• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL TAFSIR

B. Profil Tafsir

1. Motivasi Buya Hamka Dalam Menulis Tafsir

Berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan anggota jamaah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut menjadi pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga tercipta Tafsfr al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun dan terdidik dalam keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang masih berpangkat letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-saudagar, agen automobil dengan relasinya yang luas, importir dan eksportir kawakan di samping saudagar perantara, pelayan dan tukang kebun, pegawai negeri, beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu membentuk masyarakat yang beriman, dipadukan dalam shalat berjamaah, pada shaf yang teratur, menghadapkan muka dengan khusyu' kepada Ilahi.32

Saat-saat menyusun tafsir ini, wajah-wajah mereka itulah yang terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi mendalam sehingga dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-mata bisa dipahami.oleh

32 Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, (Jakarta: Puspita Sari Indah, 1993), 3-4.

sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu rendah, sehingga menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-Azhar rnudah dipahami dari berbagai kalangan masyarakat yang tidak bisa berbahasa Arab sekalipun.33

Tafsir al-Azhar merupakan hasil kumpulan materi tafsir yang disampaikan oleh Hamka. Pelajaran tafsir yang diselenggarakan setelah shalat Subuh di Masjid Agung al-Azhar telah terdengar di mana-mana ke seluruh penjuru di Indonesia. Sejak tahun 1959 ketika itu mesjid ini belum bernama al-Azhar, pada waktu yang sama Hamka bersama KH Fakih Usman dan H.M Yusuf Ahmad, menerbitkan majalah Panji Masyarakat. tidak lama setelah berfungsinya Mesjid al-Azhar suasana politik yang mulai digambarkan terdahulu mulai muncul. Agistasi pihak PKI dalam mendeskreminasikan orang-orang yang tidak sejalan dengan kebijaksanaan mereka bertambah meningkat, Mesjid al-Azharpun tidak luput dari kondisi tersebut. Mesjid ini dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”.34

Keadaan bertambah memburuk ketika penerbitan No. 22 tahun 1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi Kita” Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima Panji Masyarakat bila memuat artikel tersebut. Namun hal itu di pandang Hamka sebagai perjuangan memegang amanah yang dipercayakan oleh Mohammad Hatta kepundaknya. “Demokrasi Kita “ harus dimuat. Dengan demikian izin Panji Masyarakat dicabut. Caci maki dan fitnah kaum komunis terhadap kegiatan Hamka di Mesji al-Azhar bertambah menigkat caci maki dan fitnah kaum komunis terhadap kegiatan Hamka di Mesjid al-Azhar bertambah menigkat. Atas bantuan Jenderal Sudirman dan Kolonel

33

Yunus Amir Hamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, 4. 34

M. Yunan yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telah Atas

Muchlas Rowi, diusahakan penerbitan majalah Gema Islam. Walaupun secara formal majalah Gema Islam dipimpin Jenderal Sudirman dan Kolonel Muchlas Rowi tetapi pimpinan aktifnya adalah Hamka. Ceramah Hamka setelah sholat subuh di mesjid Azhar yang mengupas tafsir al-Azhar secara teratur dalam majalah ini. Dan berjalan sampai Januari 1964.35

Atas dasar usul dari seorang pegawai tata usaha majalah Gema Islam waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, maka seluruh pelajaran tafsir yang diselenggarakan setelah shalat Subuh, kemudian dimuat di dalam majalah Gema Islam. Atas inisiatif ini Hamka kemudian memberikan nama pelajarannya dengan "Tafsir al-Azhar", mengambil nama dari masjid yang dipergunakan untuk menyampaikan materi tafsirnya yaitu Masjid Agung al Azhar, yaitu masjid yang penamaannya diberikan oleh Syeikh Jami' al-Azhar ketika berkunjung ke Jakarta. Tanpa diduga sebelumnya, pada hari senin 12 Ramadhan 1383, bertepatan 27 Januari 1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian dihadapan kira-kira 100 orang jamaah di Mesjid al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa orde lama lalu dijebloskan ke dalam tahanan. Sebagai tahanan politik, Hamka ditempatkan dibeberapa rumah peristirahatan di kawasan puncak, yakni bunglow Herlina, Harjuna Bungalow Brimob Megamendung, dan kamar tahanan polisi cimacan. Di rumah inilah Hamka mempunayi kesempatan yang cukup untuk menulis Tafsir al-Azhar. Disebabkan kesehatannya mulai menurun. Hamka kemudian dipindahkan ke rumah sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama perawatan di rumah sakit Hamka meneruskan penulisan tafsir al-Azhar. Akhirnya setelah kejatuhan orde lama, kemudian orde baru bangkit di bawah pimpinan Soekarno, lantas kekuatan PKI pun telah tumpas.

Hamka dibebaskan dari tuduhan. Pada tanggal 21 Januari 1966, Hamka kembali menemukan kebebasannya setelah mendekam dalam tahanan selama lebih kurang dua tahun dengan tahanan rumah dua bulan dan tahanan kota dua bulan. Kesempatan inipun digunakan Hamka untuk memperbaiki serta menyempurnakan tafsir al-Azhar yang sudah pernah ditulis dibeberapa rumah tahanan sebelumnya. Penerbitan pertama tafsir al-Azhar dilakukan oleh penerbit Pimpinan Masa, Pimpinan Haji Mahmud cetekan Pertama oleh pembimbing masa, merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5 sampai juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.36 Tafsir al-Azhar karya Syeikh Haji Abdul Malik Karim Amirullah (Hamka) merupakan salah satu kitab tafsir berbahasa Indonesia, paling laris dan banyak diminati, baik kalangan awam maupun kalangan terpelajar di Indonesia. Selain karena bahasanya yang mudah dipahami, Tafsir al-Azhar sarat dengan makna. Bagi mereka yang pernah membacanya, pasti akan mengetahui betapa luasnya dan dalamnya ilmu yang dimiliki oleh penafsir. Hamka tidak hanya mendalami ilmu-ilmu bantu bagi penafsiran al-Qur'an, tetapi juga menguasai h}azanah ilmu-ilmu sastra dan juga ilmu pengetahuan modern lainnya. Tingkat keilmuan Hamka tidak hanya diakui di Indonesia, terbukti telah mendapatkannya gelar kehormatan di negara lain yaitu dengan gelar kehormatan sebagai Doktor Honoris Causa di Cairo Mesir dan di Malaysia. Tafsir Hamka yang merupakan karya yang masih bisa dinikmati hingga masa kini dan berharap agar menjadi sumbangan bagi khazanah ilmu pengetahuan khususnya masyarakat Indonesia yang mau mempelajari ilmu al-Qur'an

36

dan kandungannya. Hamka mengharap agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang aman, damai dan modern di bawah lindungan Allah swt. Tafsir ditulis membawa corak pandang hidup penafsir, haluan dan maz\habnya. Dalam tafsir ini Hamka meurujuk pada maz\hab salaf, yaitu maz\hab Rasulullah saw. para sahabat dan ulama yang mengikuti jejak beliau tentang aqidah dan ibadah. Hamka mengikuti yang mendekati kebenaran dan meninggalkan yang menyimpang. Mengenai pengetahuan umum Hamka kerap kali meminta bantuan kepada ahlinya.37

Di dalam tafsirnya Hamka tidak menonjolkan salah satu maz\hab dan maz\hab-maz\hab yang berkembang. Beliau menampilkan berbagai pendapat para ulama dan fuqaha dengan dalil-dalilnya, kemudian beliau analisis menurutnya paling kuat hujjahnya. Mengetahui rahasia maka pertikaian-pertikaian maz\hab tidaklah dibawakan dalam tafsir ini, dan penulis tidaklah ta'as}ub kepada suatu faham, melainkan mencoba sedaya upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dari lafaz\ bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang berpikir. 38 Di dalam al-Qur‟an berkali-kali disebut soal atom, sedang penulis tafsir bukanlah seorang ahli atom. Kalau syarat hendak dipenuhi tentu tafsir ini tidak akan dikerjakan. Akan tetapi pekerjaan penulisan mendasak untuik membangkit minat angkatan muda Islam di tanah air Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi al-Qur‟an di zaman sekarang, padahal mereka tidak memiliki kemampuan berbahasa Arab. Mayoritas angkatan muda sekarang mencurahkan minat pada agamanya karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan dalam . semangat mereka pada agama telah tumbuh tetapi “rumah “ telah

37 Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I (Jakarta: Gema Insasni, 2015), ix . 38 M. Yunan Yususf, Corak Pemikiran Kalam Dalam tafsir al-Azhar, 58.

kelihatan, jalan ke sana tidak tahu. Untuk mereka inilah utamanya tafsir ini disusun.39

Yang kedua golongan peminat Islam yang disebut mubalig atau ahli dakwah. Dikalangan mereka ada yang banyak dan ada yang sedikit mengetahui ilmu bahasa Arab, mubalig menghadapi bangsa yang sudah mulai cerdas dengan habisnya buta huruf. Keterangan-keterangan yang didasarkan pada agama, padahal tidak masuk akal, sudah berani mereka membantahnya. Padahal kalau mereka diberi keterangan al-Qur‟an langsung, akan terlepas dari dahaga jiwa. Maka tafsir ini adalah sebagai alat penolong bagi mereka untuk menyampaikan dakwah.40

Tafsir-tafsir bahasa Arab yang terkenal sebagai pegangan para ulama-ulama dikenal juga dalam haluan pengarang. Seperti tafsir al-Ra>zi dikenal kecenderungan tafsirnya untuk membela maz\habnya, yaitu maz\hab Syafi‟i. Kalau dibaca tafsir al-Kas-sya>f dari Zamakhsyari, orang akan mengenal pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu Mu‟tazilah. Dan kalau dibaca tafsir yang dikarang di akhir abad tiga belas Hijriyah (abad sembilan belas Miladiyah), yaitu ruhul ma‟ani, karangan al-alu>si, akan nyatalah pembelaannya pada maz\hab yang dianutnya yaitu maz\hab Hanafi dan dikritiknya dengan halus atau keras maz\hab yang ditinggalkannya, yaitu maz\hab Syafi‟i.41

Tafsir al-Azhar merupakan mahakarya Buya Hamka, ditulis oleh ulama Melayu dengan gaya bahasa khas dan mudah dicerna. Di antara ratusan judul buku mengenai agama, sastra, filsafat, tasawuf, politik, sejarah dan kebudayaan yang melegenda hari ini, bisa dibilang tafsir

39

al-Qur‟an mengandung segala macam ilmu ; ilmu tauhid, akhlak, tasawuf, fiqih, sejarah, dan ilmu dengan segala cabangnya. Setiap Vak ilmu itu bermacam-macam. Lihat. Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid I, 4.

40

Firdaus A.N. Syeh Muhammad Abdullah dan Perjuangannya dalam Risalah

Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 59.

Azhar adalah karya Hamka paling fenomenal. Disamping sebagai ulama dan politisi berpengaruh, sejarah juga mencatat Hamka sebagai sastrawan cerdas.42

2. Sumber Tafsir Buya Hamka

Sumber Penafsiran, dalam hal ini Buya Hamka dalam tafsirnya menggunakan tafsir bi al-ra‟yu, beliau memberikan penjelasan secara ilmiah (ra‟yu) apalagi terkait masalah ayat-ayat kauniyah.43

Namun walaupun demikian beliau juga tetap menggunakan tafsir bi al-Ma‟ŝur44 sebagaimana yang beliau jelaskan sendiri dalam pendahuluan tafsirnya bahwa al-Qur‟an terbagi kedalam tiga bagian besar (fiqih, Aqidah dan Kisah) yang menjadi keharusan (bahkan wajib dalam hal fiqih dan akidah) untuk disoroti oleh sunnah tiap-tiap ayat yang ditafsirkan tersebut. Beliau juga berpandangan bahwa ayat yang sudah jelas, terang dan nyata maka merupakan pengecualian ketika sunnah bertentangan dengannya.45

Sumber rujukan tafsir yang digunakan Hamka dapat terbaca dalam kata pengantarnya, di antaranya: Tafsir Thabari karya Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Razi, Lubab al-Ta’wil Fi> Ma’ani al-Tanzil, Tafsir al-Nasafi-Madariku al-Tanzil wa Haqa’iqu al-Ta’wil,

karya al-Khazi, Fath al-Qadir, Nailu al-Athar, Irsyad al-Fuhul (Us}ul

Fiqh) karya al-Syaukani, Tafsir al-Baghawi, Ruhul Bayan karya al-Alusi, Tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Rid}a, Tafsir al-Jawa>hir karya Tanthawi Jauhari, Tafsir Fi> Z|ila>l al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Mahasin al-Ta’wil karya Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Maraghi karya Syaikh

42 Hamka, Dari Lembah Cita-Cita (Jakarta: Gema Insani, 2016), 101. 43 Hamka, Tafsir al-Azhar, 27.

44 Manna‟ Khalil al-Qat ṭt ṭan, Mabāhis fi „Ulumil Qur‟an, Terj. Mudzakir As,

Studi Ilmu Ilmu Alquran (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), 482.

Maraghi, Al-Mushaf Mufassar karya Muhammad Farid Wajdi, al-Furqan karya A Hassan, Tafsir al-Qur’an karya bersama H. Zainuddin Hamidi dan Fahruddin H.S, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Mahmud Yunus, Tafsir An-Nur karya TM Hasbi as-Shiddiqie, Tafsir al-Qur’anul H>>>>>{akim karya bersama HM Kassim Bakri, Muhammad Nur Idris dan AM Majoindo, al-Qur’an dan Terjemahan Depag RI, Tafsir al-Qur’anul Karim karya Syaikh Abdul Halim Hasan, H. Zainal Arifin Abbas dan Abdurrahim al-Haitami, Fathurrahman Lithalibi ayati al-Qur’an karya Hilmi Zadah Faidhullah Hasani, Fath Bari karya Ibn Hajar al-„Asqala>ni, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmiz\i, Riyadh al-Shalihin, Syarh al-Muhazzab karya Syaikh Nawawi, Al-Muwaththa’ karya Imam Malik, Al-Umm dan al-Risalah karya Imam Syafi‟i, al-Fatawa, al-Islam ‘ Aqidah wa al-Syari’ah karya Syaikh Mahmud Syalthut, Subulussalam fi Syarh Bulug Maram karya Amir Ash-Shan‟ani, Tawassul wa al-Wasilah karya Ibn Taimiyah, Al-Hujjatul Balighah karya Syah Waliyullah al-Dihlawi, dan lain lain.46

3. Metode dan Karakteristik penafsiran Buya Hamka

Metode yang digunakan Hamka dalam Tafsir al-Azhar adalah dengan menggunakan metode Tahli>li,47

yaitu mengkaji ayat-ayat al-Qur‟an dari segala segi dan maknannya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan Mushṣaṣf Uŝmanī, menguraikan kosa kata dan lafaz\ nya, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat yakni unsur Balaghah, i‟jaz dan keindahan susunan kalimat, menisbatkan hukum dari ayat tersebut, serta mengemukakan

46

Hamka, Tafsir Al-Azhar, 331-332.

47 Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 31.

kaitan antara yang satu dengan yang lain, merujuk kepada asbabun nuzul, hadis Rasulullah saw, riwayat dari Sahabat dan Tabi‟in.48

Disamping itu, sebagaimana kesimpulan Howard M. Federspiel bahwa, tafsir Hamka ini memiliki ciri khas sebagaimana karya tafsir Indonesia sezamannya yakni dengan penyajian teks ayat al-Qur‟an dengan maknanya, dan pemaparan dan penjelasan istilah-istilah agama yang menjadi bagian-bagian tertentu dari teks serta penambahan dengan materi pendukung lain untuk membantu pembaca lebih memahami maksud dan kandungan ayat tersebut.25 Dalam tafsirnya ini, Hamka seakan mendemonstrasikan keluasan pengetahuan yang ia miliki dari berbagai sudut ilmu agama, ditambah pengetahuan sejarah dan ilmu non agama yang sarat dengan obyektifitas dan informasi.49

Terlihat jelas, dengan alur penafsiran yang digunakan, Tafsir Al-Azhar memiliki corak-sebagaimana dalam ilmu tafsir- digolongkan kedalam corak adab al-ijtima>‟iy (corak sastra kemasyarakatan), yaitu corak tafsir yang menitik beratkan pada penjelasan ayat-ayat al-Qur‟an dari segi ketelitian redaksinya, kemudian menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan menonjolkan aspek petunjuk al-Qur‟an bagi kehidupan, serta mengaitkan pengertian ayat-ayat dengan hukum alam (sunnatullah) yang berlaku dalam masyarakat.50

Jika dilihat dari bermacam corak tafsir yang ada dan berkembang hingga kini, Tafsir al-Azhar dapat dimasukkan kedalam corak tafsir adab ijtima‟i>y sebagaimana tafsir Sya’ra>wi> yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat pada waktu

48

Ali Hasan al-Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), 41.

49 „Abd al-Hayy al-Farmawi, Bidayah al-Tafsir al-Mawdhu‟i, (Kairo: Al-Hadlarah al-„Arabiyah, 1977), 23.

50

itu agar petunjuk-petunjuk dari al-Qur‟an mudah dipahami dan diamalkan oleh semua golongan masyarakat.

Corak tafsir budaya kemasyarakatan merupakan corak tafsir yang menerangkan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an yang berhubung langsung dengan kehidupan masyarakat. Tafsir dengan corak ini juga berisi pembahasan-pembahasan yang berusaha untuk mengatasi masalah-masalah atau penyakit-penyakit masyarakat berdasarkan nasihat dan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an. Dalam upaya mengatasi masalah-masalah ini, petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dipaparkan dalam bahasa yang enak dan mudah dipahami.51

Corak tafsir budaya kemasyarakatan seperti yang terdapat dalam kitab tafsir al-Azhar ini sebenarnya telah ada dan dimulai dari masa Muhammad Abduh (1849-1905). Corak tafsir seperti ini dapat dilihat pada kitab Tafsir al-Manar, yang ditulis oleh Rasyid Rid{a yang merupakan murid Muh{ammad Abduh.52

Corak budaya kemasyarakatan ini dapat dilihat dengan jelas dalam tafsir al-Azhar karya Hamka ini. Tafsir ini pada umumnya mengaitkan penafsiran al-Qur‟an dengan kehidupan sosial, dalam rangka mengatasi masalah atau penyakit masyarakat, dan mendorong mereka ke arah kebaikan dan kemajuan. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ketika mendapat kesempatan untuk mengupas isu-isu yang ada pada masyarakat, Hamka akan mempergunakan kesempatan itu untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an dalam rangka mengobati masalah dan penyakit masyarakat yang dirasakan pada masa beliau menulis tafsir tersebut.53

51 Hamka, Tafsir al-Azhar, 42. 52

M.Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 21.

53

Ketika dinyatakan bahwa tafsir al-Azhar memiliki corak budaya kemasayarakatan, bukan berarti bahwa kitab tafsir ini tidak membahas tentang hal-hal lain yang biasanya terdapat dalam tafsir-tafsir lain, seperti fiqih, tasawuf, sains, filsafat dan sebagainya. Dalam tafsir al-Azhar, Hamka juga mengemukakan bahasan tentang fiqih akan tetapi lebih kepada menjelaskan makna ayat yang ditafsirkan, dan untuk menunjang tujuan pokok yang ingin dicapainya, yaitu menyampaikan petunjuk-petunjuk al-Qur‟an yang berguna bagi kehidupan masyarakat. Ini bisa dirujuk ketika Hamka menjelaskan makna naz\ar dalam menafsirkan surah al-Insa>n ayat ketujuh. Dalam corak penafsiran tafsir al-Azhar, Hamka lebih dipengaruhi oleh tafsir al-Manar karangan Sayyid Rid{a, yang terkenal dengan corak penafsiran birra‟yi.54

Tafsir al-Azhar memiliki langkah dan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan beberapa kitab tafsir modern-kontemporer. Metode, corak serta langkah penafsiran yang Hamka ambil dalam memahami al-Qur‟an telah memperlihatkan kesungguhannya dalam membumikan al-Qur‟an dalam kehidupan Islam Indonesia yang lebih nyata dan kontekstual.

Dari keterangan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan, bahwa dimana Buya Hamka adalah seorang penulis yang sudah banyak menghasilkan karangan buku. Terutama karangan Buya Hamka yang paling tersohor adalah ilmu Tafsir yang Buya Hamka menamainya Tafsir al-Azhar yang sampai saat ini banyak dipelajari oleh penuntut ilmu khusnya di kalangan umat Islam.

Dari berbagai corak dan latar belakang dari murid-murid dan anggota jama>‟ah yang menjadi makmum Hamka ketika imam shalat, turut menjadi pertimbangan Hamka dalam berfikir dan berkarya sehingga terciptanya Tafsfr al-Azhar. Di antaranya mahasiswa yang tengah tekun

54

dan terdidik dalam keluarga Islam, ada pula perwira-perwira tinggi yang berpangkat jenderal dan laksamana dan ada pula anak buah mereka yang masih berpangkat letnan, kapten, mayor dan para bawahan, para saudagar-saudagar, agen auto mobil dengan relasinya yang luas, importir dan eksportir kawakan di samping saudagar perantara, pelayan dan tukang kebun, pegawai negeri, beserta isteri-isteri mereka. Semuanya bersatu membentuk masyarakat yang beriman, dipadukan dalam shalat berjamaah, pada shaf yang teratur, menghadapkan muka dengan khusyu' kepada Ilahi.

Saat-saat menyusun tafsir al-Azhar tersebut, wajah-wajah mereka itulah yang terbayang, sehingga penafsirannya tidak terlalu tinggi mendalam sehingga dapat dipahami secara umum, tidak hanya semata-mata bisa dipahami.oleh sesama ulama saja, akan tetapi juga tidak terlalu rendah, sehingga menjemukan. Dengan pendekatan seperti ini Tafsir al-Azhar rnudah dipahami dari berbagai kalangan masyrakat. Sehingga mudah untuk diamalkan.

55

Dokumen terkait