BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN
DAN PEKA NAUNGAN
Oleh:
Tri Handayani
A34303008
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
POTENSI EMBRIOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE
KEDELAI TOLERAN DAN PEKA NAUNGAN
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Tri Handayani
A34303008
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
TRI HANDAYANI. Potensi Embriogenesis Beberapa Genotipe Kedelai
Toleran dan Peka Naungan. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA.
Tanaman kedelai toleran naungan kedepan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi kedelai nasional melalui optimalisasi lahan tidur seperti gawangan diantara tanaman HTI atau pada tanaman perkebunan. Metode perakitan varietas baru kedelai telah banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi transformasi genetik. Keberhasilan transfer gen untuk menghasilkan kedelai dengan sifat tertentu sangat tergantung pada kemampuan eksplan membentuk embrio somatik dan kemampuan embrio untuk beregenerasi menjadi tanaman. Pengaruh komposisi media untuk induksi, proliferasi dan maturasi embrio somatik diujikan pada empat genotipe kedelai toleran naungan (Pangrango, Ceneng, C6-30-10 dan C6-76-10) dan dua genotipe peka naungan (Godek dan Slamet). Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari respon enam genotipe kedelai toleran dan peka naungan pada media induksi, media proliferasi, dan media maturasi kalus embrionik.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman dan Laboratorium Umum Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2007 sampai September 2007. Penelitian terdiri atas tiga tahap percobaan yaitu: 1) Induksi kalus embrionik, 2) Proliferasi kalus embrionik, dan 3) Maturasi embrio somatik. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan Faktorial dua faktor dengan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah enam genotipe kedelai dan faktor kedua adalah dua komposisi media induksi (MSIA dan MSIB), media proliferasi (MSIIA dan MSIIB) atau media maturasi (MSM6AC dan MSM6).
menggunakan media MSIIA (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 5 mg/l 2,4-D dan 5 mg/l NAA) dan MSIIB (MS, Vit B5, sukrosa 3%, 20 mg/l 2,4-D). Dari media proliferasi, kalus dipindah ke media maturasi MSM6AC (MS, Vit B5, maltosa 6%, dan arang aktif 0.5%) dan MSM6 (MS, Vit B5, dan maltosa 6%).
Hasil penelitian menunjukkan persentase eksplan membentuk kalus berkisar 76-94% dengan inisiasi tertinggi pada genotipe Pangrango. Pada tahap induksi, genotipe Ceneng dan CG-30-10 mempunyai rata-rata diameter tertinggi (0,94 cm dan 0,95 cm), sedangkan genotipe Slamet menunjukkan rata-rata ukuran diameter yang terendah. Rata-rata diameter kalus pada media MSIA menunjukkan hasil yang lebih tinggi (0.92 cm) dibanding media MSIB (0.78 cm). Kalus yang terbentuk pada media MSIA dan MSIB berwarna kuning-kecoklatan dengan tekstur kalus remah, transparan, dan tampak nodul (proembrio globular). Pada tahap proliferasi, diameter kalus tahap subkultur pertama (SK-1) berkisar antara 0,7 cm - 1,7 cm dan subkultur kedua (SK-2) berkisar antara 0.9 - 2.8 cm. Pertambahan diameter kalus tahap subkultur pertama tertinggi pada genotipe Godek (0.54 cm) dan tahap subkultur kedua tertinggi pada genotipe Pangrango (1.45 cm). Kalus yang dikulturkan pada media MSIIA mulai membentuk embrio tahap globular dan embrio tahap torpedo (0 – 30%) dan membentuk akar (0 - 28 %). Embrio Globular / torpedo yang terbentuk tampak berwarna hijau dan struktur kalus lebih kompak. Jumlah embrio somatik (globular/torpedo) tertinggi didapatkan pada genotipe CG-30-10 (145 embrio) dan Ceneng (138 embrio). Pada media maturasi, masih tampak akar, embrio tahap globular dan tahap torpedo serta belum didapat embrio somatik yang berkecambah menjadi planlet.
Judul : POTENSI EMBRIOGENESIS BEBERAPA GENOTIPE KEDELAI TOLERAN DAN PEKA NAUNGAN
Nama : Tri Handayani NRP : A 34303008
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
NIP. 132 133 964
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Batu-Malang, Jawa Timur pada tanggal 6 Mei 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Suprayitno (Alm.) dan Ibu Hartutik.
Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Sidomulto 01, Batu, kemudian pada tahun 2000 penulis lulus dari SLTPN 1 Batu. Selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMUN 1 Batu dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Tahun 2003-2004 penulis pernah bergabung pada organisasi UKM
Forum for Scientific Studies (FORCES) pada Divisi Pendidikan. Penulis juga bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Daerah Malang (OMDA Malang). Pada tahun 2005 penulis pernah mengikuti kegiatan magang selama 3 minggu di P4S (Program Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Swadaya) Mandiri di Lembang-Bandung. Tahun 2006-2007 penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar Agronomi dan Dasar Hortikultura. Tahun 2007 penulis mengikuti kegiatan magang selama 4 bulan di PKBT (Pusat Kajian Buah Tropika) IPB, melalui Program Pelatihan Belajar Bekerja Terpadu (CO-OP) yang diadakan oleh KJK (Kantor Jasa Ketenagakerjaan) IPB yang bekerjasama dengan Kementrian Negara Koperasi dan UKM (KUKM) dan Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (DIKTI). Mulai tahun 2004-2008 penulis menerima beasiswa TPSDP (Student Equity) dari DIKTI.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi berkah dan rahmatNya yang melimpah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul “Potensi Embriogenesis Beberapa Genotipe Kedelai Toleran dan Peka Naungan”, yang bertujuan untuk mempelajari respon enam genotipe kedelai toleran dan peka naungan pada media induksi, media proliferasi, dan media maturasi kalus embrionik. Sebagian dari penelitian ini telah dipresentasikan dalam bentuk poster dalam acara seminar purna bakti Prof. Dr. Ir. Jajah Koswara tahun 2007.
Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, masukan dan pengarahan kepada penulis selama mengerjakan penelitian.
2. Dr. Ir. Anas D. Susila, MS selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji skripsi, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan koreksi kepada penulis.
3. Dr. Ir. Adiwirman, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan koreksi kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ibu iif dan ibu juju yang banyak membantu selama kegiatan penelitian.
5. Keluarga di Batu dan teman-teman (Horti’40 dan penghuni Pondok Rizki) yang telah banyak membantu penelitian dan memberi dukungan motivasi. 6. Beasiswa Student Equity DIKTI yang telah memberikan beasiswa kepada
penulis selama penulis menuntut ilmu di IPB
7. Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang telah menyediakan sebagian dana penelitian ini melalui Hibah Insentif KMRT tahun 2007.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pertanian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Bogor, Januari 2008
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis... 3
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Kedelai (Glycine max (L.) Merill) ... 4
Regenerasi Tanaman Secara In Vitro... 5
Embriogenesis Kedelai... 6
Medium Kultur Embriogenesis ... 10
Zat Pengatur Tumbuh Auksin ... 11
Eksplan Embriogenesis Kedelai... 12
BAHAN DAN METODE... 15
Waktu dan Tempat ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan ... 17
Pengamatan ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN... 21
Keadaan Umum... 21
Induksi Kalus Embrionik ... 24
Proliferasi Kalus Embrionik... 28
Maturasi Kalus embrionik... 44
Pembahasan Umum... 46
KESIMPULAN DAN SARAN... 49
Kesimpulan ... 49
Saran... 49
DAFTAR PUSTAKA... 50
Nomor Halaman
Teks
1. Rekapitulasi Hasil Penelitian Embriogenesis pada Kedelai... 9 2. Komposisi Media Perlakuan Pada Tahap Induksi, Proliferasi dan
Maturasi Kalus Embrionik ... 16 3. Rata-rata Ukuran Polong dan Kotiledon Kedelai pada Genotipe
Godek dan CG-30-10 ... 22 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Kultur Kalus Embrionik
pada Media Induksi dan Proliferasi... 23 5. Diameter Kalus Kedelai Umur 4 Minggu Setelah Kultur (MSK)
pada Media Induksi MSIA dan MSIB ... 25 6. Intensitas Warna dan Struktur Kalus Kedelai Umur 4 MSK ... 27 7. Rata-rata Ukuran Diameter Kalus pada Media Proliferasi SK-1 ... 29 8. Rataan Diameter Kalus Kedelai Umur 1 Minggu Setelah Kultur
(MSK) pada Tahap Proliferasi Subkultur-2 ... 30 9. Rata-rata Ukuran Diameter Kalus pada Media Proliferasi SK-2 ... 31 10. Pertambahan Diameter Kalus pada Media Proliferasi selama
Subkultur ke-1 (SK-1) dan Subkultur ke-2 (SK-2) ... 32 11. Bobot Kalus 4 MSK (Minggu Setelah kultur) Media Proliferasi
SK-2 ... 33 12. Perubahan Intensitas Warna Kalus pada Media Proliferasi SK-1... 34 13. Perubahan Intensitas Warna Kalus pada Media Proliferasi SK-2... 36 14. Struktur Kalus Kedelai Umur 4 Minggu Setelah Kultur pada
Media Proliferasi SK-1 dan SK-2 ... 37 15. Hasil Regenerasi Kalus Membentuk Akar Beberapa Genotipe
kedelai pada Media MSIIA ... 39 16. Hasil Regenerasi Kalus Membentuk Embrio (Globular/ Torpedo)
Beberapa Genotipe Kedelai pada Media MSIIA ... 39
Lampiran
1. Deskripsi Varietas Kedelai... 55 2. Komposisi Media Dasar Murashige dan Skoog (MS) Dan Media
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Perkembangan struktur embrio ... 7
2. Struktur Kimia Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D dan NAA... 11
3. Bagian-bagian Biji dan Perkembangan Biji Tanaman Legume... 13
4. Bagan Alir Kegiatan Penelitian... 20
5. Keragaan Benih Empat Genotipe Kedelai Toleran dan Dua Genotipe Peka Naungan... 21
6. Persentase Eksplan Berkalus pada Media Induksi ... 24
7. Keragaan Kalus pada Media Induksi MSIA dan MSIB... 28
8. Keragaan Kalus Embrionik pada Media Proliferasi MSIIA ... 38
9. Keragaan Struktur Embrio Torpedo Media MSIIA ... 41
10. Skema Jalur Regenerasi Embrio Somatik pada Kedelai ... 41
11. Persentase Potensi Embriogenesis Enam Gonotipe Kedelai Toleran dan Peka Naungan ... 43
12. Keragaan Kalus Beberapa Genotipe Kedelai pada Media Maturasi... 44
Lampiran 1. Keragaan Tanaman Kedelai di Lapang ... 58
2. Keragaan Polong dan Kotiledon Umur 10-14 HSA... 58
3. Bagian Kotiledon (Posisi adaxial dan abaxial) ... 58
4. Keragaan Kalus pada media MSIIA pada tahap Proliferasi SK-1 dan SK-2... 59
Oleh:
Tati Herlina Situmeang A14303036
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
TATI HERLINA SITUMEANG. Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia (dibawah bimbingan BONAR M. SINAGA).
Cengkeh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang cukup memberi harapan bagi penerimaan negara melalui cukai rokok dan kegiatan ekspornya. Peran lain agribisnis cengkeh dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja, penyumbang pendapatan petani, mendukung berkembangnya industri, dan potensial untuk menjadi sarana pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah (Siregar dan Suhendi, 2006).
Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen cengkeh terbesar di dunia. Hal ini selain dikarenakan cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia, juga didukung oleh kondisi alam, iklim dan topografi yang mendukung dilakukannya agribisnis cengkeh di Indonesia (www.deptan.go.id). Produksi cengkeh Indonesia selain diekspor, juga diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cengkeh domestik khususnya pada industri rokok kretek, karena berdasarkan penggunaannya sebanyak 85 persen sampai 95 persen konsumsi cengkeh nasional digunakan untuk industri rokok kretek. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia juga pada saat-saat tertentu melakukan impor terhadap komoditas cengkeh.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh, produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia, dan (3) dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data time series selama 27 tahun (tahun 1980-2006). Jawaban untuk tujuan pertama digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan tabulasi dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis model ekonometrika dengan persamaan simultan melalui metode pendugaan OLS (Ordinary Least Squares), sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga dianalisis menggunakan simulasi dengan metode Newton. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan Statistical Analysis System (SAS 9.1).
persamaan, yaitu 9 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas. Produktivitas cengkeh dipengaruhi oleh pertumbuhan harga pupuk, suku bunga, trend waktu, dan kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC. Luas areal tanam cengkeh dipengaruhi oleh harga pupuk, trend waktu, kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC, dan luas areal tanam cengkeh tahun lalu. Impor cengkeh dipengaruhi oleh produksi cengkeh dan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Impor cengkeh dalam jangka pendek maupun jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi cengkeh dan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Ekspor cengkeh dipengaruhi oleh suku bunga dan trend waktu. Konsumsi cengkeh industri rokok kretek dipengaruhi oleh variabel rasio harga cengkeh domestik tahun lalu dengan harga cengkeh domestik tahun yang sama, produksi rokok kretek, dan trend waktu. Produksi rokok kretek dipengaruhi oleh harga cengkeh domestik, trend waktu, dan produksi rokok kretek tahun lalu. Harga cengkeh domestik dipengaruhi oleh konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan harga cengkeh domestik tahun lalu. Harga cengkeh domestik dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan produksi cengkeh. Harga cengkeh domestik dalam jangka pendek maupun jangka panjang responsif terhadap perubahan konsumsi cengkeh industri rokok kretek. Harga cengkeh impor dipengaruhi oleh variabel harga cengkeh impor tahun lalu. Harga cengkeh ekspor dipengaruhi oleh harga cengkeh ekspor tahun lalu.
ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA CENGKEH INDONESIA
Oleh:
Tati Herlina Situmeang A14303036
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PRODUKSI, KONSUMSI, DAN HARGA CENGKEH INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN OLEH PERGURUAN TINGGI MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN.
Bogor, Agustus 2008
Judul : Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia Nama : Tati Herlina Situmeang
NRP : A14303036
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA NIP 130 517 561
Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131 124 019
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1985 di Purwajaya, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara keluarga Bapak C. G. Situmeang dan Ibu Siti Barimbing.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 02 Purwajaya pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Swasta Xaverius Kotabumi dan lulus pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 09 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003.
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Kepada Tuhan Yesus Kristus, atas segala kasih, karunia, dan berkat yang selalu melimpah dalam hidupku.
2. Kepada orang tua, saudara, dan keluarga besar tercinta, terima kasih atas dukungan doa, kasih sayang, pengorbanan, dan perhatiannya kepadaku. 3. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis.
4. Kepada dosen penguji utama Bapak Farobi Falatehan, SP., ME dan penguji wakil departemen Bapak Adi Hadianto, SP.
5. Kepada my best friends (Jofan & ‘Bu’) atas dukungan doa dan semangat yang selalu untukku.
6. Kepada keluarga besar EPS’40 (Silvia, Christine, dan Marissa) untuk kebersamaan, kerjasama, semangat yang pernah ada.
7. Kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, Mbak Aam, Ajeng, Atika, Sanggam, Mbak Oci, Mbak Utin terimakasih untuk bantuan informasi dan semangat yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
8. Kepada keluarga besar kost-an ‘Karona’ dan yang lainnya, terimakasih untuk bantuan dan kebersamaan yang pernah ada.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas tentang perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh, produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia. Skripsi ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia serta membahas mengenai dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Gambaran Umum Komoditi Cengkeh ... 12
2.1.1. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Cengkeh... 12
2.1.2. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Cengkeh ... 12
2.1.3. Budidaya Tanaman Cengkeh ... 14
2.1.4. Manfaat Cengkeh ... 15
2.2. Standar Mutu Cengkeh Indonesia ... 15
2.3. Tinjauan Kebijakan Tataniaga Cengkeh Indonesia... 17
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18
2.4.1. Penelitian Mengenai Cengkeh ... 18
2.4.2. Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian... 21
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 22
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23
3.1. Konsep dan Teori ... 23
3.1.1. Fungsi Produksi ... 23
3.1.2. Permintaan Faktor Produksi dan Produksi Cengkeh ... 27
3.1.4. Teori Perdagangan Internasional ... 31
3.1.5. Persamaan Simultan... 36
3.1.6. Persamaan Produktivitas Cengkeh, Luas Areal Cengkeh, Produksi Cengkeh, Impor Cengkeh, Ekspor Cengkeh, Penawaran Cengkeh, Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek, Produksi Rokok Kretek, Harga Cengkeh Domestik, Harga Cengkeh Impor, dan Harga Cengkeh Ekspor... 36
3.1.6.1. Produktivitas Cengkeh... 36
3.1.6.2. Luas Areal Cengkeh ... 37
3.1.6.3. Produksi Cengkeh... 37
3.1.6.4. Impor Cengkeh ... 37
3.1.6.5. Ekspor Cengkeh... 38
3.1.6.6. Penawaran Cengkeh ... 38
3.1.6.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek... 39
3.1.6.8. Produksi Rokok Kretek ... 39
3.1.6.9. Harga Cengkeh Domestik... 40
3.1.6.10. Harga Cengkeh Impor ... 40
3.1.6.11. Harga Cengkeh Ekspor... 40
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 41
IV. METODE PENELITIAN... 44
4.1. Metode Analisis ... 44
4.2. Perumusan Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia ... 44
4.2.1. Produktivitas Cengkeh ... 49
4.2.2. Luas Areal cengkeh... 49
4.2.3. Produksi Cengkeh ... 50
4.2.4. Impor Cengkeh... 50
4.2.5. Ekspor Cengkeh ... 51
4.2.6. Penawaran Cengkeh ... 52
4.2.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek ... 52
4.2.8. Produksi Rokok Kretek ... 53
iii
4.4. Pengukuran Elastisitas ... 58 4.5. Validasi Model ... 60 4.6. Simulasi Model ... 61 4.7. Jenis dan Sumber Data ... 62 4.8. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63 4.9. Definisi Operasional... 63 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 67 5.1. Perkembangan Produksi Cengkeh, Luas Areal Cengkeh,
Produktivitas Cengkeh, Volume Impor dan Harga Cengkeh Impor, Volume Ekspor dan Harga Cengkeh Ekspor, Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan Produksi Rokok Kretek,
dan Harga Cengkeh Domestik Indonesia Tahun 1980-2006... 67 5.1.1. Produksi Cengkeh... 67 5.1.2. Luas Areal Cengkeh ... 70 5.1.3. Produktivitas Cengkeh... 73
5.1.4. Volume Impor dan Harga Cengkeh Impor ... 76 5.1.5. Volume Ekspor dan Harga Cengkeh Ekspor ... 79 5.1.6. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan Produksi
Rokok Kretek... 81 5.1.7. Harga Cengkeh Domestik... 83 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi, dan
5.2.7. Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek... 102 5.2.8. Produksi Rokok Kretek ... 105 5.2.9. Harga Cengkeh Domestik... 109 5.2.10. Harga Cengkeh Impor ... 112 5.2.11. Harga Cengkeh Ekspor... 115 5.3. Dampak Perubahan Faktor Ekonomi terhadap Produksi,
Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 ... 118 5.3.1. Hasil Validasi Model ... 118 5.3.2. Peningkatan Harga Cengkeh Domestik 20 Persen ... 119 5.3.3. Peningkatan Harga Pupuk 20 Persen... 120 5.3.4. Peningkatan Suku Bunga 20 Persen ... 121 5.3.5. Peningkatan Harga Jual Rokok Kretek 20 Persen ... 121 5.3.6. Depresiasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Sebesar 20 Persen ... 122 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 123 6.1. Kesimpulan ... 123
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Cengkeh Indonesia
Tahun 2001-2006 ... 4 2. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik dan Harga Cengkeh Dunia
Tahun 2001-2005 ... 6 3. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Cengkeh
Indonesia Tahun 2002-2006 ... 7 4. Perkembangan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006 ... 68 5. Perkembangan Luas Areal Cengkeh Indonesia Tahun 1980-2006 ... 71 6. Perkembangan Produktivitas Cengkeh Indonesia Menurut Status
Pengusahaan Tahun 1980-2006 ... 73 7. Perkembangan Volume, Nilai dan Harga Cengkeh Impor Indonesia
Tahun 1980-2006 ... 77 8. Perkembangan Volume, Nilai dan Harga Cengkeh Ekspor Indonesia
Tahun 1980-2006 ... 80 9. Kandungan Cengkeh dalam Rokok Kretek yang Digunakan Pabrik
Rokok Kretek ... 81 10. Perkembangan Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek dan
Produksi Rokok Kretek Indonesia Tahun 1980-2006... 83 11. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik Tahun 1980-2006... 84 12. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Produktivitas Cengkeh
(YCDt)... 88
13. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Luas Areal Cengkeh (ATCt) ... 92
14. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Impor Cengkeh (ICDt) ... 95
15. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Ekspor Cengkeh (XCDt)... 99
16. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Konsumsi Cengkeh Industri
Rokok Kretek (CCRt)... 103
17. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Produksi Rokok Kretek
18. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Domestik
(HCDt)... 109
19. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Impor (HCIt) .... 113
20. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Harga Cengkeh Ekspor
(HCXt)... 116
21. Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh Indonesia
Tahun 1999-2006... 118 22. Dampak Perubahan Faktor Ekonomi terhadap Produksi, Konsumsi,
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Kurva Fungsi Produksi ... 25
1. Kebijakan Pemerintah pada Industri Cengkeh di Indonesia ... 130 2. Pohon Industri Cengkeh ... 132 3. Luas Areal Perkebunan Cengkeh Indonesia Menurut Provinsi dan
Status Pengusahaan Tahun 2006... 133 4. Data yang Digunakan dalam Model... 134 5. Program Komputer Pendugaan Model Produksi, Konsumsi, dan
Harga Cengkeh Indonesia Menggunakan SAS Version 9.1 Prosedur
SYSLIN... 138 6. Hasil Pendugaan Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh
Indonesia ... 140 7. Hasil Dugaan Variabel Penjelas yang Berpengaruh Nyata terhadap
Variabel Endogen dalam Model Produksi, Konsumsi, dan Harga
Cengkeh Indonesia ... 149 8. Program Komputer Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga
Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 Menggunakan SAS Version
9.1 Prosedur SIMNLIN... 150 9. Hasil Validasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh
Indonesia Tahun 1999-2006... 153 10. Program Komputer Simulasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga
Cengkeh Indonesia Tahun 1999-2006 Menggunakan SAS Version
9.1 Prosedur SIMNLIN... 157 11. Hasil Simulasi Model Produksi, Konsumsi, dan Harga Cengkeh
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2006 peranan sektor pertanian terhadap PDB menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik yaitu mencapai 3.41 persen atau setara dengan Rp 204.2 triliun bahkan melebihi target Departemen Pertanian (Deptan) sebesar 2.9 persen, dimana pada sub sektor tanaman pangan mencapai Rp 77.3 triliun, hortikultura sebesar Rp 47.1 triliun, perkebunan Rp 50.5 triliun dan peternakan Rp 29.4 triliun (M. Fauzi, 2007). Selain dituntut mampu menciptakan swasembada pangan, sektor ini juga diharapkan mampu menyediakan lapangan dan kesempatan kerja serta pengadaan bahan baku bagi industri hasil pertanian (www.deptan.go.id).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor non-migas yang menjadi andalan untuk memperoleh devisa bagi Indonesia. Sektor ini juga dituntut untuk meningkatkan perolehan devisa negara dengan jalan meningkatkan volume ekspor hasil pertaniannya. Penerimaan devisa negara dari ekspor produk pertanian yang sempat turun di masa krisis ekonomi tahun 1998-1999, kembali mengalami masa pemulihan di tahun 2000-2005. Pada masa sebelum krisis (1995-1997) nilai ekspor sebesar 5 miliar US$/tahun. Di masa krisis mengalami penurunan menjadi 4.6 miliar US$/tahun, namun setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi 6.5 miliar US$/tahun (www.deptan.go.id).
kebijakan perdagangan tidak mengabaikan sektor pertanian, dalam arti kebijakan-kebijakan tersebut tidak bias kota, yaitu memprioritaskan aktivitas ekonomi kota yang biasanya digeluti para pelaku ekonomi skala besar. Demikian juga tidak bias modal, dalam arti kebijakan yang berorientasi mendukung para pemilik modal besar, padahal sektor pertanian umumnya digeluti oleh mereka yang dikategorikan sebagai pemodal kecil dan sedang (Irawan, 2006).
Salah satu sub sektor di sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor ini semakin penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional, mengingat makin terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber utama devisa negara. Pada sub sektor perkebunan terdapat banyak komoditas yang ditawarkan dan menjadi pilihan ekspor ke negara-negara lain, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang.
3
ekspor cengkeh yang memberikan penerimaan negara melalui devisa negara walaupun pada saat-saat tertentu Indonesia juga melakukan impor (Tabel 1). Negara utama tujuan ekspor cengkeh Indonesia adalah India dan Singapura.
Peran lain agribisnis cengkeh dalam perekonomian adalah dalam penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang terkait langsung maupun tidak langsung berkisar 6 juta orang, apabila satu tenaga kerja menghidupi istri dan anak maka industri rokok akan menghidupi sekitar 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia (GAPPRI, 2006). Selain itu, cengkeh juga berperan sebagai penyumbang pendapatan petani, mendukung berkembangnya industri, dan potensial untuk menjadi sarana pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah (Siregar dan Suhendi, 2006).
Kontribusi ekspor cengkeh sebagai salah satu komoditi sub sektor perkebunan di Indonesia selama enam tahun terakhir yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2006 cenderung fluktuatif seperti terlihat pada Tabel 1. Pada tahun 2002 volume ekspor cengkeh Indonesia sebesar 9 399 918 kg dengan nilai 25 973 204 US$. Volume ekspor cengkeh pada tahun 2003 adalah yang terbesar, dimana volume tersebut mampu mencapai 15 688 150 kg dengan nilai ekspor sebesar 24 929 372 US$. Peningkatan produksi yang besar ini disebabkan karena pada tahun 2003 terjadi panen raya. Pada tahun 2005 volume dan nilai ekspor cengkeh kembali menurun masing-masing sebesar 1 377 144 kg dan 1 120 682 US$ dibandingkan tahun 2004, akan tetapi pada tahun 2006 volume ekspor cengkeh kembali meningkat menjadi 11 269 811 kg dengan nilai sebesar 23 532 773 US$. Tabel 1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor-Impor Cengkeh Indonesia
Tahun 2001-2006
Ekspor Impor
Tahun
Volume (kg) Nilai (US$) Volume (kg) Nilai (US$)
2001 6 323 785 10 669 320 16 899 532 17 365 062
2002 9 399 918 25 973 204 796 416 653 472
2003 15 688 150 24 929 372 172 610 151 967
2004 9 059 802 16 037 068 8 669 7 864
2005 7 682 658 14 916 386 512 727
2006 11 269 811 23 532 773 1 337 823
Sumber: http://comtrade.un.org/db/dqBasicQueryResults.aspx? Diakses pada tanggal 28 Agustus 2007
5
tahun 2000-2004 berkisar antara 85 000 ton sampai 96 000 ton, dengan rata-rata penyerapan sekitar 92 133 ton/tahun (Husodo, 2006). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia melakukan impor terhadap komoditas cengkeh. Pada tahun 2001 volume impor cengkeh sebesar 16 899 532 kg dengan nilai 17 365 062 US$. Menurut Husodo (2006) peningkatan jumlah impor tersebut dikarenakan terjadinya panen kecil di dalam negeri dan diduga impor tersebut merupakan cengkeh Indonesia yang di reekspor oleh negara pengimpor, karena selain Indonesia hanya sedikit produksi dan penggunaan cengkeh oleh negara lain. Pada tahun 2002 pemerintah memandang perlu untuk menetapkan ketentuan impor cengkeh dalam rangka mengantisipasi lonjakan impor cengkeh yang mengakibatkan terjadinya penurunan harga cengkeh dan pendapatan petani di dalam negeri, yang diatur melalui Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 tertanggal 5 Juli 2002 tentang pengendalian impor cengkeh. Kebijakan ini ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh dengan tetap memperhatikan kepentingan industri pengguna cengkeh. Pada tahap awal, impor baru akan diizinkan apabila harga cengkeh produksi dalam negeri sudah naik hingga mencapai titik harga tertentu. Ketentuan impor cengkeh ini mengakibatkan terjadinya penurunan volume impor cengkeh yang sangat signifikan pada tahun 2002-2006, yaitu berkisar antara 512 kg pada tahun 2005 hingga 796 416 kg pada tahun 2002.
tahun 2001-2005 harga cengkeh dunia mengalami fluktuasi berkisar antara 1 803.69 US$/ton dan 7 107.29 US$/ton. Harga cengkeh dunia terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 1 803.69 US$/ton. Hal ini dikarenakan sejak tahun 2002 Indonesia mengurangi impor cengkeh yang pada awalnya Indonesia mengimpor cengkeh sekitar 70 persen dari volume perdagangan dunia. Penurunan impor ini diakibatkan oleh adanya Surat Keputusan Menperindag No.528/MPP/Kep/7/2002 tentang pengendalian impor cengkeh, sehingga menyebabkan impor cengkeh Indonesia menurun drastis yang berdampak pada penurunan harga cengkeh dunia (Siregar dan Suhendi, 2006). Demikian pula dengan harga cengkeh domestik mengalami fluktuasi berkisar antara 23 018 866 Rp/ton pada tahun 2003 dan 41 050 475 Rp/ton pada tahun 2001.
Tabel 2. Perkembangan Harga Cengkeh Domestik dan Harga Cengkeh Dunia Tahun 2001-2005
Tahun Harga Domestik (Rp/ton) Harga Dunia (US$/ton)
2001 41 050 475 7 107.29
2002 37 332 564 5 406.25
2003 23 018 866 1 803.69
2004 23 345 387 2 725.00
2005 28 958 048 2 600.00
Sumber: http://faostat.fao.org/site/570/DesktopDefault.aspx?PageID=570 diakses pada tanggal 30 Agustus 2007
7
cengkeh meningkat (Husodo, 2006). Pada tahun 2004 produksi cengkeh kembali mengalami penurunan menjadi 73 837 ton, akan tetapi sejak tahun 2005 hingga tahun 2006 produksi cengkeh kembali meningkat yaitu dari 78 350 ton menjadi 83 782 ton.
Tabel 3. Perkembangan Produksi, Produktivitas dan Luas Areal Cengkeh Indonesia Tahun 2002-2006
Tahun Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha) Luas Areal (ha)
2002 79 010 246.05 430 212
2003 116 415 285.56 442 331
2004 73 837 236.32 438 253
2005 78 350 247.59 448 858
2006* 83 782 260.49 455 392
Sumber: http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/2006 diakses pada tanggal 20 Agustus 2007
*): Data Sementara
Fluktuasi volume dan nilai ekspor-impor cengkeh juga dipengaruhi oleh produktivitas dan ketersediaan luas areal yang dapat diolah untuk melakukan agribisnis cengkeh. Pada tahun 2003 produktivitas cengkeh Indonesia adalah yang terbesar, yaitu 285.56 kg/ha atau meningkat sebesar 39.51 kg/ha dibandingkan pada tahun 2002 yang jumlah produktivitasnya hanya 246.05 kg/ha, sedangkan pada tahun 2004 produktivitas cengkeh mengalami penurunan menjadi 236.32 kg/ha. Sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 produktivitas cengkeh kembali meningkat dari 236.32 kg/ha pada tahun 2004 menjadi 260.49 kg/ha pada tahun 2006.
cengkeh dimiliki oleh rakyat (Lampiran 3). Pada periode tahun 2002 hingga tahun 2006 luas areal cenderung berfluktuasi dan mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 luas areal cengkeh berkurang menjadi 438 253 hektar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan banyak petani yang mengkonversikan lahan cengkeh dengan komoditi lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti kakao, kopi, dan berbagai jenis tanaman hortikultura (www.deptan.go.id). Pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2006 luas areal cengkeh kembali meningkat menjadi 455 392 hektar.
1.2. Perumusan Masalah
Indonesia merupakan negara konsumen sekaligus produsen cengkeh terbesar di dunia. Cengkeh merupakan salah satu komponen utama bahan baku rokok kretek. Besarnya pendapatan cukai dan kemampuannya menyediakan lapangan kerja berskala besar, menempatkan industri rokok sebagai salah satu bagian penting dalam ekonomi nasional. Tercapainya swasembada bahkan kelebihan produksi cengkeh, mengakibatkan peran komoditas dan nasib petani terpuruk selama dekade 90-an, akibatnya produksi terus menurun sejak tahun 2000, sehingga dikhawatirkan pada tahun 2009 Indonesia hanya mampu menyediakan separuh dari kebutuhan industri rokok kretek. Industri rokok kretek sendiri, berkembang sejak akhir abad ke-19. Tingginya kebutuhan devisa untuk memenuhi kebutuhan mengakibatkan ditetapkannya program swasembada cengkeh pada tahun 1970, antara lain melalui perluasan areal.
9
1970 menjadi 724 986 hektar pada tahun 1990. Swasembada dinyatakan tercapai pada tahun 1991, bahkan terlampaui, tetapi bersamaan dengan itu terjadi penurunan harga cengkeh. Pemerintah campur tangan untuk membantu petani mengatasi hal tersebut dengan: (1) mengatur tataniaga melalui pembentukan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), (2) mendiversifikasi hasil, dan (3) mengkonversi sebagian areal. Upaya-upaya tersebut tidak berhasil yang diindikasikan harga tetap tidak membaik, sehingga petani menelantarkan pertanamannya.
Luas areal cengkeh berkurang drastis karena ditelantarkan petani, sehingga pada tahun 2002 luas areal cengkeh hanya sebesar 430 212 hektar. Diperkirakan untuk tahun 2006 luas areal tanaman cengkeh hanya meningkat menjadi 455 392 hektar dengan tingkat produksi sebesar 83 782 ton. Penurunan ini akibat dari ketidakpastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanaman cengkehnya. Menurut GAPPRI, produksi juga turun sejak tahun 2000, sehingga diperkirakan tanpa upaya penyelamatan, tahun 2009 produksi cengkeh Indonesia hanya akan mampu menyediakan sekitar 50 persen dari kebutuhan pabrik rokok kretek yang rata-rata empat tahun terakhir mencapai 92 133 ton (www.deptan.go.id).
degradasi yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan (levelling off) produksi beberapa komoditas pertanian, antara lain komoditi cengkeh (www.deptan.go.id).
Produksi cengkeh dometik umumnya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yaitu sebagai bahan baku industri rokok kretek. Peluang ekspor cengkeh di pasar internasional juga memiliki prospek yang cukup baik, dimana selama periode tahun 2001-2006 volume dan nilai ekspor cengkeh cenderung mengalami peningkatan. Indonesia yang merupakan negara produsen maupun konsumen cengkeh diharapkan mampu meningkatkan penerimaan devisa negara melalui perkembangan produksi dan kegiatan ekspornya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:
1. Bagaimana perkembangan produksi cengkeh, luas areal cengkeh, produktivitas cengkeh, volume impor dan harga cengkeh impor, volume ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia?
3. Bagaimana dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006?
1.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
11
ekspor dan harga cengkeh ekspor, konsumsi cengkeh industri rokok kretek dan produksi rokok kretek, dan harga cengkeh domestik Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia.
3. Menganalisis dampak perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia tahun 1999-2006.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan masukan bagi individu atau instansi-instansi yang terkait seperti petani/produsen, eksportir, maupun pemerintah dalam mengambil keputusan dan menerapkan kebijakan-kebijakan dalam kaitannya dengan produksi, konsumsi, dan harga cengkeh Indonesia. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
2.1. Gambaran Umum Komoditi Cengkeh
2.1.1. Sejarah dan Penyebaran Tanaman Cengkeh
Daerah asal tanaman cengkeh sempat mengundang perdebatan dalam ruang lingkup internasional. Wiesner mengatakan cengkeh berasal dari Pulau Makian di Maluku Utara, sedangkan Toxopeus berpendapat, selain dari Maluku cengkeh juga berasal dari Irian (Hadiwijaya, 1986). Nicola Ponti dari Venesia mengungkapkan bahwa daerah asal cengkeh adalah Banda. Di daerah kepulauan Maluku ditemukan tanaman cengkeh tertua di dunia dan daerah ini merupakan satu-satunya produsen cengkeh terbesar di dunia (Bintoro, 1986).
Penyebaran tanaman cengkeh keluar Pulau Maluku dimulai sejak tahun 1769. Bibit tanaman ini mula-mula diselundupkan oleh seorang kapten dari Perancis ke Rumania, selanjutnya disebarkan ke Zanzibar dan Madagaskar. Penyebaran tanaman cengkeh ke wilayah Indonesia seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan baru dimulai pada tahun 1870. Sampai saat ini tanaman cengkeh telah tersebar ke seluruh dunia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka (Hadiwijaya, 1986).
2.1.2. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Cengkeh
13
Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium
Spesies : S. Aromaticum (L.) Merr. & Perry.
Menurut Hadiwidjaja (1986) varietas-varietas unggul cengkeh yang ditanam antara lain:
1. Cengkeh Siputih: (1) helai daun besar dan berwarna kuning atau hijau muda, (2) cabang kurang rimbun, dan (3) bunga besar, warna kuning, dan berjumlah belasan per rumpun.
2. Cengkeh Sikotok: (1) helai daun kecil, warna hijau sampai hijau tua kehitam-hitaman, dan lebih mengkilap, (2) cabang rimbun dan rendah, semua ranting tertutup daun, dan (3) bunga kuning kemerahan, tiap rumpun 20-50 bunga.
3. Cengkeh Zanzibar: (1) bentuk daun panjang ramping dan berwarna hijau gelap, (2) bunga berwarna lebih merah dengan produksi tinggi, dan (3) merupakan jenis terbaik.
2.1.3. Budidaya Tanaman Cengkeh
Di Indonesia, budidaya tanaman cengkeh cocok pada ketinggian 0-900 m dpl (paling optimum pada 300-600 m dpl) atau terletak pada ketinggian
15
tidak berbatu, berdrainase baik, dan kedalaman air tanah pada musim hujan tidak lebih dangkal dari 3m dari permukaan tanah dan pada musim kemarau tidak lebih dari 8m (Hadiwijaya, 1986).
2.1.4. Manfaat Cengkeh
Cengkeh banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Asia dan Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Bagian utama dari tanaman cengkeh yang bernilai komersial adalah bunganya, yang sebagian besar digunakan dalam industri rokok, yaitu hingga sekitar 90 persen. Selain digunakan sebagai bahan baku rokok kretek, cengkeh juga digunakan untuk industri farmasi dan industri makanan (Lampiran 2). Minyak cengkeh yang berasal dari bunga cengkeh, gagang/tangkai dan daun cengkeh mengandung eugenol dan bersifat anestetik dan antimikrobial. Eugenol tersebut dapat digunakan untuk aromaterapi, mengobati sakit gigi, menghilangkan bau nafas, dan dapat mengendalikan beberapa jamur patogen pada tanaman. Bunga cengkeh dalam bentuk tepung digunakan dalam proses pembuatan makanan yang dimasak dengan suhu tinggi (www.deptan.go.id). Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di Tiongkok dan Jepang. Minyak cengkeh juga digunakan dalam campuran tradisional choji (1 persen minyak cengkeh dalam minyak mineral) dan digunakan oleh orang Jepang untuk merawat permukaan pedang mereka (http://id.wikipedia.org/wiki/Cengkeh).
2.2. Standar Mutu Cengkeh Indonesia
bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior yaitu cengkeh keriput, patah, dan cengkeh yang telah dibuahi. Cengkeh rusak adalah cengkeh yang telah berjamur dan telah diekstraksi.
Standar mutu cengkeh di Indonesia tercantum di dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3392-1994 yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) dari Standar Perdagangan SP-48-1976 (http://warintek.progressio.or.id). Standar mutu cengkeh Indonesia adalah:
1. Ukuran: sama rata 2. Warna: coklat kehitaman 3. Bau: tidak apek
4. Bahan asing maksimum: 0.5-1.0 persen 5. Gagang maksimum: 1.0-5.0 persen 6. Cengkeh rusak maksimum: 0 persen 7. Kadar air maksimum: 14.0 persen
8. Cengkeh inferior maksimum: 2.0-5.0 persen 9. Kadar Atsiri maksimum: 16.0-20.0 persen
17
tampah atau pengering buatan. Selain itu, kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dikurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan (Hidayat dan Nurdjannah, 1997).
2.3. Tinjauan Kebijakan Tataniaga Cengkeh Indonesia
Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada industri cengkeh tidak hanya dari sisi peningkatan produksi namun juga mengenai pengaturan tataniaga cengkeh. Kebijakan ini telah dilakukan sejak tahun 1969 hingga tahun 2002 seperti terdapat pada Lampiran 1 dan terakhir adalah peraturan mengenai pengendalian impor cengkeh tahun 2002. Pada tahun 1990 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 306/KP/XII/1990 dibentuk badan sebagai pelaksana tataniaga cengkeh atau BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh) untuk melakukan kegiatan pembelian, penyanggaan, penjualan cengkeh, dan stabilisasi harga cengkeh di tingkat petani. Sehingga dalam penelitian ini mencoba menggunakan variabel dummy kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC. Kinerja tataniaga cengkeh nasional dapat digambarkan dalam tiga dekade yaitu (Wahyuni, dalam Sinaga dan Pakasi, 1999):
1. Dekade 70-an, diwarnai dengan adanya kekurangan produksi dalam negeri, harga cengkeh yang cenderung tinggi dan terus meningkat, sehingga impor dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut.
merangsang serta memotivasi petani secara kuat dalam mengembangkan usahatani cengkeh.
3. Dekade 90-an, terjadi kelebihan produksi pada awal dekade, produksi berlebih secara nasional merupakan akibat pertambahan areal pada dekade 80-an. Akibatnya harga cengkeh menurun bahkan menjadi rendah, seterusnya stok nasional meningkat pesat. Selain itu, tidak ada keinginan produsen untuk mengkonversi tanaman cengkehnya dengan tanaman lain.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.4.1. Penelitian Mengenai Cengkeh
19
tataniaga dapat menahan untuk tidak langsung menjual cengkeh yang dibeli dari petani, sampai pada tingkat harga yang dianggap menguntungkan.
Sinaga dan Pakasi (1999) melakukan penelitian mengenai dampak perubahan faktor ekonomi terhadap permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia dengan menggunakan data time series periode 29 tahun yaitu dari tahun 1970-1998 yang dianalisis secara simultan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keragaan produksi, permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia adalah harga pupuk, suku bunga, luas areal penanaman baik swasta, rakyat dan negara, kebijakan tataniaga cengkeh, upah tenaga kerja, harga ekspor, harga impor, harga di tingkat petani, harga di tingkat pabrik rokok, konsumsi industri pabrik rokok, total produksi cengkeh, impor cengkeh, ekspor cengkeh, ekspor rokok kretek, jumlah stok cengkeh, permintaan cengkeh, harga jual rokok kretek mesin, dan harga jual rokok kretek tangan. Produksi, permintaan dan penawaran cengkeh Indonesia respon terhadap harga ekspor dan impor cengkeh, total produksi cengkeh, peningkatan jumlah penduduk, jumlah stok cengkeh, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga cengkeh di tingkat petani, total konsumsi cengkeh, harga cengkeh di tingkat pabrik rokok, dan konsumsi industri rokok kretek.
akan berpengaruh dan merubah faktor-faktor lainnya. Dampak dari simulasi ke enam skenario menunjukkan terjadinya peningkatan luas areal, jumlah produksi, peningkatan permintaan dan penawaran cengkeh serta total konsumsi cengkeh. Ada perbedaan antara kebijakan tataniaga cengkeh dengan BPPC dan tanpa BPPC. Dengan BPPC memberikan dampak menurunnya luas areal. Selain itu, dengan adanya BPPC berdampak pada terjadinya penurunan jumlah penawaran dan permintaan cengkeh Indonesia, demikian juga dengan penurunan ekspor dan impor, serta terhadap pembentukan harga tingkat petani, harga ekspor, dan impor berpengaruh negatif.
21
2.4.2. Penelitian Mengenai Produksi dan Ekspor Produk Pertanian
Sihotang (1996) dalam penelitiannya mengenai analisis penawaran dan permintaan kopi Indonesia di pasar domestik dan internasional dengan periode 1969-1993. Penelitian ini menggunakan model ekonometrika persamaan simultan dengan metode Three Stage Least Square (3SLS). Hasil dari penelitian ini bahwa produksi kopi Indonesia tidak responsif terhadap harga kopi dan komoditas subtitusi di pasar domestik, harga ekspor, luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis robusta yang responsif terhadap luas areal dalam jangka panjang. Permintaan kopi di pasar domestik tidak responsif terhadap harga kopi, harga komoditi subtitusi dan komplementer serta pendapatan per kapita, namun sangat responsif terhadap pasokan ekspor.
pasar Jepang dan Amerika Serikat. Harga udang dunia disamakan dengan harga impor udang Jepang dan hasil estimasi menunjukkan bahwa perkembangan harga udang dunia tidak dipengaruhi oleh variabel ekspor udang dunia dan impor udang dunia. Sedangkan harga riil ekspor udang Indonesia dipengaruhi oleh semua variabel penjelas.
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Konsep dan Teori
Pada bagian ini akan dijelaskan konsep dan teori yang berhubungan
dengan penelitian antara lain mengenai fungsi produksi, permintaan faktor
produksi dan produksi cengkeh, permintaan cengkeh dan produksi rokok kretek,
teori perdagangan internasional, dan persamaan simultan.
3.1.1. Fungsi Produksi
Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik barang maupun
jasa (Lipsey, 1993). Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat
antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Tidak ada
produk yang dihasilkan hanya dengan menggunakan satu faktor produksi saja.
Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus-menerus berubah
seiring dengan kemajuan teknologi. Menurut Doll and Orazem (1984), fungsi
produksi selain menggambarkan hubungan antara faktor produksi dan hasil
produksi, juga menggambarkan tingkat dimana sumberdaya diubah menjadi
produk. Ada banyak hubungan faktor produksi dan hasil produksi dalam pertanian
karena faktor produksi yang diubah menjadi hasil produksi akan berbeda-beda
diantara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan, dan faktor lainnya. Tiap
hubungan faktor produksi-hasil produksi menggambarkan kuantitas dan kualitas
yang berbeda dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
tertentu. Lipsey (1993) juga mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan
fungsi yang memperlihatkan hasil produksi maksimum yang dapat diproduksi
fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara
matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut (Doll and Orazem, 1984):
Y = f (X1, X2, ..., Xn) ... (1)
dimana Y adalah hasil produksi dan X1, X2, ..., Xn adalah faktor produksi-faktor
produksi yang berbeda yang terlibat dan ambil bagian dalam produksi Y. Simbol f
menggambarkan bentuk hubungan dari faktor produksi menjadi hasil produksi.
Dalam melihat perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat adanya
perubahan penggunaan faktor produksi dalam fungsi produksi, dinyatakan dalam
konsep elastisitas produksi.
Elastisitas produksi = dY/dX . X/Y, atau ... (2)
Elastisitas produksi = Produk Marginal/Produk Rata-rata ... (3)
Suatu fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah produksi
(Gambar 1). Daerah tersebut dapat dibedakan berdasarkan elastisitas produksi
yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih
kecil dari nol (daerah III). Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi
lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu
persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu
persen atau pada saat PM lebih besar dari PR. Keuntungan maksimum belum
tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor
produksi yang lebih banyak. Karena itu, daerah I disebut sebagai daerah irrasional
(Irrational Region atau Irrational Stage of Production). Syarat keharusan untuk
tercapainya keuntungan maksimum adalah tingkat produksi yang terjadi harus
berada pada daerah II dalam kurva fungsi produksi. Pada daerah ini elastisitas
25
kurang dari nol. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen
akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling
rendah nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang
peningkatannya makin berkurang (diminishing/decreasing return). Pada tingkat
tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan
keuntungan maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor produksi sudah
optimal. Oleh karena itu, daerah II disebut sebagai daerah rasional (Rational
Region atau Rational Stage of Production).
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi
A
B
C Y (produk)
X3
X2
X1
X (faktor produksi) X (faktor produksi)
X2 X3
X1
PT
PR PM
I II III
PM, PR
Sumber: Doll and Orazem, 1984
dimana:
Titik A = Titik belok produksi
Titik C = Titik produksi marjinal
PT = Produksi Total
PR = Produksi Rata-rata
PM = Produksi Marjinal
Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol atau PM
sudah negatif, artinya setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan
penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan
bahwa pemakaian faktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut
juga sebagai daerah irrasional (Irrational Region atau Irrational Stage of
Production).
Doll and Orazem (1984) juga menyatakan bahwa di dalam teori ekonomi
produksi terdapat asumsi yaitu semua produsen berusaha untuk memaksimalkan
keuntungan yang ingin diperolehnya. Hal ini dapat dilihat pada persamaan:
π = Hy . Y – Hx . X ... (4)
Keuntungan maksimum dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi
keuntungan di atas terhadap faktor produksinya sama dengan nol.
Hy . dY/dX – Hx = 0 ... (5)
Hy . PMx = Hx ... (6)
dimana:
Hy . PMx= NPMx
Hx = BKMx
Y = Hasil produksi
X = Faktor Produksi
27
Hx = Harga Faktor Produksi
PMx = Produksi Marjinal
NPMx = Nilai Produk Marjinal
BKMx = Biaya Korbanan Marjinal
Sehingga persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
NPMx = BKMx ... (7)
Dalam proses produksi, keuntungan maksimal dapat tercapai saat Biaya
Korbanan Marjinal (BKMx) sama dengan Nilai Produk Marjinal (NPMx). Artinya
dengan menambah biaya sebesar satu persen akan meningkatkan penerimaan
sebesar satu persen juga. Jika perbandingan NPMx dan BKMx sama dengan satu
maka proses produksi sudah mencapai kombinasi optimal. Saat NPMx lebih kecil
dari BKMx menunjukkan bahwa dalam proses produksi, kombinasi penggunaan
faktor produksi sudah melewati batas. Sedangkan jika nilai perbandingan NPMx
dan BKMx lebih besar dari satu maka kombinasi pemakaian faktor produksi
masih kurang.
3.1.2. Permintaan Faktor Produksi dan Produksi Cengkeh
Pada pasar produk dan pasar faktor produksi yang bersaing sempurna,
fungsi penawaran mencerminkan kuantitas produk yang ditawarkan sebagai
fungsi dari harga produk dan harga faktor produksi. Suatu fungsi penawaran
perusahaan yang memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi
keuntungan yang dicapai melaui dua syarat yaitu syarat order pertama (first order
condition) dan syarat order kedua (second order condition). Menurut syarat order
pertama, fungsi keuntungan akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi
harus sama dengan harga masing-masing faktor produksi yang digunakan. Syarat
order kedua terpenuhi jika turunan kedua dari fungsi tersebut terhadap faktor
produksi lebih kecil dari nol, berarti fungsi produksi cembung ke arah titik asal
atau berada pada daerah rasional (Rational Stage of Production) (Beattie and
Taylor, 1995; Henderson and Quandt, 1980; Koutsoyiannis, 1975 dalam
Lifianthi, 1999).
Selanjutnya materi pokok teori produksi bertumpu pada fungsi produksi,
yaitu suatu fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara faktor produksi
dan hasil produksinya. Faktor produksi dapat dibedakan menjadi faktor produksi
tetap dan tidak tetap tergantung pada sisi produsen dalam jangka waktu tertentu.
Dalam jangka pendek, faktor produksi terdiri dari faktor produksi tetap dan tidak
tetap, dimana faktor teknologi belum berubah. Sedangkan dalam jangka panjang,
semua faktor produksi adalah tidak tetap dan teknologi belum berubah. Setelah
produsen berada pada posisi jangka waktu yang sangat panjang, maka faktor
produksi dan teknologi adalah tidak tetap. Dengan menyederhanakan persoalan,
maka dapat dimisalkan bahwa pada tingkat teknologi tertentu fungsi produksi
cengkeh adalah sebagai berikut:
QC = QC (PU, LA) ... (8)
dimana:
QC = Jumlah produksi cengkeh (unit)
PU = Jumlah faktor produksi pupuk (unit)
29
Jika diketahui harga cengkeh, harga faktor produksi pupuk, dan harga faktor
produksi lainnya masing-masing adalah HQC, HPU, dan HLA, maka keuntungan
produsen cengkeh dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = HQC * QC (PU, LA) – (HPU * PU + HLA * LA) ... (9)
Keuntungan maksimum dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi
keuntungan di atas terhadap masing-masing faktor produksinya sama dengan nol
dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
∂π / ∂PU = HQC * PU' – HPU = 0 atau HPU = HQC * PU'...(10)
∂π / ∂LA = HQC * LA' – HLA = 0 atau HLA = HQC * LA' ...(11)
dimana PU' dan LA' merupakan produk marginal dari faktor produksi PU dan LA.
Dari persamaan (10) dan (11) diketahui bahwa HQC, HPU, dan HLA merupakan
variabel eksogen, sedangkah PU dan LA merupakan variabel endogen. Oleh
karena itu, fungsi permintaan faktor produksi PU dan LA dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PUD = PUD (HPU, HLA, HQC) ...(12)
LAD = LAD (HLA, HPU, HQC)...(13)
dimana PUD dan LAD masing-masing adalah permintaan terhadap faktor produksi
pupuk dan faktor produksi lainnya. Dengan mensubstitusi persamaan (12) dan
(13) ke persamaan (8), maka fungsi produksi (penawaran) cengkeh dapat
dirumuskan sebagai berikut:
QCS = QCS (HQC, HPU, HLA) ...(14)
3.1.3. Permintaan Cengkeh dan Produksi Rokok Kretek
Faktor produksi utama dari pabrik rokok kretek adalah cengkeh, karena
pemintaan turunan (derived demand) dari pabrik rokok kretek. Oleh sebab itu
fungsi permintaan cengkeh dapat didefinisikan sebagai fungsi dari harga cengkeh,
harga faktor produksi lain, dan harga rokok kretek. Fungsi permintaan faktor
produksi yaitu cengkeh dan produksi (penawaran) rokok kretek dapat diturunkan
dari fungsi produksi pabrik rokok kretek, yang dirumuskan sebagai berikut:
QR = QR (CE, LT)...(15)
dimana:
QR = Jumlah produksi rokok kretek (unit)
CE = Jumlah faktor produksi cengkeh (unit)
LT = Jumlah faktor produksi lainnya (unit)
Jika diketahui harga rokok kretek, harga faktor produksi cengkeh, dan harga
faktor produksi lainnya masing-masing adalah HQR, HCE, dan HLT, maka
keuntungan produsen rokok kretek dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = HQR * QR (CE, LT) – (HCE * CE + HLT * LT) ...(16)
Keuntungan maksimum dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi
keuntungan di atas terhadap masing-masing faktor produksinya sama dengan nol
dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
∂π / ∂CE = HQR * CE' – HCE = 0 atau HCE = HQR * CE'...(17)
∂π / ∂LT = HQR * LT' – HLT = 0 atau HLT = HQR * LT'...(18)
dimana CE' dan LT' merupakan produk marginal dari faktor produksi CE dan LT.
Dari persamaan (17) dan (18) diketahui bahwa HQR, HCE, dan HLT merupakan
variabel eksogen, sedangkah CE dan LT merupakan variabel endogen. Oleh
karena itu, fungsi permintaan faktor produksi CE dan LT dapat dirumuskan
31
CED = CED (HCE, HLT, HQR)...(19)
LTD = LTD (HLT, HCE, HQR) ...(20)
dimana CED dan LTD masing-masing adalah permintaan terhadap faktor produksi
cengkeh dan faktor produksi lainnya. Dengan mensubstitusi persamaan (19) dan
(20) ke persamaan (15), maka fungsi produksi (penawaran) rokok kretek dapat
dirumuskan sebagai berikut:
QRS = QRS (HQR, HCE, HLT) ...(21)
3.1.4. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan antar negara atau perdagangan internasional sudah ada sejak
dahulu namun masih dalam jumlah dan ruang lingkup yang terbatas. Seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya taraf kehidupan yang
bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi menyebabkan peningkatan
kebutuhan masyarakat. Peranan perdagangan internasional sangat penting, karena
pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki, yaitu
negara yang hidup terisolasi, tanpa mempunyai hubungan perdagangan dengan
negara lain. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan
internasional diantaranya keterbatasan suatu negara dalam sumberdaya alam,
sumberdaya modal, tenaga kerja, teknologi dan perbedaan dalam penawaran dan
permintaan antar negara. Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan
arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana
efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara. Di samping itu, teori
perdagangan internasional juga mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperolehnya (gains from trade). Kebijakan
pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme baru
(new protectionism) (Salvatore, 1997).
Gambar 2 memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif
ekuilibrium dengan adanya perdagangan internasional. Kurva S dan kurva D
melambangkan kurva penawaran dan kurva permintaan terhadap komoditi
cengkeh di kedua negara. Sumbu tegak melambangkan harga-harga relatif untuk
komoditi X (Px/Py, atau jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu
negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditi X), sedangkan
sumbu mendatar melambangkan kuatitas komoditi X (cengkeh). Secara teoritis,
suatu negara (negara A) akan mengekspor komoditi cengkeh ke negara lain
(negara B) apabila harga domestik di negara A (sebelum terjadinya perdagangan)
relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B.
Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan karena
adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi
konsumsi domestik, sebesar BE. Dalam hal ini faktor produksi di negara A dalam
memproduksi cengkeh relatif berlimpah. Dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Negara B mengalami
kekurangan penawaran cengkeh karena konsumsi domestiknya melebihi produksi
domestik (excess demand), sebesar B’E’ sehingga harga menjadi lebih tinggi.
Pada kesempatan ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi cengkeh dari
negara lain yang harganya lebih murah.
Apabila kemudian terjadi komunikasi antar negara A dan negara B, maka
akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Sebelum terjadinya
33
sedangkan di negara B sebesar Pb. Penawaran di pasar internasional akan terjadi
jika harga internasional lebih besar dari Pa, sedangkan permintaan di pasar
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari Pb. Pada saat
harga internasional sama dengan Pw, maka di negara B terjadi kelebihan
permintaan sebesar B’E’, sedangkan di negara A terjadi kelebihan penawaran
sebesar BE. Perpaduan antara kelebihan penawaran di negara A dan kelebihan
permintaan di negara B akan menentukan harga yang terjadi di pasar
internasional, yaitu sebesar Pw. Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara
A akan mengekspor cengkeh sebesar BE, dan negara B akan mengimpor cengkeh
sebesar B’E’.
X X
Gambar 2. Kurva Terjadinya Perdagangan Internasional
Db
Kondisi nilai tukar seperti terdepresiasinya rupiah terhadap dollar
merupakan faktor yang dapat menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kanan.
Nilai tukar menggambarkan daya saing suatu negara dalam perdagangan
Indonesia menjadi relatif lebih murah sehingga mendorong terjadinya peningkatan
jumlah penawaran ekspor (Mankiw, 2000). Mekanisme pengaruh perubahan kurs
terhadap volume ekspor dapat dilihat pada Gambar 3. Seandainya di negara A
terjadi depresiasi kurs seperti yang terlihat pada penurunan kurs dari e1 menjadi e2
akan meningkatkan ekspor bersih dari NX1 ke NX2. Peningkatan dalam ekspor
bersih ini akan menggeser kurva pengeluaran yang direncanakan ke atas dan
meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Peningkatan hasil produksi ini terjadi
karena adanya peningkatan ekspor bersih sebagaimana ditunjukkan pada gambar
perpotongan Keynesian. Penurunan kurs yang terjadi ini menyebabkan terjadinya
peningkatan hasil produksi pada kurva investasi dan tabungan (IS). Kurva IS
meringkas hubungan antara kurs dan pendapatan, semakin rendah kurs maka
semakin tinggi tingkat pendapatan. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa
penurunan kurs (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor.
Selanjutnya dapat dijelaskan pula bagaimana mekanisme peningkatan volume
ekspor yang disebabkan penurunan kurs pada gambar perdagangan internasional.
Semula sebelum terjadinya penurunan kurs, besarnya nilai excess supply di negara
A sebesar BE. Setelah terjadinya penurunan kurs menyebabkan terjadinya
peningkatan excess supply menjadi FG. Kondisi ini mengakibatkan kurva
penawaran dunia mengalami pergeseran dengan titik awal yang sama. Pergeseran
kurva penawaran dunia dari Sw menjadi Sw1 menyebabkan tingkat harga dunia
yang terjadi lebih rendah dan volume perdagangan internasional meningkat dari
0Q1 menjadi 0Q2. Negara pengimpor merespon perubahan harga ini dengan
meningkatkan jumlah impornya. Besarnya volume ekspor negara A setelah
35 a). Kurva Ekspor Bersih Negara A
Pw
Negara A Perdagangan Internasional Negara B
3.1.5. Persamaan Simultan
Menurut Gujarati (1997), persamaan simultan adalah model yang terdapat
lebih dari satu variabel tak bebas dan lebih dari satu persamaan. Persamaan
simultan berbeda dengan persamaan tunggal di mana hanya terdapat satu
persamaan yang menghubungkan satu variabel tak bebas tunggal dengan sejumlah
variabel yang menjelaskan baik nonstokastik atau jika stokastik, (diasumsikan)
didistribusikan secara bebas dari unsur gangguan stokastik. Suatu ciri unik dari
persamaan simultan adalah bahwa variabel tak bebas dalam satu persamaan
mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari
sistem. Bentuk umum dari persamaan simultan tersebut dapat dihipotesiskan
sebagai berikut:
Y1i = β10 + β12 Y2i + γ11X1i + u1i ...(22)
Y2i = β20 + β21 Y1i + γ21X1i + u2i ...(23)
dimana Y1 dan Y2 merupakan variabel yang saling bergantung, atau bersifat
endogen, dan X1 merupakan variabel yang bersifat eksogen dan dimana u1 dan u2
unsur gangguan stokastik (Gujarati, 1997).
3.1.6. Persamaan Produktivitas Cengkeh, Luas Areal Cengkeh, Produksi Cengkeh, Impor Cengkeh, Ekspor Cengkeh, Penawaran Cengkeh, Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek, Produksi Rokok Kretek, Harga Cengkeh Domestik, Harga Cengkeh Impor, dan Harga Cengkeh Ekspor
3.1.6.1. Produktivitas Cengkeh
Penggunaan teknologi dalam produksi cengkeh dapat dilihat dari
produktivitas cengkeh Indonesia. Nilai produktivitas diperoleh dengan membagi
produksi dengan luas areal cengkeh sehingga dalam hal ini produksi merupakan