1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK
PEMBIAYAAN MULTIBARANG
(Studi Kasus di BMT Anda Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
FITROTUT DAIYAH
NIM 21411037
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI
’
AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
5
Moto Penulis
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Qs. al-Insyirah:5-8).
---o---
“Jangan sia-siakan waktumu dengan percuma, manfaatkanlah waktu luangmu
dengan sebaik-baiknya. Kerjakanlah apa yang harus kamu kerjakan sekarang,
janganlah kamu untuk menunda-nundanya.
Jika kamu menghadapi kesulitan, yakinlah pasti kamu temukan jalan keluarnya.
Jangan bersedih kawan, karena sesungguhnya Allah bersama kita.
Teruslah berusaha dan pasrahkanlah semuanya kepada Allah semata. Niscaya
Allah akan membukakan jalan untuk meraih kesuksesan”.
(Fitrotut Daiyah)
---o---
Man Jada Wa Jadda
---o---
6
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Kemad (Alm) dan Ibu Paesah tercinta, yang
telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku
selama ini.
2. Kedua kakakku Masri’ah dan Zumrotus Sa’adah serta adikku Lukman
Yusuf, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut
ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
4. Keluarga Besar Yaa Bismillah IAIN Salatiga, Bidikmisi dari angkatan
2011-2015 yang selalu memberikan dorongan serta motivasi agar selalu
bersabar dalam menghadapi setiap masalah.
5. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis
sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan
penuh kesabaran.
6. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis
7
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi
ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) dalam ilmu syari’ah, Fakultas
Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Produk
Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT Anda Salatiga)”. Penulis
mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
8
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar
dan baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah
di IAIN Salatiga.
5. Bapak Nafis Irkhami, M. Ag.,.M.A selaku Dosen Pembimbing yang selalu
meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak Supardi, SE. selaku pengurus BMT Anda Salatiga yang telah
berkenan memberikan izin penelitian di BMT Anda Salatiga serta
memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi.
8. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
9. Keluarga Besar Pondok Pesantren Edimancoro, terutama Romo K.H
9
keberhasilan dalam menuntut ilmu, baik dalam keadaan apapun maupun
dimanapun.
10.Sahabat-sahabatku tercinta Cenul, Ririf, Fajar, Tika, Hidayah, Ratih, Ser,
Mayda, Cinta, Jamilah, Ayu, yang selalu mendukung penulis dalam
menyusun skripsi ini.
11.Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, Juni 2015
10
ABSTRAK
Daiyah, Fitrotut. 2015. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT Anda Salatiga) Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Nafis Irkhami, M. Ag.,MA.
Kata Kunci : Hukum Islam, Akad, Murabahah, Pembiayaan, Multibarang.
BMT Anda Salatiga merupakan salah satu lembaga keuangan syari’ah non
bank yang banyak mengeluarkan produk pembiayaan. Salah satunya adalah pembiayaan multibarang dengan menggunakan akad murabahah. Penulis dalam hal ini mengkaji tentang tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga.
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga? (2) Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan hukum empiris. Sumber data diperoleh dari data primer yaitu wawancara dengan pengurus, manager, anggota dan dokumen yang berhubungan dengan BMT Anda Salatiga. Serta data sekunder yaitu literatur lainnya yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, pertama: Pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
menggunakan dua mekanisme. Mekanisme yang pertama adalah pengajuan permohonan dan negosiasi, proses pembelian barang, proses akad, proses penyerahan barang, pembayaran angsuran. Mekanisme yang kedua pada dasarnya sama dengan mekanisme yang pertama, yang membedakan adalah setelah proses pengajuan permohonan dan negosiasi terdapat penambahan akad wakalah. Kedua: pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT
Anda Salatiga belum memenuhi ketentuan syari’ah. Hal tersebut dikarenakan ada
beberapa aspek syarat rukun yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah, yaitu:
11
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
HALAMAN MOTO……… v A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah………... 6 G. Metode Penelitian... 14
H. Sistematika Penulisan... 21
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.Tinjauan Umum Akad...
1. Konsep Akad dalam Fiqh Muamalah……….
2. Konsep Akad dalam KHES………
B. Tinjauan Umum Jual Beli...
1. Pengertian Jual Beli………
2. Dasar Hukum Jual Beli……….
12
BAB III
BAB IV
4. Jual Beli Terlarang……….
C.Tinjauan Umum Murabahah...
1. Konsep Murabahahdalam Fiqh Muamalah………..
2. Murabahah Dalam DSN MUI N0 04/DSN/-MUI/IV/2000..
3. Konsep Murabahahdalam Lembaga Keuangan Syari’ah….
D.Tinjauan Umum Pembiayaan...
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK
PEMBIAYAAN MULTIBARANG DI BMT ANDA SALATIGA.
A.Profil BMT Anda Salatiga...
1. Sejarah Berdiri BMT Anda Salatiga………..
2. Visi dan Misi BMT Anda Salatiga………. 3. Produk-Produk BMT Anda Salatiga……….. 4. Struktur Organisasi BMT Anda Salatiga………... B. Pelaksanaan Akad Murabahah pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga...
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
AKAD MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN
MULTIBARANG DI BMT ANDA SALATIGA
A. Analisis Rukun Akad Murabahah pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga………...
13
BAB V
Multibarang di BMT Anda Salatiga...
PENUTUP
89
A. Kesimpulan... 102
B. Saran... 103
DAFTAR PUSTAKA……….. LAMPIRAN-LAMPIRAN
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Skema Pembiayaan Murabahahdi Lembaga Keuangan Syari’ah.
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Baitul Mal wat- Tamwil (BMT) adalah salah satu bentuk lembaga
keuangan non bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah. Seperti
halnya bank syari’ah, sekarang ini BMT juga lagi marak-maraknya di
Indonesia yang semakin menunjukkan eksistensinya. Peran umum BMT yang
dilakukan adalah melakukan pendanaan yang berdasarkan prinsip syari’ah dan
menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syari’ah. Peran tersebut
menegaskan betapa pentingnya prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan
ekonomi masyarakat, terutama di Negara yang mayoritas agamanya Islam
maka itu sangat penting untuk diterapkan.
BMT lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakat memiliki beberapa
fungsi, salah satu fungsinya adalah melakukan penyaluran dana kepada
masyarakat, yaitu dengan cara mengeluarkan pembiayaan-pembiayaan dengan
menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah), kerjasama (musyarakah) dan
jual beli. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli bisa dilakukan dengan akad
murabahah, salam, ataupun istisna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli
yang paling dominan adalah menggunakan akad murabahah.
Murabahah dalam istilah fiqih Islam adalah suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang dan biaya-biaya
16
keuntungan (margin) yang diinginkan (Ascarya, 2011:81-82). Secara nasional,
lembaga keuangan syari’ah bank muapun non bank di Indonesia sekarang ini
menggunakan akad murabahah sebagai salah satu produk utama
pembiayaannya.
Menurut hemat penulis, murabahah merupakan sebuah konsep jual
beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Lalu
bagaimanakah murabahah bisa dijadikan sebagai bentuk pembiayaan di
lembaga keuangan syari’ah? dan bagaimanakah aplikasi serta manfaat
pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syari’ah? Tentunya hal ini akan
menjadi permasalahan sendiri, karena produk utama dari lembaga keuangan
syari’ah bank maupun non bank adalah profit and loss sharing (PLS) atau bagi
hasil. Namun fakta yang terjadi adalah skim murabahah menjadi produk
utama pada lembaga keuangan syari’ah.
Pembiayaan murabahah memiliki karaktersistik tersendiri pertama,
akad yang digunakan dalam pembiayaan murabahah adalah akad jual beli.
Kedua, harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank atau BMT) tidak
dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran. Ketiga, keuntungan dalam
pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk
harga jual. Keempat, pembayaran harga barang dilakukan secara tidak tunai.
Kelima pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan.
Murabahah sebagai bentuk akad jual beli memiliki rukun yang sama
seperti jual beli pada umumnya, di mana rukun jual beli menurut jumhur
17
shigat atau ijab dan qabul (Syafe’i, 2001:76). Namun apakah bank maupun
BMT yang bertindak sebagai penjual sudah memiliki stok/ persediaan barang yang dapat langsung dibeli oleh nasabah? Karena dalam praktiknya kebanyakan bank atau BMT tidak menyediakan barang sebelumnya, tapi menunggu
pembeli dalam hal ini adalah nasabah untuk mengajukan pembiayaan terlebih
dahulu, setelah itu pihak bank baru mencarikan barang sesuai dengan pesanan
pembeli atau nasabah.
Berdasarkan survey awal, hal ini juga terjadi pada BMT Anda Salatiga,
di mana salah satu produk pembiayaan dari BMT Anda Salatiga adalah
pembiayaan multibarang yang menggunakan akad murabahah. Banyak calon
anggota yang datang ke BMT Anda Salatiga untuk mengajukan pembiayaan
multibarang dalam rangka untuk memiliki barang atau peralatan usaha. Salah
satu alasan calon anggota mengajukan pembiayaan yaitu karena anggota
tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli secara tunai, maka
dari itu calon anggota mengajukan pembiayaan multibarang dengan
menggunakan akad murabahah.
BMT Anda Salatiga dalam memberikan pembiayaan multibarang
kepada calon anggota harus menerapkan prinsip kehati-hatian, hal ini tentunya
untuk menghindari dari pembiayaan bermasalah atau pembiayaan macet. BMT
Anda Salatiga sebelum menyetujui permintaan calon anggota dalam
mengajukan pembiayaan, maka ada kebijakan dari BMT Anda Salatiga untuk
18
hal keadaan calon anggota kepada tetangganya. Hal yang seperti itu termasuk
salah satu cara dalam menerapkan prinsip kehati-hatian.
Secara singkat dijelaskan oleh Febri, salah satu pegawai BMT Anda
Salatiga setelah rumah calon anggota disurvey dan telah dipertimbangkan oleh
pihak BMT maka dari pihak BMT yang berhak memutuskan, apakah
permintaan dari anggota disetujui atau tidak. Jika disetujui maka segera
dibuatlah suatu akad atau perjanjian di mana dalam dalam akad tersebut
terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi antara
kedua-belah pihak.
BMT Anda Salatiga maupun BMT di Indonesia dalam pembuatan
akad, harus menganut asas syari’ah. Semua transaksi yang dilakukan harus
sesuai dengan prinsip syari’ah, artinya setiap transaksi dinilai sah apabila
transaksi tersebut telah terpenuhi syarat rukunnya, apabila tidak terpenuhi
maka transaksi tersebut batal. Jadi kedudukan akad sangat penting dalam
menentukan transaksi tersebut sah atau tidak sah.
Berbicara tentang akad, di BMT Anda Salatiga dalam memberikan
pembiayaan multibarang kepada anggota menurut penulis masih ada
keganjalan dalam pelaksanaan akad tersebut. BMT Anda Salatiga dalam
memberikan pembiayaan multibarang kepada calon anggota ada dua cara.
Cara yang dilakukan yaitu pertama, calon anggota mendatangi BMT Anda
Salatiga untuk mengajukan pembiayaan kemudian pihak BMT Anda Salatiga
mensetujuinya setelah melalui beberapa beberapa pertimbangan, dan pihak
19
anggota. Dengan demikian, kedudukan BMT Anda Salatiga bertindak sebagai
penjual dan anggota sebagai pembeli.
Cara yang kedua yaitu calon anggota mendatangi BMT Anda Salatiga
untuk mengajukan pembiayaan multibarang kemudian pihak BMT Anda
Salatiga menyetujuinya, namun dalam hal ini pihak BMT Anda Salatiga justru
mewakilkan uang untuk pembelian barang kepada anggota dengan alasan
pihak BMT sibuk dengan pekerjaan yang lain karena kurangnya pegawai
BMT Anda Salatiga atau memang atas permintaan dari anggota sendiri.
Melihat dari fenomena tersebut maka dalam akad murabahah terdapat
Penambahan akad wakalah (mewakilkan). Penulis dalam hal ini belum
mengetahui secara pasti bagaimana pelaksanaan akad wakalah atau
murabahah itu terjadi. Apakah dilakukan dalam waktu yang sama dalam
penandatanganan akad atau dalam waktu yang berbeda. Apabila
penandatanganan akad dilakukan dalam waktu yang sama, maka dapat
dikatakan bahwa adanya dua akad dalam satu transaksi, yaitu akad murabahah
dan akad wakalah yang terjadi dalam satu transaksi.
Berdasarkan ajaran hukum Islam adanya dua akad dalam satu
transaksi adalah tidak boleh. Lalu bagaimanakah hal tersebut dapat terjadi di
lembaga keuangan syariah sekarang ini? penulis juga belum mengetahui
secara pasti bagaimana pihak BMT Anda Salatiga dalam melakukan akad
murabahah apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum. Karena
masih banyak BMT di Indonesia yang kini masih beroperasi tapi tidak sesuai
20
memberikan pembiayaan kepada nasabah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah yaitu harus bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif
dan perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan
dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal sesuai dengan syariat Islam.
Fenomena tersebut di atas mendorong penulis untuk meneliti lebih
lanjut bagaimana pelaksanaan akad murabahah di BMT Anda Salatiga.
Sehingga penulis tertarik akan melakukan penelitian dalam sebuah skripsi
yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad
Murabahah pada Produk Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT
Anda Salatiga)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga?
2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarangdi BMT Anda Salatiga.
2. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda
21
D. Kegunaan Penelitian
Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat di
antaranya:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang hukum
ekonomi syari’ah pada khususnya, yang memiliki kaitan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga. Sehingga dapat
mengungkap permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari
pelaksanaan akad murabahah pada produk tersebut.
Dalam hal ini adalah mengungkap bagaimana tinjauan hukum
Islam terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi BMT Anda Salatiga
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pentingnya
ketegasan hukum Islam dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah
yang terjadi dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk
22
b. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berfikir
dalam menganalisa bagaimana pelaksanaan akad murabahah pada
produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga sehingga dapat
mengetahui pelaksanaan akad tersebut sudah sesuai dengan hukum
Islam atau belum.
c. Bagi Mahasiswa
Memberi wawasan dan pemahaman kepada mahasiswa sebagai
bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian yang
penulis teliti ini, maka di pandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah
yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu:
1. Hukum Islam
Hukum Islam yaitu rangkaian dari kata “Hukum” dan kata “Islam”
untuk mengetahui arti hukum Islam perlu diketahui lebih dahulu arti kata
hukum. Hukum yaitu seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang diakui sekelompok masyarakat itu berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Hukum Islam artinya seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia
yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang beragama
23
Dalam pembahasan mengenai hukum Islam peneliti akan
membatasi pembahasan dalam ruang lingkup hukum perikatan Islam.
2. Akad
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan oleh
syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi dkk,
2006:47).
Jadi maksud akad dalam pembahasan ini adalah suatu perjanjian
antara anggota dengan BMT Anda Salatiga yang telah disepakati bersama
di mana dengan akad tersebut menimbulkan akibat hukum terhadap objek
yang diperjanjikan.
3. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu
bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungan yang diinginkan
(Ascarya, 2011:81).
Murabahah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah
suatu produk yang berupa pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
yang berbentuk jual beli ketika pihak BMT sebagai penjual barang dengan
menyatakan harga pokok barang ditambah dengan margin atau keuntungan
yang disepakati dengan pembeli dengan hal ini adalah anggota BMT Anda
24
4. Pembiayaan Multibarang
Pembiayaan berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain (Muhamad,
2002:260).
Pembiayaan yang dimaksudkan di sini adalah pendanaan yang
dilakukan oleh BMT Anda Salatiga kepada anggota yang mengajukan
pembiayaan yang di istilahkan dengan pembiayaan multibarang.
Multibarang yaitu barang-barang yang dibutuhkan oleh anggota BMT
Anda Salatiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada umumnya barang-barang tersebut bersifat konsumtif atau peralatan
usaha yang diperlukan oleh anggota, seperti televisi, kulkas, motor,
komputer dan lain-lain.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian yang ada. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan
perbandingan bagi penelitian ini adalah penelitian-penelitian terkait dengan
murabahah dalam ruang lingkup yang berbeda. Di antaranya adalah:
Pertama, skripsi dari Abdul Aziz Herawanto (2009) yang berjudul
“Implementasi Akad Murabahah dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah
25
murabahah dalam pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi secara syari’ah di
bank Tabungan Negara Kantor cabang Syari’ah Surakarta. Penelitian tersebut
menggunakan metode penelitian empiris bersifat deskriptif dengan metode
kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses implementasi akad
murabahah dalam pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi secara syari’ah di
bank tabungan Negara kantor cabang syari’ah Surakarta sudah menerapkan
prinsip-prinsip syari’ah Islam. Hal tersebut pada proses pembuatan akad
antara pihak bank dengan pihak pemohon pembiayaan. Proses penyelesaian
permasalahan yang digunakan pihak bank dengan pihak pemohon bank juga
telah menggunakan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
Kedua, skripsi dari Kurneawati (2011) yang berjudul “ Analisis
Perlakuan Akuntansi Piutang Murabahah pada PT. Bank BRI Syari‟ah KCI Gubeng Surabaya”. Skripsi tersebut menjelaskan tentang analisis perlakuan
akuntansi piutang murabahah pada PT. Bank BRI Syari’ah KCI gubeng
Surabaya. Metode penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di dalam praktik transaksi
murabahah di BRI Syari’ah, bank tersebut mempunyai dua metode alternatif
untuk melakukan transaksi piutang, alternatif pertama yaitu pada saat
memberi kuasa ke nasabah, BRI Syari’ah memberi kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang, maka hal ini dibukukan dalam perkiraan piutang
wakalah sebesar uang yang diserahkan kepada nasabah, sedangkan apabila
26
dalam perkiraan piutang murabahah. Alternatif kedua yaitu bank BRI
Syari’ah membeli sendiri barang yang dipesan oleh nasabah.
Ketiga, skripsi dari Andri Susila (2002) yang berjudul “Praktik Akad
Murabahah dan Akad Ijarah di BMT Haniva Berbah dalam Perspektif Fikih
Muamalah”. Penelitian tersebut mengkaji masalah kesesuaian akad Murabahah
dan akad Ijarah yang dilakukan di BMT Haniva dalam perspektif fikih muamalat.
Penelitian tersebut merupakan field research atau penelitian lapangan yang
bersifat deskripsi-analisis yaitu menggambarkan bagaimana praktik akad
murabahah dan akad ijarah di BMT Haniva. Dan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa praktik akad di BMT Haniva dalam perspektif fikih
muamalat bahwa akad murabahah dan akad ijarah belum sesuai dengan fikih
muamalat, karena masih mengandung unsur garar. Akad murabahah dan akad
ijarah juga menimbulkan wanprestasi, karena ada cidera janji dan dalam
pemesanan barang belum dicantumkan tentang umur dan pihak-pihaknya. Dalam
penyelesaian wanprestasi pada akad murabahah dan akad ijarah di BMT Haniva
belum mengacu pada fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional, karena masih menggunakan pendekatan dengan cara musyawarah dan mufakat..
Keempat, skripsi dari Nur Inayah (2009) yang berjudul “Strategi
Penanganan Pembiayaan bermasalah pada pembiayaan murabahah di BMT
Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta”. Penelitian tersebut mengkaji tentang strategi
penanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan murabahah di BMT
Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan dan menguraikan
27
penelitiannya menunjukkan bahwa dalam penanganan terhadap nasabah yang
pembiayaannya bermasalah pihak BMT menggunakan cara-cara yang lebih
bersifat kekeluargaan seperti melakukan silaturahim, pembinaan rescheduling,
memberi peringatan kemudian sita jaminan.
Kelima, skripsi dari Andi Ridwansyah Bahar Putra (2013) yang
berjudul “Transaksi Jual Beli Kendaraan Melalui Bank Syariah Dengan
Menggunakan Akad Murabahah”. Skripsi tersebut menjelaskan tentang
transaksi jual beli kendaraan melalui bank syari’ah dengan menggunakan akad
Murabahah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat
deskriptis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam transaksi jual beli
kendaraan melalui bank syariah di PT bank syari’ah Mandiri cabang Makasar
dengan menggunakan akad murabahah masih terjadi permasalahan yang
timbul antara bank dan nasabah. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut
maka pihak bank syariah akan memilih cara musyawarah terlebih dahulu.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada, pihak bank akan mencari tahu
terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut, jika informasi tersebut betul
maka akan dilakukan restrukturisasi pembiayaan, yaitu melakukan
rescheduling, reconditioning, dan penataan kembali. Jika suatu permasalahan
pada bank syari’ah tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat,
maka pihak bank akan melakukan jalur litigasi, yaitu membawa permasalahan
tersebut ke Pengadilan Negeri, di mana nasabah tersebut berdomisili.
Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada kedekatan
28
penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti
lainnya. Letak perbedaannya ada pada titik tekan yang penulis fokuskan.
Penulis menitikberatkan pada bagaimana pelaksanaan akad murabahah pada
produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga apakah sudah sesuai
dengan hukum Islam atau belum.
G. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum
empiris artinya dengan mendekati masalah yang diteliti dengan sifat
hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup
dalam masyarakat. Penelitian hukum yang berparadigma sebagai fakta
sosial yang mana data hukumnya dieksplorasi dari proses interaksi
hukum di masyarakat. Dengan maksud menyelidiki respon atau tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum (Utsman, 2014:2-3).
Penggunaan pendekatan ini, dimaksudkan untuk memahami
gejala hukum di BMT Anda Salatiga yang berhubungan dengan
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang,
29
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami keadaan atau fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan dengan berbagai
metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasa
digunakan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen
(Moleong, 2011:6).
Penelitian ini adalah usaha untuk mengetahui atau mendalami
bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda
Salatiga. Penelitian kualitatif dipilih karena dipandang cocok untuk
mengekspresikan temuan kasus-kasus yang berkaitan dengan
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang
dengan cara terjun langsung ke lapangan yaitu di BMT Anda Salatiga.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai pengumpul data di
lapangan dengan menggunakan alat penelitian aktif dalam mengumpulkan
data-data di lapangan. Selain itu alat yang dijadikan untuk pengumpulan
data bisa berupa dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil
penelitian ini serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung
30
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di BMT Anda Salatiga
terletak di Jln. Merak No. 90 Cabean Kel. Mangunsari Kec. Sidomukti
kota Salatiga.
Penulis memilih lokasi ini karena ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dan mengungkap kebenaran bagaimana dalam pelaksanaan akad
tersebut apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber
data penelitian berupa;
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
didapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian.
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah manager BMT Anda
Salatiga, pengurus BMT Anda Salatiga dan anggota BMT Anda
31
2) Dokumen
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
primer, yaitu dokumen-dokumen berhubungan dengan BMT Anda
Salatiga, yang di antaranya adalah struktur organisasi di BMT
Anda Salatiga, data-data berupa jumlah anggota yang mengambil
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga dan data-data tata
cara dalam memberikan pembiayaan kepada anggota.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang bertema sama.
Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah
dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil
penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan pengamatan
dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena yang
diselidiki (Hadi, 1994:139). Dalam observasi ini, data yang penulis
peroleh secara langsung dari BMT Anda Salatiga dengan melakukan
32
penelitian seperti dengan cara mengamati keadaan sekitar BMT Anda
Salatiga, proses pelayanan pada anggota dalam memberikan pembiayaan,
serta fasilitas yang ada di BMT Anda Salatiga.
b. Interview
Interview yaitu cara memperoleh keterangan atau data dengan
cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pihak BMT Anda
Salatiga dalam hal ini adalah manager BMT Anda cabang Salatiga,
pengurus BMT Anda Salatiga dan sebagian anggota BMT Anda
Salatiga yang telah mengajukan pembiayaan multibarang di BMT
Anda Salatiga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan, menyusun dan mengelola
dokumen-dokumen tertulis yang terdapat di BMT Anda Salatiga dan
kegiatan yang dianggap berguna untuk dijadikan bahan keterangan
yang berhubungan dengan penelitian ini.
6. Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data primer dan sekunder. Selanjutnya diuraikan dan disimpulkan
dengan memakai metode berfikir induktif yaitu yaitu pengambilan
kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada
33
Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan di lapangan untuk menilai apakah pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk
mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa
keabsahan data.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengecekan keabsahan
data dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono
(2010:274) triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:
a. Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber.
b. Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda.
c. Triangulasi waktu yaitu pengecekan data dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi
34
hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagi berikut, yaitu;
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti penulis menentukan topik penelitian,
mencari informasi tentang pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga, pembuatan proposal
penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus
dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu penulis terjun langsung ke lapangan
untuk mencari data-data yang diperlukan seperti wawancara kepada
informan, melakukan observasi dan dokumentasi.
c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa
cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut
dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada
objek yang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul dan
dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang
dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut
35
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian ini adalah
sebagai berikut;
Bab I Pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar pembahasan isi
pokok penelitian yang terdiri atas; latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodelogi penelitian,
dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II Kajian Pustaka, meliputi tinjauan umum tentang akad di tinjau
dari fiqh muamalah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
Diuraikan juga tentang tinjauan umum tentang pembiayaan, tinjauan umum
tentang jual beli, dan tinjauan umum murabahah yang meliputi murabahah
dalam fiqh muamalah, murabahah dalam DSN MUI No:
04/DSN/-MUI/IV/2000 dan murabahah dalam lembaga keuangan syariah.
Bab III Paparan Data dan Temuan Penelitian yaitu mendiskripsikan
tentang pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga. Pada bab ini dijelaskan sekilas tentang objek penelitian
seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi beserta tugas-tugasnya, visi dan
misi , produk-produk yang ditawarkan BMT Anda Salatiga.
Bab IV Pembahasan yaitu membahas tentang analisis hukum Islam
terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multi barang
di BMT Anda Salatiga. Pada bab ini menguraikan tentang jawaban terhadap
36
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda salatiga
apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
Bab V adalah penutup yang merupakan kesimpulan dan saran-saran
mengenai persoalan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya.
Kemudian pada bagian akhir dari skripsi adalah daftar pustaka dan
37
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Akad
1. Konsep Akad dalam Fiqh Muamalah
a. Pengertian Akad
Dalam al-Qur’an ada dua istilah yang berhubungan dengan
perjanjian, yaitu al-„aqdu (akad) dan al-„ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Para ahli hukum Islam (jumhur
ulama) memberikan definisi akad sebagai “Pertalian antara ijab dan
qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya” (Dewi dkk, 2006:45-46).
Sedangkan menurut istilah fiqh, akad adalah sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari
satu pihak maupun dua pihak. Secara khusus akad berarti keterkaitan
antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan
qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang
disyaratkan dan berpengaruh pada sesuatu (Ascarya, 2011:35).
b. Unsur-Unsur Akad
1) Pertalian Ijab dan Qabul
Ijab adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib)
38
menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya. Ijab dan
qabul ini harus ada dalam melaksanakan suatu perikatan (Dewi
dkk, 2006:48).
2) Dibenarkan Oleh Syara’
Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan
syariah atau hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam al-Qur’an
dan Nabi Muhammad dalam hadits. Pelaksanaan akad, tujuan akad
maupun objek akad tidak boleh bertentangan dengan syari’ah, jika
bertentangan akan mengakibatkan akad itu tidak sah (Dewi dkk,
2006:48).
3) Mempunyai Akibat Hukum Terhadap Objeknya
Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum terhadap
objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberi
konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak (Dewi
dkk, 2006:48).
c. Rukun dan Syarat Akad
Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat
yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan syarat adalah ketentuan
(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan (Dewi dkk,
39
Ulama-ulama selain Hanafiah berpendapat bahwa rukun akad
itu ada tiga yaitu orang yang melakukan akad („aqid), objek akad (ma‟qud „alaih) dan shighat.
1) „Aqid (Orang yang Melakukan Akad)
Ijab dan qabul yang oleh Hanafiah dipandang sebagai
satu-satunya rukun akad, timbul dari orang-orang yang melakukan akad.
Dialah pelaku dari setiap transaksi. Namun, tidak setiap orang
layak untuk menyatakan suatu akad seperti anak yang dibawah
umur.
2) Ma‟qud „Alaih (Objek Akad)
Objek akad adalah segala sesuatu yang dijadikan sasaran
atau tujuan akad. Jenisnya kadang-kadang benda yang bersifat
maliyah, seperti barang dijual, digadaikan atau dihibahkan. Para
fuqaha, sebagimana dikutup oleh Wahbah Zuhaili, mengemukakan
ada empat syarat yang harus dipenuhi agar benda bisa dijadikan
objek akad:
a) Benda tersebut harus ada pada saat dilakukannnya akad.
b) Barang yang dijadikan objek akad harus sesuai dengan
ketentuan syara’.
c) Barang yang dijadikan objek akad harus bisa diserahkan pada
40
d) Barang yang dijadikan objek akad harus jelas diketahui oleh
kedua belah pihak sehingga tidak menimbulkan perselisihan
antara keduanya.
e) Barang yang dijadikan objek akad harus suci, tidak najis dan
tidak mutanajis. Syarat yang kelima ini dikemukakan oleh
jumhur ulama selain Hanafiah (Muslich, 2010:129).
3) Shigat (Ijab dan Qabul)
Pengertian ijab menurut Muhammad Abu Zahra
sebagimana yang dikutip oleh Muslich (2010:130) adalah
pernyataan yang timbul pertama dari salah seorang yang
melakukan akad. Sedangkan qabul adalah pernyataan kedua yang
timbul dari pelaku akad yang kedua. Sedangkan yang dimaksud
dengan shigat akad adalah pernyataan yang timbul dari dua orang
melakukan akad yang menunjukkan kesungguhan kehendak batin
keduanya untuk mengadakan akad. Kehenndak batin tersebut
diketahui melalui lafal, ucapan, atau semacamnya, seperti
perbuatan, isyarah, atau kitabah (tulisan). Shigat akad ini dalam
istilah lain disebut ijab dan qabul (Muslich, 2010:138).
d. Syarat-Syarat Akad
1) Syarat In‟iqad
41
menurut syara’. Apabila syarat tidak terwujud maka akad menjadi
batal. Syarat ini ada dua macam yaitu:
a) Syarat umum, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam setiap
akad. Syarat ini meliputi syarat dalam shighat, aqid, objek
akad.
b) Syarat Khusus, yaitu yang dipenuhi dalam sebagian akad,
bukan dalam akad lainnya. Contohnya seperti syarat saksi
dalam akad nikah, syarat penyerahan barang dalam akad-akad
kebendaan (hibah, I‟arah, gadai dan lain-lain). 2) Syarat Sah
Syarat sah adalah syarat yang ditetapkan oleh syara’ untuk
timbulnya akibat-akibat hukum dari suatu akad, apabila syarat
tersebut tidak ada maka akadnya menjadi fasid. Tetapi tetap sah
dan eksis. Contohnya seperti dalam jual beli disyaratkan oleh
Hanafiah, terbebas dari salah satu „aib (cacat) yang enam, yaitu: a) Jahalah (ketidakjelasan)
b) Ikrah (paksaan)
c) Tauqid (pembatasan waktu)
d) Gharar (tipuan/ketidakpastian)
e) Syarat yang fasid.
3) Syarat Nafadz (kelangsungan akad)
a) Adanya kepemilikan atau kekuasaan.
42
c) Syarat Luzum yaitu pada dasarnya setiap akad itu sifatnya
mengikat (Muslich, 2010:150-151).
e. Macam-Macam Akad
1. Ditinjau dari Segi Hukum dan Sifatnya
Ditinjau dari segi hukum dan sifatnya akad, menurut
jumhur ulama terbagi kepada dua bagian:
a) Akad Shahih
Akad shahih adalah suatu akad yang terpenuhi rukun
dan syaratnya. Akad shahih menurut Hanafiah dan Malikiyah
terbagi menjadi dua yaitu, akad yang nafidz dan akad yang
mauquf. Akad nafidz adalah akad yang dilakukan oleh orang
yang memiliki kecakapan dan kekuasaan. Contohnya seperti
akad yang dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan
mampu mengurus hartanya sendiri, atau oleh wali dari anak
yang masih dibawah umur.
Akad nafidz ada dua yaitu akad lazim dan akad ghair
lazim. Akad lazim adalah suatu akad yang tidak bisa dibatalkan
oleh salah satu pihak tanpa persetujuan pihak lain, seperti jual
beli dan ijarah (sewa-menyewa) Sedangkan akad ghair lazim
adalah suatu akad yang bisa di-fasakh (dibatalkan)oleh salah
43
b) Akad Ghair Shahih
Akad ghair shahih adalah suatu akad yang salah satu
unsur pokok atau syaratnya telah rusak (tidak terpenuhi).
Misalnya seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang di
bawah umur. Akad ini terbagi menjadi dua yaitu akad yang
fasid dan akad batil.
Akad batil adalah suatu akad yang rusak yang sama
sekali tidak terpenuhinya rukun, objek dan syaratnya.
Hukumnya tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum
sama sekali. Sedangkan akad fasid adalah suatu akad yang
rukunnya terpenuhi, pelakunya memiliki ahliyah, objeknya
dibolehkan oleh syara’, ijab dan qabul-nya terpenuhi, tetapi di
dalamnya terdapat sifat yang dilarang oleh syara’. Contohnya
seperti jual beli barang yang majhul (tidak jelas). Akad fasid
hukumnya fasakh (dibatalkan), baik oleh salah satu pihak atau
oleh hakim.(Muslich, 2010:153-158).
2. Ditinjau dari Segi atau Hubungan Antara Hukum dengan
Shighat-nya.
a) Akad yang dapat dilaksanakan (al-„Aqdu Al-Munjaz)
Akad munjaz adalah suatu akad dengan menggunakan
shigat yang tidak digantungkan dengan syarat dan tidak
44
b) Akad disandarkan kepada masa mendatang (al-„Aqdu al -Mudhaf li al-Mustaqbal)
Akad yang disandarkan kepada masa mendatang adalah
suatu akad yang menggunakan shighat dengan ijab yang
disandarkan kepada masa depan, bukan masa sekarang. Hukum
akad semacam ini adalah sah untuk masa sekarang ketika akad
diucapkan, namun akibat hukumnya baru berlaku pada saat
yang disebutkan dalam akad tersebut.
c) Akad yang dikaitkan dengan syarat (al-„Aqdu al-Mua‟alaq „ala Syarh)
Akad yang dikaitkan dengan syarat adalah suatu akad
yang digantungkan dengan sesuatu yang lain dengan
menggunakan salah satu alat syarat. Contonhya “jika engkau pergi ke Jakarta maka engkau adalah wakil saya”.Dalam
contoh ini penunjukkan sebagai wakil dikaitkan dengan
kepergian ke Jakarta (Muslich, 2010:160-163).
3. Ditinjau dari Segi Maksud dan Tujuannya
a) Akad at-Tamlik
Akad at-Tamlik yaitu suatu akad yang dimaksudkan
untuk memiliki suatu benda, baik jenisnya maupun
manfaatnya. Apabila pemilikan tersebut dengan imbalan maka
akadnya disebut akad mu‟awadhah, seperti jual beli, ijarah,
45
terdapat mu‟awadhah antara dua pihak. Apabila pemilikan terjadi tanpa imbalan maka akadnya disebut akad tabarru‟ sepeti hibah, shadaqah, wakaf, i‟arah dan hiwalah.
b) Akad Isqathat
Akad Isqathat yaitu suatu akad yang dimaksudkan
untuk menggugurkan suatu hak, baik dengan pengganti
maupun tanpa pengganti.
c) Akad Ithlaqat
Akad Ithlaqat yaitu pelepasan oleh seseorang kepada
tangan orang lain dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Contohnya seperti wakalah, persetujuan kepada orang yang
mahjur „alaih untuk melakukan tasarruf dan isha‟ atau
pengangkatan sebagai pemegang wasiat.
d) At-Taqyidat
At-Taqyidat yaitu suatu akad yang membatasi atau
mencegah seseorang untuk melakukan tasarruf, seperti
pemberhentian sebagai hakim atau pejabat, pemberhentian
sebagai wakil dan pembatasan seseorang untuk melakukan
tasarruf karena gila, boros, atau karena masih dibawah umur.
e) At-Tautsiqat
At-Tautsiqat yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
46
yang memiliki piutang atas utangnya, yaitu akad kafalah,
hiwalah dan rahn.
f) Al-Isytirak
Al-Isytirak yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
bekerja sama dalam pekerjaan dan keuntungan, seperti akad
syirkah dengan berbagai jenisnya, akad mudharabah,
muzara‟ah dan musaqah.
g) Al-Hifzhu
Al-hifzhu yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
menjaga dan memelihara harta bagi pemiliknya, seperti akad
wadi‟ah (Muslich, 2010:164-165).
f. Berakhirnya Akad
a) Berakhirnya akad karena fasakh (pembatalan)
1) Batal karena akadnya rusak
2) Batal karena hiyar
3) Batal karena Iqalah (persetuan kedua belah pihak)
4) Batal karena tidak bisa dilaksanaka
5) Batal karena habisnya masa yang disebutkan dalam akad atau
tujuan akad telah terwujud
b) Berakhirnya akad karena pelaku meninggal
c) Berakhirnya akad karena tidak adanya persetujuan dalam akad
47
g. Akad dalam Fiqih Kontemporer
Pengertian multi akad sebagaimana diartikan dalam bahasa
Indonesia adalah kesepakatan dua pihak atau lebih untuk
melaksanakan suatu produk atau transaksi yang meliputi dua akad atau
lebih. Sedangkan menurut fiqih, kata multi akad merupakan
terjemahan dari bahasa arab yaitu, al-„Uqud al-Murakkabah yang
memiliki arti akad ganda (rangkap). al-„Uqud Al-Murakkabah terdiri dari dua kata, yakni Al-„Uqud yang merupakan bentuk jamak dari akad dan Al-Murakkabah (Hasanudin, 2010:2).
Kata akad memiliki pengertian sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Sedangkan kata al-murakkabah secara
etimologi berarti al-jam‟u, yakni mengumpulkan atau menghimpun. Kata murakkab sendiri berasal dari kata rakkaba-yurakkibu-tarkiban
yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain
sehingga menumpuk, ada yang di atas dan ada yang di bawah.
Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fiqh adalah
sebagai berikut:
1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama.
Seseorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama)
dikatakan sebagai melakukan penggabungan (tarkib).
2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai
kebalikan dari sesuatu yang sederhana (tunggal) yang tidak
48
3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu yang lain atau menggabungkan
sesuatu dengan yang lainnya (Hasanudin, 2010:2-3).
Sedangkan macam-macam multi akad yang sering di
aplikasikan secara umum oleh lembaga keuangan syari’ah menurut
Al-Imrani sebagaimana yang di kutip oleh Hasanudin (2010:7) adalah
sebagai berikut:
1. Akad Bergantung/ Akad Bersyarat (al-uqud al -mutaqabilah)
Menurut lmam Malik sebagaimana yang dikutip oleh
Hasanudin (2010:7) Taqabul menurut bahasa berarti saling
berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika keduanya saling
menghadapkan kepada yang lain. Sedangkan maksud dari al-uqud
al-mutaqabilah adalah dalam bentuk dimana akad kedua berfungsi
untuk merespon akad pertama, dimana kesempurnaan akad
pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses
timbal balik.
Multi akad yang terdapat dalam lembaga keuangan syari’ah
dengan ciri akad yang satu bergantung dengan akad yang lain,
salah satu contonya adalah produk murabahah Kepada Pemesan
Pembelian (KPP) dan dana talangan haji.
2. Akad Terkumpul (al-uqud al-mujtami‟ah)
Al-uqud al-mujtami‟ah adalah multi akad yang menghimpun dua akad atau lebih menjadi satu kesatuan akad yang tak dapat
49
terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di
dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad
berbeda akibat hukum satu akad terhadap dua objek dengan dua
harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas
satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau
waktu yang berbeda.
Contoh multi akad dalam jenis akad terkumpul adalah yang
dilakukan oleh bank syariah dengan produk murabahah KPP,
dimana murabahah KPP melibatkan tiga pihak, yaitu pembeli
(nasabah), lembaga keuangan (bank syariah) dan penjual ( pemilik
barang). Dalam produk tersebut terdapat dua akad yang sebenarnya
terpisah, namun disatukan dan menjadi satu kesatuan seakan
menjadi satu akad (murabahah). Akad yang pertama adalah akad
jual beli antara Lembaga Keuangan Syariah dengan penjual
(pemilik barang) sedangkan akad yang kedua adalah akad jual beli
antara nasabah (pembeli) dengan lembaga keuangan syariah, baik
secara kontan, bertempo, ataupun angsuran. Kedua akad ini
digabungkan menjadi satu akad dalam sebuah produk multi akad
dengan sebutan murabahah KPP (Antonio, 2001:104).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan ahli
ekonomi Islam mengenai kedudukan multi akad dalam hukum
Islam. Kelompok pertama adalah kelompok yang berpendapat
50
Lembaga Keuangan Syariah. Pendapat ulama yang
memperbolehkan akad ini menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana
yang dikutip oleh Hasanudin (2010:13) bahwa hukum asal dari
segala muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang diharamkan
oleh Allah dan Rasulnya, tiada yang haram melainkan yang telah
diharamkan oleh Allah, dan tidak ada agama melainkan yang telah
disyariatkan. Adapun kaidah fiqh yang membangun pendapat
tersebut adalah :
اَهِمْيِزْحَت ىَلَع ٌلْيِلَد َّلُدَي ْنَأ َّلاِإ ُةَحاَبِلإْا ِتَلاَماَعُمْلا ىِف ُلْصَلأَا
Hukum dari segala sesuatu (muamalah) adalah mubah kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannyaa (Fadal, 2008:45).
Adapun dalil lain yang memperbolehkannya multi akad
adalah surat an-Nisaa’ ayat 29 yang menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.
Ayat di atas mempunyai penafsiran bahwa inti dari suatu
akad (perniagaan) adalah adanya saling suka sama suka atau
51
kehalalan memperoleh sesuatu dalam hal muamalah. Setiap
aktivitas akad yang didasari oleh keikhlasan memjadi halal
berdasarkan petunjuk ayat tersebut selama tidak mengandung unsur
yang diharamkan. Oleh karena itu, pendapat yang pertama ini
ulama sepakat bahwa multi akad dibolehkan dalam hukum Islam
selama tidak menyalahi ketentuan stariat Islam.
Pendapat kedua adalah pendapat yang mengharamkan
dilakukannya multi akad. pendapat kedua ini mendasarkan hukum
multi akad pada dalil hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah di
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw melarang
adanya dua akad dalam satu transaksi jual beli sekaligus, ini berarti
adanya multi akad dalam akad jual beli tersebut. Sedangkan pada
dasarnya apabila akad jual beli tersebut hanya berdiri sendiri
(tunggal) maka akad tersebut halal dan diperbolehkan.
Dari dua pendapat di atas, jumhur ulama berpendapat
pendapat kedualah yang lebih kuat (rajih) kedudukannya
52
h. Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum Islam
a) Asas ibahah (mabda‟ al -Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang
muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam adagium
“pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil
yang melarangnya”. Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang
berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, untuk
tindakan-tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentuk-bentuk
ibadah yang sah adalah bentuk-bentuk yang disebutkan dalam
dalil-dalil syari’ah (Anwar, 2010:84-85).
b) Asas Kebebasan Berakad (Mabda‟ Hurriyyah at- Ta‟qud)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu
prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang
telah di tentukan dalam undang-undang syariah. Dan memasukkan
klausul apa saja ke dalam akad yang di buatnya itu sesuai dengan
kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan
jalan batil (Anwar, 2010:84-85).
Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam di
53
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
c) Asas Konsensualisme (Mabda‟ ar- Radha‟iyyah)
Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya
suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para
pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu
(Anwar, 2010:87-88).
d) Asas Janji Itu Mengikat
Sesuai dengan firman Allah surat al-Israa ayat 34 yaitu:
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.
e) Asas Keseimbangan
Asas kesimbangan dalam transaksi tercermin pada
dibatalkannya suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan
54
resiko tercermin dalam larangan transaksi riba, di mana dalam
konsep riba hanya debitur yang memikul segala resiko atas
kerugian usaha, sementara kreditur bebas sama sekali dan harus
mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya
mengalami kembalian negatif (Anwar, 2010:90).
f) Asas Kemaslahatan
Dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad yang
dibuat para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi
mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau
keadaan memberatkan (masyaqqah) (Anwar, 2010:91).
g) Asas Amanah
Dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing
pihak haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak
lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi
ketidaktauan mitranya (Anwar, 2010:91).
h) Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh
semua hukum (Anwar, 2010:92). Dalam hukum Islam,
menegakkan keadilan merupakan perintah al-Qur’an yang
55
2. Konsep Akad dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES)
a. Pengertian Akad
Di Indonesia, terdapat peraturan yang mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan akad. Salah satunya adalah Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
syari’ah (KHES). Dalam KHES definisi akad adalah kesepakatan
dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan tidak melakukan perbuatan hukum tertentu (KHES bab 1
ketentuan umum akad pasal 20 ayat 1).
b. Asas Akad
Akad dilakukan berdasarkan asas yaitu sebagai berikut:
1) Ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak,
terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau
pihak lain.
2) Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para
pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang
56
3) Ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan
yang matang dan dilaksanakan secara cepat dan cermat.
4) Luzum/tidak berubah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang
jelas dan perhitungan yang cermat sehingga terhindar dari praktik
spekulasi atau maisir.
5) Saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi
kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi
dan merugikan salah satu pihak.
6) Taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki
kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang
seimbang.
7) Transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban
para pihak secara terbuka.
8) Kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan
para pihak sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi
yang bersangkutan.
9) Taisir/kemudahan; setiap akad yang dilakukan dengan cara saling
memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat
melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
10)I‟tikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan
57
11)Sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang
oleh hukum dan tidak haram (KHES bab 11 pasal 21).
c. Rukun dan Syarat Akad
Dalam bab III pasal 22 rukun akad terdiri atas:
1) Pihak-pihak yang berakad
2) Obyek akad
3) Tujuan-pokok akad
4) Kesepakatan.
Dalam pasal 23 dijelaskan bahwa pihak-pihak yang berakad
adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan
dalam melakukan perbuatan hukum. Dan pasal 24 dijelaskan bahwa
Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan
oleh masing-masing pihak. Dan Pasal 25 dijelaskan bahwa akad
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha
masing-masing pihak yang mengadakan akad.
d. Kategori Hukum Akad
Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:
1) Syari’at Islam
2) Peraturan perundang-undangan
3) Ketertiban umum;dan/atau
4) Kesusilaan (KHES bab III pasal 26)
Hukum akad terbagi kedalam tiga kategori, yaitu;