• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR MA RUF NAH>>I MUNKAR: TELAAH TAFSI>>> >>>>>>> >>R AL- AZHAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR MA RUF NAH>>I MUNKAR: TELAAH TAFSI>>> >>>>>>> >>R AL- AZHAR"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

MA’RUF NAH>>I MUNKAR: TELAAH TAFSI>>>>>>>>>>>>R

AL-AZHAR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Muhammad Awal Pane

Nim:11150340000240

Di bawah Bimbingan

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar.M.A

Nip: 196908221997031002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)
(5)

dc

Skripsi yang berjudul PERSPEKTIF HAMKA TENTANG AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR: TELAAH TAFSIR AL-AZHAR telah

diujikan

dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Februari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.

Jakarta, 26 April 2021 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc.,MIRKH Nip.19710217 199803 1 002 NIP. 19820816201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Muslih, M.Ag

NIP. 1958030 1199203 1 001 Nip. 19721024 200312 1 002 Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A NIP. 19690822 199703 1 002

Dr. Mafri Amir, M.A

,mmmmk,mkmk mm

NIP. 1958030 1199203 1 001

(6)
(7)
(8)
(9)

i

Muhammad Awal Pane

Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah Tafsir Al-Azhar,

Ulama sepakat bahwasanya hendaklah ada dalam kalangan jamaah

muslim itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu umat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya Da‟wah. Yang selalu mesti mengajak manusia menyeru berbuat yang ma‟ruf, yaitu yang patut, pantas dan sopan, dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar, yaitu yang dibenci; dan yang tidak diterima. Perbuatan yang ma‟ruf apabila dikerjakan, dapat diterima dan difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat. Dari sini penulis ingin mengkaji tentang pandangan Buya Hamka tentang Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar: Telaah Tafsir Al-Azhar. Penulis merujuk kepada Buya Hamka karena beliau merupakan mufassir terkenal di zaman kontemporer, dan sangat mudah dipahami dalam menjelaskan masalah agama.

Penelitian skripsi ini, secara keseluruahn menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam metode mengumpulkan data, penulis menggunakan metode kepustakaan (Library Research) yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan dibantu dengan skripsi, jurnal dan artikel, sehingga diperoleh data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan masalah yang dipecahkan. Dalam metode analisis data. Penulis mengolah data tersebut dengan menggunakan metode tematik.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa Buya Hamka ketika menafsirkan al-Qur‟an dalam Qs. A<li ‘Imra>n ayat 110, Qs. A<li-„Imra>n ayat 104 dan Qs. al-Taubah ayat 67 dan Qs. al-A‟raf ayat 157. Buya Hamka menjelaskan dalam tafsir al-Azhar hendaklah ada suatu kesadaran diri dan suatu golongan dari umat ini untuk menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar. Dengan demikian agama ini tetap tegak dan tidak seolah-olah mati.

(10)

ii

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT. yang memberikan taufik, hidayah dan inayahnya begitu pula dengan nikmatnya yang tak terhingga jumlahnya, dengan atas seizinnyalah skripsi yang berjudul:

Perspektif Hamka Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Telaah Tafsir Al-Azhar”

Sholawat dan serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada

Baginda Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabatnya, serta kepada pengikutnya. Kemudian penulis sangat menyadari tanpa adanya bantuan dan dukungan penuh dari orang tua, keluarga, dosen pembimbing, begitu juga teman-teman yang selalu mensupport dan mendukung penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimah kasih dan rasa haru sebanyak-banyaknya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. M.A. selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yusuf Rahman, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH. selaku sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.

4. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang sudah banyak membimbing, memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang umur, diberikan kelancaran dan dimudahkan segala urusannya. 5. Dr. Rifqi Muhammad Fatkhi, M.A. selaku Dosen pembimbing

(11)

6. masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan, panjang umur, dan dimudahkan segala urusannya.

7. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir. Yang telah sabar dan banyak memberikan ilmu kepada penulis. Semoga Allah Swt. memberikan balasan pahala yang berlipat ganda kepada bapak dan ibu, serta diberikan kesehatan, panjang umur, dimudahkan segala urusannya. 8. Pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,

Perpustakaan Utama (PU). Yang telah memberikan pelayan yang begitu baik kepada penulis ketika dalam penyusunan skripsi ini. 9. Untuk orang tuaku tercinta, ayah dan ibu, yang selalu senantiasa

mendoakan, memberikan semangat, dan motivasi kepada penulis. Mungkin tanpa doa dan dukungan yang tulus dari ayah dan ibu mungkin penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah Swt selalu memberikan kesehatan dan panjang umur kepada ayah dan ibu, dan murahkan rezekinya dan selalu dalam lindungannya Allah Swt.

10. Untuk kakak dan keponakan-keponakan penulis yaitu cahaya pane, sinar pane, alif, alfi, lia, aditya, alfa, Zahra, manda, rafa, dan aisyah yang telah memberikan semangat dalam penulisan skiripsi ini. Semoga kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan dan kekeliruan dalam penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh karena itu, penulis mengharapakn kritik dan saran yang sifatnya konstruktif, bukan dengan tujuan destruktif atau menjatuhkan penulis agar penulisan karya ilmiah ke depannya menjadi lebih

(12)

baik. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan semoga Allah Swt. memberikan ridho-Nya dan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

(13)
(14)
(15)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan 1. ا Tidak dilambangkan 2. ب B Be 3. ث T Te

4. د S Es dengan titik atas

5. ج J Je

6. ح Ḥ h dengan titik bawah

7. خ KH ka dan ha

8. د D De

9. ر Ż Z dengan titik atas

10. س R Er

11. ص Z Zet

12. ط S Es

13. ش Sy es dan ya

14. ص Ṣ es dengan titik di bawah 15. ض Ḍ de dengan titik di bawah 16. ط Ṭ te dengan titik di bawah 17. ظ Ż zet dengan titik di bawah

18. ع koma terbalik di atas hadap kanan

19. غ G Ge

20. ف F Ef

21. ق Q Ki

(16)

23. ه L El 24. ً M Em 25. ُ N En 26. ٗ W We 27. ٓ H Ha 28. ء ˋ Apostrof 29. ٛ Y Ye 2. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ A Fatḥah

َ I Kasrah

َ U Ḍammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ٛ ا Ai Fatḥah dan ya

ٗ ا Au Fatḥah dan wau

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

(17)

اب Ā a dengan garis di atas

ٜ ب Ī i dengan garis di atas

٘ ب Ū u dengan garis di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad- dāwān.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydìd ) َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (ةسٗشضىا) tidak ditulis ad-ḍarūrah melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

(18)

2 تٍٞلاسلإا تعٍاجىا al-Jāmi„ah al-Islāmiyyah

3 د٘ج٘ىا ةذحٗ Waḥdat al-wujūd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nu>r al-Di>n al-Ra>ni>ri>.

(19)

ix DAFTAR ISI ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... v PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 15

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 16

D. Tujuan dan manfaat Penelitian ... 17

E. Kajian pustaka ... 17

F. Metodologi Penelitian ... 23

G. Sistematika Penulisan ... …………..25

BAB II PROFIL TAFSIR A. Biografi Buya Hamka ... 27

1) Lahir, wafat, dan kelurga Buya Hamka ... 27

2) Pendidikan dan karir Buya Hamka ... 30

3) Karya-karya Buya Hamka ... 37

B. Profil Tafsir ... 43

1) Stori Buya Hamka dalam menulis tafsir ... 43

2) Sumber tafsir Buya Hamka ... 49

3) Metode dan corak penafsiran Buya Hamka ... 50

BAB III AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM PANDANGAN BUYA HAMKA A. Pengertian amar ma‟ruf nahi munkar menurut universal,bahasa, dan istilah ... 55

B. Amar ma‟ruf dalam kehidupan manusia ... 62

C. Hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar ... 64

D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ... 71

E. Kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar dalam Islam ... 76

(20)

G. Dampak meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar ... 85

BAB IV ANALISIS AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR PERSPEKTIF BUYA HAMKA A. Tanggung jawab sosial ... 91

B . Kolerasi antara pendirian sholat dengan amar ma‟ruf nahi munkar ... 96

C. Keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi munkar ... 100

D. Urgensi amar ma‟ruf nahi munkar ... 104

E. Analis Penulis ... 109

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 114

B. Kritik dan saran ... 116

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Islam telah menimbulkan persaudaraan, menjinakkan hati dan menyebut umat manusia yang nyaris terbenam ke dalam neraka, maka untuk memelihara kokohnya nikmat itu, hendaklah ada dalam kalangan jama>’ah muslimin itu dari suatu golongan, dalam ayat ditegaskan suatu umat yang menyediakan diri mengadakan ajakan atau seruan, tegasnya dakwah. Yang selalu mesti mengajak dan membawa manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat ma’ru>f, yaitu yang patut, pantas dan sopan; dan mencegah, melarang perbuatan yang munkar, yang dibenci; yang tidak diterima.

Umat Islam diperintahkan untuk mengajak saudara-saudaranya, khususnya sesama umat Islam, untuk berbuat kebaikan yang diperintahkan Allah Subh{a>nahu wa Ta’a>la dan menjauhi kesesatan yang dilarang-Nya. Amar ma’ru>f dan nahi munkar sangat penting dalam ajaran Islam, mereka yang melakukannya akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan, sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah Subh{a>nahu wa Ta‟a>la., di dalam al-Qur‟an :

وا َو ۗ ِرُ كْن ُمَ لا ِنْ َع َنْيَىْنَيَو ِفْو ُر ْعَمْلاِة َنْوُرُمأَي َو ِدْيْ َخْلا ىَلِا َنْي ُع ْدَّي ٌثَّمُا ْمُكْنِ م ْنُكَتْلَو ُم ُو َكِٕىٰۤل

َ

ن ْي ُح ِلف ُمْ لاْ “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan

(22)

mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.1 (Qs. A<li-Imran [3] :104)

Maksud ayat ini adalah hendaknya ada umat ini segolongan orang yang berjuang di bidang ini, walaupun hal itu merupakn kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kapasitasnya, sebagaimana hal itu di tegeskan dalam s}ahih muslim dari abu> huraira>h, dia berkata bahwa: Rasulullah saw. bersabda:

الله ه٘ س س ج ع َ س : ها ق ، ٔ ْ ع الله ٜ ض س ٛ س ذ خىا ٍذ ٞ ع س ٜ ب أ ِ ع

: ه ٘ ق ٝ

«

ًاش ن ْ ٍ ٌ ن ْ ٍ ٙ أ س ِ ٍ

ع ط خس ٝ ٌ ى ُ إ ف ، ٔ ّا س ي ب ف ع ط خس ٝ ٌ ى ُ إ ف ، ٓ ذ ٞ ب ٓ ش ٞ غ ٞ ي ف

ُا َ ٝ لإا ف ع ض أ ل ى ر ٗ ٔ ب ي ق ب ف

»

س

ٓا ٗ

ٌ ي س ٍ

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan, jika ia tidak mampu,maka ubahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu,maka ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian merupakan selemah-lemah iman” Imam ahmad meriwayatkan dari H{uz\aifah bin al-Yaman bahwa Nabi Saw. bersabda:“Demi z\at yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh kepada kemakrufan, mencegah dari kemungkaran, atau Allah menyegerakan pengiriman siksa dari-Nya, lalu dia tidak memperkenankan doamu”2 Melihat pada realita saat ini, manusia terkadang lupa diri dan tidak ingat tujuan hidup, serta hendak kemana setelah ia mati. Akibatnya, ia berbuat semenamena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari. Sesungguhnya, keadaan seperti ini dapat dihindari atau dikurangi bila ada segolongan orang yang melakukan amar ma‟ruf nahi munkar. Dan sesungguhnya mereka (segolongan itu) telah menolong saudaranya yang tengah lalai tersebut. Allah Subh{a>nahu wa Ta‟ala., berfirman :

1 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan) jilid 2 (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), 13-14.

2 Muhammad Nasib al-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibn Katsir, Jilid I (Jakarta: Gema Insani, 1999) , 1.

(23)

ِركْن ُمَ لا ِنْ َع َنْيَىْنَيَو ِفْو ُر ْعَمْلاِة َنْوُرُمأَي ٍۘ ض ْعَة ُءۤاَيِل ْوْ ا ْم ُى ُض ْعَة ُجَ ن ِم ْؤ ُمٰ لا َو ْ ن ْيُن ِم ْؤ ُمَ لا َوْ ….

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar... Seperti disebutkan dalam firman Allah Subha>nahu wa Ta’a>la :

ْ لَي َو ِف ْو ُر ْع َملا ِنْ َع َنْيَىْنَيَو ِركْن ُمَ لاِة ْ ن ْو ُر ُمَ أَي ٍۘ ض ْعَة ْۢ ْن ِ م ْم ُى ُض ْعَة ْ ُجٰلِفٰنُملا َو ْ ن ْيَ ل ِفُ ٰنُمْلَا َ ن ْي ُضِت َ ن ْيل ِسُ فٰلا ُم ُو َنْي ِل ِفْ ٰنُمْلا َّنِا ۗ ْمُىَي ِسَنَف َ هللّٰا اي ُسَن ْۗم ُهَي ِدْياَ ٦

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang ma’ru>f dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (Qs. al-Taubah [9] :67)

Setelah memaparkan beberapa perilaku buruk orang-orang munafik, ayat ini menerangkan kesamaan orang munafik laki-laki dan perempuan dalam hal sifat, sikap, perilaku dan akhlak. Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah memiliki kesamaan, yaitu mereka senantiasa menyuruh berbuat yang mungkar dan mencegah perbuatan yang ma’ru>f dan mereka selalu menggenggamkan tangannya karena kekikirannya. Mereka telah melupakan kebesaran Allah, petunjuk-petunjuk agama-Nya. Mereka juga lupa kalau semua perilaku buruknya akan mendapatkan balasan di akhirat kelak, maka Allah juga akan melupakan mereka di akhirat kelak dengan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Sesungguhnya orang-orang munafik yang sudah jelas kemunafikannya itulah orang-orang yang fasik, yakni orang-orang yang

(24)

benar-benar keluar dari ketaatan kepada Allah, bahkan sifat buruk mereka melebihi orang-orang kafir.3

Amar ma‟ru>f nahi munkar termasuk kewajiban agama yang paling agung setelah beriman kepada Allah Swt. Sebab di dalam al-Qur‟an, Allah Subh{a>nahu wa Ta’a>la menyebutkan kewajiban amar ma’ru>f nahi munkar dihubungkan dengan kewajiban beriman kepada-Nya. Allah Subh{a>nahu wa Ta’a>la berfirman : َ كْن ُملا ِنْ َع َنْيَىْنَحَو ِفْو ُر ْعَمْلاِة َنْوُرُمأَح ِساْ َّنلِل ْج َج ِر ْخا ث َّمُ ا َدْي َخ ْمُخُ نْكُ ۗ ِللّٰاِة ه ن ْيُن ِم ْؤُح َو ِرَ َ ن ْيل ِسُ فٰلا ُم ُو ُدْ ثَكْ ا َو َ ن ْيُن ِم ْؤ ُمَ لا ُم ُىْن ِم ۗ ْم ُىْ ل ا ًدْي َخ َّ ناَ كَ َل ِبت ِكٰ ْلا ل ْوُ ا َن َمَ ا ْيٰ ل َوَ ١١٠

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ru>f, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.4 (Qs. A<li-„Imran [3] :110)

Maksud ayat di atas adalah menerangkan bahwa ada dua syarat untuk menjadi umat terbaik, yaitu pertama iman yang kuat, dan kedua, menegakkan amar ma’ru>f dan mencegah kemungkaran. maka setiap umat yang memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia dan apabila kedua hal itu diabaikan dan tidak dipedulikan lagi, maka tidak dapat disesalkan bila umat itu jatuh ke lembah kemelaratan.5

3 Tafsir Singkat Kemenag RI, Pentashihan al-Qur‟an. 4

Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan) jilid 2, Op.Cit, 19.

5 Muhammad Munzir, Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar: Studi Analitis

(25)

Jadi, dalam ayat ini Allah Swt menjelaskan bahwa berkat amar ma‟ru>f nahi munkar mereka menjadi umat paling baik yang dilahirkan untuk manusia. Allah Swt berfirman:

َعِة ا ْي ُمل َظ َنْي ِذَ َّلا اَنذ َخْ ا َو ِءۤ ْي ُّسلا ِنَ َع َنْيَىْنَي َنْي ِذلا اَنْي َجَّ نْا ٖٓ هِة ا ْو ُر َِ كُذ ا َم ا ْي ُسَن اَّملَفَ ْۢ سْي ِ ـَة ْۢ باذَ

َ

ن ْيل ُسُ فَي اْيُناْ ك اَمِةَ “Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang z\alim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Qs. al-A’raf [7] :165)

Dalam ayat ini, dengan tegas Allah Swt menyatakan bahwa mereka diselamatkan karena melarang perbuatan buruk. Dengan demikian, amar ma‟ru>f nahi munkar memiliki pengaruh yang besar bagi ketentraman hidup manusia, baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Tidak heran bila al-Qur‟an menyebutkan bahwa amar ma’ru>f nahi munkar merupakan salah satu kewajiban umat Islam yang merupakan umat terbaik.6

Allah Swt menjelaskannya dalam al-Qur‟an yang berbunyi :

ْي ُس َّرلا ن ْي ُعِتَ تَي َنْي ِذَّ َّلاَ ِلْي ِجن ِاْ لا َو ِثى ٰر ْيَّخلا ىِف ْمْ ُو َدْن ِع اًةْيُخْكَم ٗهَنْو ُد ِج َي ْي ِذَّلا َّيِ ماُلا َّي ِبْ َّنلا َل َ دِٕىٰۤبَخلا ُم ِىْيْ ل َع ُم ِ رَ َح ُيَو ِجٰتِ ي َّطلا ُمُىل َ ل ِحُّ ي َو ِرُ كْن ُمَ لا ِنْ َع ْمُىىٰىْنَيَو ِفْو ُر ْعَمْلاِة ْمُوُرُمأَيْ ُُ َضَي َو ُو َه ْص ِا ْم ُىْنَع َر ْيُّنلا اي ُع َتَّحا َو ُه ْو ُه َصَن َو ُه ْو ُر َّزَع َو هِة ا ْيُنَمٰا َنْي ِذَّلاف ْۗم ِىْيَ ل َع ْجَناَ ك ْي ِتَ لا َّلَٰلغْاَلا َو ْمْ َ ن ْي ُح ِلف ُمْ لا ُم ُو َكِٕىٰۤلوْ اۙ ٖٓٗه َع َم ُ ل ِزَ ْنُا ْٖٓي ِذَّلا ࣖ ١٥٧ 6

Rachmat Syafe‟i, al-Hadits (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 238.

(26)

“yaitu orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur‟an), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. al-A’ra>f [7] :157)

Isi ayat tersebut di atas merupakan kejelasan risalah beliau. Allah-lah yang memerintah beliau untuk mengemukakan segala yang ma’ruf dan melarang segala yang munkar, menghalalkan semua yang baik dan mengharamkan segala kekejian dan keburukan.7

Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami kembali peranan amar ma’ru>f nahi munkar (menyeru kepada yang ma’ru>f dan mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya. Karena banyak di antara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan kedudukanya di antara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan kurang berfungsinya konsep amar ma’ru>f nahi munkar dalam kehidupan kita sehari-hari, apabila pada era modernisasi yang tidak pernah sepi dari kemunkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan kemunkaran sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini banyak orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.8

Amar ma’ruf dan nahi munkar sesuatu yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. seperti yang ditegaskan dalam Qs. al-nisa>/3:104 yang berbunyi :

7 Ibn Taimiyah, Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet (Jakarta:Gema Insan Press, 1990), 15-16.

8

Nurul Atiqoh, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir al-Misbah (Semarang: 8 Desember 2001), 5.

(27)

َ لأَي ْم ُهْ نِاَّف َ ن ْي ُمَ لَأَح اْيُن ْيْ كَح ُ ن ِا ۗ ِم ْيْ لَلا ِءۤا َغِخْةا ىِف ا ْيْ ُن ِىَح ال َوَ ا َم ِللّٰا َن ِم ه ن ْي ُج ْرَح َوۚ َ ن ْي ُمَ لَأَح اَمْ ك َ ن ْي ُمَ اًم ْي ِك َح اًمْيِلَع ُللّٰا ه ناَ كَوۗ َ ن ْي ُج ْرَي اَ لَ ࣖ ١٠٤

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu).

jika kamu menderita kesakitan, Maka Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Ayat tersebut di atas memerintahkan kita untuk beramar ma’ru>f dan nahi munkar, disamping itu, dalam agama Islam, seseorang tidak hanya dituntut untuk jadi lebih baik tetapi juga untuk mengajak orang lain untuk menjadi lebih baik.9

Firman Allah Swt dalam Qs A<li-„Imram/3:110 menegaskan bahwa umat yang paling baik adalah yang melaksanakan amar ma’ru>f dan nahi mungkar. ِ ه للّٰاِة ن ْيُن ِم ْؤُح َو ِرَ كْن ُمَ لا ِنْ َع َنْيَىْنَحَو ِفْو ُر ْعَمْلاِة َنْوُرُمأَح ِساْ َّنلِل ْج َج ِر ْخا ث َّمُ ا َدْي َخ ْمُخُ نْكُ ْيل َو ۗ َ ْن ِم ۗ ْم ُىل ا ًدْي َخ َّ ناَ كَ َل ِبت ِكٰ ْلا ل ْوُ ا َن َمَ اٰ َ ن ْيُن ِم ْؤ ُملا ُم ُىْ ن ْيل ِسُ فٰلا ُم ُو ُدْ ثَكْ ا َوَ

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.10

Demikian halnya terhadap kemunkaran, mereka hanya mencegah kemunkaran dari dirinya pribadi dan membiarkan orang lain. Tujuan beramar ma’ru>f nahi munkar yang diturunkan di atas bumi ini adalah

9 Syafiyurrahman al Mubarokfuri, S}ahih Tafsir Ibn Katsir (Jakarta: 14 April 2007), 649.

10 Muhammad Munzir,Implementasi Amar MA‟ruf Nahi Munkar (Studi Analitis

(28)

sebagai rahmatan lil alamin yakni sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk mewujudkan tersebut dalam kenyataan, sekaligus untuk mempertahankan kedudukan orang mukmin sebagai umat yang terbaik yang ditampilkan Allah di arena kehidupan ini, maka sangat diperlukan suatu konsepsi yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Konsep itu tak lain melaksanakan amar ma’ru>f nahi munkar tanpa adanya cadangan sesuai dengan al-Quran. Terlebih dalam kemajuan dimasa ini dimana kehidupan senantiasa diwarnai dengan pertarungan dan pertentangan yang demikian dahsyat, maka dengan adanya keberanian sikap untuk melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar tersebut sangat diperlukan demi terwujudnya I’zzul Islam wal muslimin.11

Disini terdapat dua kata penting, yaitu menyuruh berbuat baik ma’ru>f mencegah perbuatan munkar. Berbuat ma’ru>f diambil dari kata uruf, yang dikenal, atau yang dapat dimengerti dan dapat difahami serta diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma’ru>f apabila dikerjakan, dapat diterima dan difahami oleh manusia yang berakal. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut , tidak pantas. Tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh manusia berakal. Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ru>f itu dan mana yang munkar. Sebab itu maka ma‟ruf dan munkar tidaklah terpisah dari pendapat umum. Kalau ada yang berbuat ma’ru>f , seluruh masyarakat, umumnya menyetujui, membenarkan, dan memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seluruh manyarakat menolak, membenci dan menyukainya. Sebab itu bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal orang akan yang ma’ru>f dan bertambah benci orang kepada yang munkar.

11 Nuru Atiqohl, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Tafsir Al-Misbah (Semarang: 8 Desember 2001), 17.

(29)

Lantaran itu wajiblah ada dalam jama>‟ah muslimin segolongan umat yang bekerja keras menggerakkan orang kepada yang ma’ru>f itu dan menjauhi yang munkar, supaya masyarakat itu bertambah tinggi nilainya.12

Amar ma’ru>f berarti orang yang menyeru, mengajak, menyadarkan, mengingatkan orang lain atau seseorang kepada sesuatu yang baik, benar dan diridhai Allah. Kemudian, nahi mungkar bermaksud orang yang melarang segala bentuk kejahatan yang dibenci dan tidak diridhai oleh Allah dengan cara apa sekalipun. Jadi amar ma’ru>f adalah menyuruh manusia melaksanakan kebaikan yang menjadi perintah Allah dan nahi mungkar adalah mencegah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah.13

Mengenai amar ma’ru>f nahi munkar di dalam masyarakat ada tiga keadaan, pertama, mereka memerintahkan yang yang ma’ru>f dan melarang yang munkar. Kedua , mereka saling menyuruh yang munkar dan saling mencegah yang ma’ru>f, keadaan ini adalah keadaan orang-orang munafik. Ketiga, mereka menyuruh sebagian yang ma’ru>f dan sebagaian yang munkar. Mereka mencampur adukkan antara yang hak dan yang bathil.14 Salah satu fungsi menyeru kepada kebenaran dan mencegah dari perpuatan yang munkar (Amar ma’ru>f nahi munkar), adalah suatu jalan terbaik untuk bersatu dalam kebenaran di bawah naungan al-Qur'an dan rasul-Nya, yaitu dengan menjadi umat yang menyerukan segala bentuk kebaikan dunia dan akhirat, menyerukan kewajiban mendorong manusia pada kebenaran bersama dan mencegah perbuatan yang salah. Dengan demikian terciptalah tatanan masyarakat yang baik, apabila amar ma’ru>f

12 Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Nasional PTE LTD Singapur, 1989 ), 866.

13 Nor Azean , Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut Perspektif Imam

al-GHAZALI (Banda Aceh: 27 Januari 2017), 3.

14 Salman al-Audah Dan Fadil Ilahi, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), 19.

(30)

nahi munkar diterapkan ditengah-tengah masyarakat Semua hal yang terkait dengan kebaikan berupa perbuatan yang menuntun kepada jalan yang benar dan semua perbuatan yang mengarah kepada kejahatan merupakan kesalahan. Mereka yang melakukan prinsip itu adalah orang-orang yang memperoleh keberuntungan yang sempurna.15

Jadi, etika dalam menyampaikan amar ma’ru>f nahi munkar pada masyarakat, hendaknya memahami persoalan yang diperintahkan dan yang dilarang secara pasti. Sikap sabar merupakan cara terbaik dalam menghadapi tantangan umat. Menghadapi mereka harus bersikap lemah lembut serta mempunyai keberanian untuk menegakkan kebenaran. Sikap seperti itu tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi setiap mujahid dakwah yang sudah pasti akan banyak menghadapi berbagai kendala. Seorang nabi atau pemimpin umat yang shalih di dalam mengembangkan dakwah islam dan ajarannya tidak terlepas dari hal yang demikian, mereka berkorban harta, jiwa dan rumah tangga. Sikap ini disebutkan dalam al-Qur‟an dalam surah al-Nah{l: َكَّةَر ن ِا ُۗن َس ْحَّ ا َي ِن ْي ِتَ لاِة ْم ُىَّ ل ِدا َج َو ِثَن َسَحْ لا ِث َظ ِع ْي َمْ لا َو ِث َمْ ك ِحْ لاِة ْ َكِ ة َر ِلْيِب َس ىٰل ِا ُعْدُا ُمل ْعَ ا َي ُوَ َنْي ِدَخ ْى ُملاِة ُمْ ل ْعَ ا َي ُو َو هِلْيِب َس ْنَ َع َّلَض ْنَمِة ١٢٥

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”16

Ibn Taimiyah menegaskan perlunya pemahaman, kesabaran, sopan santun dan lemah lembut yang harus dimiliki oleh setiap orang yang

15

Ibn Taimiyah , Etika Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Cet, 1 (Jakarta:Gema Insan Press, 1990), 23.

(31)

terlibat dalam urusan beramar ma’ru>f nahi munkar. Sifat berani menegakkan kebenaran itu harus ada, dalam pengertian teguh pendirian yang didasari oleh keyakinan dan keimanan yang penuh kepada Allah Swt. Bagi kaum mu‟tazilah memperjuangkan amar ma‟ruf nahi munkar, yakni dengan cara mencegah perbuatan dosa, mendorong orang yang berbuat dosa agar sadar dan memohon ampunan kepada Allah Swt, serta dihukum jika ternyata bersalah melanggar hukum. Pandangan golongan di atas berbeda dengan teologi Asya‟riyah yang lebih moderat, bahwa perintah ma‟ruf dan mencegah yang munkar tidak perlu dengan kekerasan dan intimidasi. Akan tetapi dilakukan sikap lunak dan bijak adalah lebih utama. Pemikiran ini juga didasari pada perintah untuk memberikan peringatan kepda manusia dengan cara yang baik, menyampaikan nasihat dengan bijak, dan argumentasi yang santun.17

Rasulullah Saw adalah suri teladan. Oleh karena itu, beliaulah referensi yang mesti diikuti dalam mengaplikasikan amar ma’ru>f nahi munkar. Cara atau model yang dilakukannya sangat bervariatif, tergantung pada kondisi dan situasi.

Akan tetapi, akhir-akhir ini di masyarakat terdapat sekelompok orang yang penegak amar ma‟ruf nahi munkar melakukan perusakan terhadap tempat-tempat hiburan malam, mengusir orang-orang yang ada di dalamnya. Pemerintah, dalam hal ini kepolisian, terkesan membiarkan. Hal ini menyebabkan makna amar ma’ru>f nahi munkar mengandung konotasi “berjuang dan menentang”, membasmi dan memberantas”. Konotasinya adalah bentuk negative dari suatu perjuangan. Ini berarti,

(32)

tekanan makna penyebutan istilah tersebut lebih berat aspek nahi munkar-Nya.18

Kemudian mengenai metode dan corak Tafsi>r al-Azhar, dilihat dari segi metode, Tafsi>r al-Azhar dapat dikategorikan sebagai tafsir tah{li>li, karena penafsirannya dikakukan berdasarkan urutan mushaf al-Qur‟an. Sedangkan dari segi corak penafsiran: tafsir ini tergolong Tafsir adabi al-ijtima>‟i>y’. Pengertian dari corak adabi al-ijtima>‟i>y adalah: tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk-petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut di dalam bahasa yang mudah dimengerti.19

Sistematika penafsirannya, tafsir al-Azhar mempunyai keunikan tersendiri dalam urutan atau langkah-langkah penafsiran ayat-ayat al-Qur'an. Secara keseluruhan tafsir ini terdiri dari 30 juz, sesuai dengan jumlah juz al-Qur'an itu sendiri. Setiap juz dimulai dengan muqaddimah, dengan diberi judul misalnya “muqaddimah juzu” 4. Dalam muqaddimah ini dijelaskan antara lain : tentang pembahasan dari juz sebelumnya dan bagaimana hubungannya dengan juz yang sedang dibahas. Pada tahap berikutnya dalam muqaddimah juga dijelaskan tentang garis-garis besar kandungan tafsi>r yang akan dibahas dalam juz dimaksud. Dengan kata lain, dalam muqaddimah dapat dikatakan sudah terdapat ringkasan atau abstrak penafsiran yang akan dibahas, hal seperti ini menurut hemat penulis memang sangat dibutuhkan bagi pembaca sehingga gambaran ulasan yang akan ditemukan akan lebih mudah dipahami. Tidak banyak

18 Aida Fathurrohma, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif al-Qur‟an (Ciputat: Agustus 2018) , 7.

(33)

penafsir yang membuat muqaddimah seperti yang dilakukan oleh Hamka dalam tafsi>r al Azharnya.20

Keistimewaan tafsi>r al-Azhar, sebagaimana dimaklumi, bahwa sosok Hamka merupakan sosok multi dimensi, hampir semua bidang digelutinya dari masalah agama, pendidikan, politik, hukum, sastra, dakwah dan sebagainya. Salah satu keistimewaan yang sangat mengagumkan dalam tafsir al azharnya adalah adanya nilai-nilai sastra dalam paparan penafsiran yang dilakukannya. Kecenderungan ini menjadikan tafsi>r tersebut enak dibaca, halus bahasanya serta mudah dipahami. Pada sisi yang lain tidak terdapat statemen-statemen yang dapat memicu permusuhan antar suku, ras dalam masyarakat. Lebih jauh juga ia mampu menjaga kenetralan dalam maz\hab atau aliran yang ada, baik aliran hukum, aqidah dan sebagainya.21

Buya Hamka memberikan pandangan mengenai amar ma’ru>f nahi munkar Pada masa kontemporer, Indonesia juga memiliki salah seorang mufassir terkemuka, yakni Hamka. Dalam tafsirnya ia menyebutkan bahwa tindakan dakwah menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar yang paling berhasil adalah dengan akhlak. Karena apabila akhlak seseorang sudah diketahui keburukannya, maka orang tidak akan percaya lagi. Kegiatan dakwah juga harus berani, sekalipun dengan berkorban dan menderita.22 Yang ma‟ruf sebagaimana yang dikatakan oleh buya hamka, ialah perbuatan baik yang dapat diterimah oleh masyarakat yang baik. Dengan demikian ternyatalah kewajiban yang jadi ahli dakwah atau umat dakwah membentuk pendapat umum yang sehat,

20

Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an Dan Dinamika Sosial Politik: Studi Terhadap Tafsir al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu Ushuluddin IAIN Raden Intan

Lampung, vol.9, no.2 (Juli-Desember 2013): 91-92.

21 Bukhori A. Somad, “Tafsir al-Qur‟an dan Dinamika Sosial Politik, 94 22

Nauval Muhammad Fikri, Amar Ma‟ruf Nahi Munkar: Studi Komparatif Antara Sa‟id Hawa dan Hamka ( Bandung: juli 2019). 27

(34)

atau public opini. Dan yang munkar adalah segala perbuatan atau gejala-gejala yang buruk yang ditolak oleh masyarakat. Dengan selalu adanya dakwah, maka terdapatlah masyarakat yang sehat. Dan itulah tujuan hidup manusia, sebab manusia itu pada hakikatnya tidak ada yang menyukai yang munkar dab menolak yang ma‟ruf. Maka apabila amar ma‟ruf nahi munkar terhenti, itulah alamat bahwa masyarakat tadi mulai ditimpa penyakit.23 Kemenangan dan kejayaan pergaulan hidup manusia ialah ada padanya kesadaran akan kebaikan dan ma‟ruf tolakan mutlak atas yang munkar.

Setengah ahli tafsir termasuk buya hamka mengatakan, bahwasanya yang dimaksud dengan al-khairi yang berarti kebaikan: yaitu memupuk kepercayaan dan iman kepada Tuhan, termasuk Tauh{id dan Ma’rifat. Dan itulah hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu membedakan mana yang baik dengan yang buruk, yang ma‟ruf dengan yang munkar. Selanjutnya ialah timbul dan tumbuhnya rasa kebaikan dalam jiwa, yang menyebabkan tahu pula dan berani menegaskan mana yang ma‟rut dan menentang mana yang munkar. Kalau kesadaran beragama belum tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma‟ruf dan menentang yang munkar. Sebab untuk memperbedakan yang ma‟ruf dengan yang munkar tidak lain dari ajaran Tuhan.24

Oleh karena itu dapatlah diambil kesan, bahwa di dalam mengadakan Da‟wah menyeru kepada yang ma‟ruf dan melarang dari yang munkar, hendaklah kesadaran beragama ini wajib ditimbulkan terlebih dahulu. Sebelum ada orang yang mengajak kepada yang ma‟ruf

23 Hamka, Tafsir al-Azhar. 869 24

(35)

dan menjauhi kepada yang munkar, kesadaran diri harus lebih ditanamkan dalam hati terlebih dahulu.25

Oleh karena itu, jika ada yang memaknai amar ma‟ruf nahi munkar hanya dengan melakukan pengajian atau merusak tempat-tempat kemaksiatan, hal ini belum cukup, dan hanya meredukasi makna amar ma‟ruf nahi munkar.

Dengan pernyataan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi “Perspektif Hamka Tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar (Telaah Tafsir al-Azhar)”, guna mengetahui bagaimana pelaksanaan atau penerapan amar ma‟ruf nahi munkar di dalam kehidupan sosial masyarakat. Penelitian ini mengingatkan kembali bahwa amar ma‟ruf nahi munkar merupakan sebuah kewajiban bagi setiap orang muslim, yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk kepribadian yang berakhlak mulia di masyarakat. Dan kemudian dalam penelitian ini akan memunculkan sudut pandang buya hamka tehadap penafsiran amar ma‟ruf nahi munkar dan mungkin akan dibandingkan juga dengan para mufassir lainnya yang membahas terkait amar ma‟ruf nahi munkar, yang kemudian pendapat-pendapat tersebut dapat dibandingkan untuk mengambil sebuah kesimpulan tentang perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-Azhar yang dapat diterapkan untuk mencegah dan mengatasi problematika sosial yang sering terjadi di masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Perumusan masalah merupakan suata upaya untuk mengatakan secara tersurat tentang suatu masalah yang akan di teliti atau pertayaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicari jawabannya. Titik tolak dan

25

(36)

pengertian tersebut dan berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar : telaah tafsir al-Azhar?

2. Etika dalam ber-amar ma‟ruf nahi munkar?

3. Manfaat dan tujuan amar ma‟ruf dalam kehidupan masyarakat sosial ? 4. Bagaimana terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?

5. Apa penyebab terjadinya amar ma‟ruf nahi munkar?

C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Dari sekian banyak skripsi dan tesis yang sudah di tulis oleh para penulis yang berkaitan dengan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar terdapat berbagai corak dan pendekatan yang berbeda-beda baik dari segi pendekatan melalui kitab tafsir melalui studi komparatif maupun secara tematik begitu juga dengan melalui kitab hadis dan lain sebagainya.

Maka alasan penulis membatasi penulisan ini agar fokus dan tidak keluar dari tema bahasan. Selain itu, kajian penulis hahya membatasi pada satu mufassir yaitu Buya Hamka alasan penulis memilih tokoh ini karena Buya Hamka mufassir terkenal di zaman kontemporer, dan mudah dipahami dalam masalah agama. Dan Buya Hamka dalam menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan tentang amar ma‟ruf nahi munkar memberikan pandangan terhadap pelaksanaannya dan penerapannya di tengah-tengan masyarakat. Yang kemudian kesadaran diri dalam beragama adalah paling utama untuk menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Dengan demikian agama akan tetap hidup tidak seolah-olah mati.

Rumusan permasalahan pokok yang akan dijawab dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana perspektif Hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar: Telaah tafsir al-Azhar?”

(37)

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini tidak lepas dari permasalahan, untuk itu maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-azhar.

2. Manfaat dari penelitian ini adalah: Secara teoritis, diharapakan dapat menambah khasanah keilmuwan dakwah khususnya dalam bidang penyiaran islam terutama dalam bidang ke Islamannya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat utama tentang ke Islaman,sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

3. Dari penelitian ini dapat memberikan penjelasan yang konstruktif terkait masalah perspektif hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah tafsir al-azhar.

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian di perpustakaan ditemukan beberapa skripsi yang berhubungan dengan judul skripsi di atas:

Pertama, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-Qur‟an:(kajian terhadap tafsi<r Fi< Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb). Karya Abdul Hadi Bin Mohi (Nim: 109034000106). Ditulis pada tahun 2004. Hasil dari pada pembaca dan penelitian, penulis mendapati rumusan masalah dalam kajian tersebut adalah penulis serta penafsiran Sayyid Qutb terhadap dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke atas individual, masyarakat, kelompok, maupun jama‟ah.26

26 Abdul Hadi Bin Mohi, deskripsi amar ma‟ruf nahi munkar menurut al-Qur‟an, (kajian terhadap tafsi<r Fi< Z|ila>l al-Qur‟an karya Sayyid Qutb), UIN Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2004, 10.

(38)

Penelitian ini berfokus pada penafsira Sayyid Qutb terhadap dakwah amar ma‟ruf nahi munkar dan pemikiran beliau di dalam mengaplikasikan serta merencanakan dakwah amar ma‟ruf nahi munkar ke atas individual, kelompok, maupun jama‟ah, Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.

Kedua, Skripsi yang disusun oleh Sumarsih (2006), “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an”. Pada intinya penulis skripsi ini menjelaskan bahwa yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana nahi munkar, dalam al- Qur‟an ditinjau dari segi semantik. Metode penelitian ini menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perkataan munkar disebut sebanyak 37 kali dalam al-Qur‟an, antara lain disebut dalam Qs al-Maidah 5:79. Dari membaca ayat itu saja sulit diketahui apa makna yang sesungguhnya. Ayat itu berbunyi demikian:

َ

ن ْيل َعُ فَي اْيُناْ ك ا َم َسْئِبَ ل ُۗه ْيَ ل َعُ ف رَ كْن ُّم ْن َع َ ن ْي َواَنَ تَي اَ ل اْيُناَ ك ﴿َ ٧٩

“Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat.Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.(Qs. al-Maidah[6] :79)

Dalam ayat tersebut hanya diterangkan sebab-sebab dari perbuatan munkar itu, yakni sikap durhaka dan melampui batas. Jika kita baca ayat sebelumnya, maka yang di maksud dengan mereka yang telah melakukan perbuatan munkar itu adalah sebagian kaum Yahudi keturunan Dawud dan Isa ibn Maryam. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan pula bahwa kaum Yahudi itu tolong menolong dengan orang-orang musyrik yang menentang kenabian Muhammad Saw. Dalam ayat sebelumnya disebutkan pula bahwa kaum Yahudi yang disebutkan juga sebagai ahlul-kitab itu telah “berlebih-lebihan (melampui batas) dengan cara yang tidak benar dalam

(39)

agama”. Maka Penelitian ini, dahulu menitik beratkan pembahasan pada aliran. Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.al-nafsu”, menyesatkan sebagian manusia dan mereka itulah orang-orang “tersebut dari jalan yang lurus”. Jika dihubungkan dengan sikap ma‟ruf, salah satu ciri perbuatan munkar adalah berlebih-lebihan dan melampui batas, sebagai lawan dari yang sepantasnya atau wajar. 27

Penelitian ini menitik beratkan pembahasan pada perspektif semantic dan sama sekali tidak menyentuh pemikiran tokoh. Sedangkan penelitian saat ini mengambil pemikiran tokoh dan di hubungkan dengan dakwah.

Ketiga, skripsi yang berjudul “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran Yusuf Qard{awi)” karya Rony Sugiarto di tulis pada tahun (2008). Skirpsi ini menjelaskan tentang politik dan penerapannya dalam melaksanakan amār ma‟rūf nahi mungkar dan dikhususkan pada kajian pemikiran Yusuf Qard{awi.28

Sedangkan penelitian sekarang ini, membahas sudut pandang buya Hamka terkait dengan amar ma‟ruf nahi munkar dengan penerapannya dikalangan masyarakat melalui pendekatan tafsir al-Azhar. Penelitian ini lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.

Keempat, Skripsi yang ditulis oleh: Hetiwinarti, jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Tahun (2010). Dengan

27 Sumarsih, “Semantik Nahi Munkar Dalam al-Qur‟an” ciputat: 2006, 9. 28

Rony Sugiarto, “Jihad Politik Dan Implementasinya Dalam Melaksananakan Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar (Studi Pemikiran Yusuf Qard{awi)” ( UIN Yogyakarta: 7 Mei, 2008), 8.

(40)

Judul Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghaz\a>li dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islam. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Skripsi ini mempunyai letak persamaan dalam pembahasan perspektif tentang amar ma‟ruf nahi munkar menurut buya Hamka, namun disini terdapat letak perbedaan pada objek skripsi yang peneliti tulis. Hetiwinarti meneliti tentang konsep amar ma‟ruf nahi munkar al-Ghaz\a>li dalam bimbingan konseling Islam yang terfokus pada Fungsi, tujuan dan asas bimbingan konseling Islam, sedangkan penulis meneliti tentang perspektif Hamka tentang amar ma‟ruf nahi munkar telaah Tafsir al-Azhar yang berhungan dengan relevansinya dengan dakwah Islam29

Kelima, implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir al-Manar dan tafsir al-Ibriz) disusun oleh Neili Rizekiyah dari jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel pada Januari (2017). Di dalam karya ilmiah ini diungkapkan bahwa peneliti ingin mengkaji tentang implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dengan merujuk kepada dua pandangan mufassir, yaitu Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa, yakni dengan mengkaji tafsir al-Manar dan al-Ibriz. Perbedaan karya ilmiah ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti ialah pada kajian penelitiannya, yakni implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial, menurut kajian surat A<li Imran. Dan pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti

29 Hetiwinarti, “Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Menurut al-Ghazali dalam perspektif Bimbingan Konseling Islam” ( Semarang: Oktober, 2010 ), 11.

(41)

tidak menggunakan metode perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah tersebut.30

Penelitian ini, fokus kepada implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial, menurut kajian surat A<li Imran. Dan pada penelitian yang akan dilakukan, peneliti tidak menggunakan metode perbandingan dua tafsir, seperti karya ilmiah tersebut. Sedangkan penelitian sekarang lebih menitik beratkan pada pemikiran tokoh dalam hubungannya dengan dakwah Islam.

Keenam, skripsi yang berjudul “Penafsiran Kata Ma‟ruf dan Munkar menurut Sayyid Quthb dalam Tafsi>r Fi> Z|ila>l al-Qur‟an“ (Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN SUNAN KALIJAGA), (2017), karya Romi Hasbi Arrazi hanya membahas tentang makna dari ma‟rūf dan munkar saja. Skripsi ini menjelaskan tentang makna amār ma‟rūf nahi munkar menurut penafsiran Sayyid Quṭb. Berbeda dengan tema yang penulis teliti, dalam skripsi penulis membahas tentang pelaksanaan dan penegakan amār ma`rūf nahi munkar menurut buya Hamka dan mendeskripsikan-Nya secara historis faktor yang melatar belakangi penafsiran buya Hamka terhadap amar ma`ruf nahi munkar.31

Ketujuh, Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan Sosial oleh netti hidayati (1431030088) Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung (2018). Amar ma‟ruf nahi munkar merupakan hal yang penting dalam ajaran agama Islam, untuk membentuk tatanan sosial masyarakat yang berakhlak mulia Dalam kehidupan sosial

30 Neili Rezekiyah, “implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Perspektif Muhammad Abduh dan Bishri Mustofa (tinjauan komparatif dalam tafsir al-Manar dan tafsir al-Ibriz” ( Surabaya: Januari, 2017), 10.

31

Romi Hasbi Arrazi, Penafsiran Kata Ma‟ruf Dan Munkar Menurut Sayyid

Quthb Dalam Tafsir Fi> Z\ila>l al-Qur‟an, (Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an Dan Tafsir

(42)

pada masyarakat modern saat ini, banyak penyimpangan isu- isu agama sebagai dasar melakukan kemunkaran. Hal seperti ini membutuhkan peran amar ma‟ruf nahi munkar untuk menghadapinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara maupun etika dalam mengimplementasikan amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial, serta bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar ini dapat berkontribusi dalam mengatasi problematika sosial di masyarakat.32

Berdasarkan penelitian ini dapat ditemukan hasil rumusan masalah sebagai berikut: pertama, implementasi amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan sosial berdasarkan kajian ayat-ayat tentang amar ma‟ruf nahi munkar pada surat A<li „Imran ialah dengan membentuk sebuah kelompok umat yang bertugas mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran. tugas inilah yang kemudian tegasnya disebut dengan dakwah. Dakwah tersebut dapat dilakukan oleh semua kalangan umat Islam terhadap saudaranya,baik yang seiman ataupun tidak, karena dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tidak dibatasi hanya untuk sesama muslim saja. Namun kadarnya disesuaikan dengan tingkat kemampuan ilmu pengetahuan agama yang dimiliki orang tersebut. kedua, kontribusi amar ma’ruf nahi munkar dalam mengatasi masalah sosial dimasyarakat, yaitu dengan mengimplementasikan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara dan etika yang benar, yang sesuai dengan apa yang diperintahkan di dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Kontribusi tersebut tidak hanya melakukan dakwah atau menasehati saja,tetapi juga bersentuhan langsung dengan masyarakat yang membutuhkan bantuan,untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dapat memicu terjadinya pelaku kemungkaran.

32 Netty Hidayati, “Implementasi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar Dalam Kehidupan Sosial” ( Lampung: Juni, 2018), 11.

(43)

F. Metode Penelitian

Jenis, Dan pendekatan Spesipikasi penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur yang menghasilkan penelitian yang menghasilkan data yang diskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau dari lisan orang yang di amati.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan (library search). Kepustakaan yang dimaksud adalah menggunakan buku-buku, skripsi, tesis, dan jurnal dan lain-lain. Spesipikasi penelitian ini adalah Amar Ma‟ruf Nahi Munkar.

1. Data Dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penulisan ini adalah bagaimana perspektif buya hamka tentang Amar Ma‟ruf Nahi Munkar : Telaah Terhadap Tafsir Al-Azhar.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah tafsir al- Azhar. Sumber primer ini di kembangkan melalui terjemahan dan tafsir- tafsir lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis bahas.

2. Sumber Sekunder Sumber sekunder yang dijadikan data pelengkap dan pendukung data primer , yang diambil dari buku-buku yang ada relevansinya dengan tema penelitian ini. Adapun buku penunjang tafsir al-Azhar, tafsir al-Maragi karangan Imam Ah{mad al-Maragi, tafsir al-Misbah karangan M, Qurais shihab, dan lain sebagainya.

(44)

Teknik dokumentasi dalam mengumpulkan data, maka peneliti menggunakan library research yang dalam hal ini meneliti sejumlah kepustakaan yang revelan dengan tema skripsi ini. Kepustakaan yang dimaksud yaitu berupa buku-buku atau kitab tafsir dan lain-lain.

3. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan kategori dan dianalisis secara kualitatif. Adapun metode yang digunakan adalah Metode analisis maud}u>’i ( tematik ) yaitu studi tentang tafsir yang dijelaskan secara tema, yang dimaksudkan untuk menguraikan tentang makna. Beberapa permasalahan yang dikemukakan, pada rumusan masalah akan dipecahkan menggunakan analisis dari teori Tafsir maud}u>’i yaitu suatu prosedur yang di dasarkan atas hubungan sistematis antara satu ayat dihubungkan dengan ayat lain, ekspresi dan pemahaman.

Menurut Janice Mc Drury, seperti dikutip oleh Lexy J. Moleong, M.A., tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah yang akan di bahas (topik)

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut. 3. Memahami kolerasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya

masing-masing.

4. Menyusun pembahsan dalam kerangka yang sempurna (outline) 5. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan

menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang „am (umum) dan yang khas} (khusus), mutlaq dan muqoyyad atau yang pada lahirnya

(45)

bertentangan sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.33

6. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.

7. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.

8. Menuliskan model yang ditemukan. 9. Koding yang telah dilakukan.

Penulis menggunakan metode tematik karena penulis mengumpulkan ayat-ayat terlebih dahulu, kemudian penulis membandingkannya melalui metode muqorran, penulis ingin mencoba memaparkan bagaimana amar ma‟ruf nahi munkar menurut penafsiran Hamka dalam penafsiran tafsir al-Azhar yang kemudian dikomparasikan dengan tafsir lainnya.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab masing-masing memiliki sub bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut

BAB I dimulai dengan pendahuluan, dalam bab ini tujuannya untuk menggambarkan secara umum atau sebagai landasan dari skripsi ini, adapun dari sub dari bab ini adalah membahas mengenai latar belakang masalah yang dimaksud untuk mempertegas masalah yang akan diteliti agar lebih fokus, tujuan dan manfaat penelitian untuk menjelaskan pentingnya penelitian ini, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

33

„Abdu al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟I, Terj, Rohison Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 51-52.

(46)

BAB II kemudian membahas buya Hamka dan Tafsirnya. Yang meliputi riwayat hidup, karir, karya-karya, stori, sumber tafsir, metode penafsiran dan corak penafsirannya.

BAB III membahas tentang amar ma‟ruf nahi munkar, yang meliputi pengertian universal menurut bahasa dan istilah, amar ma‟ruf nahi munkar dalam kehidupan manusia, hukum dan syarat amar ma‟ruf nahi munkar, urgensi amar ma‟ruf nahi munkar, kedudukan amar ma‟ruf nahi munkar dalam Islam, etika beramar ma‟ruf nahi munkar, dan dampak meninggalkan amar ma‟ruf nahi munkar.

BAB IV membahas tentang analisis amar ma‟ruf nahi munkar perspektif Buya Hamka, tanggung jawab sosial, kolerasi antara pendirian s}alat dengan amar ma‟ruf nahi munkar, keimanan dalam beramar ma‟ruf nahi munkar, urgensi amar ma‟ruf nahi munkar. Di tambah dengan analisa tentang amar ma‟ruf nahi munkar terhadap penafsiran buya Hamka . BAB V merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian skripsi ini, yang berisi kesimpulan dengan tujuan untuk memberikan jawaban dari hasil penelitian. Kemudian saran-saran dari peneliti untuk peneliti selanjutnya.

(47)

27

BAB II

BIOGRAFI BUYA HAMKA DAN PROFIL TAFSIR AL- AZHAR A. Biografi Buya Hamka dan Profil Tafsir

1. Lahir, Wafat dan Keluarga Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan buya Hamka, lahir di Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang taat agama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amarullah bin Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama yang pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum muda dan penganjur Muhammadiyah di Minangkabau, sedangkan ibunya bernama Siti Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang menganut system matrilineal. Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya. Nama Buya Hamka melekat stelah ia,untuk pertama kalinya naik haji ke Mekah pada tahn 1927. HAMKA (akronim pertama bagi orang indonesia)., yaitu potongan dari nama lengkap, Haji Abdul Malik Karim Amrullah.1

Buya Hamka wafat pada hari Jum‟at pada tanggal 24 juli 1981 setelah menyelesaikan 84 judul buku meliputi bidang agama, filsafat, dan sastra13 yang ia tulis dalam jangka 57 tahun . Tidak lama sebelum wafat,

1

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

(48)

ia mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan kontroversi fatwa keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan Natal. Namun pemerintah (dalam hal ini Menteri Agama RI) keberatan dengan fatwa tersebut dan memerintahkan MUI untuk mencabutnya. Meskipun pada akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat ungkap Hamka “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa diingkari.1

Catatan dan kepribadian yang tak bisa dibantah dari sosok Hamka adalah kegigihan dan keuletannya, begitu juga sebagaimana Gus Dur menulis “bahwa pada dasarnya Buya Hamka adalah seorang optimistis, dan dengan modal itulah ia mampu untuk terus-menerus menghargai orang lain secara tulus, karena ia percaya bahwa pada dasarnya manusia itu baik2

Kelahiran Hamka sangat diharapkan ayahnya, kelak anak kecil ini akan dihantar belajar ke Mekkah untuk menjadi penerus perjuangan beliau sebagai ulama suatu hari nanti. Pada tahun 1924 Hamka berangkat ke tanah Jawa yaitu Togyakarta. Di kota ini Buya Hamka bertemu Ki Bagus Hadikusno, HOS Cokroaminoto, Syamsul Rijal dan H. Fachruddin. Menurut Hamka manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Pilihan untuk menjadi kafir atau menjadi mukmin berdasarkan pilihan bebas manusia sendiri bukan ditentukan Allah swt. kebebasan berbuat dan berkehendak dimungkinkan dipunyai oleh manusia, karena manusia diberi akal oleh Allah swt. dengan akal manusia berikhtiyar menentukan baik atau buruk, dan penentuan mafsadah maupun maslahah3

1 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1 (Januari-Juni 2018): 5.

2 Husnul Hidayat, “ Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya Hamka”, 6.

3

M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawarij ke Buya

(49)

Semasa kecil ia lebih dekat dengan Midung (nenek) dan engkunya (kakek) di Desa kelahirannya. Oleh karena profesi Ayahnya sebagai seorang ulama yang banyak diperlukan masyarakat pada waktu itu, sehingga hidupnya selalu berada di luar desa kelahirannya seperti ke kota Padang bahkan sampai ke tanah Jawa dan sebagainya, karena dikenal suka berkelana tersebut Ayahnya memberi gelar kepadanya “si bujang jauh”.4

Menurut penuturan Hamka sendiri, ia merasa lebih sayang kepada kakek dan neneknya daripada terhadap ayah dan ibunya. Terhadap ayahnya Hamka merasa lebih takut daripada sayang. Ayahnya dirasakannya sebagai orang yang kurang mau mengerti jiwa dan kebiasaan anak-anak, terlalu kaku bahkan secara diametral dinilainya bertentangan dengan kecenderungan masa kanak-kanak yang cenderung ingin “bebas” mengekspresikan diri atau “nakal” sebab kenakalan anak-anak betapapun nakalnya, asal masih dalam batas-batas kewajaran adalah masih lumrah, bahkan orang tua justru merasa “beruntung” kalau memiliki anak yang nakal. Jika orang tua tepat dalam membimbing anak yang nakal itu, maka kalau si anak nanti besar, dia akan menjadi manusia yang berani dan tidak kenal putus asa. Hal ini tidak berarti bahwa Hamka membenci orang tuanya bahkan ia sangat berbakti kepada keduanya. Sang ayahpun akan paham bahwa ia juga pernah maengalami hal tersebut, yakni ketika terjadi pertentangan paham dan pendirian antara ayah (Syekh Muhammad Amrullah) dengan anak dalam persoalan adat dan aliran ketarekatan (Naqsyabandiah).5

Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca al-Qur‟an langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun tepatnya pada tahun 1914, ia dibawa ayahnya ke Padang panjang. Pada usia 7 tahun, ia

4Musyarif, “ Suatu Analisis Sosial Terhadap Kita al-Azhar”. IAIN Pare-Pare, Vol.1, no.2 (Juli, 2019): 2.

Referensi

Dokumen terkait

Results of this study shows that from those five factors of Guerrilla Marketing only Creativity Factor (F1) that has partially significant effects towards Purchase Decision (Y)

Sementara densitas batuan yang terdapat pada model struktur bawah permukaan didapatkan dengan menggunakan tabel nilai densitas batuan pada Lampiran 1 yang telah

Seperti yang ditunjukan pada Tabel 1, setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pada struktur atau fungsi ventrikel kiri dapat menjadi faktor predisposisi seorang

Alat yang digunakan dalam terapi BCT ini sama dengan alat yang ada pada pemeriksaan Bio Resonance Scanning dan menggunakan gelombang yang sama, namun pada terapi

Dapat disimpulkan bahwa physical fitness training terhadap hasil prestasi atlet karate dika- tegorikan baik (13: 81.3%). Dengan demikian se- cara keseluruhan phy-sical

Dikatakan dalam Hasyiyah Ibni ‘Abidin, “Sesunggunya siapa yang mengatakan ‘Fudhuli (orang yang berbicara tidak karuan)’ kepada pihak yang menyuruh berbuat

Selain itu, berdirinya lembaga pendidikan al-Falah Tropodo 2 adalah untuk menjawab kekhawatiran orang tua tentang pendidikan anaknya di era globalisasi ini, yang penuh dengan

- Lap lengkap pers yang menempati jabatan sesuai standart kompetensi; - Membuat Rencana Mutasi; - Nota Dinas/STR undangan pelaksanaan Mutasi kepada DPK untuk