• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses fermentasi merupakan proses biokimiawi dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi kimia dengan bantuan agen mikroorganisme. Pada tahap fermentasi, digunakan substrat berupa sirup dari hidrolisat tepung empulur sagu untuk difermentasi oleh agen mikroba jenis khamir, yaitu

Saccharomyces elippsoides dan Pichia stipitis. Kriteria pemilihan khamir untuk produksi bioetanol dilihat dari laju fermentasi dan laju pertumbuhan yang cepat, rendemen etanol tinggi, tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, pH optimum fermentasi rendah, dan suhu optimum fermentasi berada sekitar 25-30oC (Afrianti 2008).

Substrat yang digunakan untuk produksi bioetanol merupakan substrat yang kompleks dimana gula pereduksi yang terkandung di dalamnya tidak hanya glukosa akan tetapi juga terkandung xilosa sebagai hasil degradasi hemiselulosa. Saccharomyces elippsoides merupakan jenis mikroba yang telah umum digunakan untuk memfermentasikan gula pereduksi menjadi etanol, namun fermentasi hanya dapat dilakukannya jika substrat berupa glukosa sementara substrat yang digunakan berasal dari hasil hidrolisis pati dan serat (selulosa dan hemiselulosa) sehingga mengandung glukosa dan xilosa (pentosa). Menurut Frank et al. (2007), Pichia stipitis merupakan khamir yang dapat merombak pentosa (xilosa) menjadi etanol yang tidak bisa dilakukan oleh Saccharomyces elippsoides. Reaksi kimia fermentasi glukosa dan xilosa adalah sebagai berikut :

Substrat pada tahap fermentasi terdiri dari : (1) sirup dari pemanasan menggunakan gelombang mikro, (2) sirup dari pemanasan menggunakan otoklaf, dan (3) sirup dari glukosa teknis. Sirup diperkaya dengan NPK dan ZA. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang menggunakan shaker incubator selama 72 jam. Suhu fermentasi sangat berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan dapat bekerja, pada suhu 10- 30oC terbentuk alkohol lebih banyak karena khamir bekerja optimal pada suhu tersebut (Winarno 1986). Hasil dari tahap hidrolisis langsung difermentasi sebab akan menjadi lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa tenggang waktu yang lama. Hal ini dikenal sebagai proses fermentasi simultan sehingga substrat dari perlakuan pemanasan gelombang mikro dan otoklaf difermentasi tanpa dilakukan inaktivasi enzim terlebih dahulu.

Berdasarkan kesetimbangan reaksi kimia fermentasi glukosa dan xilosa, laju pembentukan etanol (C2H5OH) setara dengan pembentukan CO2 sehingga laju pembentukan CO2 dapat digunakan sebagai salah satu parameter pendekatan pembentukan etanol. Oleh sebab itu selama tahap fermentasi dilakukan pengukuran evolusi CO2 setiap 6 jam hingga waktu fermentasi mencapai 72 jam. Secara umum, laju evolusi CO2 dari perlakuan dengan pemanasan gelombang mikro lebih tinggi dibandingkan dengan pemanasan otoklaf dan sirup yang berasal dari glukosa teknis untuk kedua jenis khamir yang digunakan.

Seperti yang terlihat pada Gambar 13, pada khamir Saccharomyces elippsoides, evolusi CO2 tertinggi diperoleh dari pemanasan menggunakan gelombang mikro, kemudian glukosa teknis dan pemanasan otoklaf. Untuk pemanasan dengan gelombang mikro, fase log berlangsung dari jam ke-12

3C5H10O5 5C2H5OH +5CO2 (a) glukosa :

(b) xilosa :

41 hingga ke-30. Hal ini ditandai dengan pembentukan CO2 tertinggi pada rentang waktu tersebut, demikian pula dengan pemanasan menggunakan otoklaf dan sirup dari glukosa teknis. Pada fase log, mikroorganisme mengalami perkembangbiakan sel secara logaritmik.

(a)

(b)

Gambar 13. Volume Pembentukan CO2 Selama Fermentasi oleh (a) Saccharomyces elippsoides dan (b) Pichia stipitis

Untuk dapat tumbuh dan berkembang biak, mikroorganisme menggunakan substrat sebagai energi melalui jalur metabolisme. Jalur metabolisme mikroorganisme menghasilkan CO2 dan H2O. Laju evolusi CO2 substrat dengan pemanasan gelombang mikro tertinggi diantara perlakuan lainnya namun kadar etanol tertinggi seperti yang disajikan pada Tabel 10 dan Tabel 11, diperoleh dari sirup glukosa teknis. Dengan demikian pembentukan CO2 tidak hanya mengindikasikan laju produksi etanol akan tetapi

42 juga laju pertumbuhan sel sebab pertumbuhan sel dan produksi etanol berada pada fase yang sama yaitu fase log.

Seperti halnya pada khamir Saccharomyces elippsoides, pada substrat yang menggunakan khamir

Pichia stipitis, evolusi CO2 tertinggi juga diperoleh dari pemanasan menggunakan gelombang mikro disusul sirup glukosa teknis dan sirup dari pemanasan otoklaf. Namun, kadar etanol tertinggi diperoleh dari sirup glukosa teknis. Diduga kondisi fermentasi dan substrat yang digunakan memberi lebih banyak peluang sel untuk melakukan metabolisme sehingga CO2 yang terbentuk tidak hanya berasal dari hasil samping pembentukan etanol akan tetapi juga berasal dari reaksi metabolisme sel khamir di dalam mitokondria melalui mekanisme respirasi (Afrianti 2008).

Tabel 10. Karakteristik Kaldu Hasil Fermentasi Menggunakan Saccharomyces elippsoides

Parameter Glukosa Teknis Hidrolisat dari Perlakuan Pemanasan Otoklaf Gelombang Mikro

Total Gula Awal (g/) 79.50 41.75 63.19

Total Gula Akhir (g/) 35.81 1.31 39.10

Gula Pereduksi Awal (g/l) 74.92 26.12 44.20 Gula Pereduksi Akhir (g/l) 22.40 0.36 11.47

DP Awal 1.06 1.60 1.43 DP Akhir 1.60 3.68 3.41 pH Awal 4.27 4.80 5.12 pH Akhir 3.38 2.27 3.39 Total Asam (g/) 1.79 4.49 1.79 Kadar Etanol (g/l) 27.21 12.56 22.81

Tabel 11. Karakteristik Kaldu Hasil Fermentasi Menggunakan Pichia stipitis

Parameter Glukosa Teknis Hidrolisat dari Perlakuan Pemanasan Otoklaf Gelombang Mikro

Total Gula Awal (g/) 71.63 43.56 43.56

Total Gula Akhir (g/) 25.84 1.37 2.25

Gula Pereduksi Awal (g/l) 71.44 28.08 43.38 Gula Pereduksi Akhir (g/l) 20.23 0.40 0.75

DP Awal 1.00 1.55 1.43 DP Akhir 1.28 3.42 2.98 pH Awal 4.09 4.52 4.87 pH Akhir 4.24 3.33 3.13 Total Asam (g/) 1.79 1.79 1.79 Kadar Etanol (g/l) 31.43 17.38 24.49

Volume CO2 tertinggi pada masing-masing khamir diperoleh dari pemanasan menggunakan gelombang mikro namun volume CO2 pada khamir Saccharomyces elippsoides lebih tinggi dari

43 fermentasi oleh Pichia stipitis sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah etanol yang dihasilkan oleh

Saccharomyces elippsoides lebih besar daripada Pichia stipitis. Pada kenyataannya, kadar etanol tertinggi diperoleh dari sirup glukosa teknis yang menggunakan Pichia stipitis, berarti untuk jalur reaksi metabolisme oleh Pichia stipitis ialah fermentatif sedangkan pada khamir Saccharomyces elippsoides

lebih mengarah pada respirasi sel. Menurut Afrianti (2008), hal ini disebabkan oleh konsentrasi gula yang tinggi dan kondisi anaerob sel mikroorganisme melakukan fermentasi melalui jalur Embden Meyerhoff Parnas. Kadar etanol tertinggi untuk perlakuan pemanasan gelombang mikro dan otoklaf, diperoleh dari perlakuan yang menggunakan Pichia stipitis. Hal ini dikarenakan khamir Pichia stipitis mampu mendegradasi xilosa yang terdapat di dalam sirup dari hasil pemanasan gelombang mikro dan otoklaf sehingga meningkatkan laju pembentukan etanol.

Hal yang perlu dimiliki mikroba dalam fermentasi ialah kemampuan untuk tumbuh pada substrat dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Selain itu mikroba juga harus mampu mengeluarkan enzim-enzim penting yang dapat melakukan perubahan yang dikehendaki secara kimia (Afrianti 2008). Prinsipnya, khamir mengubah gula pada substrat menjadi alkohol pada kondisi aerob. Jika khamir ini ditumbuhkan pada suasana aerob, maka akan dihasilkan sel lebih banyak daripada metabolitnya.

Gula pereduksi berkurang seiring laju pemanfaatan substrat oleh khamir namun pada akhir tahap fermentasi, masih terdapat sisa gula. Sisa gula menandakan fermentasi belum berlangsung optimal terhadap substrat. Untuk sirup dari perlakuan pemanasan gelombang mikro dan otoklaf, kurang optimalnya proses fermentasi dapat diakibatkan oleh adanya kerusakan holoselulosa yang terdapat di dalam bahan sehingga dapat mengurangi rendemen gula pada awal proses hidrolisis dan memungkinkan terbentuknya inhibitor akibat degradasi komponen karbohidrat sehingga dapat menghambat proses produksi bioetanol.

Jumlah penggunaaan gula pada sampel yang menggunakan Pichia stipitis lebih tinggi dibandingkan sampel yang menggunakan Saccharomyces elippsoides. Hal ini dikarenakan Saccharomyces elippsoides tidak dapat merombak xilosa hasil degradasi hemiselulosa seperti yang dapat dilakukan oleh

Pichia stipitis. Pada akhir tahap fermentasi, nilai DP pada semua perlakuan mengalami peningkatan. Untuk sirup glukosa teknis, faktor kemurnian glukosa menyebabkan laju pengurangan gula pereduksi hampir setara dengan laju pengurangan total gula sehingga nilai DP belum mencapai 2. Pada perlakuan pemanasan dengan gelombang mikro dan otoklaf, peningkatan nilai DP memperlihatkan bahwa selama tahap fermentasi khamir hanya mengonsumsi gula-gula pereduksi sementara di dalam sirup masih terdapat gula-gula kompleks yang belum terhidrolisis oleh enzim sehingga pada akhir tahap fermentasi menyisakan gula-gula kompleks. Adanya gula kompleks inilah menyebabkan nilai DP meningkat.

Derajat keasaman (pH) menurun pada akhir fermentasi dan teridentifikasi adanya total asam pada kaldu hasil fermentasi. Hal ini terjadi melalui proses yang disebut Tricarboxylic Acid Cycle (TCA Cycle) atau dikenal dengan siklus asam sitrat. Setiap kali oksalo-asetat bergabung dengan asetil COA yang berasal dari piruvat masuk kedalam siklus akan membentuk senyawa 6 karbon yang dikenal dengan asam sitrat sehingga menurunkan pH kaldu dan meningkatkan jumlah total asam. Dalam setiap putaran menghasilkan serangkaian oksidasi menyebabkan terjadinya reduksi NAD atau FAD dan membebaskan 2 molekul CO2 (Afrianti 2008).

Kadar etanol tertinggi diperoleh dari sirup glukosa teknis yang difermentasi menggunakan Pichia stipitis yaitu 31.43% meskipun volume CO2 tertinggi diperoleh dari sirup yang berasal dari perlakuan menggunakan gelombang mikro. Hal ini dapat diakibatkan keberadaan oksigen yang menghambat jalur fermentasi di dalam sel khamir sehingga sumber karbon yang ada akan digunakan melalui jalur respirasi.

44 Selain itu, dapat juga diakibatkan oleh kondisi sirup hasil pemanasan yang masih bercampur dengan bahan-bahan pengotor dan hasil samping hidrolisis yang justru menjadi inhibitor bagi khamir untuk melakukan fermentasi. Sebagaimana diketahui bahwa sirup glukosa teknis tersusun atas glukosa teknis yang diperkaya dengan NPK dan ZA yang merupakan kompisisi ideal untuk pertumbuhan dan fermentasi oleh sel khamir.

Secara umum, peningkatan konsentrasi enzim pada sirup dari pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50% menyebabkan peningkatan kadar etanol secara signifikan yaitu 24.49 g/l dari 3.33 g/l (Derosya 2010). Dikarenakan fermentasi dilakukan secara sinambung tanpa inaktivasi enzim maka diduga selama fermentasi berlangsung, enzim konsorsium terus melakukan pemotongan rantai unit kompleks gula sehingga gula-gula pereduksi yang menjadi substrat dalam fermentasi etanol tetap tersedia hingga akhir fermentasi. Kadar etanol pada perlakuan pembanding yaitu sirup dari pemanasan otoklaf lebih rendah daripada sirup dari pemanasan gelombang mikro. Hal ini diakibatkan oleh pemanasan dengan otoklaf menyebabkan pembentukan senyawa inhibitor bagi mikroorganisme. Meskipun kadar etanol pada perlakuan pemanasan dengan gelombang mikro meningkat dengan meningkatnya konsentrasi enzim, namun kadar etanol yang diperoleh belum dapat melebihi kadar etanol dari sirup glukosa teknis. Hal ini terkait dengan kondisi ideal untuk fermentasi dimana diketahui bahwa kemurnian glukosa teknis hampir mencapai 99% sehingga di dalam filtrat tidak terdapat campuran enzim, pengotor, dan inhibitor yang terdapat di dalam sirup hasil pemanasan menggunakan gelombang mikro pada aras daya 50%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Tepung empulur sagu merupakan substrat heterogen dengan komponen utama pati (55.86%) dan serat (14.51%). Komponen serat pada tepung empulur sagu terdiri dari 2.93% selulosa, 4.72% hemiselulosa, dan 6.86% lignin. Perlakuan pemanasan dengan menggunakan iradiasi gelombang mikro selain dapat merusak struktur kristalin pati dan serat, juga mampu merusak struktur lignin, serta membuat granula pati tergelatinisasi dalam waktu yang singkat sehingga memudahkan aksesbilitas enzim penghidrolisis terhadap substrat. Perlakuan terbaik pada tahap likuifikasi yaitu dengan pemanasan gelombang mikro pada aras daya 50% dan konsentrasi enzim α-amilase 7 U/g sehingga diperoleh nilai DP optimum 2,42. Demikian pula pada tahap sakarifikasi, perolehan gula terfermentasikan semakin meningkat dengan ditingkatnya konsentrasi konsorsium enzim (dextrozyme, selulase, dan xilanase). Nilai DP akhir optimum ialah 1.36, diperoleh dari perlakuan yang menggunakan pemanasan gelombang mikro pada aras daya50% dengan konsentrasi enzim sakarifikasi : (1) dextrozyme 1 U/g, (2) selulase 0.6 U/g, dan (3) xilanase 0.6 U/g. Dengan demikian, pemanasan gelombang mikro tidak menyebabkan substrat menjadi resisten terhadap enzim sehingga peningkatan konsentrasi enzim menyebabkan peningkatan perolehan monomer-monomer gula.

Kadar etanol yang dihasilkan oleh sirup dengan perlakuan pemanasan gelombang mikro lebih rendah dibandingkan dengan sirup dari glukosa teknis. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sirup yang berasal dari pemanasan gelombang mikro masih terdapat pengotor dan senyawa inhibitor yang menghambat berlangsungnya proses fermentasi serta masih mengandung oligosakarida yang tidak terhidrolisis oleh enzim. Selain itu juga diakibatkan oleh kondisi fermentasi yang membuat proses fermentasi beralih ke metabolisme sel sehingga CO2 yang terbentuk pada perlakuan pemanasan gelombang mikro lebih tinggi daripada sirup glukosa teknis akan tetapi kadar etanolnya lebih rendah. Kadar etanol pada perlakuan pemanasan gelombang mikro yang menggunakan Pichia stipitis lebih tinggi daripada perlakuan yang menggunakan Saccharomyces elippsoides yaitu 24.49 g/l untuk Pichia stipitis

dan 22.81 g/l untuk Saccharomyces elippsoides. Hal ini dikarenakan komponen xilosa (pentosa) yang dihasilkan dari hidrolisis terhadap hemiselulosa dapat difermentasikan oleh Pichia stipitis sedangkan substrat yang dapat difermentasikan oleh Saccharomyces elippsoides hanya glukosa saja.

B. SARAN

Diperlukan pemilihan jenis khamir yang tepat, yaitu yang juga mampu menggunakan substrat gula selain glukosa. Selain itu juga diperlukan pengaturan kondisi fermentasi agar dapat membatasi pemasukan oksigen ke sistem fermentasi sehingga proses yang berlangsung ialah fermentasi untuk menghasilkan etanol dan bukan mengarah ke respirasi sel.

 

PENGARUH PEMANASAN GELOMBANG MIKRO TERHADAP SIFAT

Dokumen terkait