• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT

A. Tinjaun Umum tentang Zakat

1. Prinsip-prinsip Zakat

Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:

a. Prinsip keyakinan keagamaan

b. Prinsip pemerataan dan keahlian

c. Prinsip produktifitas dan kematangan

d. Prinsip penalaran

e. Prinsip kebebasan

f. Prinsip etik dan kewajaran

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.

Prinsip pemerataan cukup jelas mengambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.

Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayarkan karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.

Prinsip Nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dapat dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan

bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.

Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita (Djuanda dkk, 2006: 14-15).

2. Tujuan Zakat

Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini, adalah sasaran praktisnya. Tujuan sebagai berikut:

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari

kesulitan hidup serta penderitaan.

b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh

Mustahiq(penerima zakat).

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan

manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.

e. Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan social) dari hati

orang-orang miskin.

f. Menjebantani jurang pemisahnya pemisah antara yang kaya dengan

yang miskin dalam suatu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri pada diri

h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social

(Djuanda, dkk, 2006:15-16).

3. Manfaat Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang

berzakat (Muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan

zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhanya. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt.

b. Karena zakat merupakan hak mustahiq, zakat berfungsi untuk

menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, kearah kehidupan yang lebih baik.

c. Zakat sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana

maupaun prasarana.

d. Zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu

bukanlah membersihkan harta kotor, tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita usahakan baik dan benar.

e. Indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran islam (Djuanda,

dkk, 2006: 16-17).

Adapun Multiplayer effek dari zakat yaitu sebagai berikut:

2) Melipat gandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat islam.

3) Membuka lapangan kerja yang luas (Djuanda, dkk, 2006: 17).

4. Syarat-Syarat Zakat

a. Syarat orang yang mengeluarkan zakat

yaitu orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) adalah orang

atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat apabila memiliki kelebihan harta yang telah cukup haul dan nisbahnya (Anshori, 2006: 25).

b. Syarat harta yang dizakatkan

1) Pemilikan yang pasti, halal dan baik

Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya. Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Saw bersabda: “Allah tidak menerima zakat dari harta yang tidak sah”.

Harta yang tidak sah yang dimaksudkan adalah adalah harta yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal. Atau dalam memperoleh harta tersebut menggunakan cara-cara yang dilarang oleh agama, misalnya dengan korupsi, berjudi, menipu, mencuri, persekutuan jahat, berzina dan lain-lain (Anshori, 2006: 26).

2) Berkembang

Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami

berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau

usaha manusia. Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi sebagaimana yang dikutip oleh Hafidhuddin (2002: 22) menyatakan bahwa pengertian berkembang itu terdiri dari dua macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret.

Konkret dengan cara dikembangbiakan, diusahakan, diperdagangkan dan yang sejenis dengannya. Sedangkan yang tidak konkret, maksudnya harta tersebut berpotensi untuk berkembang di tangannnya sendiri maupun di tangan oleh orang lain, tetapi atas namanya. Berdasarkan syarat tersebut, Yusuf Qardhawi mengambil kesimpulan bahwa setiap harta yang berkembang atau berpotensi untuk berkembang termasuk dalam objek atau sumber zakat.

Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadits rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa “seorang

muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya”

(Anshori. 2006: 27).

3) Melebihi kebutuhan pokok

Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan keluarganya

untuk hidup wajar sebagai manusia. Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta berpenghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan primer ataukah harta penghasilan kotor. Di sisi lain kebutuhan primer setiap orang bersifat relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari kebutuhan primer di berlakukan dapat dipastikan banyak yang tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki hartamelebihi nishabnya.

Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan

bagi orang kaya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw “tidak

wajib bayar zakat kecuali orang kaya”. Manakala pendapatan

seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan

yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat.

Hal ini juga dikuatkan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah

ayat 219, yang artinya:”dan mereka bertanya kepadamu apa yang

mereka nafkahkan. Katakanlah “yang lebih dari keperluan”. Menurut Ibnu Abbas “sesuatu yang lebih adalah sesuatu yang lebih dari kebutuhan sekarang (Anshori, 2006: 27-28).