• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.2. Profil Kampung Ciburuy

Kampung Ciburuy ini merupakan areal penanaman padi sawah yang terbesar di Desa Ciburuy ini. Oleh karena itu, bekerja di bidang pertanian adalah mata pencaharian yang dominan bagi sebagian besar penduduk di kampung ini. Selain itu, di kampung ini pun ada penduduk yang bermatapencaharian sebagai

pedagang, pegawai negeri sipil, wiraswasta, pengojek, dan buruh pabrik. Di kampung ini pun masih terdapat pengangguran yang mayoritas adalah para pemuda (laki-laki). Hal ini dikarenakan kesempatan kerja di sektor industri - yang banyak berdiri di sekitar Desa Ciburuy ini - lebih banyak diberikan pada tenaga kerja perempuan. Di sisi lain, untuk bekerja di sektor pertanian, para pemuda tersebut tidak memiliki lahan, tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman, serta tidak memiliki modal. Dengan segala keterbatasan tersebut, maka melalui kelompok taruna tani, Ketua Gapoktan dan PPL setempat menyelenggarakan sekolah lapang bagi para pemuda tani secara berkelanjutan. Menurut Ketua Gapoktan, para pemuda di kampung ini memiliki kemauan untuk belajar dan memiliki tenaga yang dapat mereka manfaatkan untuk berpartisipasi dalam proses regenerasi di bidang pertanian ini. Beberapa pemuda tani pun seringkali diberi kesempatan oleh Ketua Gapoktan dan PPL setempat untuk mengikuti berbagai tawaran pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pelatihan di luar Desa Ciburuy. Di samping itu, para pemuda setempat juga banyak yang menjadi pengojek, menjadi pekerja di koperasi, dan membuka usaha budidaya ikan meskipun dengan modal yang relatif kecil.

Sebagai wilayah yang dominan bergerak di bidang pertanian, di Kampung Ciburuy ini terdapat sarana infrastruktur yang cukup memadai. Ketersediaan jalan desa sepanjang 1,5 meter yang melintasi kampung ini, cukup mempermudah proses distribusi hasil pertanian. Selain itu, terdapat saung pertemuan Gapoktan Silih Asih, ruang belajar untuk kegiatan pelatihan, sarana penjemuran dan penggilingan padi, pengeringan gabah (dryer), lokasi pembuatan pupuk kompos, lokasi pembuatan pupuk organik (organic fertilizer atau OFER), gudang beras, gudang pupuk, lokasi penapian beras, gudang dan alat-alat produksi pertanian (traktor, pengukur PH tanah, spryer), kolam-kolam ikan dan areal kandang ternak kambing sebagai sarana pelatihan pertanian, gedung koperasi kelompok tani “Lisung Kiwari”, serta 8 toko/warung yang menjual kebutuhan sehari-hari yang tersebar di sepanjang jalan Kampung Ciburuy ini.

Pada komunitas petani di Desa Ciburuy, struktur sosial terbagi menjadi pemilik lahan, pemilik-penggarap lahan, penggarap lahan, pekerja tetap (buruh harian tetap), dan buruh tani (buruh harian lepas). Pemilik lahan sebagian besar

60 berada di luar Kampung Ciburuy, seperti dari Cigombong, Kota Bogor, Jakarta dan dari perusahaan Bakrie Brothers. Pada umumnya, para pemilik lahan memiliki orang kepercayaan di Kampung Ciburuy ini yang diberi kuasa untuk bertanggung jawab atas pengelolaan hasil lahan mereka. Dari data kelompok tani di Kampung Ciburuy diketahui bahwa hampir 50 persen petani hanya memiliki luas lahan garapan yang relatif sempit yaitu sekitar 0,25 – 0,5 Ha (Tabel 9). Jadi, sebagian besar petani di Kampung Ciburuy ini adalah petani penggarap dengan luas lahan garapan rata-rata sekitar 3000 m2.

Tabel 9. Sebaran Luas Lahan Garapan Petani di Kampung Ciburuy Sebaran luas lahan garapan

(Ha)

Jumlah petani penggarap (orang) Persentase (%) < 0,25 42 33,3 0,25 – 0,5 60 47,6 0,5 - 1 19 15,1 > 1 5 3,9 Total 126 100

Sumber : Data diolah, 2009

Di Kampung Ciburuy ini, ada seorang tokoh masyarakat yang sangat disegani. Beliau adalah Pak Haz (76 tahun) yang menjadi Ketua Gapoktan Silih Asih. Beliau adalah seorang pemilik-penggarap lahan, namun juga sebagai pemegang kuasa atas kepemilikan lahan yang sangat luas di Kampung Ciburuy, milik kakak beliau. Semua orang mengenalnya sebagai orang yang memiliki kepemimpinan yang tinggi, memiliki kemampuan manajerial bahkan kemampuan analisis yang sangat baik. Beliau berwawasan luas, cerdas, memiliki ingatan yang kuat dan memiliki kemampuan jauh di atas rata-rata dengan orang-orang seusianya. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, beliau berhasil membawa nama kelompoknya menjadi kelompok teladan di tingkat nasional dalam pengembangan lembaga ekonomi pedesaan di daerahnya. Beliau seringkali diundang dalam pertemuan-pertemuan di tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan nasional. Namanya semakin dikenal bahkan di tingkat internasional. Beliau pernah diundang ke Singapura dan ke Malaysia untuk menjadi pembicara dalam seminar.

Pak Haz memiliki dua orang putra yang kini membantu beliau dalam mengelola usaha pertanian di kampung ini. Kang Hk (37 tahun) menjadi ketua Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” sekaligus bertanggung jawab dalam

proses distribusi beras di kampung ini, sedangkan Kang Hp (30 tahun) menjadi bendahara. Adapun Pak Sum (adik Pak Haz) menjadi sekertaris koperasi kelompok tani tersebut. Dengan berada di bawah manajemen “keluarga” ini, maka Koperasi Kelompok Tani “Lisung Kiwari” dikelola dengan sangat baik bahkan menjadi teladan di tingkat Kabupaten Bogor. Selain itu, keluarga Pak Haz ini juga tampaknya mewarisi kesuksesan dari orangtua Pak Haz sendiri yang dahulu menjadi petani sukses dengan kepemilikan lahan yang luas dan menjadi keluarga terpandang di Kampung Ciburuy ini.

Selama kurun waktu 33 tahun, sejak beliau mulai mengembangkan kelompok tani di Kampung Ciburuy tahun 1976 lalu, hingga saat ini beliau sudah dikenal luas oleh berbagai lembaga pertanian baik atas nama beliau sendiri maupun atas nama Gapoktan Silih Asih. Mitra Gapoktan Silih Asih pun sudah meluas. Beberapa lembaga yang disebutkan oleh Pak Haz adalah sebagai berikut lembaga pemerintahan mulai dari pusat melalui Deptan, propinsi dan kabupaten melalui Dinas Pertanian, kecamatan melalui Petugas Penyuluh Kecamatan (PPK), Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), dan pemerintah Desa Ciburuy. Selain itu dengan Dinas Perkoperasian, LPSDM IPB, PPMSDMP/P2MKP, BBDPKH, BIOTEKBUN, Dompet Dhuafa Republika melalui Masyarakat Mandiri dan Lembaga Pertanian Sehat, PT. Coat Rejo, PT. Indokonsul, Bogor Nirwana Regency (BNR), PT. Bakrie Brothers, dengan berbagai univesitas seperti IPB, ITB, UT, UIKA, UNPAK, UIN, dan STPP. Gapoktan Silih Asih juga bermitra dengan Gapoktan lainya yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, dan Kecamatan Caringin. Gapoktan tersebut adalah Gapoktan Harapan Maju, Gapoktan Maju Jaya, Gapoktan Tumeka, Gapoktan Bersaudara, Gapoktan Dewi Sri, Gapoktan Wanti Asih, Gapoktan Mekar Sejahtera, Gapoktan Tugu Jaya, dan Gapoktan Antanan.

Di Kampung Ciburuy ini, terdapat beberapa kelembagaan sosial kemasyarakatan. Di samping kelembagaan pemerintahan seperti kelembagaan rukun tetangga dan rukun warga, juga terdapat kelembagaan pengajian, kelembagaan arisan, dan kelembagaan kredit barang. Pada satu kampung saja hampir setiap hari terdapat jadwal pengajian baik bapak-bapak ataupun ibu-ibu. Biasaya pengajian dilakukan pukul 4 sore sampai pukul 5 sore. Pengajian tersebut

62 khusus untuk kaum perempuan saja atau kaum laki-laki saja. Namun, pemimpin pengajian tetap laki-laki. Untuk pengajian kaum perempuan, pemimpin pengajian tersebut menyampaikan ceramahnya dan berdiskusi dengan peserta pengajian dengan dibatasi sehelai kain yang disebut dengan “hijab” atau pembatas, sehingga mereka tidak dapat bertatap muka secara langsung. Hal ini dtujukan untuk menjaga pandangan mata karena mereka lawan jenis. Warga setempat menyebut guru ngaji mereka adalah “Ajengan” atau “Kyai”. Di kampung ini ada dua ajengan, yaitu Ajengan Ij dan Ajengan Ku. Pengajian tersebut diadakan di “madrasah”, demikian warga setempat menyebut tempat pengajian. Tampak beberapa “madrasah” tersebar di antara jalan-jalan penduduk. Adapun mesjid besar di kampung ini berjumlah 4 buah. Umumnya lebih difungsikan untuk sholat Jum’at.

Menurut ketua RT 02, Pak Ds (40 tahun), di Kampung Ciburuy ada paham ASPEK (anti speaker) dan non-ASPEK (pengguna speaker). Jadi, pada umumnya di kampung ini, mesjid-mesjid tidak menggunakan pengeras suara saat mengumandangkan adzan maupun untuk memberi informasi kepada warga setempat. Kumandang adzan terlebih dahulu diawali oleh tabuhan “bedug”. Tidak hanya di mesjid, bagi para penganut paham ini, mereka tidak mengakses televisi, radio dan barang-barang yang memiliki unsur pengeras suara. Menurut paham ini, barang-barang tersebut hanya akan melenakan orang dari mengingat Alloh SWT. Memang hanya minoritas warga kampung yang menganut paham ini dan benar- benar menerapkan paham tersebut. Namun, sebagian besar warga tampaknya memiliki barang-barang elektronik yang “berspeaker” tersebut. Menurut Pak Haz yang non-ASPEK, sebagian besar warga tidak bermasalah bila tidak ada pengeras suara dari masjid.”Daripada ribut, kita ngalah aja! Tapi aneh juga karena pemimpin ajaran ASPEK tersebut punya HP, kan HP ada speakernya juga!”, demikian pernyataan Pak Haz yang disampaikannya dengan tersenyum.

Di kampung inipun terdapat kelembagaan arisan yang diikuti hanya oleh kaum perempuan. Terdapat dua jenis arisan yaitu arisan dua mingguan dan arisan bulanan. Uang arisan dua mingguan dikenakan uang arisan sebesar Rp 5000,- per kali narik, sedangkan untuk arisan bulanan dikenakan Rp 50000,-. Peserta arisan ini tidak banyak, hanya sekitar 10 sampai 20 orang. Hanya ibu-ibu yang

mempunyai uang dan mempunyai pekerjaan saja yang ikut bergabung. Informasi inipun saya diperoleh dari seorang ibu yang bekerja di penapian beras. Beliau menjadi anggota dari kedua jenis arisan tersebut. Adapun pengumpul uang arisan adalah seorang Ibu Haji yang nampak terpandang di kampung tersebut.

Sudah sejak lama kelembagaan kredit barang berlangsung di kampung ini. Warga yang memanfaatkan kelembagaan inipun sudah banyak baik ibu-ibu, bapak-bapak, maupun para pemuda. Semua jenis kebutuhan dapat dipesan kepada Si Jangkung, demikian panggilan warga setempat kepada tukang kredit tersebut. Baik sandal, sepatu, baju, handuk, panci, piring, lemari, kursi, bahkan tempat menjemur pakaian dapat dipesan dan dibayar secara kredit sebesar Rp 1000,- setiap harinya. Dengan cicilan rendah seperti itu, warga pun tertarik untuk terus memesan barang padanya. Terlebih Si Jangkung pun tidak memaksa dan sering memberi kelonggaran dalam proses pembayaran kreditan. Apabila seseorang sudah melunasi barang pesanannya, Si Jangkung tidak segan untuk menawari kembali agar tetap kredit barang padanya.

Terkait dengan dinamika penduduk di Kampung Ciburuy ini, Pak Haz mengemukakan bahwa mobilitas penduduk tidak terlalu tinggi sehingga kampung inipun tidak berkembang secara signifikan. Salah satu indikator yang tampak adalah dengan pertambahan pemukiman penduduk yang dikarenakan bukan oleh faktor pendatang melainkan karena pertambahan jumlah anggota keluarga penduduk asli setempat. Anggota keluarga yang sudah menikah kemudian membangun tempat tinggal tetap di sekitar kampung tersebut. Pak Haz menambahkan bahwa di kampung ini tidak banyak pendatang khususnya orang Jakarta atau penduduk yang berasal dari luar kampung karena daerah kampung ini kurang menarik dan kurang menguntungkan untuk dijadikan tempat bermukim atau tempat investasi. Para pendatang pasti lebih memilih untuk bermukim di daerah Puncak yang hanya berjarak 15 sampai 20 km dari kampung ini.