatif

merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari

kepustakaan (dokumen). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif

karena yang hendak diteliti dan dianalisa melalui penelitian ini adalah intervensi

Rusia di Crimea dalam perspektif hukum internasional.

2. Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library

research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber

bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu:9

a. bahan hukum primer (primary resource atau authoritative records), yaitu:

Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah

berbagai konvensi dan perjanjian internasional seperti Piagam PBB, Helsinki

Final Act 1975, Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the

Domestic Affairs of States and the Protection of Their Independence and

Sovereignty 1965, Declaration on Principles of International Law Concerning

Friendly Relations and Co-operation Among States In Accordance with the

Charter of the United Nations 1970 serta berbagai putusan internasional maupun

nasional dan resolusi lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder (secondary resource atau not authoritative

records) yaitu:

9

(30)

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum

primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang isu

pengungsi serta perdebatan status hukum dan perlindungan bagi orang-orang yang

terpaksa mengungsi karena bencana alam yang ditinjau dari sudut pandang hukum

internasional seperti literatur, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam

seminar, dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier (tertiary resource), yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus

bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa

literatur asing.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengna cara penelitian kepustakaan

(library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik

koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya

yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penulusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak

maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan

(31)

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengaan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah

yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier

yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan

menggunakan metode-metode sebagai berikut:10

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus

(sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan

(pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun

data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan

diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang

kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal

yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak

perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru)

yang bersifat lebih khusus.

c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi)

antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

G. Sistematika Pembahasan

10

(32)

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima)

bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Bab I adalah Bab Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang

pemilihan judul, dimana penulis melihat kelemahan dalam hukum

internasional yang berat sebelah kepada negara-negara besar

ditinjau dengan isu intervensi Rusia di Crimea, bab ini diikuti

dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir yaitu

sistematika pembahasan.

Bab II Di dalam bab ini, akan dibahas latar belakang intervensi Rusia di

Crimea, dimulai dengan menelusuri hubungan historis, politik,

sosial dan kebudayaan antara Rusia dengan Crimea, dan pembelaan

Rusia terhadap tindakan intervensi yang dilakukannya.

Bab III Bab III membahas mengenai pengaturan hukum internasional

mengenani Intervensi. Dimulai dengan membahas definisi

intervene menurut hukum internasional, pengaturan mengenai

prinsip non-intervensi di dalam piagam PBB dan

konvensi-konvensi internasional seperti Helsinki Final Act 1975,

Declaration on the Inadmissibility of Intervention in the Domestic

Affairs of States and the Protection of Their Independence and

Sovereignty 1965, Declaration on Principles of International Law

(33)

Accordance with the Charter of the United Nations 1970, dan

dibahas pula mengenai intervensi yang dibenarkan dalam hukum

internasional.

Bab IV Bab ini membahas mengenai perspektif hukum internasional

terhadap intervensi Rusia di wilayah Ukraina. Bagaimana

pandangan hukum internasional menganai alasan Rusia melakukan

intervensi dan pembelaan Rusia terhadap intervensi yang

dilakukannya dibandingkan dengan prinsip-prinsip dalam hukum

internasional dan fakta-fakta hukum yang tersedia. Juga akan

disajikan bagaimana tanggapan komunitas internasional terhadap

intervensi Rusia, mulai dari NATO, Uni Eropa, hingga pernyataan

sikap negara-negara dunia baik mendukung maupun menentang

tindakan intervensi Rusia tersebut.

Bab V Bab ini adalah bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan

saran-saran. Kesimpulan akan mencakup isi dari semua

pembahasan ada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup

gagasan dan usulan dari penulis terhadap permasalahan yang

dibahas pada skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang telah

(34)

BAB II

INTERVENSI RUSIA DI CRIMEA

A. ... Lat ar Belakang Intervensi Rusia di Crimea

Ukraina, yang merupakan negara eks Uni Soviet semakin bersikap pro Barat

dengan menandatangani kerja sama kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa

(UE). Kerja sama Ukraina dengan UE menawarkan kesempatan kepada semua

pihak untuk bekerja sama demi masa depan yang lebih aman, dan memastikan

secara tegas keanggotaan Ukraina di dalam UE. Meskipun penandatanganan kerja

sama tersebut merupakan hak berdaulat setiap negara, Rusia yang kecewa dengan

kebijakan Ukraina telah memperingatkan negara tersebut akan ada konsekuensi

serius yang harus dihadapi pasca penandatangan kerja sama itu. Pihak Rusia

menilai blok ekonomi yang terbentuk itu merugikan perekonomiannya.

Upaya kerja sama Ukraina dengan UE ini telah ditempuh melalui proses yang

tidak mudah. Di masa pemerintahan mantan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych

upaya ini digagalkan, sehingga ia dijatuhkan dari pemerintahannya Februari 2014.

Pelengseran Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang merupakan sekutu Rusia,

dibalas Rusia dengan mendukung gerakan pemisahan diri Crimea dari Ukraina.

Langkah Crimea yang melepaskan diri dari negara Ukraina dengan dukungan

Rusia, kemudian diikuti oleh wilayah-wilayah lain di timur Ukraina yang

penduduknya sehari-hari memang berbahasa Rusia. Di bulan April, gerakan

(35)

Ukraina telah menewaskan sekitar 450 jiwa tersebut, kembali memanas setelah

upaya perpanjangan gencatan senjata yang diusulkan UE gagal dipenuhi.

1. Hubungan Historis, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Antara Rusia dan Crimea

Crimea adalah sebuah wilayah otonomi khusus yang merupakan bagian dari

Ukraina. Konflik tersebut melibatkan Ukraina, Crimea dan Rusia. Konflik terjadi

karena adanya tarik ulur kepentingan antara fihak-fihak yang bertikai. Secara

umum ada tiga opsi kepentingan yang menyebabkan pertikaian di Crimea:

keinginan untuk mempertahankan Crimea tetap sebagai bagian Ukraina, keinginan

untuk menjadikan Crimea sebagai bagian Rusia, dan keinginan untuk menjadikan

Crimea sebagai negara yang merdeka. Konflik yang terjadi di Crimea tidak lepas

dari sejarah perjalanan hubungan politik antar negara di sekitar wilayah tersebut

dan kondisi demografis di Crimea.

Wilayah Crimea dihuni oleh 3 etnik utama yaitu Rusia (59%), Ukraina (20%),

Tatar Crimea (15%) dan sisanya etnik lain (6%).11

11

Public Opinion Survey Residents of the Autonomous Republic of Crimea May 16 – 30, 2013,http://www.iri.org/sites/default/files/2013%20October%207%20Survey%20of%20Crimean %20Public%20Opinion,%20 May%2016-30,%202013.pdf, diakses pada 26 Februari 2015.

Media massa saat ini lebih

banyak menyorot pertikaian antara etnik Rusia dan Ukraina yang mempunyai

kepentingannya masing-masing.Semenanjung Crimea dipisahkan dari Ukraina

oleh sistem Sivash laguna dangkal. Garis pantai Crimea berliku-liku dan terdiri

atas beberapa teluk dan pelabuhan. Topografi Crimea relatif datar karena sebagian

(36)

tanah. Pegunungan Crimea terletak di sepanjang pantai tenggara semenanjung

itu.12

Kondisi Geografis, Iklim, Ekonomi dan Pemerintahan di Crimea merupakan

wilayah yang berada di daerah selatan Ukraina di Semenanjung Crimea. Wilayah

ini dikelilingi oleh Laut Hitam disisi barat selatan dan laut Azov disisi timur dan

mencakup hampir seluruh wilayah semenanjung itu dengan pengecualian

Sevastopol, sebuah kota yang saat ini sedang diperdebatkan oleh Rusia dan

Ukraina. Luas wilayah Crimea adalah 26.100 km persegi. Crimea berbatasan

dengan distrik Kherson (Ukraina) di utara dan dipisahkan dari Krasnodarsky Kray

(Rusia) oleh Selat Kerch disebelah timur.13

Bagian tengah dari Crimea memiliki iklim stepa benua ringan dengan musim

panas yang kering panas dan musim dingin yang dingin lembab. Suhu rata-rata di Ibu kota Republik Otonomi Crimea adalah Simferopol. Beberapa kota utama

yang ada di Crimea adalah Feodosia, Kerch, Sevastopol, Simferopol, Sudak,

Yalta, dan Yevpatoria. Pantai selatan Crimea memiliki iklim sub- Mediterania,

dengan musim panas yang kering panas dan musim dingin ringan yang lembab

hangat. Suhu rata-rata di musim panas (Juli) +23,0° sampai +24,5° dan di musim

dingin (Januari) +2,0° sampai +4,0°. Curah hujan tahunan di pantai selatan

Crimea adalah sekitar 350-650 (mm). Daerah ini memiliki 250-300 hari bersinar

matahari per tahun. Bagian pegunungan yang memisahkan pantai selatan Crimea

dari bagian tengah Crimea memiliki iklim benua ringan yang hangat dengan

musim panas ringan yang lembab dan musim dingin yang dingin lembab.

12

Gwendolyn Sasse, The Crimea Question : Identity, Transition, and Conflict, Ukrainian Research Institute, Harvard University (2007), hlm 12

13

(37)

musim panas (Juli) +22,0° sampai +23,5 ° dan di musim dingin (Januari) -2,3°

sampai - 0,0°. Curah hujan tahunan di bagian tengah dari Crimea adalah sekitar

340-480 (mm).14 Perekonomian Crimea utamanya didasarkan pada pariwisata dan

pertanian. Kota Yalta adalah tempat tujuan wisata yang terkenal di Laut Hitam

bagi orang-orang Rusia, demikian juga dengan Alushta, Eupatoria, Saki, Feodosia

dan Sudak. Produk pertanian utama Crimea adalah biji-bijian, sayuran dan anggur.

Pemeliharaan ternak sapi, ayam dan domba juga merupakan sumber ekonomi

yang penting. Crimea memiliki beberapa sumber alam seperti garam, batu mulia,

batu kapur dan pasir besi.15 Crimea telah menjadi bagian dari Ukraina sejak 1954.

Pemimpin Uni Soviet saat itu, Nikita Khrushchev “memberikan” wilayah ini pada

Ukrania yang kemudian menjadi bagian dari Uni Soviet hingga negara ini bubar

pada 1991. Sejak saat itu, Crimea menjadi wilayah semiotonom dari negara

Ukraina yang memiliki ikatan politik kuat dengan Ukraina, namun memiliki

ikatan budaya yang kuat dengan Rusia.16 Crimea memiliki badan legislatif sendiri

-Dewan Tertinggi Crimea beranggotan 100 wakil rakyat- dan kekuasaan eksekutif

yang dipegang Dewan Menteri yang dipimpin seorang ketua yang berkuasa atas

persetujuan Presiden Ukraina. Pengadilan adalah bagian dari sistem peradilan

Ukraina dan tidak memiliki otoritas otonom.17

Sejarah bangsa Tatar Crimea Tatar Crimea adalah penduduk asli Crimea yang

sejarahnya berawal sejak berabad-abad yang lalu. Kekuatan dan wibawa bangsa

Tatar Crimea mencapai puncaknya sebagai Khanate Crimea yang independen,

14

http://www.crimeaconsulting.com/crimea.html, diakses pada 06-03-2015.

15

http://en.wikipedia.org/wiki/Crimea, diakses pada 07-03-2015.

16

Gwendolyn Sasse, op.cit., hlm. 45

(38)

yang muncul pada paruh pertama abad ke-15 dan terus berlangsung sampai

1783.18 Selama lebih dari 300 tahun itu, ia menjadi kekuatan utama dan

memainkan peran penting dalam internasional, maupun hubungan politik dan

militer di seluruh Eurasia.19 Penduduk Tatar Crimea Dengan maksud untuk secara

penuh memahami sejarah Tatar Kremia perlu dilihat kembali pendahulu Khanate

Crimea, yaitu Golden Horde. Golden Horde dibentuk oleh cucu Jenghis Khan,

Batu, meliputi wilayah yang luas pada apa yang sekarang menjadi Rusia dan

Ukraina, termasuk semenanjung Crimea di selatan. Dalam beberapa abad setelah

kematian Batu, Crimea menjadi tempat berlindung bagi calon-calon yang tidak

berhasil menduduki tahta Horde tersebut.20

Pada tahun 1443, salah satu dari pesaing-pesaing ini, Haci Giray telah

berhasil memisahkan diri dari Golden Horde dan mengangkat dirinya sendiri

sebagai pemerintah independen pada sebagian Crimea dan area perbatasan dari

stepa tersebut. Keturunannya memerintah di Crimea dengan beberapa

pengecualian sampai akhir abad 17. Sebagai salah satu dari banyak pecahan

Golden Horde, Khanate Crimea, “lebih dari yang lain dalam melestarikan tradisi

dan institusi Golden Horde”. Haci Giray, “keturunan Cingis Khan (Jengis Khan)”,

menjalankan kekuasaan yang merdeka antara tahun 1420 sampai 1441.21

18

Gwendolyn Sasse, op.cit., hlm. 66

19

The Crimean Tatars: Overview and Issues, Oktober 2009, dimuat pada lamanhttp://www.unpo.org/images/2009_Presidency/crimean%20tatars,%20overview%20and%20 issues,%20october%202009.pdf.

20

Brian Glyn Williams, The Sultan’s Raiders, The Military Role of the Crimean Tatars in the Ottoman Empire, The Jamestown Foundation, Washington, D.C., 2013. Hlm. 432

21

Gwendolyn Sasse, op.cit., hlm. 78

(39)

mendirikan sebuah dinasti yang memerintah Khanate Crimea tanpa gangguan

sampai tahun1783, pada saat aneksasi Rusia atas Crimea.22

Pada tahun 1454, Tatar dan Turki membuat serangan yang gagal pada

pelabuah Kefe; pada tahun 1475 mereka akhirnya merebutnya dari Genoa, hal itu

memperkuat hubungan politik dan militer Crimea-Utsmaniyah di masa depan.

Khanate Crimea yang berbagi semenanjung Crimea dengan Genoa, mencoba

untuk mendapatkan kembali pelabuhan dan kota-kota mereka di bagian selatan

dan barat daya Crimea. Dalam upaya ini mereka masuk ke dalam aliansi dengan

Khilafah Utsmaniyah yang relatif baru, yang ingin merebut “mimpi berabad-abad

Muslim dan Turki tentang Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Romawi Timur.”

Sejak dari situasi itu selamanya berubah untuk Genoa, yang perdagangannya

tergantung pada selat yang kini dikendalikan oleh Khilafah Utsmaniyah.

23

Khanate Crimea sangat kuat di awal keberadaannya. Namun, pada abad 17

dan 18 para khan ini mulai kehilangan kekuatan mereka karena ketidakstabilan

domestik. Para pemimpin suku setempat, yang memperoleh kekayaan tertentu,

kekuasaan politik dan militer, menjadi kurang tergantung pada khan, dan

bertindak sendiri tanpa persetujuan khan. Khilafah Utsmani kehilangan kekuatan

di Eropa dan, sebaliknya, Rusia mendapatkan kekuasaannya. Rusia memiliki

kepentingan untuk mendapatkan akses ke Laut Hitam dan, mengeksploitasi

ketidakstabilan internal dan kelemahan Crimea, menyerangnya dan tahun 1774 Hubungan dan peran Khanate Crimea dengan Khilafah Utsmaniyah akan

dijelaskan lebih rinci pada bagian berikutnya.

22

Igor Davydov, The Crimean Tatars and Their Influence on the ‘Triangle of Conflict’ — Russia-Crimea-Ukraine, Thesis Naval Postgraduate School, Monterey California, Maret 2008

23

(40)

memaksa khan di bawah pengaruhnya; dan kemudian pada tahun 1783, Crimea

dianeksasi oleh kekaisaran Rusia.24 Setelah aneksasi itu, Catherine II membuat

reorganisasi pemerintahan di Crimea. Itu bukan pengalaman pertama bagi Rusia

untuk memerintah wilayah Muslim di kekaisaran Rusia: Kazan Tatar dan Bashkir

Volga telah dianeksasi sebelum aneksasi Crimea. Untuk memenuhi keputusannya,

Catherine mengadakan sensus di Crimea, sebuah studi sistem administrasi

perpajakan Crimea, dan menunjuk Pemerintah Distrik Crimea yang baru didirikan

Tavricheskaya oblast’, “area bekas Khanate Crimea dari Sungai Dnepr ke Taman

(yang membentang jauh melampaui Semenanjung Crimea itu sendiri dan

termasuk sepotong besar wilayah Ukraina sekarang).” Sistem administrasi

Khanate yang lama digantikan oleh sistem administrasi yang biasa berada dalam

kekaisaran Rusia masa itu.25

Dalam hal agama, kebijakan Rusia akhir abad 16 dan 17 dimaksudkan untuk

memberantas Islam dalam kekaisaran Rusia. Kemudian pada tahun 1773,

Catherine sendiri yang tidak beragama, menerbitkan keputusan ‘Toleransi pada

semua kepercayaan’, yang memungkinkan bangsa Tatar untuk mempraktekkan

Islam. Catherine memungkinkan masing-masing orang Crimea “untuk

mendapatkan kewajiban dan hak yang sama seperti yang didapatkan rekannya di

Rusia.” Pada saat yang sama, ia membiarkan bagi mereka yang tidak ingin

memiliki kewarganegaraan Rusia berangkat ke Kekaisaran Utsmaniyah.

Diperkirakan bahwa selama dekade pertama setelah aneksasi, jumlah Tatar yang

meninggalkan Crimea berkisar dari sekitar 20.000-30.000 sampai

24

Ibid.

25

(41)

200,000, dengan jumlah penduduk Tatar Crimea pra-aneksasi “sedikit kurang dari

setengah juta.” Eksodus massal Tatar selama dekade terakhir dari Khanate Crimea

(sejak 1772) dan dekade pertama setelah aneksasi telah meninggalkan sejumlah

besar lahan kosong, yang selain berefek negatif pada demografi, juga memiliki

beberapa efek negatif pada pertanian. Di sisi lain, lahan bebas di negara yang

ditinggalkan itu telah menarik para penjajah.26

Pada awal abad kesembilan belas, selain 8.746 orang Rusia yang ada

sebelumnya, sekitar “35.000 non- Muslim telah menetap di semenanjung Crimea,

bekas Khanate Crimea, yang meliputi tanah dari Dnestr ke sungai Kuban, yang

hanya ditinggali kurang dari 100.000 pemukim Rusia.” Aneksasi Crimea

merupakan peristiwa penting dalam sejarah Rusia. “Dengan menganeksasi

Crimea, Rusia mencapai apa yang banyak dianggap sebagai perbatasan selatan

‘alami’ nya.” Nasionalisme Crimea abad kesembilan belas telah menyebar ke

entitas Muslim lain dalam Kekaisaran Rusia dengan semakin meningkatnya

perasaan anti-Rusia, yang disebabkan oleh tidak hormatnya Rusia terhadap

budaya Tatar dan Russifikasi yang dipaksakan.

27

Selama revolusi Rusia 1917-1918 para nasionalis Tatar meningkatkan klaim

kemerdekaan mereka. Perang Dunia pertama menyebabkan krisis dalam identitas

Tatar Crimea. Di satu sisi, Tatar yang diwakili di Duma (parlemen), dalam

eksekutif Rusia mereka berpartisipasi dalam organisasi-organisasi Muslim dan

berjuang di barisan depan barat Perang Dunia I. Di sisi lain, Kekaisaran

Utsmaniyah mendukung musuh Rusia di perang Dunia I dan gagasan untuk

26

Gwendolyn Sasse, op.cit., hlm. 456

27

(42)

melawan perang itu hampir tidak dapat diterima. Selama Perang Saudara Rusia

dari 1918-1921, Crimea adalah arena untuk berjuang kelompok-kelompok yang

berkepentingan. Tatar tidak menerima pembela kepentingan mereka baik dari

Bolshevics maupun Whites, Tentara Relawan yang terdiri dari mantan tentara tsar.

Tidak ada pihak yang tertarik untuk menyebabkan Crimea merdeka;

masing-masing dari mereka menginginkan Rusia bersatu di bawah kekuasaan mereka

sendiri. Akhirnya, pada bulan Oktober 1920, Bolshevics menduduki Crimea dan

tinggal di sana sampai invasi Jerman pada tahun 1941.28

Di Uni Soviet, Crimea menerima status Otonomi Crimea Republik Sosialis

Soviet (Crimean ASSR) dan, secara administratif, merupakan bagian dari

Republik Federasi Sosialis Rusia (RSFSR). Pada saat itu, rakyat Tatar Crimea

merupakan sekitar seperempat dari populasi ASSR Crimea. Otonomi tersebut

bersifat terbatas dan Moskow tetap bertanggung jawab atas sebagian besar

kegiatan Crimea, dengan pengecualian barangkali pada masalah-masalah

keadilan, pendidikan, dan kesehatan. Dua kota pelabuhan penting, Sevastopol dan

Evpatoria, dikeluarkan dari yurisdiksi Crimea dan disubordinasikan langsung ke

Moskow. Selama Perang Dunia II, Crimea relatif mudah diduduki oleh Jerman,

Rumania, dan Italia untuk jangka waktu dari 1941 sampai 1944, dengan

pengecualian adalah Sevastopol yang secara heroik dipertahankan hingga Juli

1942. 29

Segera setelah Crimea kembali di bawah kontrol Soviet pada awal tahun

1944, Stalin memerintahkan deportasi Tatar Crimea dan minoritas kecil lainnya

28

Ibid, hlm. 567

29

(43)

sebagai hukuman kolektif untuk kerjasama mereka dengan Nazi. Pada tahun 1967,

Tatar telah direhabilitasi tapi dilarang kembali ke Crimea. Crimean ASSR

dihapuskan pada tahun 1945 dan direorganisasi menjadi Oblast Crimea bagian

dari RSFSR. Pada tahun 1954, Crimea dipindahkan di bawah yurisdiksi Ukraina

SSR karena kedekatan hubungan geografis, ekonomi, dan budaya dengan

Ukraina, dan sebagai sikap persahabatan yang melambangkan ulang tahun ke-300

perjanjian yang menyatukan Rusia dan Ukraina30

Selama beberapa tahun setelah Perang Dunia II dan sampai pembubaran Uni

Soviet, Crimea dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata dan pangkalan untuk

Armada Laut Hitam (BSF). Di bawah Uni Soviet demografi Crimea berubah

secara signifikan. Bencana kelaparan pada 1921-1922 mengakibatkan penurunan

populasi penduduk lebih dari 21 persen. Seratus ribu orang meninggal karena

kelaparan (60 persen dari mereka adalah Tatar Crimea) dan lima puluh ribu,

terutama Tatar, mengungsi ke luar negeri. Pada tahun 1923, 25 persen (seratus

lima puluh ribu) dari populasi Crimea adalah Tatar. Sebanyak 35000 - 40000

Tatar Crimea dipindahkan ke Siberia sebagai bagian dari serangan Stalin pada

nasionalisme Tatar Crimea; padahal sebelum perang populasi Tatar Crimea adalah

sekitar 300 ribu sampai 2 juta, dan pada akhir 1970-an kurang dari seribu dua

ratus keluarga Tatar yang tercatat di Crimea. Perubahan dramatis tersebut

disebabkan oleh deportasi terhadap Tatar dan minoritas lainnya. .

31

Deportasi Tatar Crimea dan minoritas lainnya dari Crimea diprakarsai oleh

Stalin pada tahun 1944 setelah pembebasan Crimea oleh Tentara. Selama

30

Paul Robert Magocsi, A History Of Ukraine, University Of Toronto Press, London (1986), hlm. 65

31

(44)

pendudukan Jerman terhadap Crimea sejumlah 15.000-20.000 Tatar Crimea

membantu Jerman untuk pendukung perang di pegunungan Crimea. Fisher

mengacu pada perkiraan yang berbeda menyatakan bahwa sekitar 20,000-53,000

Tatar Crimea berperang melawan Jerman bergabung dalam Tentara Merah dan

sampai sekitar dua belas ribu bertahan dan bersembunyi bawah tanah. Stalin

mengabaikan partisipasi Tatar Crimea pada Great Patriotic War melawan Nazi

Jerman dan memerintahkan deportasi mereka ke Asia Tengah. Dengan terjadinya

disintegrasi Uni Soviet pada tahun 1991, Crimea menjadi bagian integral dari

negara Ukraina merdeka yang baru. Crimea adalah wilayah yang bukan tipikal

Ukraina karena beberapa alasan.32

Secara etnis, Crimea adalah satusatunya daerah di Ukraina dengan mayoritas

besar adalah orang-orang Rusia. Komposisi penggunaan bahasa sehari-hari Secara

kultural Crimea adalah berkultur Rusia; bahkan administrasinya masih

menggunakan bahasa Rusia pada dokumennya, meskipun fakta bahwa

satu-satunya bahasa resmi di Ukraina adalah bahasa Ukraina. Secara historis,

setidaknya dari sudut pandang Rusia, Crimea adalah bagian dari Rusia sampai

saat Khrushchev, etnis Rusia dan mantan pemimpin Ukraina, memindahkannya ke

Republik Sosialis Soviet Ukraina pada tahun 1954. Crimea adalah pangkalan

untuk BSF dan Sevastopol masih dianggap sebagai “kota kejayaan Rusia.”

Crimea yang dianggap sebagai “daerah panas” merupakan ancaman yang cukup

berarti bagi kesatuan negara Ukraina.33

32

Paul Robert Magocsi, log.cit., hlm. 80

33

(45)

Pada tahun 1991, walaupun oblast Crimea adalah bagian dari SSR Ukraina,

pemerintah daerahnya menjalankan referendum untuk mendirikan Otonomi

Crimea Republik Sosialis Soviet (ASSR) dalam Uni Soviet, dengan dukungan

lebih dari 80 persen populasinya. Legitimasi hukum untuk referendum itu

dipertanyakan, karena “tidak ada hukum referendum pada waktu itu baik di Uni

Soviet maupun di Ukraina.” Namun hal itu mencerminkan fakta demografis yang

tak terbantahkan. Pengaruh Tatar Crimea terhadap hasil referendum itu disamakan

dengan nol. Pada saat itu Tatar merupakan segmen kecil dari populasi Crimea.

Pada musim semi tahun 1987 hanya ada 17.400 Tatar Crimea sebagai bagian dari

lebih dua juta penduduk Crimea saat itu. Mereka diberikan hak kembali ke tanah

air sebelum Uni Soviet runtuh, dan pada bulan Juni 1991 populasi Tatar Crimea

telah meningkat menjadi 135.000. Selain itu, sebagian besar Tatar memboikot

referendum karena mereka lebih memilih untuk tetap sebagai bagian dari

Ukraina.34

Pada bulan April 1992, parlemen Ukraina mengadopsi hukum tentang Status

Republik Otonomi Crimea yang memberikan kekuasaan yang lebih luas

dibandingkan dengan badan-badan teritorial lainnya di Ukraina.35

34

Gwendolyn Sasse, op.cit., hlm. 664

35

Paul Robert Magocsi, log.cit., hlm. 332

Sebagai

tanggapanyan, pada bulan Mei 1992 parlemen Crimea mengadopsi “Konstitusi

ditambah Deklarasi Kemerdekaan,” bagaimanapun, klaim bahwa republik Crimea

diproklamasikan adalah bagian dari republik Ukraina dan bahwa hubungan antara

kedua republik ‘independen’ itu harus tetap didasarkan pada perjanjian.

(46)

periode, dengan Revolusi Oranye tahun 2004 sebagai batasnya. Periode pertama

terdiri dari dua sub - periode: periode 1992-1995 ditandai dengan upaya

pemisahan diri yang diprakarsai oleh kekuatan politik pro-Rusia; dan periode

kedua dari 1995- 2004 ditandai dengan kondisi relatif stabil dari sikap separatis.

Periode kedua sejak tahun 2004 pada gilirannya telah ditandai dengan

munculnya konflik antara Crimea dengan pemerintah pusat. Pembagian ini adalah

bersyarat karena hubungan Ukraina - Crimea telah tak normal sejak Ukraina

merdeka. Hubungan Russo - Ukraina, dalam sengketa Crimea, berkisar pada

hak-hak etnis Rusia di Crimea, pembagian Armada Laut Hitam dan hak-hak pangkalannya.

Akhirnya, terkait dengan Tatar Crimea yang kembali dari pengasingan membawa

ketegangan tambahan di wilayah tersebut. Masalah tanah, pemulihan hak-hak

Tatar Crimea, dan hubungan antar-etnis menjadikan lebih rumit situasi di

Republik Otonomi Crimea, dan meradikalkan baik etnis Rusia maupun Tatar

Crimea.

Krisis dan konflik di Crimea dan secara luas di Ukraina pada saat laporan ini

ditulis masih berlangsung. Rusia vs Barat Pihak Barat menuduh Rusia bermaksud

memecah belah bekas wilayah Uni Soviet tersebut. Intervensi Rusia dalam

masalah Ukraina dinilai tidak sesuai dengan norma-norma internasional. Rusia

yang telah mendapat sanksi ekonomi dari Barat menolak tuduhan tersebut. Meski

majelis tinggi parlemen Rusia telah membatalkan resolusi yang memungkinkan

penggunaan kekuatan militer di Ukraina atas permintaan Presiden Vladimir Putin,

sikap keras Rusia telah memunculkan reaksi negatif di pihak UE. Sebanyak 28

(47)

rencana perdamaian Ukraina. Rusia diminta mengambil langkah efektif untuk

berhenti mendestabilisasi Ukraina, menciptakan kondisi aman untuk rencana

perdamaian yang akan dilaksanakan dan mengakhiri dukungannya kepada

kelompok separatis bersenjata. UE juga menuntut agar gerakan separatis pro

Rusia setuju untuk mengembalikan pos pemeriksaan perbatasan ke Ukraina,

membebaskan sandera, dan meluncurkan pembicaraan serius pada pelaksanaan

rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden Ukraina Petro Poroshenko.

Konflik yang berawal Nopember tahun lalu, merupakan cerminan

pertarungan geopolitik di kawasan Rusia dan Eropa Timur. Berikut adalah

gambaran kronologi singkat dari jalannya konflik tersebut yang dikumpulkan dari

berbagai sumber. Pada tanggal 21 November 2013 pemerintah Ukraina yang pro

Rusia secara tiba-tiba mengumumkan penundaan pembicaraan Perjanjian Asosiasi

dan Perdagangan dengan Uni Eropa, demi membangun hubungan ekonomi yang

lebih erat dengan Rusia. Langkah itu memicu kemarahan kelompok oposisi yang

pro-Eropa, yang kemudian berencana melakukan demonstrasi. Pada tanggal 30

November 2013, polisi menyerang sekelompok pengunjuk rasa, dan menahan 35

orang. Foto-foto pengunjuk rasa yang berdarah oleh serangan polisi dengan cepat

menyebar sehingga meningkatkan dukungan publik untuk demonstrasi. Memasuki

bulan Desember demonstrasi semakin membesar sampai mengumpulkan

demonstran sebanyak 300.000 orang, yang terbesar di Kiev sejak Revolusi Oranye

tahun 2004. Aktivis merebut Balai Kota Kiev. Pada tanggal 17 Desember 2013

Presiden UkrainaYanukovych berangkat ke Moskwa, Rusia, bertemu dengan

(48)

Amerika Serikat (sekitar Rp 177.18 trilun) dan mendapat potongan harga untuk

membeli gas Rusia.

Pada bulan Januari 2014 unjuk-rasa terus berlanjut dan terjadi bentrok dengan

polisi yang menyebabkan jatuhnya korban. Pada tanggal 28 Januari 2014, Perdana

menteri mengundurkan diri dan parlemen mencabut undang-undang anti protes

baru yang keras yang memicu kekerasan seminggu sebelumnya. Kedua pihak

mencapai kesepakatan bersama yang bertujuan untuk meredakan krisis. Pada 2

Februari 2014 para pemimpin oposisi meminta mediasi internasional dan bantuan

finansial dari Barat di hadapan lebih dari 60.000 demonstran di Kiev. Tanggal 5-6

Februari 2014 Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton dan

utusan khusus AS untuk Eropa, Victoria Nuland, mengunjungi Kiev. Tanggal 7

Februari 2014 Presiden Yanukovych bertemu dengan sekutunya Presiden Rusia,

Vladimir Putin, di sela-sela acara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Sochi,

Rusia. Pada 9 Februari 2014 sekitar 70.000 demonstran berkumpul di Lapangan

Merdeka. Selanjutnya pada14 Februari 2014 sebanyak 234 demonstran yang

ditahan sejak Desember 2013 dibebaskan, tetapi dakwaan atas mereka tidak

dicabut. Tanggal 16 Februari 2014 para demonstran meninggalkan balai kota Kiev

yang mereka duduki sejak 1 Desember 2013. Puluhan ribu orang berkumpul di

Lapangan Merdeka. Pada 18-19 Februari 2014 sebanyak 28 orang, termasuk 10

polisi, tewas dalam bentrokan berdarah di Lapangan Merdeka. Demonstran

kembali menduduki balai kota Kiev. Polisi antihuruhara melancarkan serangan

terhadap demonstran sepanjang malam. Pada 19 Februari 2014 Presiden

(49)

mengumumkan digelarnya “operasi anti-teroris” di negaranya sendiri.

Negaranegara Barat mengecam aksi kekerasan di Ukraina dan mengancam akan

menjatuhkan sanksi. Tanggal 20 Februari 2014 para demonstran menyerang polisi

di Kiev, mengabaikan kesepakatan gencatan senjata yang dicetuskan

Yanukovych. Sekitar 25 orang tewas dalam peristiwa itu, Kementerian Dalam

Negeri Ukraina mengatakan dua orang polisi tewas ditembak dalam insiden itu.

Pada tanggal 21 Februari 2014 para pemimpin oposisi menanda-tangani pakta

perdamaian dengan Presiden Yanukovych yang dimediasi oleh Uni Eropa. Pada

22 Februari 2014 parlemen Ukarina mengadakan pungutan suara untuk

menggulingkan pemerintahan Presiden Yanukovych.

Tanggal 26 Februari 2014 parlemen Ukarina menunjuk pemerintah baru. Hal

ini menyebabkan kemarahan Rusia sehingga menyiapkan sebanyak 150.000

prajuritnya dalam kondisi siaga tinggi. Pada hari yang sama sejumlah pasukan

bersenjata pro-Rusia tanpa identitas secara perlahan mulai mengambil kendali di

semenajung Crimea. Tanggal 27 Februari 2014 pasukan tak dikenal menduduki

gedung parlemen regional dan Gedung dewan kementrian Crimea di Simferopol.

Pada tanggal 28 Februari 2014, sementara orang-orang bersenjata menduduki

gedung, parlemen mengadakan sidang darurat, dan melakukan pungutan suara

untuk mengakhiri pemerintah Crimea, dan mengganti Perdana Menteri Anatolii

Mohyliov dengan Sergey Aksyonov. Aksyonov adalah anggota Partai Persatuan

Rusia, yang menerima 4% suara dalam pemilu terakhir. Sidang darurat ini juga

melakukan pungutan suara untuk mengadakan referendum tentang otonomi yang

(50)

semua komunikasi pada gedung tersebut dan mengambil ponsel anggota parlemen

saat mereka masuk. Tidak ada wartawan independen diizinkan di dalam gedung

ketika pemunggutan suara sedang berlangsung. Beberapa anggota parlemen

menyatakan bahwa mereka diancam dan bahwa suara diberikan untuk mereka dan

anggota parlemen lainnya, meskipun mereka tidak berada di ruangan.

Pada 1 Maret 2014, Putin memenangkan persetujuan parlemen untuk

menginvasi Ukraina. Hal ini memicu kemarahan Gedung Putih. Tanggal 6 Maret

2014 parlemen Crimea melakukan pemungutan suara untuk bergabung dengan

Rusia, dan menjadwalkan referendum tentang hal itu pada tanggal 16 Maret 2014.

Pada 16 Maret 2014, referendum diselenggarakan di Crimea, dan menunjukkan

dukungan yang luar biasa untuk bergabung dengan Federasi Rusia, meskipun

diboikot oleh Tatar Crimea dan penentang referendum lainnya. Parlemen Ukraina

menyatakan referendum itu inkonstitusional. Amerika Serikat dan Uni Eropa

mengutuk referentum itu ilegal, dan kemudian memberlakukan sanksi terhadap

orangorang yang dianggap telah melanggar kedaulatan Ukraina.

Tanggal 21 Maret 2014, Putin menandatangani undang-undang untuk

melengkapi aneksasi Crimea. AS memberlakukan sanksi terhadap Putin dan

sekutu dekatnya Uni Eropa mengikuti dengan langkah-langkah yang sama. Pada

tanggal 24 Maret 2014, Kementerian Pertahanan Ukraina mengumumkan bahwa

sekitar 50% dari tentara Ukraina di Crimea telah membelot ke militer Rusia.

Tanggal 27 Maret 2014 Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi tidak

(51)

valid. Resolusi disahkan dengan 100 suara mendukung, 11 menentang dan 58

abstain dalam majelis 193 negara.

Pada tanggal 1 April 2014 NATO mengumumkan menagguhkan semua

kerjasama sipil dan militer dengan Rusia. Pada 7 April 2014 aktivis Pro-Rusia

menguasai gedung-gedung pemerintah di kotakota timur Donetsk, Luhansk dan

Kharkiv, serta menyerukan referendum kemerdekaan. Pihak berwenang Ukraina

mendapatkan kembali kontrol dari gedung Kharkiv hari berikutnya. Pada 11 April

2014 perdana menteri sementara Ukraina menawarkan untuk memberikan

kekuasaan lebih bagi wilayah timur, saat separatis pro-Rusia terus menduduki

bangunan di Donetsk dan Luhansk. Tanggal 12 April 2014 milisi bersenjata

Pro-Rusia mengambil alih kantor polisi dan gedung badan keamanan di kota

Slovyansk, 60 kilometer dari Donetsk di mana militan pro-Rusia mengambil alih

markas polisi. Pada tanggal 15 April 2014 parlemen Ukraina meloloskan RUU

yang menyatakan semenanjung Crimea sel

Referensi

Dokumen terkait

Praktek-praktek yang selama ini dilakukan oleh berbagai negara mensyaratkan suatu prosedur yang diatur dalam hukum kebiasaan internasional.. Referendum yang dilakukan di

Intervensi kemanusiaan adalah merupakan tindakan suatu negara dengan menggunakan kekuatan militer, melakukan intervensi kedaulatan negera lain dengan tujuan untuk

Pertama, para pihak (negara dan negara atau negara dan perusahaan asing) sepakat untuk memberlakukan prinsip-prinsip hukum internasional dalam kontrak mereka. Sejak

dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan satu konvensi internasional yang dapat diterima oleh negara-negara di dunia dan dapat mengganti peraturan mengenai pengawasan

Implikasi Penggunaan Teknologi Pesawat Siluman (Stealth Fighter) Dalam Kaitannya Dengan Kedaulatan Suatu Negara Atas Ruang Udara Wilayahnya Ditinjau Menurut Hukum

Berdasarkan latar belakang di atas, dimana terjadi ketidakselarasan antara prinsip non-intervensi dengan tindakan Negara Perancis di Negara Mali, dimana Perancis

Kedaulatan eksternal inilah yang menjadi salah satu kewenangan negara dalam melakukan hubungan hukum internasional, sedangkan kedaulatan internal bukan merupakan faktor penentu dari

Hubungan Yurisdiksi Negara dengan Kedaulatan Negara Kedaulatan negara mengandung dua segi atau aspek yaitu  pertama, aspek ke dalam internal yakni kekuasaan tertinggi untuk mengatur