• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN ZAKAT

C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)

1. Pengertian Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

Sementara itu, tugas Lembaga Amil zakat dalam Pasal 17 Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat menyatakan tugas LAZ untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, maka masyarakat dapat membentuk LAZ.

2. Pembentukan Lembaga Amil Zakat

Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 18 Pembentukan Lembaga Amil Zakat wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan.

b. Islam yang mengelola bidang pendidikan.

d. Berbentuk lembaga berbadan hukum.

e. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS.

f. Memiliki pengawas syariat.

g. Memiliki kemampuan teknis, administratif.

h. Keuangan untuk melaksanakan kegiatannya bersifat nirlaba.

i. Memiliki program untuk mendayagunakan.

j. Zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan

diaudit keuangan secara berkala.

3. Keanggotaan Lembaga Amil Zakat

Berdasarkan pada Pasal 8 Undang-undang No. 23 Tahun 2011 keanggotaan Lemabga Amil Zakat yang tugasnya hanya membatu Badan Zakat Amil Nasional (BAZNAS) maka kelembagaan ini tetap sesuai dengan kelembagaan BAZNAS sesuai dengan undang-undang yang ada dalam hal ini Undang-undang No. 23 Tahun 2011.

Keanggotaan sebagai berikut:

a. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.

b. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur

masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.

c. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan

tokoh masyarakat Islam.

d. Unsur Pemerintah dapat ditunjuk dari kementerian/instansi yang

berkaitan dengan pengelolaan zakat.

Sedangkan pada Pasal 9 adalah masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pada pasal 10 Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh sebagai berikut:

1) Presiden atas usul Menteri.

2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas

usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

3) Ketua dan Wakil Ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.

Adapun Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota sesuai dengan pasal 11 Undang-undang No. 23 Tahun 2011 adalah BAZNAS sedikit harus:

a) warga negara Indonesia.

b) Beragama Islam bertakwa kepada Allah SWT.

c) Berakhlak mulia.

d) Berusia minimal 40 (empat puluh) tahun.

e) Sehat jasmani dan rohani dan tidak menjadi anggota partai politik.

f) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat dan tidak pernah

dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Sedangkan pemberhentian anggota berdasarkan pasal 12 Undang-undang No. 23 Tahun 2011 adalah sebagai Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:

(1) meninggal dunia.

(2) Habis masa jabatan.

(3) Mengundurkan diri.

(4) Tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus

menerus; atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.

4. Pelaporan Lembaga Amil Zakat

Pelaporan Lembaga Amil Zakat sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 pada pasal 19 dan 20 adalah LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala sedangkan Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5. Peran dan Fungsi Lembaga Amil Zakat

Lembaga Amil Zakat diakui oleh Undang-Undang sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah di Indonesia. Pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.

Berdasarkan ketentuan di atas terdapat tiga peran yang dimainkan dalam pengelolaan zakat, yaitu operator, pengawas dan regulator. Peran

yang dimainkan LAZ hanya sebagian kecil, yaitu sebagai operator (Ramadhita, 2010).

Sedangkan peran yang lain menjadi kewenangan pemerintah. Peran ini diatur dalam Pasal 8 yang menyatakan badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.

LAZ dengan BAZ memiliki peran dan kedudukan yang sama, yaitu membantu pemerintah mengelola zakat. Keduanya berdiri sendiri dalam melakukan aset zakat. Keberadaan LAZ maupun BAZ harus mampu mewujudkan tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat, seperti

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian zakat,

meningkatkan fungsi pranata keagamaan untuk mewujudkan ke sejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil gunaan daya guna zakat (Fakhruddin, 2008: 253-254).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang baru, membawa perubahan terhadap peran LAZ dalam menjalankan fungsi pengelolaan zakat. Pasal 17 yang menyatakan bahwa untuk

membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan dan

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Jika dalam Undang-Undang yang lama posisi keduanya dipandang sejajar dan seimbang dalam menjalankan fungsi pengelolaan zakat, dalam Undang-Undang yang baru ini peran LAZ menjadi dikerdilkan dan

diposisikan sebagai subordinat dari BAZ yang di bentuk oleh pemerintah. Pergeseran inilah yang ditentang oleh LAZ-LAZ yang tergabung dalam

Forum Zakat, bahkan ada wacana untuk melakukan judicial review kepada

Mahkamah Konstitusi, meskipun instrumen yang keberlakuannya, yaitu Peraturan Pemerintah diberi tenggat satu tahun (Fadjar, 2012: 1).

Adapun syarat-syarat seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Beragam islam.

Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslilin yang termasuk rukun islam (rukun islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.

b. Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap

menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.

c. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena

berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelolaan zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaaan) daam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah islamiyyah.

d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia

zakat kepada masyarakat. Dengan pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut.

e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan

sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.

f. Syatar yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis adalah

kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat

yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan

tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan. Banyaknya amil zakat yang sambilan dalam masyarakat kita menyebabkan amil zakat tersebut pasif dan hanya menunggu kedatangan muzakki untuk untuk membayarkan zakatnya atau infaknya. Dan sebagian besar adalah bekerja pada bulan ramadhan saja. Kondisi semacam ini harus segera dihentikan dan diganti dengan amil-amilyang serius, sungguh-sungguh dan menjadikan pekerjaan amil zakat sebagai pilihan hidupnya (Al-Qaradhawi. 1991: 586).

BAB III