IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN
2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
(STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT AL-IHSAN JATENG
CABANG SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)
Oleh:
IDA FATHIYAH
NIM. 214 11 014
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI
SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
MOTO PENULIS
“Hidup Ini adalah Ibadah maka dipergunakan hidup ini dengan sepenuhnya, hidup adalah impian, impian untuk menuju kematian”
(Penulis).
“Kesuksesan kita itu tidak terlepas dengan kesulitan, rintangan, dan
tantangan yang amat berat, kesulitan-kesulitan itu adalah syarat untuk menuju kesuksesan yang anda capai.”
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Bapak Suroso dan Ibu Sulastri tercinta, yang telah mendoakan dan
memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.
2. Adik ku Suci, Fira, yang telah memberikan kasih sayangnya dan
mendoakan agar selalu tetap istiqomah dalam hal apapun.
3. Para guru sejak Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi yang
penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing
dengan penuh kesabaran.
4. Aiif Japanise Corporation yang telah memberikan kehidupan bermakna,
pencerahan dan motivasi yang berarti sehingga penulis bisa semangat
dalam menjalani kehidupan.
5. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Kami juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga kami dapat menyusun Penulisan Skripsi
ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti
Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu
persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I), Fakultas
Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: “Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Di
Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga)”. Kami mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah
di IAIN Salatiga.
4. Heni Satar, S.H., M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan
saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat
selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
5. Ibu Niswatul Ula, SP selaku Pimpinan Cabang Lembaga Amil Zakat
Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga yang telah berkenan memberikan izin
penelitian di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga serta
memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
7. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
8. Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga dan Forum
Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Indonesia yang telah
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, Juni 2015
ASBTRAK
Fathiyah, Ida. 2015. Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si.
Kata Kunci : Implementasi, Pengelolaan Zakat, UU No. 23 Tahun 2011.
Islam merupakan agama yang menekankan keseimbangan dalam
hidup. Melalui ajarannya, Islam memberikan acuan, keyakinan, dan jalan hidup agar umat manusia mampu mengatasi persoalan di dunia, serta mencapai ke bahagiaan yang kekal di akhirat. Tidak hanya itu, ajaran Islam bergerak pada dua arah sekaligus, arah vertikal (habl min Allâh) dan horizontal (habl min al-nâs), Atau dengan kata lain, ajaran Islam tidak hanya mementingkan hubungan individu dengan Tuhannya (ta’abbudi), melainkan juga bersifat sosial kemasyarakatan (ijtima’iyyah). Salah satu aspek ajaran Islam yang potensial menjadi instrumen pemberdayaan ummat dan pengentasan kemiskinan, serta menjadi simbol harmonisnya hubungan sesama manusia adalah zakat, apabila dikelola secara profesional dengan menerapkan prinsip manajemen yang baik dan mengambil inspirasi dari praktik Rasulullah dan ummat Islam pada era keemasannya dulu, zakat benar benar akan menjadi solusi atas berbagai problema ummat. Sementara itu, UU mengenai zakat pemerintah juga sudah mengeluarkan UU tersebut dengan harapan pengelolaan zakat bisa berdayaguna bagi masyarakat yaitu UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Dengan latar belakang diatas peneliti akan mengkaji tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga).
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga (2) Bagaimana hambatan dalam pengelolaan zakat dalam implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan yang dilakukan dengan memakai pendekatan Yuridis empiris yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat suatu kenyataan hukum yang
terjadi dimasyarakat yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan
mengklarifikasi perundangan-undangan.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, Pertama: Pengelolaan
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
NOTA PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN………... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
MOTO... v A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1
B. FOKUS MASALAH...…... 5
C. TUJUAN PENELITIAN... 6
D. KEGUNAAN PENELITIAN... 6
E. PENEGASAN ISTILAH... 7
F. TINJAUAN PUSTAKA... 8
G. METODE PENELITIAN... 11
1.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 11
2. Kehadiran Peneliti... 12
3. Lokasi Penelitian... 12
4. Sumber Data... 12
5. Prosedur Pengumpulan Data... 13
6. Analisis Data... 14
7. Pengecekan Keabsahan Data... 14
BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT
A. Tinjauan Umum Tentang Zakat………... 17
B. Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Zakat……….. 40
C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)……….. 42
BAB III PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG CABANG SALATIGA
A. Gambaran Umum Tentang LAZis Salatiga……… 49
B. Struktur Lambaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng……….. 50
C. Gambaran Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang
Salatiga mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat………. 51
D. Pengumpulan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga………... 60
E. Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga………... 61
F. Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga………... 62
G. Hambatan Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan
Jateng Cabang Salatiga……… 66
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG CABANG SALATIGA
A. Analisis terhadap pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat
Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga………. 69
B. Analisis terhadap hambatan dalam pengelolaan zakat dalam
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
Bagan :2.1 Program Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang
Salatiga... 59
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat Indonesia zaman sekarang tercatat semakin banyak
sebagai orang yang cukup bahkan berlebih dengan harta yang dimiliki,
diantaranya dari orang muslim. Jumlah penduduk muslim yang sangat
besar merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan yang sedang melanda Indonesia. Dalam Islam,
terdapat kewajiban bagi orang yang memiliki harta berlebih dan sudah
mencapai nisab atau batas jumlah harta yang dimiliki dengan ketentuan
tertentu, wajib mengeluarkan sebagian hartanya dalam rangka mensucikan
harta yang disebut zakat.
Islam merupakan agama yang menekankan keseimbangan dalam
hidup. Melalui ajarannya, Islam memberikan acuan, keyakinan dan jalan
hidup agar umat manusia mampu mengatasi persoalan di dunia, serta
mencapai kebahagiaan yang kekal di akhirat (Khasanah, 2010: 1). Tidak
hanya itu, ajaran Islam bergerak pada dua arah sekaligus, arah vertikal
(habl min Allâh) dan horizontal (habl min al-nâs)) atau dengan kata lain ajaran Islam tidak hanya mementingkan hubungan individu dengan
Kesejahteraan menjadi salah satu prioritas utama umat Islam.
Menurut M. Ali Hasan, pada dasarnya semua orang menginginkan
kehidupan yang layak dan terpenuhi kebutuhan pokoknya. Namun,
kenyataannya tidak semua orang berkesempatan menikmati hal itu karena
berbagai faktor, seperti tidak tersedianya lapangan pekerjaan, kemiskinan,
atau rendahnya tingkat pendidikan (Hasan, 2006: 1). Melalui berbagai cara,
Islam mencoba memberikan solusi sekaligus upaya preventif dalam menghadapi berbagai persoalan social dan ekonomi, seperti larangan
menimbun kekayaan dan imbauan untuk berbagi.
Pengelolaan zakat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian
pengawasan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Pengelola tersebut, salah satunya adalah Lembaga Amil Zakat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Menurut Sudirman, Lembaga Amil Zakat merupakan institusi
pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sehingga tidak memiliki
afiliasi dengan Badan Amil Zakat, (Sudirman, 2007: 99) yang notabene
dibentuk atas prakarsa pemerintah. Secara yuridis, definisi LAZ dapat
ditemukan dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga amil zakat di pandang
sebagai institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas
Sejak era reformasi kendala yang menjadi penghalang bagi
pelembagaan zakat secara perlahan mulai muncul antara lain dengan
lahirnya Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat
yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011. Dengan
lahirnya Undang-undang tersebut pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama melakukan berbagai upaya dalam rangka memberikan dorongan
dan fasilitas agar pengelolaan zakat yang dilakukan Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dapat dilakukan secara
profesional, amanah dan transparan, sehingga tujuan pengelolaan zakat
bagi sebesar-besarnya kemaslahatan dan kemakmuran umat dapat tercapai
(Khasanah, 2010: 12).
Setelah Undang-undang ini diubah, definisi LAZ turut mengalami
perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 poin 8 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga Amil Zakat
yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat. Melalui definisi ini, peran yang dimainkan oleh
LAZ turut berubah, yaitu sebagai pembantu dalam pengelolaan zakat di
Indonesia.
Untuk memanfaatkan dan mendayagunakan zakat dengan
sebaik-baiknya diperlukan kebijakan lembaga pengelola zakat dengan melibatkan
peran pemerintah. Dana zakat itu tidak harus diberikan kepada yang
dapat digunakan sebagai sarana, sehingga dapat melepaskan fakir-miskin
dari ketergantungan pada belas kasihan orang lain.
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 dibuat dalam rangka
meningkatkan dayaguna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat agama islam yang bertujuan melakukan
pengelolaan zakat. Pengelolaan yang dimaksud meliputi kegiatan
perencanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat. Selain itu, undang-undang ini dimaksudkan
untuk memastikan keteraturan dan akuntabilitas dalam perencanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dan pelaporan
serta pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Namun dalam implementasinya Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 banyak mengalami kontroversi karena dianggap menghambat
masyarakat dalam mengumpulkan zakat dan menyalurkan kembali kepada
masyarakat. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 terdapat pasal
krusial yang menyalahi norma dalam masyarakat, Undang-undang No. 23
tahun 2011 dapat mengesampingkan peran mandiri masyarakat dalam
memberdayakan dana zakat. Selain itu, hasil revisi tersebut telah
menghambat kinerja dan menghambat peran lembaga-lembaga zakat yang
sudah ada. Disyahkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang
pengelolaan zakat dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dan
tersebut pasal yang multitafsir yang bisa menimbulkan pro dan kontra di
kalangan pegiat zakat.
Pengelolaan zakat di indonesia masih belum optimal dan belum
mencapai tingkat yang diinginkan. Hanya sebagian kecil potensi dana
zakat yang berhasil dikumpulkan dan didistribusikan kepada yang berhak.
Demikian halnya di Lembaga Amil Zakat Al-ihsan Jateng Cabang Salatiga
yang terletak di Jalan Nanggulan No. 46 Salatiga apakah pengelolaan
zakatnya sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2011.
Berangkat dari latar belakang tersebut diatas sehingga penulis
mencoba menyusun penulisan skripsi dengan Judul IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT (Studi di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan
Jateng Cabang Salatiga).
B. FOKUS MASALAH
1. Bagaimana pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga?
2. Bagaimana hambatan dalam pengelolaan zakat dalam implementasi
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan
Jateng Cabang Salatiga.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam pengelolaan zakat dalam
implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang
Salatiga.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis mengharapkana agar hasil penelitian ini tidak
hanya berguna untuk pribadi tetapi juga berguna untuk orang lain.
Kegunaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Kegunaan akademis
Dengan penelitian ini penulis mengharapkan teori yang telah ditulis
dalam perkuliahan serta membandingkan realitas yang ada dalam
masyarakat. Untuk itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pula
bagi seluruh civitas akademika sebagai bahan informasi dan bahan
penelitian terhadap permasalahan zakat.
b. Kegunaan praktis
2) Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga agar dapat
merumuskan kebijakan dalam pengelolaan zakat dengan adanya
undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
E. PENEGASAN ISTILAH
Agar terdapat kejelasan mengenai judul penelitian di atas, maka
penulis perlu menjelaskan makna kata perkata sebagai berikut:
Implementasi yaitu proses yang melibatkan sumber-sumber yang
didalamnya termasuk manusia, dana, kemajuan, organisasi baik oleh
pemerintah maupun swasta (Widodo, 2005: 193). Dalam penelitian ini
implementasi yang dimaksudkan sebagai proses pelaksanaan atau
penerapan peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku sah
dalam masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2011 bahwa Zakat adalah
salah satu rukun yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim sebagai
kewajiban fardhu yang mampu menunaikaanya, dan diperuntukan untuk
mustahiq (mereka yang berhak menerima zakat). Sedangkan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat.
Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada
semua hal yang tersebut dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan; proses
(Poerwadarminto, 1997:44). Sementara itu, menurut Undang-Undang No.
23 Tahun 2011 pasal 1 ayat 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka ini dimaksudkan menjadi acuan dan
perbandingan yang terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas
tentang pengelolaan zakat antara lain:
Pertama, Skripsi Ancas Sulchantifa pribadi (Universitas
Diponegoro) dengan judul, “Pelaksanaan pengelolaan zakat menurut
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat (studi
BAZ kota Semarang). Dalam tesis ini dapat disimpulkan bahwa Dalam
hal pengumpulan zakat, hal ini dilakukan oleh UPZ di berbagai instansi,
baik instansi pemerintah maupun swasta, setelah itu disetorkan kepada
BAZ Kota Semarang untuk didayagunakan. Di BAZ Kota Semarang,
pendayagunaan hasil penerimaan zakat telah sesuai dengan ketentuan
agama yaitu meliputi delapan ashnaf. Di dalam melakukan pengelolaan
zakat, BAZ Kota Semarang menemui berbagai macam kendala yang
dihadapi. Dengan adanya kendala-kendala di dalam pengelolaan zakat di
BAZ Kota Semarang tersebut, BAZ Kota Semarang meresponnya dengan
Kedua, skripsi Muhammad Fauzi (Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Salatiga ) 2012, dengan judul “ Pelaksanaan zakat berdasarkan
UU No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat”. Dapat disimpulkan bahwa Baziz Desa Salamkanci pada hakekatnya memiliki 2 sistem
pengelolaan zakat yaitu sistem pasif dan sistem aktif. Namun dalam
implementasi sistem tersebut belum maksimal. Begitu juga dengan
pengeolaannya belum memenuhi standart yang diatur dalam UU
pengelolaan zakat. Hal tersebut dibuktikan dengan sistem pengawasannya
yang karena belum adanya dewan yang secara khusus mengawasi
pengelolaan zakat di Baziz desa SalamKanci kecamatan Bandongan
kabupaten Magelang.
Ketiga, skripsi Tri Anis Rasyidah (Universitas Brawijaya) dengan
judul “Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 terhadap
legalitas pengelolaan zakat oleh Lembaga Amil Zakat (Studi pada
beberapa LAZ di kota Malang)”. Dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan
diketahui bahwa dalam implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 terhadap legalitas pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat (studi
pada beberapa LAZ di Kota Malang) belum tersosialisasi kepada
masyarakat sehingga pihak pengelola zakat dan masyarakat ragu bahwa
undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
benar-benar diterapkan , hal ini dikarenakan masih banyaknya pasal yang tidak
dalam mengelola zakat. Maka, diperlukan peninjauan ulang dan sosialisasi
mengenai undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang zakat.
Keempat, skripsi Wildan Humaidi (Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan judul “Pengelolaan zakat dalam
pasal 18 ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 (studi respon
lembaga pengelolaan zakat di kota Yogyakarta)”. Kesimpulannya bahwa
penyusunan skripsi ini menggunakan analisis kualitatif dengan metode
wawancara dalam menggali informasi mengenai respon lembaga amil
zakat (LAZ). Wawancara dilakukan terhadap enam lembaga amil zakat
dikota yogyakarta yang diklasifikasikan kedalam tiga kelompok.
Kelompok amil zakat profesional yang terdiri dari rumah zakat dan
dompet dhuafa, kelompok amil zakat semi profesional yang terdiri dari
BAZNAS kota yogyakarta dan LAZIZ Muhammadiyah, dan kelompok
amil zakat voulenter yang terdiri dari LAZ masjid Syuhada dan LAZ
Masjid Yogyakarta. Rumah zakat menolak Undang-Unddang terebut
karena akan mengakibatkan LAZ-LAZ yang ada sebelum Undang-undang
ini lahir akan terancam dibubarkan. Dompet dhuafa dan LAZIZMU
menerima sebagian dan menolak sebagian Undang-undang ini karena pada
dasarnya memiliki fungsi positif untuk menguatkan kelembagaan dan
menertibkan LAZ, meskipun ketentuan tersebut menyusahkan LAZ.
BAZNAS kota yogyakarta karena sebagai lembaga pemerintah maka
menerima dan mengikuti terhadap perubahan Undang-undang yang ada.
cenderung menerima, karena mereka tidak mempunyai kekuatan serta
keterbatasan kualitas sumber daya manusia untuk menolak
Undang-undang ini. Perbedaan respon tersebut dikarenakan Undang-Undang-undang ini
belum tersosialisasi secara baik di masyarakat, maka diperlukan
peninjauan ulang dan sosialisasi terhadap Undang-undang tersebut.
G. METOLOGI PENELITIAN
1. Pendekatan dan jenis penelitian
a. Metode dan Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku dan tindakan
secara holistik (Moleong, 2011: 6).
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam
melakukan penelitian berdasarkan pada penelitian hukum yang
dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis empiris..
Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan
dengan melihat suatu kenyataan hukum yang terjadi dimasyarakat
yang berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi
perundangan-undangan (Ali, 2009: 105).
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini secara spesifik bersifat deskriptif analitis, yang
dengan objek penelitian dan pelaksanaanya di masyarakat (Ali,
2009:105-106). Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti
mungkin tentang objek yang diteliti.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang
Salatiga di jalan No. 46 Nanggulan, Salatiga. Penelitian ini bertindak
sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis
langsung datang dan mewawancarai masyarakat sekitar Nanggulan,
Salatiga.
3. Sumber Data
a. Data primer
Adalah sebuah keterangan atau fakta yang secara langsung
diperoleh melalui penelitian lapangan. Data primer diperoleh dari:
1) Informan
Adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan
informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi,
seorang informan harus mempunyai bayak pengalman tentang
latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka
rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat
informal (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini yang
menjadi informan adalah pengelola zakat Lembaga Amil Zakat
2) Dokumen
Dokumen meliputi, buku arsip berkaitan denagn pelaporan
dana zakat serta buku arsip yang dimiliki oleh LAZIS Salatiga
yang berisi tentang laporan pendistribusian zakat dan
pendayagunaan zakat kepada mustahiq.
b. Data sekunder
Adalah data yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil penelitian yang berbentuk laporan dan seterusnya (Soekanto,
1986: 12). Sumber data sekunder berasal dari setiap bahan tertulis
berupa buku-buku dan tulisan yang berkaitan dengan zakat.
4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian lapangan (Ali, 2009: 107). Data yang
dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian.
Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan
beberapa tehnik guna memperoleh data antara lain :
a. Observasi (Pengamatan)
Observasi dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data
yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala
yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaanya langsung
terjadi (Nawawi, 1995: 94). Pengamatan ini yang dilakukan secara
langsung pada objek yaitu pendistribusian zakat di LAZiS
Salatiga.
b. Wawancara (interview)
Merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih
berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua pihak
yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai
pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi
sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Wawancara
ini dilakukan dengan pengelola LAZIZ Nanggulan, Salatga.
5. Analisis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analisis. Analisis data yang dapat digunakan adalah pendekatan
kualitatif terhadap data primer dan sekunder, dengan menggunakan
pola pikir deduktif yang menganalisis implementasi Undang-Undang
No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat terhadap pelaksanaan
zakat. Setelah pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut di
analisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk
menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi,
dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong,
2011: 288).
Dalam suatu penelitian, validalitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga
untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk
memeriksa keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam
membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong,
2004: 330). Pengeceken keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan tiangulasi data dimana dengan membandingkan apa
yang telah diatur oleh Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat dengan hasil penelitian implementasi
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelollan zakat terhadap
pelaksanaan zakat di LAZIZ Salatiga.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah
difahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka
peneliti akan menyajikan karya ilmiah ini ke dalam bentuk sistematika
penelitian yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut:
Bab pertama Pendahuluan dalam bab ini berisi mengenai, Latar
belakang masalah, Fokus Masalah, Tujuan Masalah, Kegunaan Penelitian,
Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang
Jenis penelitian dan pendekatan, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian,
Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-Tahap Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
Bab kedua yaitu berisi mengenai Landasan Teori meliputi;
Tinjauan Umum tentang Zakat, Tinjauan Umum tentang Pengelolaan
Zakat, Tinjauan Umum tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Bab ketiga yaitu berisi tentang Pemamaparan Data dan Hasil
Penelitian dalam bab ini berisi mengenai, Gambaran umum mengenai
LAZIZ Cabang Salatiga, Gambaran Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga mengenai Program Pemberdayaan Masyarakat, Pengumpulan
Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga,
Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang
Salatiga, Pendistribusian Zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng
Cabang Salatiga, Hambatan Pengelolaan Zakat di Lembaga Amil Zakat
Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga.
Bab keempat berisi tentang analisis meliputi; Pengelolaan zakat di
Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jateng Cabang Salatiga dan Hambatan
dalam pengelolaan zakat dalam implementasi Undang-Undang No. 23
Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan
Jateng Cabang Salatiga.
Bab kelima penutup dalam bab ini berisi mengenai, Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT
A.Tinjaun Umum tentang Zakat
1. Pengertian Zakat
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 menyatakan bahwa
zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
badan usaha untuk kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat islam.
2. Zakat Menurut Fiqih
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti,
yaitu al-barakatu artinya keberkahan, al-namaa artinya pertumbuhan dan
perkembangan, ath-thaharatu artinya kesucian dan ash-shalahu artinya
beresan (Hafidhuddin, 2002: 7). Menurut al-Mawardi sebagaimana yang
dikutip oleh Anshori (2006: 7) dalam kitab al-Hawi menyatakan bahwa
“zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang
tertent”.
Menurut istilah Fiqh Islam, zakat berarti harta yang wajib
dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada
mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah
Dilihat dari definisi zakat menurut bahasa dan istilah mengandung
arti bahwa keduanya memiliki hubungan sangat nyata dan erat sekali,
yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi bersih,
tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.
Adapun dasar hukum zakat sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Dasar hukum diwajibkannya zakat dalam Islam adalah sebagaimana
firman Allah dalam al-Qur’an, diantaranya terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 110 sebgai berikut:
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat
apa-saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan)
shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”.
Artinya: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
b. Hadits
Selain terdapat dalam al-Qur’an, dasar hukum diwajibkannya zakat
dalam Islam juga terdapat dalam Hadits Nabi, diantaranya:
1) Hadits riwayat Muslim dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah Saw
bersabda yang artinya:
“Islam didirikan dari lima sendi: mengaku bahwa tidak ada Tuhan
yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan bahwa
Muhammad itu utusan Allah; mendirikan sholat; mengeluarkan
zakat;mengerjakan haji dan berpuasa di bulan Ramadhan”.
2) Hadits riwayat Thabarani
“Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji
mereka dengan kekeringan dan kelaparan”.
3) Hadits riwayat al-Bazar dan Baihaqi
“bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka itu akan
1. Prinsip-prinsip Zakat
Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
a. Prinsip keyakinan keagamaan
b. Prinsip pemerataan dan keahlian
c. Prinsip produktifitas dan kematangan
d. Prinsip penalaran
e. Prinsip kebebasan
f. Prinsip etik dan kewajaran
Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar
zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi
keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum
menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.
Prinsip pemerataan cukup jelas mengambarkan tujuan zakat, yaitu
membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat
manusia.
Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang
wajar harus dibayarkan karena milik tertentu telah menghasilkan produk
tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui
jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil
tertentu.
Prinsip Nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dapat
dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa
bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang
yang menderita sakit jiwa.
Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta
secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan. Zakat
tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang
membayarnya justru akan menderita (Djuanda dkk, 2006: 14-15).
2. Tujuan Zakat
Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini, adalah sasaran
praktisnya. Tujuan sebagai berikut:
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan.
b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh
Mustahiq(penerima zakat).
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan
manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.
e. Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan social) dari hati
orang-orang miskin.
f. Menjebantani jurang pemisahnya pemisah antara yang kaya dengan
yang miskin dalam suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri pada diri
h. Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
i. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan social
(Djuanda, dkk, 2006:15-16).
3. Manfaat Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat yang
demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang
berzakat (Muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan
zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhanya. Manfaat tersebut antara
lain sebagai berikut:
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt.
b. Karena zakat merupakan hak mustahiq, zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin,
kearah kehidupan yang lebih baik.
c. Zakat sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana
maupaun prasarana.
d. Zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta kotor, tetapi mengeluarkan bagian dari
hak orang lain dari harta kita usahakan baik dan benar.
e. Indikator utama ketundukan seseorang terhadap ajaran islam (Djuanda,
dkk, 2006: 16-17).
Adapun Multiplayer effek dari zakat yaitu sebagai berikut:
2) Melipat gandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat
islam.
3) Membuka lapangan kerja yang luas (Djuanda, dkk, 2006: 17).
4. Syarat-Syarat Zakat
a. Syarat orang yang mengeluarkan zakat
yaitu orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) adalah orang
atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat apabila memiliki kelebihan harta yang telah cukup
haul dan nisbahnya (Anshori, 2006: 25).
b. Syarat harta yang dizakatkan
1) Pemilikan yang pasti, halal dan baik
Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya,
baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati
hasilnya. Dalam hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim,
Rasulullah Saw bersabda: “Allah tidak menerima zakat dari harta
yang tidak sah”.
Harta yang tidak sah yang dimaksudkan adalah adalah harta
yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal. Atau dalam
memperoleh harta tersebut menggunakan cara-cara yang dilarang
oleh agama, misalnya dengan korupsi, berjudi, menipu, mencuri,
2) Berkembang
Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau
usaha manusia. Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf
Qardhawi sebagaimana yang dikutip oleh Hafidhuddin (2002: 22)
menyatakan bahwa pengertian berkembang itu terdiri dari dua
macam, yaitu secara konkret dan tidak konkret.
Konkret dengan cara dikembangbiakan, diusahakan,
diperdagangkan dan yang sejenis dengannya. Sedangkan yang
tidak konkret, maksudnya harta tersebut berpotensi untuk
berkembang di tangannnya sendiri maupun di tangan oleh orang
lain, tetapi atas namanya. Berdasarkan syarat tersebut, Yusuf
Qardhawi mengambil kesimpulan bahwa setiap harta yang
berkembang atau berpotensi untuk berkembang termasuk dalam
objek atau sumber zakat.
Harta yang tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk
dikembangkan tidak wajib dikenai zakat, sesuai dengan hadits
rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa “seorang
muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya”
(Anshori. 2006: 27).
3) Melebihi kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi
untuk hidup wajar sebagai manusia. Para ulama berselisih pendapat
dalam hal ini, apakah harta yang dikeluarkan zakatnya harta
berpenghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan primer ataukah
harta penghasilan kotor. Di sisi lain kebutuhan primer setiap orang
bersifat relatif dan tidak terukur, sehingga jika syarat surplus dari
kebutuhan primer di berlakukan dapat dipastikan banyak yang
tidak membayar zakat, walaupun sudah memiliki hartamelebihi
nishabnya.
Ulama madzhab Hanafi menentukan bahwa harta yang
dikeluarkan zakatnya adalah harta yang bersih setelah dikurangi
kebutuhan rutin. Alasan ini cukup kuat, karena zakat diwajibkan
bagi orang kaya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw “tidak
wajib bayar zakat kecuali orang kaya”. Manakala pendapatan
seseorang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan harian diri dan
keluarganya berarti dia tidak termasuk orang kaya, kecuali jika
setelah kebutuhan keluarganya terpenuhi masih memiliki kelebihan
yang mencapai nishab, berarti ia wajib bayar zakat.
Hal ini juga dikuatkan al-Qur’an dalam surat al-Baqarah
ayat 219, yang artinya:”dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah “yang lebih dari keperluan”.
Menurut Ibnu Abbas “sesuatu yang lebih adalah sesuatu yang lebih
4) Bersih dari hutang
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang
kepada sesama manusia. Zakat juga hanya dikenakan jika terbebas
dari hutang karena hutang merupakan beban yang harus ditunaikan
(Anshori, 2006: 28).
5) Mencapai nishab
Menurut pendapat jumhur ulama harus mencapai nishab
yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban
zakat. Contohnya nishab zakat emas adalah 85 gram, nishab zakat
hewan ternak kambing adalah 40 ekor dan sebagainya
(Hafidhuddin, 2002: 24).
6) Mencapai masa haul
Artinya, harta tersebut harus mencapai waktu tertentu
pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan Qamariyah, atau
setiap kali setelah menuai. Harta-harta yang disyaratkan cukup
setahun dimiliki nishabnya adalah binatang ternak, emas dan perak,
binatang perniagaan. Sedangkan harta-harta yang tidak disyaratkan
haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai dan
barang temuan ketika ditemukan (Anshori, 2006: 29).
5. Syarat Penerima Zakat
Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan al-Qur’an surat
a. Fakir
1) Menurut Hanafi, fakir adalah orang yang mempunyai harta kurang
dari se-nishab atau mempunyai se-nishab atau lebih, tetapi habis
dengan hajatnya.
2) Menurut Maliki, fakir adalah orang yang mempunyai harta, sedang
hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu
tahun, orang yang mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi
kebutuhannya.
3) Menurut Hambali, fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta,
atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
4) Menurut syafii fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan
usaha atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua
kebutuhannya dan tidak ada orang yang berkewajiban member
belanja (Anshori, 2006: 29).
b. Miskin
1) Menurut Hanafi, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta
satupun jua.
2) Menurut Maliki, miskin adalah orang yang tidak mempunyai harta
satupun juga.
3) Menurut hambali, miskin adalah orang yang mempunyai harta
seperdua kebutuhannya atau lebih tetapi tidak mencukupi.
Sedangkan Menurut syafii, miskin adalah orang yang mempunyai
Atau orang yang biasa berpenghasilan, tetapi tidak mencukupi.
Memiliki rumah dan perabot rumah tangga yang dipakainya
sehari-hari tidak dihitung sebagai kekayaan (Anshori, 2006: 30).
c. Amil
Semua mazhab bersepakat bahwa yang dinamakan dengan amil
adalah pengurus zakat, penulis, pembagi, penasehat, yang bekerja
untuk kepentingan zakat (Anshori, 2006: 30).
d. Muallaf
Menurut imam Syafii sebagaimana yang dikutip oleh Anshori (2006:
31) menyatakan bahwa muallaf adalah sebagai berikut:
1) orang yang baru masuk Islam sedang imamnya belum teguh.
2) orang Islam yang berpengaruh pada kaumnya. Apabila ia diberi
zakat, orang lain atau kaumnya akan masuk Islam.
3) Orang Islam yang berpengaruh terhadap orang kafir.
4) Kalau ia diberi zakat maka orang islam akan terhindar dari
kejahatan kafir yang ada dibawah pengaruhnya dan orang yang
menolak kejahatan terhadap orang yang anti zakat.
e. Riqab
Adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannyabahwa dia boleh
menebus dirinya, hamba itu diberi zakat sekedar menebus dirinya
(Anshori, 2006: 31).
f. Gharim
1)Orang yang berhutang karena mendamaikan antara dua orang yang
berselisih.
2)Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri untuk kepentingan
mubah maupun tidak mubah, tetapi ia sudah bertaubat.
3)Orang yang berhutang karena jaminan hutang orang lain, sedang ia
dan jaminannya tidak dapat membayar hutang tersebut (Anshori,
2006: 31).
g. Sabilillah
Adalah balatentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri,
sedang ia tidak mendapatkan gaji yang tertentu dan tidak pula
mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan
peperangan dalam dewan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun
ia kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan perang seperti
membeli senjata, kuda atau peperangan lainnya (Anshori, 2006 :33).
h. Ibnus sabil
Menurut Syafii, Ibnu sabil adalah orang yang dalam perjalanan yang
halal, sekedar ongkos sampai kepada maksudnya. Bahwa ia sangat
membutuhkan bantuan, bukan untuk maksiat tetapi dengan tujuan yang
sah (Anshori, 2006: 33).
6. Macam-Macam Zakat
Zakat fitrah disyariatkan pada tahun kedua bulan syaban. Maka sejak
saat itu pula zakat fitrah menjadi pengeluaran wajib yang dilakukan
setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga
yang wajar pada malam dan hari raya idul fitri, sebagai tanda syukur
kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa.
1) Syarat-syarat wajib zakat fitrah sebagai berikut:
a) Islam
b) Orang itu ada sewaktu terbenam matahari penghabisan bulan
ramadhan. Sedangkan orang yang meninggal pada waktu
ifthor, tidak wajib mengeluarkan zakat ataupun orang yang
lahir setelah itu.
c) Mempunyai kelebihan harta keperluan makanan untuk dirinya
sendiri dan orang-orang yang wajib dinafkahi.
2) Waktu-waktu membayar zakat fitrah
Waktu wajib membayar zakat fitrah pada asalnya adalah sewaktu
terbenam matahari pada malam hari raya Idul Fitrah. Tetapi tidak
ada larangan apabila membayar sebelum waktu tersebut, asalkan
masih tetap dalam hitungan bulan ramadhan. Waktu-waktu tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Waktu mubah yaitu pada awal bulan Ramadhan sampai
penghabisan Ramadhan.
b) Waktu wajib yaitu dari penghabisan terbenamnya matahari
tujuannya adalah agar fakir miskin pada hari raya dapat
merayakan hari kemenangannya juga.
c) Waktu sunnah yaitu selepas shalat subuh sebelum pergi shalat
hari raya (waktu fajar 1 syawal). Biasanya muzakki sudah
mengetahui secara pasti siapa mustahiqnya.
d) Waktu makruh yaitu membayar zakat selepas shalat Id, tetapi
sebelum terbenamnya matahari pada hari raya tersebut.
e) Waktu haram yaitu dibayar sesudah terbenam pada hari raya
(Anshori, 2006: 42).
b. Zakat mal atau zakat harta
Adalah bagian dari harta kekayaan seseorang juga (badan hukum)
yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu dalam
jumlah minimal tertentu (Anshori, 2006: 46).
Adapun Unsur-unsur zakat sebagai berikut:
1) Orang yang mengeluarkan zakat (muzakki)
2) Harta yang wajib dizakati meliputi emas dan perak, perdagangan
dan perusahaan, hasil pertanian, hasil perkebuanan dan hasil
perikanan, hasil tambang, hasil peternakan, hasil pendapatan dan
jasa dan rikaz (Anshori, 2006: 21-23). Menurut Hafiddudin (2002:
93-121) menambahkan kewajiban harta yang wajib dizakati dalam
perekonomian modern, terdapat kriteria zakat modern yang di
kelompokkan kedalam sepuluh bagian zakat antara lain:
b) zakat perusahaan
c) zakat surat-surat berharga
d) zakat perdagangan mata uang
e) zakat hewan ternak yang diperdagangkan
f) zakat madu dan produk hewani
g) zakat investasi property
h) zakat asuransi syariah
i) zakat usaha tanaman anggrek, sarang burung wallet, ikan hias
j) zakat rumah tangga modern.
3) Penerima zakat (mustahiq)
Golongan orang yang yang menerima zakat yaitu ada 8 asnaf
diantaranya adalah faqir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim,
sabilillah, dan ibnu sabil (Anshori, 2006: 24).
4) Amil
Adalah pengelola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan
atau lembaga. Amil memiliki kekuatan hukum secara formal untuk
mengelola zakat. Dengan adanya amil, menurut Abdurrahman
sebagaimana yang dikutip oleh Ansori (2006: 25) akan memiliki
beberapa ketentuan formal, antara lain:
a) Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat
b) Menjaga perasaan rendah diri pada mustahiq zakat
d) Memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang Islami.
3. Zakat Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun2011
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang diberikan kepada
yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.
Adapun Dasar hukum zakat pada Undang-Undang Republik
indonesia Nomor 38 Tahun 1999, terdapat pasal 2 yang berbunyi setiap
warga negara Indonesia yang beragama islam mampu atau badan yang
memiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Sedangkan penjelasan dari Pasal 2 Yang dimaksud dengan warga
negara Indonesia adalah warga negara Indonesia yang berada atau yang
menetap baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pengumpulan yang terdapat pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Thun 2011, pasal 21 ayat (1) dan (2), pasal 22, pasal
23 ayat (1) dan ayat (2), pasal 24 yaitu sebagai pada 21 menjelaskan, (a)
Dalam rangka pengumpulan zakat, muzakki melakukan perhitungan
sendiri atas kewajiban zakatnya. (b) Dalam hal tidak dapat menghitung
sendiri kewajiban zakatnya, muzakki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Sedangkan Pasal 22 menjelaskan mengenai, Zakat yang dibayarkan
oleh muzakki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan
memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki, bukti setoran zakat
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang
penghasilan pajak.
Adapun pengumpulan zakat sesuai dengan pasal 24 menjelaskan
lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam peraturan
pemerintah.
1. Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat yang terdapat pada Undang-Undang republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, Pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk
oleh pemerintah.
b. Pembentukan badan amil zakat meliputi:
1) Nasional oleh pemerintah atas usul menteri
2) Daerah provinsi oleh gubernur atas usul kepada kantor
wilayah departemen agama provinsi
3) Daerah kabupaten atau daerah kota bupati atau walikota atas
usul kepala kantor departemen agama kabupaten tau kota
4) Kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama
kecamatan
c. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja
d. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan
pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.
e. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur
pengawas, dan unsur pelaksana.
Adapun penjelasan dari pasal 6 ayat (1), (2) huruf d, dan (5) di atas
adalah sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan pemerintah pada ayat (1) adalah
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat membentuk
badan amil zakat nasional yang berkedudukan di ibu kota negara.
Pemerintah daerah membentuk badan amil zakat daerah yg berkedudukan
di ibu kota provinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan.
Sedangkan pada Ayat (2) huruf d menjelaskan mengenai, Badan
amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpulan zakat atau di
kelurahan. Serta pada Ayat (4) Yang dimaksud dengan msyarakat ialah
ulama, kaum cendekia, dan tokoh masyarakat setempat. Adapaun
dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertenu, antara lain, memiliki
sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi.
Unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang dimaksud pada ayat
(5) adalah terdiri atas para ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, dan
wakil pemerintah dan unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit
pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan.
pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan di instansi pemerintah dan
swasta, baik di dalm negeri maupun di luar negeri.
2. Asas dan Tujuan Zakat
Asan dan tujuan zakat pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pasal 2 dan pasal 3 yaitu Pengelolaan
zakat berasaskan sebagai berikut:
Pengelolaan zakat pada pasal 3 bertujuan untuk, meningkatkan
efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengeolaan zakat, meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.
3. Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat yang terdapat pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pada pasal 27 ayat (1), (2)
dan (3) adalah sebagai berikut:
a. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
b.Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahik tekah terpenuhi sedangkan Ketentuan lebih lanjut
nengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan perturan
menteri.
4. Macam-macam Zakat menurut undang-undang No. 23 Tahun 2011 ada
2 yaitu :
a. Zakat mal
b. Zakat fitrah
Adapun macam zakat mal pada ayat (1) Undang-undang tentang zakat
menjelaskan meliputi:
1) Emas, perak dan logam mulia
2) Uang dan surat berharga
3) Perniagaan
4) Pertanian, perkebunan dan kehutanan
5) Peternakan dan perikanan
6) Pertambangan
7) Perindustrian
8) Pendapatan dan jasa serta rikaz
Zakat mal tersebut merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki
perseorangan atau badan usaha. Sedangkan syarat tata cara penghitungan
5. Tugas BAZNAS atau LAZ dalam melaksanakan tugas dalam pasal 6
menyelenggarakan fungsi meliputi:
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat.
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat.
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, pengelolaan zakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS dapat
bekerjasama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara
tertulis kepada presiden lewat menteri dan kepada dewan perwakilan
rakyat republik Indonesia paling sedikit (satu) kali dalam 1 (Satu) tahun.
Selain menerima zakat BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima
infak, sedekah, dan dana social keagamaan lain. Sedangkan
pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah dan dana social
dilakukan dengan syariat islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan
yang diikrarkan oleh pemberi. Pengelolaan infak, sedekah dan dana social
keagamaan lainya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
6. Pelaporan pengelolaan zakat
Untuk menciptakan kinerja yang baik suatu lembaga harus mempunyai
tata kelola yang baik pula dengan ini sesuai dengan pasal 29 tentang
pengelolaan zakat maka pelaporan BAZNAS atau LAZ sebagai
a. BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana social keagamaan
lainya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara
berkala.
b. BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaa zakat,
infak, sedekah, dan dana social keagamaan lainya kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah seacara berkala.
c. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,
infak, sedekah, dan dana sosial lainnya kepada BAZNAS
pemerintah daerah secara berkala.
d. BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaa pengelolaan
zakat, infak, sedekah, dan dana social keagamaan lainnya kepada
menteri secara berkala.
e. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media
cetak atau elektronik.
7. Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Zakat
Untuk mewujudkan pelaksanaan zakat secara baik dan adil, tepat
sasaran dan berdayaguna tinggi maka perlunya manajemen
pengawasan terhadap lembaga pengelola zakat, adapun pengawasan
lembaga zakat yang telah diatur oleh Undang-undang No. 23 tahun
2011 Tentang pengelolaan zakat meliputi sebagai berikut:
a. Menteri melaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap
b. Gubernur dan Bupati/Wali kota melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/Kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya meliputi,
fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
B.Tinjauan Umum tentang Pengelolaan Zakat
1. Pengert pengelolaan zakat
Artinya: Imran bin Husain pernah diangkat untuk mengurus/mengelola harta zakat dan ia menceritakan bahwa kami menarik zakat dari pengalaman kami menarik zakat pada zaman nabi Muhamad saw begitu juga kami
menyalurkannya. (HR.Bukhari no 1883)
Ini adalah satu dari sekian banyak hadist nabi dalam kitab shahih
Bukhari dan shahih Muslim yang menceritakan tentang pengelolaan zakat
pada masa nabi dan setelahnya. Inti dari kisah tersebut adalah bahwa
semua pengelola zakat pasca zaman nabi Muhammad saw selalu berusaha
menyesuaikan kerja pengelolaan zakat mereka seperti pengelolaan di masa
nabi Muhammad saw.Dengan demikian wajarlah dan sudah seharusnya
kita selalu mengevaluasi kinerja pengelolaan zakat kita agar selalu sesuai
dengan pengelolaan zakat di zaman nabi saw walaupun tidak harus kaku
dan selalu khawatir dalam berijtihad dalam hal-hal yang multi tafsir atau
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 menyatakan bahwa
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
Pengelolaan zakat oleh lembaga zakat, apalagi yang memiliki
kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan antara lain:
a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apalagi
berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
c. Untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu
tempat.
d. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semanagt penyelenggaraan
pemerintahan yang islami (Hafidhuddin, Didin.2002: 126)
2. Asas dan Tujuan Pengelolaan Zakat
Menurut Pasal 4 UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat bahwa pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan,
dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Pasal 5 menyebutkan pengelolaan zakat bertujuan:
a. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat
b. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
C.Tinjauan Umum Tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)
1. Pengertian Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah
Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Sementara itu, tugas Lembaga Amil zakat dalam Pasal 17
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat menyatakan tugas
LAZ untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat, maka masyarakat dapat
membentuk LAZ.
2. Pembentukan Lembaga Amil Zakat
Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 18
Pembentukan Lembaga Amil Zakat wajib mendapat izin Menteri atau
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan.
b. Islam yang mengelola bidang pendidikan.
d. Berbentuk lembaga berbadan hukum.
e. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
f. Memiliki pengawas syariat.
g. Memiliki kemampuan teknis, administratif.
h. Keuangan untuk melaksanakan kegiatannya bersifat nirlaba.
i. Memiliki program untuk mendayagunakan.
j. Zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan
diaudit keuangan secara berkala.
3. Keanggotaan Lembaga Amil Zakat
Berdasarkan pada Pasal 8 Undang-undang No. 23 Tahun 2011
keanggotaan Lemabga Amil Zakat yang tugasnya hanya membatu Badan
Zakat Amil Nasional (BAZNAS) maka kelembagaan ini tetap sesuai
dengan kelembagaan BAZNAS sesuai dengan undang-undang yang ada
dalam hal ini Undang-undang No. 23 Tahun 2011.
Keanggotaan sebagai berikut:
a. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
b. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur
Sedangkan pada Pasal 9 adalah masa kerja anggota BAZNAS
dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan. Pada pasal 10 Anggota BAZNAS diangkat dan
diberhentikan oleh sebagai berikut:
1) Presiden atas usul Menteri.
2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas
usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan
b) Beragama Islam bertakwa kepada Allah SWT.
c) Berakhlak mulia.
d) Berusia minimal 40 (empat puluh) tahun.
e) Sehat jasmani dan rohani dan tidak menjadi anggota partai politik.
f) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat dan tidak pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Sedangkan pemberhentian anggota berdasarkan pasal 12
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 adalah sebagai Anggota BAZNAS