• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRIORITAS NASIONAL 8: ENERG

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 112-121)

JADWAL IMPLEMENTASI INSW 2007-

2.8 PRIORITAS NASIONAL 8: ENERG

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010—2014, sasaran pencapaian ketahanan energi nasional adalah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional melalui restrukturisasi kelembagaan dan optimalisasi pemanfaatan energi alternatif seluas-luasnya. Sasaran utama dari ketahanan dan kemandirian energi adalah: (1) Peningkatan kapasitas pembangkit listrik sebesar rata-rata 3000 MW pertahun mulai 2010 dengan rasio elektrifikasi yang mencakup 62% pada 2010 dan 80% pada 2014; (2) Produksi minyak bumi sebesar 1,01 juta barrel perhari pada 2014; (3) Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi alternatif panas bumi sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014 dan dimulainya produksi coal bed methane (CBM) pada tahun 2011 untuk membangkitkan listrik disertai dengan pemanfaatan potensi tenaga surya, mikrohidro serta nuklir secara bertahap.

2.8.1.PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional guna mendukung percepatan, pemulihan dan menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi nasional baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, terdapat beberapa

permasalahan yang harus dihadapai antara lain: (1)

Ketidakseimbangan antara kebutuhan energi dan pasokan energi; (2) Ketergantungan terhadap BBM yang tinggi; (3) Kurangnya tingkat pelayanan infrastruktur energi; (4) kurangnya peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk domestik sebagai bahan bakar dan bahan baku; dan (5) kurangnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) termasuk didalamnya pengembangan panas bumi.

Permasalahan dalam ketidakseimbangan antara kebutuhan energi dan pasokan energi timbul karena pertumbuhan permintaan energi yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk yang melebihi pertumbuhan pasokan energi. Kendala tersebut diperparah dengan rendahnya tingkat pelayanan, efisiensi dan keandalan sistem penyediaan dan penyaluran energi di seluruh Indonesia.

Permasalahan kedua terkait dengan ketergantungan terhadap BBM saat ini masih tinggi. Meskipun pangsa minyak bumi dalam bauran energi nasional makin menurun yaitu dari 48,4% pada tahun 2008 menjadi 48% pada tahun 2010 sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan energi nasional, volume pemakaian BBM masih bertambah dari tahun ke tahun. Tingginya tingkat konsumsi BBM menyebabkan ketergantungan yang besar terhadap impor minyak mentah maupun BBM. Ketergantungan ini menyebabkan ketahanan energi nasional menjadi rentan terhadap fluktuasi harga, pasokan dan permintaan minyak mentah dunia. Menurunnya produksi minyak mentah disebabkan oleh terbatasnya pembukaan lapangan minyak baru yang masih terkendala akibat konflik tumpang tindih lahan dengan hutan konservasi atau hutan lindung, perkebunan dan

ketersediaan data geosains migas yang terbatas baik kualitas maupun kuantitas. Pada sisi lain, sebagian besar (lebih dari 90%) kilang yang ada di Indonesia merupakan kilang-kilang tua yang memiliki efisiensi semakin menurun dibandingkan dengan saat dibangun. Saat ini, Indonesia hanya mempunyai 10 (sepuluh) unit kilang pengolahan BBM dengan kapasitas kilang sebesar 1,16 juta barel per hari, yang tidak optimal dalam operasionalnya karena kondisi kilang pengolahan seringkali mengalami berhenti operasi (shutdown), baik karena masalah teknis maupun untuk tujuan pemeliharaan. Hal ini diperparah dengan terbakarnya unit kilang pengolahan BBM di Cilacap pada bulan April 2011 yang memasok 34% dari kebutuhan BBM nasional.

Permasalahan ketiga ketahanan energi yaitu kurangnya tingkat pelayanan infrastruktur energi, sangat mempengaruhi tingkat ketersediaan dan aksesbilitas energi, yang menyebabkan ketergantungan terhadap pasokan energi dalam negeri maupun impor BBM. Permasalahan ini semakin banyak dihadapi pada jaminan pasokan BBM untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Faktor gangguan cuaca, kondisi jalan yang rusak, kondisi gelombang laut dan faktor penghambat distribusi dan pengangkutan BBM lainnya memberikan tantangan bagi Pemerintah untuk menjamin pasokan BBM. Selain itu keterbatasan dalam jumlah sarana kapal dan fasilitas pengangkut BBM yang sudah tua juga mempengaruhi kehandalan sistem pengangkutan tersebut.

Permasalahan keempat, kurangnya peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk domestik sebagai bahan bakar dan bahan baku. Untuk mengurangi ketergantungan yang tinggi terhadap minyak bumi, perlu dilakukan pemanfaatan sumber energi lainnya seperti gas bumi. Pada beberapa wilayah, belum ada kepastian ketersedian gas bumi dalam waktu jangka panjang, dikarenakan sebagian besar produksi gas dalam negeri sudah dikontrak sebelumnya dengan pembeli luar negeri (committed gas) berdasarkan UU Nomor

22/2001 tentang minyak dan gas bumi. Hal ini menyebabkan calon investor di bidang pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa masih ragu untuk berinvestasi. Selain itu, peraturan perundangan yang ada terkait dengan kegiatan usaha pengangkutan dan niaga gas bumi beberapa diantaranya masih belum lengkap sehingga menimbulkan kendala dalam pelaksanaan atau pengawasannya. Permasalahan lainnya yaitu masih sulitnya koordinasi antar lembaga pemerintah yang terkait bidang gas bumi karena adanya ego sektoral, sehingga membuat beberapa keputusan menjadi lambat dan sulit terealisasi yang berakibat lambatnya investasi di bidang infrastruktur gas bumi. Pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga dan bahan bakar angkutan umum juga belum maksimal dikarenakan permasalahan regulasi, kebijakan harga dan kurangnya infrastruktur serta alat konversi yang masih relatif mahal.

Permasalahan kelima, kurangnya pemanfaatan EBT, termasuk panas bumi yang belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Permasalahan yang timbul adalah regulasi dan kelembagaan, kebijakan harga, serta konflik tumpang tindih lahan. Belum adanya penetapan harga energi baru terbarukan yang menguntungkan bagi investor menyebabkan nilai investasi untuk EBT menjadi kurang menarik. Subsidi BBM dan listrik yang masih dipertahankan juga menjadi salah satu faktor sulitnya perkembangan EBT, hal ini dikarenakan harga dari sumber energi baru dan terbarukan untuk bahan bakar dan bahan baku tidak dapat berkompetisi dengan harga BBM yang disubsidi. Adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan serta masalah tumpang tindih lahan juga menyebabkan banyak proyek-proyek EBT yang terhambat.

2.8.2.LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI

Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi minyak bumi adalah dengan meningkatkan kontrak kerja sama ekplorasi sebanyak 26 kontrak baru dari tahun 2010 sampai dengan Juni 2011. Pada tahun 2010, realisasi investasi mengalami peningkatan mencapai US$ 13,5 Miliar dan diharapkan akan meningkat pada tahun 2011 seiring dengan terealisasinya rencana investasi untuk pembangunan kilang minyak baru, revitalisasi kilang, pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) di Sumatera Utara dan Jawa Barat. Selain itu, guna meningkatkan cadangan minyak bumi dilakukan survei seismik 2 Dimensi (2D) dan 3 Dimensi (3D) untuk melakukan pemutakhiran hasil kegiatan eksplorasi. Survei seismik 2D sampai bulan Juni 2011 telah mencapai 4.435 km2 dari rencana tahun 2011 sebesar 13.752 km2. Adapun survei seismik 3D sampai bulan Juni 2011 telah mencapai 2.123 km2 dari rencana tahun 2011 sebesar 13.377 km2. Sedangkan keberhasilan pemboran sumur ekplorasi dari Januari sampai dengan Juni 2011 yaitu sebesar 28 dari 191 sumur ekplorasi dengan success ratio sebesar 18%. Produksi minyak mentah mencapai rata-rata sebesar 954 ribu barel perhari selama tahun 2010 dan 860,8 ribu barel perhari selama kurun waktu Januari sampai Mei 2011.

Penyediaan BBM oleh kilang dalam negeri telah dioptimalkan dengan upaya-upaya yang dilakukan antara lain: melakukan perawatan secara rutin dan meremajakan kilang-kilang yang memiliki tingkat efisiensi rendah, digantikan dengan kilang baru dan teknologi yang lebih up to date, sehingga penyediaan kilang dalam negeri bisa lebih terjamin. Selain itu pemenuhan kebutuhan BBM dapat dilakukan dengan melakukan impor BBM dari pasar spot BBM. Untuk mendorong tercapainya jaminan pasokan BBM, dilakukan optimalisasi fasilitas penyimpanan dan pendistribusian BBM dengan mengkaji ulang persebaran depot dan merelokasinya apabila diperlukan. Pada tahun 2011 status sampai dengan bulan Maret 2011, total konsumsi BBM adalah sebesar 14,8 ribu barel dengan total persediaan BBM sebesar 15,8 ribu barel yang terdiri

dari impor 6,8 ribu barel dan produksi dalam negeri sebesar 9,06 ribu barel.

Kebutuhan gas nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga diperlukan upaya-upaya yang terintegrasi. Upaya-upaya tersebut antara lain meliputi: pemberian insentif dalam pembangunan FSRU; telah ditandatanganinya 34 persetujuan harga gas bumi dalam kurun waktu 2009 – 2011; telah ditandatanganinya kesepakatan bisnis penjualan gas bumi dari tahun 2009—2010 sebanyak 13 Head of Agreement (HoA) dan sebanyak 47 perjanjian jual beli gas (PJBG); penyusunan neraca gas Indonesia dan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional (RIJTDGBN). Selain itu, terjadi peningkatan penggunaan LPG untuk rumah tangga mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 karena adanya program konversi minyak tanah ke LPG dan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang manfaat LPG sebagai bahan bakar.

Pengembangan energi baru dan terbarukan untuk

pembangkit listrik mengalami kemajuan yang cukup berarti. Pada tahun 2009 kapasitas PLTP terpasang sebesar 1.189 MW. Pada tahun 2011 diharapkan kapasitas PLTP terpasang menjadi 1.209 MW. Mengacu program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II, panas bumi diharapkan dapat memberikan kontribusi sebesar 3.351 MW sampai dengan tahun 2014. Untuk pengembangan bioenergi, telah dilakukan penetapan mandatori pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) sesuai Permen ESDM Nomor 32/2008 yang telah mewajibkan secara bertahap pemanfaatan BBN pada sektor utama konsumen BBM yaitu tranportasi, industri dan pembangkit listrik.

Untuk mendukung pengembangan teknologi pemanfaatan energi panas bumi, pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memusatkan kegiatannya pada pengembangan PLTP skala kecil dengan kapasitas 1 MW, 3 MW, dan 5 MW. Untuk itu, telah berhasil dibuat prototip PLTP bersiklus ganda (binary

cycle) dengan kapasitas 2 MW dan pilot plant-nya sedang dalam tahap pembangunan. Untuk PLTP 3 MW telah diselesaikan perancangan teknik dan pilot plant-nya sedang dalam tahap pembangunan di Kamojang – Jawa Barat. Sedangkan PLTP 5 MW sedang dalam tahap perekayasaan. Pengembangan PLTP ini sejalan dengan pembinaan industri manufaktur dalam negeri agar terus ditingkatkan produk-produk dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Adapun dalam rangka mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan khususnya panas bumi yang berada Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam (KPA/KSA), telah terbit PP Nomor 28/2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam sebagai pengganti PP Nomor 68/1998.

Dalam rangka meningkatkan kesiapan membangun

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah melakukan berbagai persiapan diantaranya melaksanakan studi kelayakan, khususnya yang terkait dengan kelayakan tapak. Hasil yang telah dicapai adalah tersusunnya 3 paket dokumen pedoman penyusunan infrastruktur dasar pendukung program energi nuklir nasional yaitu: (1) dokumen Pengembangan Kebijakan Iptek Nuklir Nasional Bidang Energi dan Jaminan Mutu; (2) Dokumen Penyiapan PLTN, dan (3) Dokumen Penyusunan Strategi Program Partisipasi Industri Nasional. Ketiga

dokumen tersebut merupakan sebagian dokumen yang

dipersyaratkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesuai dengan arah kebijakan dalam RPJPN. Dokumen tersebut kemudian akan digunakan oleh pemangku kepentingan (KESDM, PLN dan Investor) untuk tindak lanjut tahap berikutnya yang diperlukan.

Dalam mendukung persiapan pembangunan PLTN juga telah dilakukan kajian teknis tentang pengawasan dan pengoperasian PLTN serta kajian teknis tentang pengembangan standar PLTN.

Hasil kajian digunakan sebagai dasar penyusunan peraturan perundangan ketenaganukliran. Sedangkan peraturan yang telah disusun antara lain: (1) Rancangan Peraturan Kepala BAPETEN tentang Desain Sistem Catu Daya Darurat pada PLTN; (2) Rancangan Peraturan Kepala BAPETEN tentang Desain Proteksi Kebakaran dan Ledakan Internal pada PLTN. Peraturan keselamatan PLTN tersebut akan menjadi landasan yang penting dalam pengembangan dan pelaksanaan sistem perizinan, dan sistem inspeksi untuk pengawasan PLTN.

Kegiatan sosialisasi tentang manfaat energi nuklir untuk kesejahteraan masyarakat difokuskan pada penyampaian informasi dan pendidikan kepada masyarakat secara seimbang, transparan, dan dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan. Sosialisasi PLTN secara umum dilakukan melalui: (1) kampanye media, baik cetak maupun elektronik; (2) pengembangan komunitas (community development); (3) keterlibatan para pemangku keputusan (stakeholder involvement) dan (4) akhirnya didukung dengan jajak pendapat. Tahun 2010 telah dilakukan jajak pendapat mengenai tingkat pemahaman masyarakat mengenai PLTN yang dilaksanakan oleh pihak ketiga di 22 kota, dan jajak pendapat tersebut diambil secara sampling dari wilayah Jawa, Madura, dan Bali, dengan jumlah responden sebanyak 3.000 orang, terdiri dari pelajar, tokoh masyarakat, dosen, pengurus LSM dan ormas, aparat, pengurus parpol, dan anggota DPRD. Dari jajak pendapat tersebut diperoleh hasil bahwa 59,7 persen menerima PLTN. Tahun 2011 akan dilaksanakan jajak pendapat serupa untuk seluruh Indonesia dengan jumlah responden 5.000 orang.

2.8.3.TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk meningkatkan produksi minyak bumi diperlukan insentif yang lebih menarik bagi pemanfaatan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) yang digunakan untuk peningkatan produksi minyak bumi pada sumur-sumur tua, serta insentif untuk

meningkatkan kegiatan eksplorasi pencarian cadangan minyak baru. Upaya-upaya untuk meningkatkan optimaliasi pemanfaatan BBM dapat dilakukan melalui : (1) Pengawasan kegiatan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu dan BBM non PSO (Public Service Obligation); (2) Monitoring dan evaluasi pendistribusian sistem tertutup jenis BBM tertentu menggunakan kartu fasilitas kepada transportasi darat; dan (3) Pengembangan pengawasan dan pemantauan sistem pendistribusian tertutup jenis BBM tertentu untuk sektor nelayan dan trasportasi darat.

Terkait dengan upaya untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi akan dilakukan: (1) Lelang ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi gas bumi dalam rangka pemberian hak khusus; (2) Penetapan pengaturan akses pada ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi gas bumi; (3) Kajian pembentukan kota gas di wilayah Duri, Dumai, Langkat, Tanjung Pinang, Bulungan, Kutai Timur dan Lubuk Linggau. Selain itu, sebagai penunjang dilakukan upaya- upaya optimalisasi pemanfaatan BBM dan gas bumi melalui: (1) Penyelidikan, penyidikan dan keterangan ahli tindak pidana penyalahgunaan BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa; dan (2) Sosialiasi pelaksanaan pengawasan dan pendistribusian BBM dan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa.

Sedangkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan, akan dilakukan: (1) Penyelesaian pembangunan PLTP Ulumbu, Lahendong, Sarulla l dan Wayang Windu; (2) Amandemen UU Nomor 27/2003 tentang panas bumi; (3) Terselesaikannya RPP ketahanan energi dan RPP energi baru dan energi terbarukan; (4) Penyusunan revisi Permen ESDM Nomor 11/2009 tentang pedoman penyelenggaraan kegiatan usaha panas bumi; (5) Pelaksanaan desa mandiri energi; (6) Terselenggaranya 92 layanan audit energi pada gedung dan industri; dan (7) Penyempurnaan koordinasi, terutama untuk pengembangan lapangan-lapangan panas bumi yang letaknya bersinggungan dengan pemanfaatan lahan lainnya, misalnya hutan

lindung, kawasan konservasi dan/atau cagar alam, termasuk penyelesaian pemetaan secara detail pada lokasi-lokasi yang akan disepakati sebagai kawasan pengembangan panas bumi, (8) Sosialisasi PP Nomor 28/2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA sebagai pengganti PP Nomor 68/1998.

2.9 PRIORITAS NASIONAL 9: LINGKUNGAN HIDUP

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 112-121)