• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Produksi Cengkeh, Luas Areal Cengkeh, Produktivitas Cengkeh, Volume Impor dan Harga Cengkeh Impor,

5.1.1. Produksi Cengkeh

Seperti yang terlihat pada Tabel 4, produksi cengkeh Indonesia dari tahun 1980-2006 terlihat adanya fluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan meningkat tiap tahunnya baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, maupun perkebunan besar swasta. Sebagai tanaman tahunan, produksi dan produktivitas tanaman cengkeh terus meningkat menurut umur hingga batas waktu tertentu. Hal ini terkait dengan sifat tanaman cengkeh yang termasuk berbunga terminal dalam arti mengenal siklus produksi dimana setiap tiga sampai empat tahun terjadi satu kali berbunga lebat, satu kali berbunga sedang dan satu kali berbunga sedikit. Di sisi lain tanaman cengkeh mengenal kesesuaian lahan dan agroklimat dimana tiap daerah dapat berbeda satu sama lain sehingga jatuh tempo dari siklus produksi dapat bervariasi bagi seluruh wilayah produsen cengkeh di Indonesia. Pengaruh simultan dari faktor tersebut dapat menyebabkan fluktuasi produksi cengkeh nasional (Wahid dalam Yuhono, 1997).

Periode tahun 1980 hingga tahun 1989 produksi cengkeh menunjukkan perkembangan yang cenderung meningkat yaitu dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 16.04 persen, hal ini terutama karena adanya peningkatan luas areal cengkeh di berbagai lokasi. Pada periode tersebut produksi cengkeh perkebunan rakyat rata-rata sebesar 47 277 900 kg dengan pertumbuhan rata-rata 15.35 persen, perkebunan besar negara rata-rata 524 900 kg dengan pertumbuhan

rata-rata sebesar 301.14 persen, sedangkan perkebunan besar swasta rata-rata 1 030 900 kg dan pertumbuhan rata-rata sebesar 226 persen.

Tabel 4. Perkembangan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006

PR PBN PBS Total Tahun (kg) (%) (kg) (%) (kg) (%) (kg) (%) 1980 33 453 000 - 367 000 - 398 000 - 34 218 000 - 1981 28 775 000 -13.98 176 000 -52.04 401 000 0.75 29 352 000 -14.22 1982 32 412 000 12.64 217 000 23.30 180 000 -55.11 32 809 000 11.78 1983 40 401 000 24.65 824 000 279.72 603 000 235 41 828 000 27.49 1984 47 751 000 18.19 283 000 -65.66 854 000 41.63 48 888 000 16.88 1985 40 652 000 -14.87 301 000 6.36 1 037 000 21.43 41 990 000 -14.11 1986 48 681 000 19.75 598 000 98.67 1 349 000 30.09 50 628 000 20.57 1987 69 679 000 43.13 312 000 -47.83 1 011 000 -25.06 71 002 000 40.24 1988 77 909 000 11.81 1 082 000 246.80 2 233 000 120.87 81 224 000 14.40 1989 53 066 000 -31.89 1 089 000 0.65 2 243 000 0.45 56 398 000 -30.57 1980-1989 47 277 900 15.35 524 900 301.14 1 030 900 226.00 48 833 700 16.04 1990 64 423 000 21.40 837 000 -23.14 1 652 000 -26.35 66 912 000 18.64 1991 77 642 000 20.52 422 000 -49.58 2 189 000 32.51 80 253 000 19.94 1992 70 278 000 -9.49 462 000 9.48 2 384 000 8.91 73 124 000 -8.88 1993 65 669 000 -6.56 218 000 -52.81 1 479 000 -37.96 67 366 000 -7.87 1994 75 812 000 15.45 192 000 -11.93 2 375 000 60.58 78 379 000 16.35 1995 87 889 000 15.93 148 000 -22.92 1 970 000 -17.01 90 007 000 14.84 1996 57 396 000 -34.70 320 000 116.22 1 763 000 -10.51 59 479 000 -33.92 1997 57 492 000 0.17 316 000 -1.25 1 384 000 -21.50 59 192 000 -0.48 1998 64 835 000 12.77 343 000 8.54 1 999 000 44.44 67 177 000 13.49 1999 51 345 000 -20.81 364 000 6.12 1 194 000 -40.27 52 903 000 -21.25 1990-1999 67 278 100 1.47 362 200 -2.13 1 838 900 -0.72 69 479 200 1.08 2000 57 926 000 12.82 343 000 -5.77 1 609 000 34.76 59 878 000 13.19 2001 70 782 000 22.19 346 000 0.88 1 557 000 -3.23 72 685 000 21.39 2002 77 241 000 9.13 351 000 1.45 1 417 000 -8.99 79 009 000 8.70 2003 74 518 000 -3.53 354 000 0.86 1 599 000 12.84 76 471 000 -3.21 2004 71 794 000 -3.66 355 000 0.28 1 688 000 5.57 73 837 000 -3.44 2005 76 201 000 6.14 372 000 4.79 1 777 000 5.27 78 350 000 6.11 2006* 81 630 000 7.13 372 000 0 1 780 000 0.17 83 782 000 6.93 2000-2006 72 870 290 7.17 356 143 0.35 1 632 429 6.63 74 858 857 7.10 Rata-rata 61 320 440 8.09 420 890 110.84 1 486 110 85.16 63 227 440 8.18

Sumber:Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 (diolah) *): Data Sementara

Keterangan:

PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta

Peningkatan produksi cengkeh pada periode tahun 1980-1989 disebabkan oleh relatif tingginya harga cengkeh di pasar dalam negeri pada saat itu, disamping adanya dorongan dari pemerintah melalui beberapa paket kebijakan

69

yang diterapkan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi (Rumagit, 2007). Untuk mengurangi dampak kelebihan produksi, maka pada tahun 1992 pemerintah melakukan upaya diversifikasi tanaman melalui Keppres RI No. 20 Tahun 1992 dan menetapkan sepuluh propinsi yaitu D. I. Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku sebagai daerah utama pemasok cengkeh untuk pabrik rokok kretek.

Upaya diversifikasi tampaknya belum mampu mengurangi laju peningkatan produksi, sehingga dilakukan lagi upaya konversi melalui Inpres No. 14 tahun 1996. Akibatnya terjadi pengurangan jumlah tanaman, luas areal, dan penurunan produksi yang cukup tajam. Keadaan yang makin memperparah kondisi tanaman cengkeh adalah akibat harga jual di tingkat petani yang jauh lebih rendah dari ongkos panen, sehingga petani tidak memanennya dan berlangsung cukup lama. Dampak lebih lanjut adalah kerusakan dan kematian tanaman cengkeh dalam jumlah yang cukup banyak seperti yang terjadi dari tahun 1990-1999 (Kemala, Et. al, 2001). Sehingga periode 1990-1999 produksi cengkeh Indonesia menurun menjadi 1.08 persen dibandingkan periode sebelumnya yaitu tahun 1980-1989 yang mampu mengalami laju pertumbuhan sebesar 16.04 persen. Produksi cengkeh dalam negeri tahun 2000-2006 kembali meningkat dengan rata-rata nilai sebesar 74 858 857 kg, dikarenakan mulai membaiknya harga cengkeh di dalam negeri, terutama sejak dibubarkannya BPPC pada tahun 1998. Meskipun harga cengkeh relatif cukup baik, akan tetapi petani kurang dapat menikmati kenaikan harga cengkeh tersebut karena produksi yang diperoleh umumnya rendah yaitu hanya sebesar 7.10 persen (Dirjen Perkebunan, 2006).

Secara keseluruhan, pada periode tahun 1980-2006 produksi cengkeh Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8.18 persen dengan pertumbuhan produksi cengkeh tertinggi dicapai oleh perkebunan besar negara sebesar 110.84 persen kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta sebesar 85.16 persen dan perkebunan rakyat 8.90 persen. Fluktuasi perkembangan produksi cengkeh ini diakibatkan karena terjadinya peningkatan luas areal cengkeh yang menghasilkan dan adanya siklus produksi, dimana setiap tiga sampai empat tahun terjadi satu kali berbunga lebat, satu kali berbunga sedang dan satu kali berbunga sedikit (Taruli, 2002).

5.1.2. Luas Areal Cengkeh

Perkembangan luas areal cengkeh Indonesia pada periode 1980-2006 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat meskipun dengan laju pertumbuhan rata-rata hanya sebesar 1.22 persen (Tabel 5). Pada periode tahun 1980-1989 rata-rata luas areal perkebunan Indonesia sebesar 611 684.2 hektar dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7.45 persen. Pada periode tersebut luas areal perkebunan rakyat rata-rata sebesar 591 265.6 hektar dengan pertumbuhan rata-rata 7.55 persen, perkebunan besar negara rata-rata 5 100 hektar dengan pertumbuhan rata-rata sebesar -0.99 persen, sedangkan perkebunan besar swasta rata-rata 15 318.6 hektar dan pertumbuhan rata-rata sebesar 8.48 persen. Sejak tahun 1980 luas areal cengkeh terus meningkat hingga tahun 1987 yang mencapai luas sekitar 742 269 hektar.

Selanjutnya dari tahun 1988 kecenderungan luas areal cengkeh terus menurun hingga tahun 2000 luas areal cengkeh hanya sekitar 415 598 hektar atau mengalami penurunan sebesar 4.32 persen. Hal ini disebabkan karena luas areal

71

cengkeh untuk mencapai swasembada sejak tahun 1981 dirasa sudah cukup, sehingga peningkatan luas areal hanya oleh sebagian petani cengkeh dalam skala kecil. Swasembada cengkeh dinyatakan tercapai pada tahun 1983, bahkan terlampaui. Akan tetapi bersamaan dengan itu terjadi penurunan harga dan penurunan luas areal perkebunan cengkeh Indonesia sampai dengan tahun 1999. Tabel 5. Perkembangan Luas Areal Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006

PR PBN PBS Total

Tahun

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%)

1980 391 445 - 5 481 - 11 176 - 408 102 - 1981 494 815 26.41 5 333 -2.70 16 986 51.99 517 134 26.72 1982 511 216 3.32 5 236 -1.82 14 417 -15.12 530 869 2.66 1983 551 717 7.92 4 754 -9.21 16 174 12.19 572 645 7.87 1984 587 774 6.54 4 996 5.09 15 512 -4.09 608 282 6.22 1985 642 664 9.34 4 781 -4.30 16 030 3.34 663 475 9.07 1986 656 414 2.14 5 823 21.80 17 072 6.50 679 309 2.39 1987 722 689 10.10 5 195 -10.79 14 385 -15.74 742 269 9.27 1988 672 398 -6.96 4 659 -10.32 15 708 9.20 692 765 -6.67 1989 681 524 1.36 4 742 1.78 15 726 0.12 701 992 1.33 1980-1989 591 265.6 7.55 5 100 -1.00 15 318.6 8.48 611 684.2 7.44 1990 672 607 -1.31 3 968 -16.32 16 107 2.42 692 682 -1.33 1991 650 407 -3.30 3 298 -16.89 14 499 -9.98 668 204 -3.53 1992 592 446 -8.91 3 086 -6.43 12 818 -11.60 608 350 -8.96 1993 556 496 -6.07 2 307 -25.24 12 244 -4.48 571 047 -6.13 1994 520 012 -6.56 2 221 -3.73 12 143 -0.83 534 376 -6.42 1995 491 563 -5.47 504 -77.31 9 756 -19.66 501 823 -6.09 1996 479 379 -2.48 1 914 279.76 10 420 6.81 491 713 -2.02 1997 447 549 -6.64 1 928 0.73 8 065 -22.60 457 542 -6.95 1998 419 827 -6.19 1 860 -3.53 7 048 -12.61 428 735 -6.30 1999 407 149 -3.02 1 860 0 6 850 -2.81 415 859 -3.00 1990-1999 523 743.5 -5.00 2 294.6 13.11 10 995 -7.53 537 033.1 -5.07 2000 407 010 -0.03 1 860 0 6 728 -1.78 415 598 -0.06 2001 420 341 3.28 1 860 0 7 099 5.51 429 300 3.30 2002 421 589 2.30 1 865 0.27 6 758 -4.80 430 212 0.21 2003 433 885 2.92 1 865 0 6 583 -2.59 442 333 2.82 2004 429 728 -0.96 1 865 0 6 660 1.17 438 253 -0.92 2005 438 771 2.10 1 865 0 8 221 23.44 448 858 2.42 2006* 445 307 1.49 1 865 0 8 221 0 455 393 1.46 2000-2006 428 090.1 1.30 1 863.6 0.04 7 181.4 2.99 437 135.3 1.32 Rata-rata 509 900.8 1.28 3 221.9 4.50 11 607.6 1.13 538 782.2 1.22

Sumber:Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 (diolah) *): Data Sementara

Periode 1990-1999 perkembangan luas areal perkebunan cengkeh Indonesia terus menurun dengan laju penurunan sebesar 5.07 persen. Hal ini

dikarenakan pada tahun 1991 pemerintah membentuk Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) untuk mengatur tataniaga cengkeh, namun usaha pemerintah tidak berhasil, yang diindikasikan oleh harga yang tidak kunjung membaik, sehingga petani menelantarkan tanamannya bahkan menebang tanamannya dan menggantikannya dengan tanaman perkebunan lain yang dianggap lebih menguntungkan. Hal ini merupakan salah satu penyebab berkurangnya luas areal cengkeh secara drastis (Siregar dan Suhendi, 2006).

Penyebab lain berkurangnya luas areal cengkeh adalah meluasnya areal tanaman cengkeh yang rusak akibat serangan hama dan penyakit serta kemarau panjang (GAPPRI, 2006). Selain itu, akibat adanya kelebihan produksi pada tahun 1990-an dan harga cengkeh terus menurun, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi luas areal cengkeh tahun 1992 yang diatur dalam Keppres RI No 20 Tahun 1992 dan terus berlanjut hingga tahun 2000 (Sinaga dan Pakasi, 1999). Mulai tahun 2000 dengan membaiknya harga, telah terjadi pertumbuhan luas areal dari tahun 2001 (429 300 hektar) hingga tahun 2006 menjadi 455 393 hektar meskipun dengan jumlah yang kecil yaitu rata-rata sebesar 1.55 persen. Pengusahaan cengkeh sebagian besar tersebar di 14 propinsi sentra penghasil cengkeh (Lampiran 3). Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 419 115 hektar (94 persen) menyebar di 14 propinsi dan 6 persen menyebar di propinsi lainnya. Usaha budidaya tanaman cengkeh mayoritas dikelola oleh perkebunan rakyat. Data pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari areal perkebunan cengkeh Indonesia seluas 455 393 hektar, 98 persen (445 308 hektar) dikelola oleh perkebunan rakyat dan sisanya 2 persen (10 085 hektar) dikelola oleh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta.

73

5.1.3. Produktivitas Cengkeh

Pada periode 1980-1989 produktivitas cengkeh perkebunan rakyat rata-rata sebesar 78.905 kg/ha dengan pertumbuhan rata-rata 7.56 persen, perkebunan besar negara rata-rata 105.898 kg/ha dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 305.26 persen, sedangkan perkebunan besar swasta rata-rata 66.282 kg/ha dan pertumbuhan rata-rata sebesar 165.53 persen (Tabel 6).

Tabel 6. Perkembangan Produktivitas Cengkeh Indonesia Menurut Status Pengusahaan Tahun 1980-2006

PR PBN PBS

Tahun

(kg/ha) (%) (kg/ha) (%) (kg/ha) (%)

1980 85.460 - 66.959 - 35.612 - 1981 58.153 -31.95 33.002 -50.71 23.608 -33.71 1982 63.402 9.03 41.444 25.58 12.485 -47.11 1983 73.228 15.50 173.328 318.22 37.282 198.61 1984 81.240 10.94 56.645 -67.32 55.054 47.67 1985 63.255 -22.14 62.958 11.14 64.691 17.51 1986 74.162 17.24 102.696 63.12 79.018 22.15 1987 96.416 30.01 60.058 -41.52 70.282 -11.06 1988 115.867 20.17 232.239 286.70 142.157 102.27 1989 77.864 -32.80 229.650 -1.12 142.630 0.33 1980-1989 78.905 7.56 105.898 305.26 66.282 165.53 1990 95.781 23.01 210.938 -8.15 102.564 -28.09 1991 119.374 24.63 127.956 -39.34 150.976 47.20 1992 118.623 -0.63 149.708 17.00 185.988 23.19 1993 118.004 -0.52 94.495 -36.88 120.794 -35.05 1994 145.789 23.55 86.448 -8.52 195.586 61.92 1995 178.795 22.64 293.651 239.69 201.927 3.24 1996 119.730 -33.04 167.189 -43.07 169.194 -16.21 1997 128.460 7.29 163.900 -1.97 171.606 1.43 1998 154.433 20.22 184.409 12.51 283.627 65.28 1999 126.109 -18.34 195.699 6.12 174.307 -38.54 1990-1999 130.510 6.88 167.439 13.74 175.657 8.42 2000 142.321 12.86 184.409 -5.77 239.150 37.20 2001 168.392 18.32 186.022 0.88 219.327 -8.29 2002 183.214 8.80 188.204 1.17 209.677 -4.40 2003 171.746 -6.26 189.812 0.86 242.898 15.84 2004 0.167 -99.90 190.349 0.28 253.453 4.35 2005 0.174 3.95 199.464 4.79 216.154 -14.72 2006* 0.183 5.55 199.464 0 216.519 0.17 2000-2006 95.171 8.10 191.103 0.32 228.168 4.31 Rata-rata 102.235 3.25 150.781 118.23 148.762 65.55

Sumber:Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 (diolah) *): Data Sementara

Tahun 1979 terjadi panen kecil terburuk dimana produktivitas cengkeh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta masing-masing hanya 2.567 kg/ha dan 2.441 kg/ha yang kemudian meningkat kembali pada tahun 1980 dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 2 508.52 persen dan 1 358.67 persen. Sedangkan pada perkebunan rakyat produktivitas cengkeh hanya meningkat sebesar 59.61 persen, hal ini dikarenakan adanya peningkatan luas areal perkebunan cengkeh sebesar 15.33 persen tetapi tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi seperti yang terjadi pada perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta.

Indonesia dinyatakan berhasil mencapai swasembada cengkeh pada tahun 1983 dengan produktivitas terbesar dicapai oleh perkebunan besar negara sebesar 173.328 kg/ha dengan laju pertumbuhan 318.22 persen kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta sebesar 37.282 kg/ha dan laju pertumbuhan 198.61 persen sedangkan perkebunan rakyat sebesar 73.228 kg/ha tetapi dengan laju pertumbuhan hanya 15.5 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan produktivitas cengkeh ini terus berlanjut hingga tahun 1988, namun pada tahun 1989 produktivitas cengkeh kembali menurun dengan penurunan terbesar terjadi pada perkebunan rakyat mencapai 32.80 persen. Produktivitas cengkeh perkebunan rakyat ini rendah disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki petani sehingga mereka tidak mampu mengelola usahatani cengkeh dengan baik (Kemala dalam Taruli, 2002).

Periode 1990-1999 perkembangan produktivitas cengkeh Indonesia menurun dibandingkan periode 1980-1989 yaitu perkebunan rakyat hanya mengalami pertumbuhan rata-rata 6.88 persen dengan rata-rata jumlah sebesar

75

130.510 kg/ha, perkebunan besar negara 13.74 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 167.439 kg/ha dan perkebunan besar swasta 8.42 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 175.657 kg/ha. Produktivitas cengkeh tertinggi dicapai pada tahun 1995 atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan total luas areal cengkeh sebesar 501 823 hektar dan total produksi cengkeh sebesar 90 007 000 kg. Hal ini diakibatkan pada tahun 1995 terjadi panen besar/raya dan luas areal cengkeh menurun (-6.09 persen) sedangkan pertumbuhan produksi cengkeh meningkat (14.84 persen) (Taruli, 2002).

Selanjutnya produktivitas cengkeh terus menurun hingga tahun 1999 dengan perkebunan rakyat mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu rata-rata 18.34 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 126.109 kg/ha, perkebunan besar negara 6.12 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 195.699 kg/ha dan perkebunan besar swasta -38.54 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 174.307 kg/ha. Hal ini terkait dengan siklus 2 - 4 tahunan tanaman cengkeh, dimana produksi yang tinggi pada satu tahun tertentu diikuti dengan penurunan produksi pada 1 – 2 tahun berikutnya (Husodo, 2006).

Tahun 2004 perkebunan rakyat mengalami penurunan produktivitas menjadi 0.167 kg/ha atau dengan laju penurunan sebesar 99.90 persen dibandingkan dengan tahun 2003 yang jumlah produktivitasnya mampu mencapai 171.746 kg/ha. Secara keseluruhan yaitu pada periode tahun 2000-2006 produktivitas cengkeh Indonesia terus menurun dengan perkebunan rakyat hanya mengalami pertumbuhan rata-rata 8.10 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 95.171 kg/ha, perkebunan besar negara 0.32 persen dengan rata-rata jumlah sebesar 191.103 kg/ha dan perkebunan besar swasta 4.31 persen dengan rata-rata

jumlah sebesar 228.168 kg/ha. Produktivitas tanaman cengkeh di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu berkisar antara 125-250 kg/ha, sedangkan potensinya dapat mencapai 500-800 kg/ha.

Rendahnya produktivitas tersebut dikarenakan permodalan petani yang kurang, sehingga petani tidak dapat melakukan pemeliharaan dengan baik, antara lain tidak melakukan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, meskipun harga cengkeh pada akhir-akhir ini (tahun 2001-2006) relatif cukup baik, akan tetapi petani kurang dapat menikmati kenaikan harga cengkeh tersebut karena produksi yang diperoleh umumnya rendah dan pemeliharan yang kurang memenuhi anjuran (Dirjen Perkebunan, 2006). Secara keseluruhan, pada periode tahun 1980-2006 pertumbuhan produktivitas cengkeh Indonesia tertinggi dicapai oleh perkebunan besar negara sebesar 118.23 persen kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat masing-masing sebesar 65.55 persen dan 3.25 persen.