• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT AL-IHSAN JATENG CABANG SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT (STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT AL-IHSAN JATENG CABANG SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN

2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

(STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT AL-IHSAN JATENG

CABANG SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)

Oleh:

IDA FATHIYAH

NIM. 214 11 014

JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI

SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTO PENULIS

“Hidup Ini adalah Ibadah maka dipergunakan hidup ini dengan sepenuhnya, hidup adalah impian, impian untuk menuju kematian”

(Penulis).

“Kesuksesan kita itu tidak terlepas dengan kesulitan, rintangan, dan

tantangan yang amat berat, kesulitan-kesulitan itu adalah syarat untuk menuju kesuksesan yang anda capai.”

(6)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini

kepada :

1. Bapak Suroso dan Ibu Sulastri tercinta, yang telah mendoakan dan

memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.

2. Adik ku Suci, Fira, yang telah memberikan kasih sayangnya dan

mendoakan agar selalu tetap istiqomah dalam hal apapun.

3. Para guru sejak Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi yang

penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing

dengan penuh kesabaran.

4. Aiif Japanise Corporation yang telah memberikan kehidupan bermakna,

pencerahan dan motivasi yang berarti sehingga penulis bisa semangat

dalam menjalani kehidupan.

5. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan

yang diharapkan. Kami juga bersyukur atas rizki dan kesehatan

yang telah diberikan oleh-Nya sehingga kami dapat menyusun Penulisan Skripsi

ini.

Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,

Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para

sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan

nanti

Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu

persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I), Fakultas

Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: Implementasi

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Di

Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga)”. Kami mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan

penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa

mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

(8)

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN

Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah

di IAIN Salatiga.

4. Heni Satar, S.H., M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan

saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat

selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.

5. Ibu Niswatul Ula, SP selaku Pimpinan Cabang Lembaga Amil Zakat

Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga yang telah berkenan memberikan izin

penelitian di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga serta

memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi.

6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi

Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu

memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

tanpa halangan apapun.

7. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di

IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh

pendidikan di IAIN Salatiga.

8. Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga dan Forum

Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Indonesia yang telah

(9)

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan

balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa

mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh

dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun

analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan

demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.

Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi

penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.

Salatiga, Juni 2015

(10)

ASBTRAK

Fathiyah, Ida. 2015. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si.

Kata Kunci : Implementasi, Pengelolaan Zakat, UU No. 23 Tahun 2011.

Islam merupakan agama yang menekankan keseimbangan dalam

hidup. Melalui ajarannya, Islam memberikan acuan, keyakinan, dan jalan hidup agar umat manusia mampu mengatasi persoalan di dunia, serta mencapai ke bahagiaan yang kekal di akhirat. Tidak hanya itu, ajaran Islam bergerak pada dua arah sekaligus, arah vertikal (habl min Allâh) dan horizontal (habl min al-nâs), Atau dengan kata lain, ajaran Islam tidak hanya mementingkan hubungan individu dengan Tuhannya (ta’abbudi), melainkan juga bersifat sosial kemasyarakatan (ijtima’iyyah). Salah satu aspek ajaran Islam yang potensial menjadi instrumen pemberdayaan ummat dan pengentasan kemiskinan, serta menjadi simbol harmonisnya hubungan sesama manusia adalah zakat, apabila dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip manajemen yang baik dan mengambil inspirasi dari praktik Rasulullah dan ummat Islam pada era keemasannya dulu, zakat benar benar akan menjadi solusi atas berbagai problema ummat. Sementara itu, UU mengenai zakat pemerintah juga sudah mengeluarkan UU tersebut dengan harapan pengelolaan zakat bisa berdayaguna bagi masyarakat yaitu UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Dengan latar belakang diatas peneliti akan mengkaji tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga).

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga (2) Bagaimana hambatan dalam pengelolaan zakat dalam implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan yang dilakukan dengan memakai pendekatan Yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat suatu kenyataan hukum yang

terjadi dimasyarakat yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan

mengklarifikasi perundangan-undangan.

Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, Pertama: Pengelolaan

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

NOTA PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN………... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

MOTO... v A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1

B. FOKUS MASALAH...…... 5

C. TUJUAN PENELITIAN... 6

D. KEGUNAAN PENELITIAN... 6

E. PENEGASAN ISTILAH... 7

F. TINJAUAN PUSTAKA... 8

G. METODE PENELITIAN... 11

1.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 11

2. Kehadiran Peneliti... 12

3. Lokasi Penelitian... 12

4. Sumber Data... 12

5. Prosedur Pengumpulan Data... 13

6. Analisis Data... 14

7. Pengecekan Keabsahan Data... 14

(13)

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT

A. Tinjauan Umum Tentang Zakat………... 17

B. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Zakat……….. 40

C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)……….. 42

BAB III PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG CABANG SALATIGA

A. Gambaran Umum Tentang LAZis Salatiga……… 49

B. Struktur Lambaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng……….. 50

C. Gambaran Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang

Salatiga mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat………. 51

D. Pengumpulan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga………... 60

E. Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga………... 61

F. Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga………... 62

G. Hambatan Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan

Jateng Cabang Salatiga……… 66

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG CABANG SALATIGA

A. Analisis terhadap pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat

Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga………. 69

B. Analisis terhadap hambatan dalam pengelolaan zakat dalam

(14)

DAFTAR TABEL

(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan :2.1 Program Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang

Salatiga... 59

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat Indonesia zaman sekarang tercatat semakin banyak

sebagai orang yang cukup bahkan berlebih dengan harta yang dimiliki,

diantaranya dari orang muslim. Jumlah penduduk muslim yang sangat

besar merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk

mengentaskan kemiskinan yang sedang melanda Indonesia. Dalam Islam,

terdapat kewajiban bagi orang yang memiliki harta berlebih dan sudah

mencapai nisab atau batas jumlah harta yang dimiliki dengan ketentuan

tertentu, wajib mengeluarkan sebagian hartanya dalam rangka mensucikan

harta yang disebut zakat.

Islam merupakan agama yang menekankan keseimbangan dalam

hidup. Melalui ajarannya, Islam memberikan acuan, keyakinan dan jalan

hidup agar umat manusia mampu mengatasi persoalan di dunia, serta

mencapai kebahagiaan yang kekal di akhirat (Khasanah, 2010: 1). Tidak

hanya itu, ajaran Islam bergerak pada dua arah sekaligus, arah vertikal

(habl min Allâh) dan horizontal (habl min al-nâs)) atau dengan kata lain ajaran Islam tidak hanya mementingkan hubungan individu dengan

(17)

Kesejahteraan menjadi salah satu prioritas utama umat Islam.

Menurut M. Ali Hasan, pada dasarnya semua orang menginginkan

kehidupan yang layak dan terpenuhi kebutuhan pokoknya. Namun,

kenyataannya tidak semua orang berkesempatan menikmati hal itu karena

berbagai faktor, seperti tidak tersedianya lapangan pekerjaan, kemiskinan,

atau rendahnya tingkat pendidikan (Hasan, 2006: 1). Melalui berbagai cara,

Islam mencoba memberikan solusi sekaligus upaya preventif dalam menghadapi berbagai persoalan social dan ekonomi, seperti larangan

menimbun kekayaan dan imbauan untuk berbagi.

Pengelolaan zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011 adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian

pengawasan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan

zakat. Pengelola tersebut, salah satunya adalah Lembaga Amil Zakat

sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Menurut Sudirman, Lembaga Amil Zakat merupakan institusi

pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memiliki

afiliasi dengan Badan Amil Zakat, (Sudirman, 2007: 99) yang notabene

dibentuk atas prakarsa pemerintah. Secara yuridis, definisi LAZ dapat

ditemukan dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 38

Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga amil zakat di pandang

sebagai institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas

(18)

Sejak era reformasi kendala yang menjadi penghalang bagi

pelembagaan zakat secara perlahan mulai muncul antara lain dengan

lahirnya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat

yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Dengan

lahirnya Undang-undang tersebut pemerintah dalam hal ini Departemen

Agama melakukan berbagai upaya dalam rangka memberikan dorongan

dan fasilitas agar pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat

(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dapat dilakukan secara

profesional, amanah dan transparan, sehingga tujuan pengelolaan zakat

bagi sebesar-besarnya kemaslahatan dan kemakmuran umat dapat tercapai

(Khasanah, 2010: 12).

Setelah Undang-undang ini diubah, definisi LAZ turut mengalami

perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 poin 8 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga Amil Zakat

yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk

masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian,

dan pendayagunaan zakat. Melalui definisi ini, peran yang dimainkan oleh

LAZ turut berubah, yaitu sebagai pembantu dalam pengelolaan zakat di

Indonesia.

Untuk memanfaatkan dan mendayagunakan zakat dengan

sebaik-baiknya diperlukan kebijakan lembaga pengelola zakat dengan melibatkan

peran pemerintah. Dana zakat itu tidak harus diberikan kepada yang

(19)

dapat digunakan sebagai sarana, sehingga dapat melepaskan fakir-miskin

dari ketergantungan pada belas kasihan orang lain.

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 dibuat dalam rangka

meningkatkan dayaguna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara

melembaga sesuai dengan syariat agama islam yang bertujuan melakukan

pengelolaan zakat. Pengelolaan yang dimaksud meliputi kegiatan

perencanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,

dan pendayagunaan zakat. Selain itu, undang-undang ini dimaksudkan

untuk memastikan keteraturan dan akuntabilitas dalam perencanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, pelaksanaan

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dan pelaporan

serta pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Namun dalam implementasinya Undang-Undang No. 23 Tahun

2011 banyak mengalami kontroversi karena dianggap menghambat

masyarakat dalam mengumpulkan zakat dan menyalurkan kembali kepada

masyarakat. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 terdapat pasal

krusial yang menyalahi norma dalam masyarakat, Undang-undang No. 23

tahun 2011 dapat mengesampingkan peran mandiri masyarakat dalam

memberdayakan dana zakat. Selain itu, hasil revisi tersebut telah

menghambat kinerja dan menghambat peran lembaga-lembaga zakat yang

sudah ada. Disyahkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang

pengelolaan zakat dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dan

(20)

tersebut pasal yang multitafsir yang bisa menimbulkan pro dan kontra di

kalangan pegiat zakat.

Pengelolaan zakat di indonesia masih belum optimal dan belum

mencapai tingkat yang diinginkan. Hanya sebagian kecil potensi dana

zakat yang berhasil dikumpulkan dan didistribusikan kepada yang berhak.

Demikian halnya di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga

yang terletak di Jalan Nanggulan No. 46 Salatiga apakah pengelolaan

zakatnya sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2011.

Berangkat dari latar belakang tersebut diatas sehingga penulis

mencoba menyusun penulisan skripsi dengan Judul IMPLEMENTASI

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan

Jateng Cabang Salatiga).

B. FOKUS MASALAH

1. Bagaimana pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga?

2. Bagaimana hambatan dalam pengelolaan zakat dalam implementasi

Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di

(21)

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan

Jateng Cabang Salatiga.

2. Untuk mengetahui hambatan dalam pengelolaan zakat dalam

implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang

Salatiga.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis mengharapkana agar hasil penelitian ini tidak

hanya berguna untuk pribadi tetapi juga berguna untuk orang lain.

Kegunaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Kegunaan akademis

Dengan penelitian ini penulis mengharapkan teori yang telah ditulis

dalam perkuliahan serta membandingkan realitas yang ada dalam

masyarakat. Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pula

bagi seluruh civitas akademika sebagai bahan informasi dan bahan

penelitian terhadap permasalahan zakat.

b. Kegunaan praktis

(22)

2) Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga agar dapat

merumuskan kebijakan dalam pengelolaan zakat dengan adanya

undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

E. PENEGASAN ISTILAH

Agar terdapat kejelasan mengenai judul penelitian di atas, maka

penulis perlu menjelaskan makna kata perkata sebagai berikut:

Implementasi yaitu proses yang melibatkan sumber-sumber yang

didalamnya termasuk manusia, dana, kemajuan, organisasi baik oleh

pemerintah maupun swasta (Widodo, 2005: 193). Dalam penelitian ini

implementasi yang dimaksudkan sebagai proses pelaksanaan atau

penerapan peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku sah

dalam masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2011 bahwa Zakat adalah

salah satu rukun yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim sebagai

kewajiban fardhu yang mampu menunaikaanya, dan diperuntukan untuk

mustahiq (mereka yang berhak menerima zakat). Sedangkan Lembaga

Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang

memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan

pendayagunaan zakat.

Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada

semua hal yang tersebut dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan; proses

(23)

(Poerwadarminto, 1997:44). Sementara itu, menurut Undang-Undang No.

23 Tahun 2011 pasal 1 ayat 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan

perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

F. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka ini dimaksudkan menjadi acuan dan

perbandingan yang terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas

tentang pengelolaan zakat antara lain:

Pertama, Skripsi Ancas Sulchantifa pribadi (Universitas

Diponegoro) dengan judul, “Pelaksanaan pengelolaan zakat menurut

Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat (studi

BAZ kota Semarang). Dalam tesis ini dapat disimpulkan bahwa Dalam

hal pengumpulan zakat, hal ini dilakukan oleh UPZ di berbagai instansi,

baik instansi pemerintah maupun swasta, setelah itu disetorkan kepada

BAZ Kota Semarang untuk didayagunakan. Di BAZ Kota Semarang,

pendayagunaan hasil penerimaan zakat telah sesuai dengan ketentuan

agama yaitu meliputi delapan ashnaf. Di dalam melakukan pengelolaan

zakat, BAZ Kota Semarang menemui berbagai macam kendala yang

dihadapi. Dengan adanya kendala-kendala di dalam pengelolaan zakat di

BAZ Kota Semarang tersebut, BAZ Kota Semarang meresponnya dengan

(24)

Kedua, skripsi Muhammad Fauzi (Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri Salatiga ) 2012, dengan judul “ Pelaksanaan zakat berdasarkan

UU No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dapat disimpulkan bahwa Baziz Desa Salamkanci pada hakekatnya memiliki 2 sistem

pengelolaan zakat yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Namun dalam

implementasi sistem tersebut belum maksimal. Begitu juga dengan

pengeolaannya belum memenuhi standart yang diatur dalam UU

pengelolaan zakat. Hal tersebut dibuktikan dengan sistem pengawasannya

yang karena belum adanya dewan yang secara khusus mengawasi

pengelolaan zakat di Baziz desa SalamKanci kecamatan Bandongan

kabupaten Magelang.

Ketiga, skripsi Tri Anis Rasyidah (Universitas Brawijaya) dengan

judul “Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 terhadap

legalitas pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat (Studi pada

beberapa LAZ di kota Malang)”. Dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan

diketahui bahwa dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2011 terhadap legalitas pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat (studi

pada beberapa LAZ di Kota Malang) belum tersosialisasi kepada

masyarakat sehingga pihak pengelola zakat dan masyarakat ragu bahwa

undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat

benar-benar diterapkan , hal ini dikarenakan masih banyaknya pasal yang tidak

(25)

dalam mengelola zakat. Maka, diperlukan peninjauan ulang dan sosialisasi

mengenai undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang zakat.

Keempat, skripsi Wildan Humaidi (Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan judul “Pengelolaan zakat dalam

pasal 18 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 (studi respon

lembaga pengelolaan zakat di kota Yogyakarta)”. Kesimpulannya bahwa

penyusunan skripsi ini menggunakan analisis kualitatif dengan metode

wawancara dalam menggali informasi mengenai respon lembaga amil

zakat (LAZ). Wawancara dilakukan terhadap enam lembaga amil zakat

dikota yogyakarta yang diklasifikasikan kedalam tiga kelompok.

Kelompok amil zakat profesional yang terdiri dari rumah zakat dan

dompet dhuafa, kelompok amil zakat semi profesional yang terdiri dari

BAZNAS kota yogyakarta dan LAZIZ Muhammadiyah, dan kelompok

amil zakat voulenter yang terdiri dari LAZ masjid Syuhada dan LAZ

Masjid Yogyakarta. Rumah zakat menolak Undang-Unddang terebut

karena akan mengakibatkan LAZ-LAZ yang ada sebelum Undang-undang

ini lahir akan terancam dibubarkan. Dompet dhuafa dan LAZIZMU

menerima sebagian dan menolak sebagian Undang-undang ini karena pada

dasarnya memiliki fungsi positif untuk menguatkan kelembagaan dan

menertibkan LAZ, meskipun ketentuan tersebut menyusahkan LAZ.

BAZNAS kota yogyakarta karena sebagai lembaga pemerintah maka

menerima dan mengikuti terhadap perubahan Undang-undang yang ada.

(26)

cenderung menerima, karena mereka tidak mempunyai kekuatan serta

keterbatasan kualitas sumber daya manusia untuk menolak

Undang-undang ini. Perbedaan respon tersebut dikarenakan Undang-Undang-undang ini

belum tersosialisasi secara baik di masyarakat, maka diperlukan

peninjauan ulang dan sosialisasi terhadap Undang-undang tersebut.

G. METOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan dan jenis penelitian

a. Metode dan Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan

secara holistik (Moleong, 2011: 6).

Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam

melakukan penelitian berdasarkan pada penelitian hukum yang

dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis empiris..

Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan

dengan melihat suatu kenyataan hukum yang terjadi dimasyarakat

yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi

perundangan-undangan (Ali, 2009: 105).

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini secara spesifik bersifat deskriptif analitis, yang

(27)

dengan objek penelitian dan pelaksanaanya di masyarakat (Ali,

2009:105-106). Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh

gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti

mungkin tentang objek yang diteliti.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang

Salatiga di jalan No. 46 Nanggulan, Salatiga. Penelitian ini bertindak

sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis

langsung datang dan mewawancarai masyarakat sekitar Nanggulan,

Salatiga.

3. Sumber Data

a. Data primer

Adalah sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung

diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari:

1) Informan

Adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan

informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi,

seorang informan harus mempunyai bayak pengalman tentang

latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka

rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat

informal (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini yang

menjadi informan adalah pengelola zakat Lembaga Amil Zakat

(28)

2) Dokumen

Dokumen meliputi, buku arsip berkaitan denagn pelaporan

dana zakat serta buku arsip yang dimiliki oleh LAZIS Salatiga

yang berisi tentang laporan pendistribusian zakat dan

pendayagunaan zakat kepada mustahiq.

b. Data sekunder

Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,

hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto,

1986: 12). Sumber data sekunder berasal dari setiap bahan tertulis

berupa buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan zakat.

4. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian lapangan (Ali, 2009: 107). Data yang

dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian.

Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan

beberapa tehnik guna memperoleh data antara lain :

a. Observasi (Pengamatan)

Observasi dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data

yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala

yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaanya langsung

(29)

terjadi (Nawawi, 1995: 94). Pengamatan ini yang dilakukan secara

langsung pada objek yaitu pendistribusian zakat di LAZiS

Salatiga.

b. Wawancara (interview)

Merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih

berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua pihak

yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai

pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi

sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Wawancara

ini dilakukan dengan pengelola LAZIZ Nanggulan, Salatga.

5. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif

analisis. Analisis data yang dapat digunakan adalah pendekatan

kualitatif terhadap data primer dan sekunder, dengan menggunakan

pola pikir deduktif yang menganalisis implementasi Undang-Undang

No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat terhadap pelaksanaan

zakat. Setelah pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut di

analisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk

menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi,

dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong,

2011: 288).

(30)

Dalam suatu penelitian, validalitas data mempunyai pengaruh yang

sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga

untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk

memeriksa keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam

membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong,

2004: 330). Pengeceken keabsahan data dalam penelitian ini

menggunakan tiangulasi data dimana dengan membandingkan apa

yang telah diatur oleh Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang

pengelolaan zakat dengan hasil penelitian implementasi

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelollan zakat terhadap

pelaksanaan zakat di LAZIZ Salatiga.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah

difahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka

peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini ke dalam bentuk sistematika

penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:

Bab pertama Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai, Latar

belakang masalah, Fokus Masalah, Tujuan Masalah, Kegunaan Penelitian,

Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang

Jenis penelitian dan pendekatan, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian,

(31)

Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-Tahap Penelitian dan Sistematika

Penulisan.

Bab kedua yaitu berisi mengenai Landasan Teori meliputi;

Tinjauan Umum tentang Zakat, Tinjauan Umum tentang Pengelolaan

Zakat, Tinjauan Umum tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Bab ketiga yaitu berisi tentang Pemamaparan Data dan Hasil

Penelitian dalam bab ini berisi mengenai, Gambaran umum mengenai

LAZIZ Cabang Salatiga, Gambaran Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat, Pengumpulan

Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga,

Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang

Salatiga, Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng

Cabang Salatiga, Hambatan Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat

Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga.

Bab keempat berisi tentang analisis meliputi; Pengelolaan zakat di

Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga dan Hambatan

dalam pengelolaan zakat dalam implementasi Undang-Undang No. 23

Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan

Jateng Cabang Salatiga.

Bab kelima penutup dalam bab ini berisi mengenai, Kesimpulan

(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT

A.Tinjaun Umum tentang Zakat

1. Pengertian Zakat

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 menyatakan bahwa

zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau

badan usaha untuk kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan

syariat islam.

2. Zakat Menurut Fiqih

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti,

yaitu al-barakatu artinya keberkahan, al-namaa artinya pertumbuhan dan

perkembangan, ath-thaharatu artinya kesucian dan ash-shalahu artinya

beresan (Hafidhuddin, 2002: 7). Menurut al-Mawardi sebagaimana yang

dikutip oleh Anshori (2006: 7) dalam kitab al-Hawi menyatakan bahwa

zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,

menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang

tertent”.

Menurut istilah Fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib

dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada

mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah

(33)

Dilihat dari definisi zakat menurut bahasa dan istilah mengandung

arti bahwa keduanya memiliki hubungan sangat nyata dan erat sekali,

yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi bersih,

tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.

Adapun dasar hukum zakat sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Dasar hukum diwajibkannya zakat dalam Islam adalah sebagaimana

firman Allah dalam al-Qur’an, diantaranya terdapat dalam surat

al-Baqarah ayat 110 sebgai berikut:







Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat

apa-saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan)

shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”.

(34)

Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat

itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

b. Hadits

Selain terdapat dalam al-Qur’an, dasar hukum diwajibkannya zakat

dalam Islam juga terdapat dalam Hadits Nabi, diantaranya:

1) Hadits riwayat Muslim dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah Saw

bersabda yang artinya:

“Islam didirikan dari lima sendi: mengaku bahwa tidak ada Tuhan

yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan bahwa

Muhammad itu utusan Allah; mendirikan sholat; mengeluarkan

zakat;mengerjakan haji dan berpuasa di bulan Ramadhan”.

2) Hadits riwayat Thabarani

Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji

mereka dengan kekeringan dan kelaparan”.

3) Hadits riwayat al-Bazar dan Baihaqi

“bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka itu akan

(35)

1. Prinsip-prinsip Zakat

Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:

a. Prinsip keyakinan keagamaan

b. Prinsip pemerataan dan keahlian

c. Prinsip produktifitas dan kematangan

d. Prinsip penalaran

e. Prinsip kebebasan

f. Prinsip etik dan kewajaran

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar

zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi

keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum

menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.

Prinsip pemerataan cukup jelas mengambarkan tujuan zakat, yaitu

membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat

manusia.

Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang

wajar harus dibayarkan karena milik tertentu telah menghasilkan produk

tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui

jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil

tertentu.

Prinsip Nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dapat

dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa

(36)

bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang

yang menderita sakit jiwa.

Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta

secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan. Zakat

tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang

membayarnya justru akan menderita (Djuanda dkk, 2006: 14-15).

2. Tujuan Zakat

Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini, adalah sasaran

praktisnya. Tujuan sebagai berikut:

a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari

kesulitan hidup serta penderitaan.

b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh

Mustahiq(penerima zakat).

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan

manusia pada umumnya.

d. Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.

e. Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan social) dari hati

orang-orang miskin.

f. Menjebantani jurang pemisahnya pemisah antara yang kaya dengan

yang miskin dalam suatu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri pada diri

(37)

h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan

menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social

(Djuanda, dkk, 2006:15-16).

3. Manfaat Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat yang

demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang

berzakat (Muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan

zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhanya. Manfaat tersebut antara

lain sebagai berikut:

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt.

b. Karena zakat merupakan hak mustahiq, zakat berfungsi untuk

menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin,

kearah kehidupan yang lebih baik.

c. Zakat sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana

maupaun prasarana.

d. Zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu

bukanlah membersihkan harta kotor, tetapi mengeluarkan bagian dari

hak orang lain dari harta kita usahakan baik dan benar.

e. Indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran islam (Djuanda,

dkk, 2006: 16-17).

Adapun Multiplayer effek dari zakat yaitu sebagai berikut:

(38)

2) Melipat gandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat

islam.

3) Membuka lapangan kerja yang luas (Djuanda, dkk, 2006: 17).

4. Syarat-Syarat Zakat

a. Syarat orang yang mengeluarkan zakat

yaitu orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) adalah orang

atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban

menunaikan zakat apabila memiliki kelebihan harta yang telah cukup

haul dan nisbahnya (Anshori, 2006: 25).

b. Syarat harta yang dizakatkan

1) Pemilikan yang pasti, halal dan baik

Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya,

baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati

hasilnya. Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim,

Rasulullah Saw bersabda: “Allah tidak menerima zakat dari harta

yang tidak sah”.

Harta yang tidak sah yang dimaksudkan adalah adalah harta

yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal. Atau dalam

memperoleh harta tersebut menggunakan cara-cara yang dilarang

oleh agama, misalnya dengan korupsi, berjudi, menipu, mencuri,

(39)

2) Berkembang

Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami

berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau

usaha manusia. Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf

Qardhawi sebagaimana yang dikutip oleh Hafidhuddin (2002: 22)

menyatakan bahwa pengertian berkembang itu terdiri dari dua

macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret.

Konkret dengan cara dikembangbiakan, diusahakan,

diperdagangkan dan yang sejenis dengannya. Sedangkan yang

tidak konkret, maksudnya harta tersebut berpotensi untuk

berkembang di tangannnya sendiri maupun di tangan oleh orang

lain, tetapi atas namanya. Berdasarkan syarat tersebut, Yusuf

Qardhawi mengambil kesimpulan bahwa setiap harta yang

berkembang atau berpotensi untuk berkembang termasuk dalam

objek atau sumber zakat.

Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk

dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadits

rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa “seorang

muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya”

(Anshori. 2006: 27).

3) Melebihi kebutuhan pokok

Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi

(40)

untuk hidup wajar sebagai manusia. Para ulama berselisih pendapat

dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta

berpenghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan primer ataukah

harta penghasilan kotor. Di sisi lain kebutuhan primer setiap orang

bersifat relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari

kebutuhan primer di berlakukan dapat dipastikan banyak yang

tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki hartamelebihi

nishabnya.

Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang

dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi

kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan

bagi orang kaya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw “tidak

wajib bayar zakat kecuali orang kaya”. Manakala pendapatan

seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan

keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika

setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan

yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat.

Hal ini juga dikuatkan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah

ayat 219, yang artinya:”dan mereka bertanya kepadamu apa yang

mereka nafkahkan. Katakanlah “yang lebih dari keperluan”.

Menurut Ibnu Abbas “sesuatu yang lebih adalah sesuatu yang lebih

(41)

4) Bersih dari hutang

Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari

hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang

kepada sesama manusia. Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas

dari hutang karena hutang merupakan beban yang harus ditunaikan

(Anshori, 2006: 28).

5) Mencapai nishab

Menurut pendapat jumhur ulama harus mencapai nishab

yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban

zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, nishab zakat

hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebagainya

(Hafidhuddin, 2002: 24).

6) Mencapai masa haul

Artinya, harta tersebut harus mencapai waktu tertentu

pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan Qamariyah, atau

setiap kali setelah menuai. Harta-harta yang disyaratkan cukup

setahun dimiliki nishabnya adalah binatang ternak, emas dan perak,

binatang perniagaan. Sedangkan harta-harta yang tidak disyaratkan

haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai dan

barang temuan ketika ditemukan (Anshori, 2006: 29).

5. Syarat Penerima Zakat

Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan al-Qur’an surat

(42)

a. Fakir

1) Menurut Hanafi, fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang

dari se-nishab atau mempunyai se-nishab atau lebih, tetapi habis

dengan hajatnya.

2) Menurut Maliki, fakir adalah orang yang mempunyai harta, sedang

hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu

tahun, orang yang mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi

kebutuhannya.

3) Menurut Hambali, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta,

atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.

4) Menurut syafii fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan

usaha atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua

kebutuhannya dan tidak ada orang yang berkewajiban member

belanja (Anshori, 2006: 29).

b. Miskin

1) Menurut Hanafi, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta

satupun jua.

2) Menurut Maliki, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta

satupun juga.

3) Menurut hambali, miskin adalah orang yang mempunyai harta

seperdua kebutuhannya atau lebih tetapi tidak mencukupi.

Sedangkan Menurut syafii, miskin adalah orang yang mempunyai

(43)

Atau orang yang biasa berpenghasilan, tetapi tidak mencukupi.

Memiliki rumah dan perabot rumah tangga yang dipakainya

sehari-hari tidak dihitung sebagai kekayaan (Anshori, 2006: 30).

c. Amil

Semua mazhab bersepakat bahwa yang dinamakan dengan amil

adalah pengurus zakat, penulis, pembagi, penasehat, yang bekerja

untuk kepentingan zakat (Anshori, 2006: 30).

d. Muallaf

Menurut imam Syafii sebagaimana yang dikutip oleh Anshori (2006:

31) menyatakan bahwa muallaf adalah sebagai berikut:

1) orang yang baru masuk Islam sedang imamnya belum teguh.

2) orang Islam yang berpengaruh pada kaumnya. Apabila ia diberi

zakat, orang lain atau kaumnya akan masuk Islam.

3) Orang Islam yang berpengaruh terhadap orang kafir.

4) Kalau ia diberi zakat maka orang islam akan terhindar dari

kejahatan kafir yang ada dibawah pengaruhnya dan orang yang

menolak kejahatan terhadap orang yang anti zakat.

e. Riqab

Adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannyabahwa dia boleh

menebus dirinya, hamba itu diberi zakat sekedar menebus dirinya

(Anshori, 2006: 31).

f. Gharim

(44)

1)Orang yang berhutang karena mendamaikan antara dua orang yang

berselisih.

2)Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri untuk kepentingan

mubah maupun tidak mubah, tetapi ia sudah bertaubat.

3)Orang yang berhutang karena jaminan hutang orang lain, sedang ia

dan jaminannya tidak dapat membayar hutang tersebut (Anshori,

2006: 31).

g. Sabilillah

Adalah balatentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri,

sedang ia tidak mendapatkan gaji yang tertentu dan tidak pula

mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan

peperangan dalam dewan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun

ia kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan perang seperti

membeli senjata, kuda atau peperangan lainnya (Anshori, 2006 :33).

h. Ibnus sabil

Menurut Syafii, Ibnu sabil adalah orang yang dalam perjalanan yang

halal, sekedar ongkos sampai kepada maksudnya. Bahwa ia sangat

membutuhkan bantuan, bukan untuk maksiat tetapi dengan tujuan yang

sah (Anshori, 2006: 33).

6. Macam-Macam Zakat

(45)

Zakat fitrah disyariatkan pada tahun kedua bulan syaban. Maka sejak

saat itu pula zakat fitrah menjadi pengeluaran wajib yang dilakukan

setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga

yang wajar pada malam dan hari raya idul fitri, sebagai tanda syukur

kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa.

1) Syarat-syarat wajib zakat fitrah sebagai berikut:

a) Islam

b) Orang itu ada sewaktu terbenam matahari penghabisan bulan

ramadhan. Sedangkan orang yang meninggal pada waktu

ifthor, tidak wajib mengeluarkan zakat ataupun orang yang

lahir setelah itu.

c) Mempunyai kelebihan harta keperluan makanan untuk dirinya

sendiri dan orang-orang yang wajib dinafkahi.

2) Waktu-waktu membayar zakat fitrah

Waktu wajib membayar zakat fitrah pada asalnya adalah sewaktu

terbenam matahari pada malam hari raya Idul Fitrah. Tetapi tidak

ada larangan apabila membayar sebelum waktu tersebut, asalkan

masih tetap dalam hitungan bulan ramadhan. Waktu-waktu tersebut

adalah sebagai berikut:

a) Waktu mubah yaitu pada awal bulan Ramadhan sampai

penghabisan Ramadhan.

b) Waktu wajib yaitu dari penghabisan terbenamnya matahari

(46)

tujuannya adalah agar fakir miskin pada hari raya dapat

merayakan hari kemenangannya juga.

c) Waktu sunnah yaitu selepas shalat subuh sebelum pergi shalat

hari raya (waktu fajar 1 syawal). Biasanya muzakki sudah

mengetahui secara pasti siapa mustahiqnya.

d) Waktu makruh yaitu membayar zakat selepas shalat Id, tetapi

sebelum terbenamnya matahari pada hari raya tersebut.

e) Waktu haram yaitu dibayar sesudah terbenam pada hari raya

(Anshori, 2006: 42).

b. Zakat mal atau zakat harta

Adalah bagian dari harta kekayaan seseorang juga (badan hukum)

yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu dalam

jumlah minimal tertentu (Anshori, 2006: 46).

Adapun Unsur-unsur zakat sebagai berikut:

1) Orang yang mengeluarkan zakat (muzakki)

2) Harta yang wajib dizakati meliputi emas dan perak, perdagangan

dan perusahaan, hasil pertanian, hasil perkebuanan dan hasil

perikanan, hasil tambang, hasil peternakan, hasil pendapatan dan

jasa dan rikaz (Anshori, 2006: 21-23). Menurut Hafiddudin (2002:

93-121) menambahkan kewajiban harta yang wajib dizakati dalam

perekonomian modern, terdapat kriteria zakat modern yang di

kelompokkan kedalam sepuluh bagian zakat antara lain:

(47)

b) zakat perusahaan

c) zakat surat-surat berharga

d) zakat perdagangan mata uang

e) zakat hewan ternak yang diperdagangkan

f) zakat madu dan produk hewani

g) zakat investasi property

h) zakat asuransi syariah

i) zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung wallet, ikan hias

j) zakat rumah tangga modern.

3) Penerima zakat (mustahiq)

Golongan orang yang yang menerima zakat yaitu ada 8 asnaf

diantaranya adalah faqir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim,

sabilillah, dan ibnu sabil (Anshori, 2006: 24).

4) Amil

Adalah pengelola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan

atau lembaga. Amil memiliki kekuatan hukum secara formal untuk

mengelola zakat. Dengan adanya amil, menurut Abdurrahman

sebagaimana yang dikutip oleh Ansori (2006: 25) akan memiliki

beberapa ketentuan formal, antara lain:

a) Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat

b) Menjaga perasaan rendah diri pada mustahiq zakat

(48)

d) Memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan

pemerintahan yang Islami.

3. Zakat Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun2011

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2011 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib

dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang diberikan kepada

yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.

Adapun Dasar hukum zakat pada Undang-Undang Republik

indonesia Nomor 38 Tahun 1999, terdapat pasal 2 yang berbunyi setiap

warga negara Indonesia yang beragama islam mampu atau badan yang

memiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.

Sedangkan penjelasan dari Pasal 2 Yang dimaksud dengan warga

negara Indonesia adalah warga negara Indonesia yang berada atau yang

menetap baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pengumpulan yang terdapat pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Thun 2011, pasal 21 ayat (1) dan (2), pasal 22, pasal

23 ayat (1) dan ayat (2), pasal 24 yaitu sebagai pada 21 menjelaskan, (a)

Dalam rangka pengumpulan zakat, muzakki melakukan perhitungan

sendiri atas kewajiban zakatnya. (b) Dalam hal tidak dapat menghitung

sendiri kewajiban zakatnya, muzakki dapat meminta bantuan BAZNAS.

Sedangkan Pasal 22 menjelaskan mengenai, Zakat yang dibayarkan

oleh muzakki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan

(49)

memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki, bukti setoran zakat

sebagaiman dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang

penghasilan pajak.

Adapun pengumpulan zakat sesuai dengan pasal 24 menjelaskan

lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS

provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam peraturan

pemerintah.

1. Pengelolaan Zakat

Pengelolaan zakat yang terdapat pada Undang-Undang republik

Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, Pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk

oleh pemerintah.

b. Pembentukan badan amil zakat meliputi:

1) Nasional oleh pemerintah atas usul menteri

2) Daerah provinsi oleh gubernur atas usul kepada kantor

wilayah departemen agama provinsi

3) Daerah kabupaten atau daerah kota bupati atau walikota atas

usul kepala kantor departemen agama kabupaten tau kota

4) Kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama

kecamatan

c. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja

(50)

d. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan

pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.

e. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur

pengawas, dan unsur pelaksana.

Adapun penjelasan dari pasal 6 ayat (1), (2) huruf d, dan (5) di atas

adalah sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan pemerintah pada ayat (1) adalah

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat membentuk

badan amil zakat nasional yang berkedudukan di ibu kota negara.

Pemerintah daerah membentuk badan amil zakat daerah yg berkedudukan

di ibu kota provinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan.

Sedangkan pada Ayat (2) huruf d menjelaskan mengenai, Badan

amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpulan zakat atau di

kelurahan. Serta pada Ayat (4) Yang dimaksud dengan msyarakat ialah

ulama, kaum cendekia, dan tokoh masyarakat setempat. Adapaun

dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertenu, antara lain, memiliki

sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi.

Unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang dimaksud pada ayat

(5) adalah terdiri atas para ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, dan

wakil pemerintah dan unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit

pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan.

(51)

pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan di instansi pemerintah dan

swasta, baik di dalm negeri maupun di luar negeri.

2. Asas dan Tujuan Zakat

Asan dan tujuan zakat pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pasal 2 dan pasal 3 yaitu Pengelolaan

zakat berasaskan sebagai berikut:

Pengelolaan zakat pada pasal 3 bertujuan untuk, meningkatkan

efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengeolaan zakat, meningkatkan

manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

penanggulangan kemiskinan.

3. Pendayagunaan Zakat

Pendayagunaan zakat yang terdapat pada Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pada pasal 27 ayat (1), (2)

dan (3) adalah sebagai berikut:

a. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka

(52)

b.Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar

mustahik tekah terpenuhi sedangkan Ketentuan lebih lanjut

nengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan perturan

menteri.

4. Macam-macam Zakat menurut undang-undang No. 23 Tahun 2011 ada

2 yaitu :

a. Zakat mal

b. Zakat fitrah

Adapun macam zakat mal pada ayat (1) Undang-undang tentang zakat

menjelaskan meliputi:

1) Emas, perak dan logam mulia

2) Uang dan surat berharga

3) Perniagaan

4) Pertanian, perkebunan dan kehutanan

5) Peternakan dan perikanan

6) Pertambangan

7) Perindustrian

8) Pendapatan dan jasa serta rikaz

Zakat mal tersebut merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki

perseorangan atau badan usaha. Sedangkan syarat tata cara penghitungan

(53)

5. Tugas BAZNAS atau LAZ dalam melaksanakan tugas dalam pasal 6

menyelenggarakan fungsi meliputi:

a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

zakat.

b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan

zakat.

c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, pengelolaan zakat.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS dapat

bekerjasama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara

tertulis kepada presiden lewat menteri dan kepada dewan perwakilan

rakyat republik Indonesia paling sedikit (satu) kali dalam 1 (Satu) tahun.

Selain menerima zakat BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima

infak, sedekah, dan dana social keagamaan lain. Sedangkan

pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah dan dana social

dilakukan dengan syariat islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan

yang diikrarkan oleh pemberi. Pengelolaan infak, sedekah dan dana social

keagamaan lainya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.

6. Pelaporan pengelolaan zakat

Untuk menciptakan kinerja yang baik suatu lembaga harus mempunyai

tata kelola yang baik pula dengan ini sesuai dengan pasal 29 tentang

pengelolaan zakat maka pelaporan BAZNAS atau LAZ sebagai

(54)

a. BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan pelaksanaan

pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana social keagamaan

lainya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara

berkala.

b. BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaa zakat,

infak, sedekah, dan dana social keagamaan lainya kepada

BAZNAS dan pemerintah daerah seacara berkala.

c. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,

infak, sedekah, dan dana sosial lainnya kepada BAZNAS

pemerintah daerah secara berkala.

d. BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaa pengelolaan

zakat, infak, sedekah, dan dana social keagamaan lainnya kepada

menteri secara berkala.

e. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media

cetak atau elektronik.

7. Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Zakat

Untuk mewujudkan pelaksanaan zakat secara baik dan adil, tepat

sasaran dan berdayaguna tinggi maka perlunya manajemen

pengawasan terhadap lembaga pengelola zakat, adapun pengawasan

lembaga zakat yang telah diatur oleh Undang-undang No. 23 tahun

2011 Tentang pengelolaan zakat meliputi sebagai berikut:

a. Menteri melaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap

(55)

b. Gubernur dan Bupati/Wali kota melaksanakan pembinaan dan

pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS

kabupaten/Kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya meliputi,

fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.

B.Tinjauan Umum tentang Pengelolaan Zakat

1. Pengert pengelolaan zakat

Artinya: Imran bin Husain pernah diangkat untuk mengurus/mengelola harta zakat dan ia menceritakan bahwa kami menarik zakat dari pengalaman kami menarik zakat pada zaman nabi Muhamad saw begitu juga kami

menyalurkannya. (HR.Bukhari no 1883)

Ini adalah satu dari sekian banyak hadist nabi dalam kitab shahih

Bukhari dan shahih Muslim yang menceritakan tentang pengelolaan zakat

pada masa nabi dan setelahnya. Inti dari kisah tersebut adalah bahwa

semua pengelola zakat pasca zaman nabi Muhammad saw selalu berusaha

menyesuaikan kerja pengelolaan zakat mereka seperti pengelolaan di masa

nabi Muhammad saw.Dengan demikian wajarlah dan sudah seharusnya

kita selalu mengevaluasi kinerja pengelolaan zakat kita agar selalu sesuai

dengan pengelolaan zakat di zaman nabi saw walaupun tidak harus kaku

dan selalu khawatir dalam berijtihad dalam hal-hal yang multi tafsir atau

(56)

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 menyatakan bahwa

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan

zakat.

Pengelolaan zakat oleh lembaga zakat, apalagi yang memiliki

kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan antara lain:

a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.

b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apalagi

berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.

c. Untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam

penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu

tempat.

d. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semanagt penyelenggaraan

pemerintahan yang islami (Hafidhuddin, Didin.2002: 126)

2. Asas dan Tujuan Pengelolaan Zakat

Menurut Pasal 4 UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat bahwa pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan,

dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945. Pasal 5 menyebutkan pengelolaan zakat bertujuan:

a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat

(57)

b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

C.Tinjauan Umum Tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)

1. Pengertian Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah

Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Sementara itu, tugas Lembaga Amil zakat dalam Pasal 17

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat menyatakan tugas

LAZ untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat, maka masyarakat dapat

membentuk LAZ.

2. Pembentukan Lembaga Amil Zakat

Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 18

Pembentukan Lembaga Amil Zakat wajib mendapat izin Menteri atau

pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan.

b. Islam yang mengelola bidang pendidikan.

(58)

d. Berbentuk lembaga berbadan hukum.

e. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS.

f. Memiliki pengawas syariat.

g. Memiliki kemampuan teknis, administratif.

h. Keuangan untuk melaksanakan kegiatannya bersifat nirlaba.

i. Memiliki program untuk mendayagunakan.

j. Zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan

diaudit keuangan secara berkala.

3. Keanggotaan Lembaga Amil Zakat

Berdasarkan pada Pasal 8 Undang-undang No. 23 Tahun 2011

keanggotaan Lemabga Amil Zakat yang tugasnya hanya membatu Badan

Zakat Amil Nasional (BAZNAS) maka kelembagaan ini tetap sesuai

dengan kelembagaan BAZNAS sesuai dengan undang-undang yang ada

dalam hal ini Undang-undang No. 23 Tahun 2011.

Keanggotaan sebagai berikut:

a. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.

b. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur

(59)

Sedangkan pada Pasal 9 adalah masa kerja anggota BAZNAS

dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)

kali masa jabatan. Pada pasal 10 Anggota BAZNAS diangkat dan

diberhentikan oleh sebagai berikut:

1) Presiden atas usul Menteri.

2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas

usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan

b) Beragama Islam bertakwa kepada Allah SWT.

c) Berakhlak mulia.

d) Berusia minimal 40 (empat puluh) tahun.

e) Sehat jasmani dan rohani dan tidak menjadi anggota partai politik.

f) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat dan tidak pernah

dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Sedangkan pemberhentian anggota berdasarkan pasal 12

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 adalah sebagai Anggota BAZNAS

Gambar

Tabel : D.1 Hewan Qurban Peduli Di  LAZiS Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi hal tersebut penulis perlu melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). yang akan dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Ingin mengetahui

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana kehidupan kos mahasiswa IAIN Salatiga tahun 2016?, (2) bagaimana sikap keberagamaan

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pemahaman orang tua yang berprofesi sebagai sopir angkot trayek

Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah : (1) Apa saja pemikiran Syaikh Ibrahim al-Bajuri tentang nilai pendidikan tauhid dalam kitab Kifayatul ‘Awam..

Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam menentukan putusan atas penentuan nafkah bagi istri dan

Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada Badan Pelaksana Urusan Zakat Amwal Muhammadiyah (BAPELURZAM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah

Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) apakah dengan menggunakan media gambar berseri dapat meningkatkan perhatian peserta didik dalam