BAB I PENDAHULUAN
1.5 Kerangka Teori dan Pemikiran
1.5.4 Program Acara
Program acara merupakan sebuah siaran atau tayangan yang memiliki format acara tertentu. Program acara seni tradisi juga merupakan sebuah format mata acara. Biasanya program acara tersebut mengangkat cerita dari kesenian yang ada di daerahnya. Seperti kethoprak dan wayang orang jika berada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” merupakan program drama berbahasa Jawa yang disiarkan di radio. Kemudian dikemas dengan berdialog seperti drama pada umumnya. Program acara ini menyajikan ilustrasi musik daerah Jawa untuk menambah imajinasi pendengar, dan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa siaran dalam program tersebut.
Pemilihan sandiwara bahasa Jawa sebagai sebuah program acara mampu merevitalisasi bahasa Jawa yang semakin tergerus dan tergantikan oleh bahasa asing. Melalui program acara di radio seperti ini, akan mengangkat kembali budaya Jawa dan bahasa Jawa. Sehingga dengan program acara ini, masyarakat Yogyakarta tidak akan melupakan bahasa ibunya, yaitu bahasa Jawa.
Dalam “Sandiwara Bahasa Jawa” penyiar menyampaikan pesan kepada pendengar sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Sehingga dengan hal ini, pendengar memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penyiar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”.
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radio Siaran
2.1.1 Definisi Radio Siaran
Radio adalah suatu medium komunikasi, dimana pesan berupa suara diubah menjadi sinyal suara, dipancarkan dari suatu sumber (a sender) dengan antena pemancar, tanpa perangkat kabel, melalui gelombang elektromagnetik, kemudian diterima oleh antena penerima, pada pesawat penerima (a receiver), yang mengubah sinyal suara menjadi pesan berupa suara kembali (Wibowo, 2012:1).
Radio siaran merupakan awal dari kelahiran media audio visual. Meskipun hanya menggunakan unsur radio saja, akan tetapi keunggulan radio memiliki kecepatan siar dan mampu menjangkau jumlah khalayak yang lebih banyak dengan kemudahan penggunaannya.
Terkait dengan itu, maka radio siaran perlu dimuati pesan-pesan, informasi, musik, serta bunyi-bunyi lainnya, yang terencana, tersusun/tertata, terpola menjadi suatu program yang layak dan siap untuk didengarkan kepada khalayak (Triantanto, 2010:31).
2.1.2 Radio Siaran sebagai Media Massa
Radio menurut Teguh Meinanda dan Ganjar Nugraha yang dikutip oleh Ius Y. Triartanto (2010:30) menyatakan, radio adalah keseluruhan sistem gelombang suara yang dipancarkan dari stasiun dan kemudian dapat diterima oleh berbagai pesawat penerma baik di rumah, di kapal, di mobil dan sebagainya.
Sebagai media massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dari media massa lainnya. Penyampaian pesan radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan. Selain itu radio siaran juga memiliki karakteristik yang unik dan khas, namun juga memiliki keunggulan dan kelemahannya. Dalam penyampain pesan, radio menggunakan bahasa lisan, musik atau lagu, dan efek suara yang menjadi ciri khas dari radio siaran.
Menurut Effendy, gaya radio siaran dapat timbul karna faktor sifat radio siaran dan sifat pendengar radio (Triartanto, 2010:32). Sifat radio siaran, secara karakteristiknya mencakup beberapa hal yaitu :
1. Imajinatif, dalam hal ini pendengar akan bisa membayangkan sosok penyiar dari suaranya tanpa mengetahui penyiarnya seperti apa. Radio dapat menciptakan theater of mind, terutama pada program acara drama di radio.
2. Auditori, pesan dalam radio biasanya jelas, singkat, dan sepintas lalu.
3. Akrab, setiap radio siaran akan memiliki sapaan untuk para pendengarnya.
Dimana hal tersebut dapat membuat kesan akrab kepada pendengar radio.
4. Gaya percakapan, dikarenakan bahasa di radio ialah bahasa lisan. Maka biasanya gaya bahasa yang dipilih juga merupakan bahasa sehari-hari dan tidak terlalu formal.
Setiap media massa memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing.
Keunggulan dari radio siaran ialah memiliki sifat yang santai. Orang dapat menikmati acara dari radio sembari mengerjakan suatu pekerjaan rumah atau dengan kegiatan lain. Penambahan efek suara dalam penyampaian pesan pada radio siaran juga merupakan keunggulan. Radio siaran bisa dapat dinikmati
15
dimana saja, misalnya saat berkendara menggunakan mobil. Hal-hal seperti itu merupakan keunggulan dari radio siaran yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya.
Namun, radio menggunakan proses komunikasi yang bersifat satu arah.
Dimana komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan. Hal ini menjadi kelemahan bagi radio siaran. Di tambah lagi dengan sifatnya yang selintas dengar.
Sehingga pesan yang diterima oleh pendengar juga akan sekilas saja. Dengan begitu, pendengar tidak mungkin memperoleh penjelasan lebih jauh. Durasi program dalam radio juga tidak seperti televisi. Radio siaran dalam tiap programnya akan dibatasi durasi waktu. Biasanya maksimal durasi waktu program selama 240 menit atau 4 jam, yang terbagi dalam segmen acara (Triartanto, 2010:38).
2.1.3 Fungsi Radio Siaran Dalam Mengembangkan Kebudayaan
Radio siaran yang memiliki kemampuan manyampaikan informasi secara cepat mendorong terjadinya penyebar luasan berbagai hal, termasuk pengetahuan (Wibowo, 2012:29). Pada masa tradisi lisan, penyampaian pengetahuan disampaikan melalui dongeng yang disampaikan oleh orang tua dalam kelompok atau suku-suku. Akan tetapi penyebarluasan dongeng tersebut sangat lambat.
Sehingga perkembangan kebudayaan masyarakat yang terjadi pada saat komunikasi belum memiliki sarana-sarana yang memadaipun berjalan lambat.
Kemudian ketika ditemukan bahasa tulisan dan disusul dengan penemuan mesin cetak, maka terjadilah percepatan dalam perkembangan kebudayaan manusia. Ketika radio ditemukan dan berkembang menjadi radio siaran, maka radio
memiliki fungsi sebagaimana media cetak, tetapi memiliki kecepatan yang tak tertandingi.
Radio siaran semakin cepat memperkembangkan kebudayaan manusia, karena disamping kecepatan dalam mengirim informasi, radio siaran tidak memerlukan kemampuan membaca dan menulis bagi audiensnya dan mampu ditangkap dalam jangkauan yang luas ketika terpasang antena-antena pemancar dan penerima.
Informasi, pendidikan, dan hiburan adalah tiga muatan utama dari radio siaran dalam fungsinya sebagai media massa yang berada dalam ranah publik dan dengan demikian menjadi institusi masyarakat (Wibowo, 2012:31). Di balik muatan informasi, pendidikan dan hiburan, terdapat substansi yang sangat bermakna dari fungsi keberadaan radio siaran. Keberadaan medium radio siaran sungguh dapat bermanfaat sebagaimana fungsi substansialnya.
2.2 Pesan
2.2.1 Definisi Pesan
Pesan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi (Cangara, 2007:24).
Pesan yang biasanya disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Pesan yang dikirim komunikator kepada penerima melalui rangkaian simbol atau kode.
Pesan memiliki tiga komponen, yaitu makna, simbol, dan bentuk pesan. Simbol
17
dalam pesan biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan seperti bahasa.
Dalam penyampaian kode melalui pesan tersebut terdapat dua jenis, yaitu kode verbal dan non verbal.
2.2.2 Teknik Pengelolaan Pesan
Ada dua model dalam penyusunan pesan, yakni penyusunan pesan yang bersifat informatif, dan penyusunan pesan yang bersifat persuasif.
1. Penyusunan pesan yang bersifat informatif
Model penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan pada perluasan wawasan dan kesadaran khalayak (Cangara, 2007:115). Dalam penyusunan pesan yang bersifat informatif, terdapat empat macam, yaitu :
a. Space Order, yaitu penyusunan pesan melihat kondisi tempat atau ruang, seperti internasional, nasional, dan daerah.
b. Time Order, yaitu berdasarkan waktu atau periode yang disusun secara kronologis.
c. Deductive Order, yaitu berdasarkan hal-hal yang umum ke hal yang khusus.
d. Inductive Order, yaitu dimulai dari hal-hal yang memiliki sifat khusus ke sifat yang umum.
Dalam penyusunan pesan informatif ini biasanya digunakan dalam penulisan berita.
2. Penyusunan pesan yang bersifat persuasif
Model penyusunan pesan yang bersifat persuasif memiliki tujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan pendapat khalayak (Cangara, 2007:116). Dalam penyusunan pesan pesuasif ini terdapat beberapa cara, diantaranya adalah :
a. Fear Appeal, yaitu pesan yang disampaikan dengan menimbulkan rasa takut kepada khalayak. Misalnya, gempa bumi, demam berdarah, dan lain-lain.
b. Emotional Appeal, yaitu cara penyusunan atau penyampaian dengan cara berusaha menggugah emosi khalayak. Misalnya, diskriminasi SARA.
c. Reward Appeal, yaitu biasanya disampaikan meggunakan cara dengan memberikan janji-janji kepada khalayak. Misalkan, dengan memberikan janji akan menaikan gaji PNS.
d. Motivational Appeal, yaitu dibuat dan disusun dengan cara menumbuhkan internal psikologis khalayak, sehingga mereka akan mengikuti pesan-pesan itu. Misalnya, menumbuhkan rasa nasionalisme, menjaga kebersihan alam.
e. Humorious Appeal, yaitu pesan yang disusun disertai dengan humor atau lelucon, sehingga dalam penerimaan pesan khalayak tidak akan merasa jenuh.
Menurut Hafied Cangara, (2007:120) perlu diketahui bahwa untuk berhasil mengelola dan menyusun pesan-pesan secara efektif perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
19
a. Pesan yang disampaikan harus dikuasai lebih dahulu, termasuk struktur penyusunannya yang sistematis.
b. Mampu mengemukakan argumentasi secara logis. Untuk itu harus mempunyai alasan berupa fakta dan pendapat yang bisa mendukung materi yang disajikan.
c. Memiliki kemampuan untuk membuat intonasi bahasa, serta gerakan-gerakan nonverbal yang dapat menarik perhatian khalayak.
d. Memiliki kemampuan untuk membumbui pesan yang akan disampaikan dengan anekdot-anekdot untuk menarik perhatian dan mengurangi rasa bosan khalayak.
2.2.3 Bahasa Sebagai Pesan Verbal
Dalam ruang lingkup yang rinci, komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain (Komala, 2009:133). Simbol atau pesan verbal adalah jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Sebuah simbol adalah representasi dari sesuatu, misalnya gambar buah apel adalah wakil dari gagasan bernama apel (Liliweri, 2002:136). Dalam hal ini bahasa merupakan bentuk pesan verbal. Bahasa merupakan seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut. Sehingga kemudian dapat digunakan dan dipahami oleh sekelompok orang.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual. Oleh karena itu, belajar berbahasa sama dengan belajar
berkomunikasi untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menyampaikan ide atau pikiran dalam makna tertentu secara efektif dan spontan.
Menurut Social Self Definition, bahasa adalah sistem komunikasi dengan menggunakan pesan verbal. Dalam keseharian, seringkali dijumpai istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, dan bahasa isyarat. Bahasa tersebut merupakan jenis-jenis dari pesan verbal. Adapun jenis-jenis dari pesan verbal yaitu :
1. Verbal Vokal
Verbal vokal adalah ungkapan yang diucapkan dengan kata-kata secara lisan. Dalam praktiknya, verbal vokal ini berkaitan tentang bagaimana seharusnya sebuah kata atau rangkaian kata diungkapkan dan sesuai dengan penekanan huruf, suku kata, atau irama pengucapannya. Sehingga dapat membedakan satu arti dengan arti yang lain.
2. Verbal Visual
Verbal visual ini menggunakan visualisasi dari perkataan yang dimaksud oleh pembicara. Artinya dalam verbal visual ini adanya peragaan agar dapat dilihat, misalkan dengan menuliskan di kertas.
3. Verbal Vokal dan Visual
Verbal vokal dan visual adalah pengungkapan suatu kata atau rangkaian kata-kata dengan bantuan vokal (suara) dan ditunjang lagi oleh visual (Liliweri, 2002:138). Artinya pada verbal vokal dan visual ini perpaduan antara suara dan peragaan kata-kata.
21
Menurut Hafied Cangara, (2007:99) bahasa memiliki fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu, ialah :
a. Untuk mempelajari tentang dunia sekelilingnya.
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia.
c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Bahasa menjadi alat yang sangat penting dalam memahami lingkungan di sekitar. Melalui bahasa, manusia dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa. Bahasa juga mengembangkan pengetahuan, agar mampu menerima sesuatu dari luar.
Sebagai alat pengikat dan perekat dalam kehdupan bermasyarakat, bahasa dapat membantu menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain.
2.3 Budaya
2.3.1 Definisi Budaya
Budaya bersangkutan dengan cara manusia hidup. Bahasa, kebiasaan, komunikasi, dan tindakan-tindakan sosial merupakan pola-pola budaya. Ada orang yang berbahasa Jawa, menguburkan orang-orang mati, berbicara melalui telepon, dan menghindari minuman keras, hal itu ada karena manusia dilahirkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Liliweri, 2003:18).
Pengertian lain dari budaya yaitu sebuah proses pemahaman bukan hanya untuk memahami alam atau realitas eksternal, melainkan juga sistem sosial yang merupakan bagian dari identitas sosial sekaligus identitas sosialnya itu sendiri serta kegiatan keseharian orang-orang di dalam sistem tersebut (Fiske, 2007:167).
Budaya berkesinambungan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu budaya juga menampilkan dari pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan serta perilaku yang berfungsi sebagai model penyesuaian diri dan gaya komunikasi bagi orang-orang di daerah tertentu.
Istilah budaya merupakan istilah yang multi wacana, dan dapat dimobilisasi dalam pelbagai macam wacana (Hartley, 2015:30). Seperti halnya, bahasa Jawa merupakan sebuah budaya lokal yang ada di Indonesia. Bahasa Jawa merupakan budaya verbal, dalam kesehariannya masyarakat Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai identitas sosial.
Saat ini budaya menjadi penentu, bukan hanya ditentukan, serta menjadi bagian dari aktivitas sosial, dan untuk itu budaya sangat penting bagi ketimpangan kekuatan sosial dan komponen utama dari ekonomi dunia yang meluas.
23
2.3.2 Bahasa dan Budaya
Bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk nonmaterial selain nilai, norma, dan kepercayaan. Bahasa digunakan oleh semua suku bangsa yang ada di dunia. Di Indonesia sendiri, terdiri banyak suku bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda-beda berdasarkan budayanya. Bahasa merupakan simbol dari budaya, dimana simbol-simbol itu berupa susunan kata yang ditata. Oleh karena itu bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan, perilaku, perasaan, dan kecenderungan seseorang untuk bertindak menanggapi sekitarnya.
2.4 Bahasa Jawa
2.4.1 Definisi Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh sebagian penduduk yang berada di pulau Jawa. Penutur bahasa Jawa bertempat tinggal di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Bahasa Jawa sendiri memiliki logat yang berbeda di tiap daerahnya. Oleh karena itu, bahasa Jawa memiliki beberapa variasi.
Variasi tersebut berdasarkan tingkatan yang di masyarakat. Menurut Kuntjaraningrat (2009:245) membagi masyarakat Jawa menjadi 4 tingkatan, yaitu:
1. Wong Cilik 2. Wong Sudgar 3. Priyayi
4. Ndara
Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dalam masyarakat Jawa memiliki berbagai variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat sosialnya. Sehingga tingkatan wong cilik dan tingkatan wong sudgar akan berbeda penggunaan bahasanya. Perbedaan penggunaan bahasa juga terjadi apabila terdapat perbedaan tingkat sosial yang berbeda.
Misalnya, jika wong cilik berbicara dengan priyayi atau ndara maka masing-masing akan menggunakan variasi bahasa yang berbeda. Dalam bahasa Jawa pihak yang memilki tingkat lebih rendah ketika berbicara dengan pihak lebih tinggi akan menggunakan bahasa Jawa variasi tinggi. Hal tersebut disebut dengan karma inggil. Sebaliknya apabila pihak yang memiliki tingkatan sosial tinggi dan berbicara dengan pihak bertingkat rendah. Akan menggunakan variasai bahasa Jawa rendah yang sering disebut bahasa ngoko.
Adanya tingkatan tersebut menyebabkan pengguna bahasa Jawa harus melihat terlebih dahulu kedudukan tingkat sosial terhadap lawan bicaranya. Hal ini juga terjadi apabila penutur memiliki usia yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan lawan bicaranya.
2.4.2 Tingkatan Bahasa Jawa
Terdapat dua tingkatan dalam bahasa Jawa, yakni ngoko dan krama.
1. Bahasa Ngoko
Bahasa Ngoko umumnya digunakan oleh orang yang sudah akrab satu sama lain. Umumnya bahasa ngoko memiliki dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus.
25
a) Ngoko lugu
Bahasa ngoko lugu merupakan bentuk bahasa yang tidak dicampur dengan bahasa krama. Bahasa ngoko lugu biasa digunakan dengan sesama teman yang sudah akrab. Kemudian orang tua kepada anaknya dan seorang pemimpin dengan karyawannya.
b) Ngoko alus
Ngoko alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama. Leksikon krama yang muncul di dalam ragam ini sebenarnya hanya digunakan untuk menghormati lawan bicaranya (Sasangka, 2004:100).
Penggunaan ngoko alus ini digunakan kepada teman akrab, namun keduanya saling menghormati. Orang tua yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang masih muda, tetapi keduanya sangat akrab. Selain itu saat sedang bicara pada orang yang dihormati.
2. Bahasa Krama
Bahasa krama adalah bentuk unggah-ungguh dari bahasa Jawa yang digunakan oleh lawan bicara yang belum akrab. Dan oleh mereka yang memiliki tingkat sosial yang lebih rendah daripada lawan bicaranya. Bahasa krama mempunyai tiga bentuk varian, yaitu krama lugu, krama andhap, dan krama alus (Sasangka, 2004:104).
a) Krama lugu atau Krama Madya
Krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan ngoko
alus, bahasa krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusan (Sasangka, 2004:105).
Penggunaan krama lugu ini biasanya digunakan oleh orang yang belum akrab atau baru pertama kali bertemu. Saat berada di situasi resmi, umumnya krama lugu juga digunakan. Selain itu, orang yang sederat akan tetapi saling menghormati.
b) Krama Alus atau Krama Inggil
Krama alus dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya tinggi (Sasangka, 2004:111). Krama inggil atau krama alus ini biasanya disebut juga krama andhap. Penggunaan krama alus ini secara konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap lawan bicaranya.
Seperti digunakan oleh anak kepada orang tua atau murid kepada guru.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan dan tolak ukur untuk mempermudah dalam menyusun penelitian ini. Dalam hal ini peneliti menggunakan 3 penelitian terdahulu yaitu :
1. Peran Jogja TV Sebagai Media Pelestari Bahasa Jawa, oleh Lutfiyah, UIN Sunan Kalijaga, tahun 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi dalam program siaran di Jogja TV. Selain itu untuk mengetahui peran Jogja TV dalam melestarikan bahasa Jawa. Penelitian yang dilakukan Lutfiyah
27
menggunakan peran media sebagai salah satu konsep pemikiran. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa fungsi media massa memiliki peran untuk melestarikan bahasa Jawa.
Perbedaan penelitian Lutfiyah dengan penelitian ini adalah terletak dari objek yang diteliti. Dalam penelitian Lutfiyah menggunakan Jogja TV sebagai objek penelitian. Sedangkan penelitian ini menggunakan Radio Retjo Buntung sebagai objek penelitian. Selain itu juga terdapat dari program acara yang diteliti.
Jika pada penelitian Lutfiyah ini menjelaskan program berbahasa Jawa yang ada di Jogja TV. Akan tetapi penelitian ini hanya menjelaskan satu program dari Radio Retjo Buntung, yaitu program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”.
2. Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Pelestarian Bahasa Jawa Kota Yogyakarta Melalui Desain Komunikasi Visual, oleh Tiara Anjarsari, ISI Yogyakarta, tahun 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perancangan iklan layanan masyarakat dalam melestarikan bahasa Jawa melalui desain komunikasi visual.
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan kuisioner dan wawancara. Penelitian ini berisi tentang perancangan Iklan Layanan Masyarakat agar komunikatif, efisien, dan estetis. Hal tersebut bertujuan agar memudahkan masyarakat untuk memahami dan mampu melestarikan bahasa Jawa di Kota Yogyakarta.
Perbedaan penelitian Tiara Anjarsari dengan penulis ialah terdapat pada bentuk komunikasi. Pada penelitian ini menggunakan Iklan Layanan Masyarakat untuk melestarikan bahasa Jawa. Sedangkan penulis menggunakan program acara
“Sandiwara Bahasa Jawa”. Selain itu dari metode pengumpulan data, penulis tidak menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini.
3. Eksistensi Bahasa Jawa Dalam Wacana Meme, oleh Dewi Untari, Universitas Sebelas Maret, tahun 2017.
Objek penelitian ini adalah meme yang ada di media sosial seperti instagram. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa Jawa yang digunakan dalam meme berbahasa Jawa. Selain itu bertujuan untuk mengetahui fungsi meme berbahasa Jawa terhadap masyarakat pembacanya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber penelitian ini adalah meme berbahasa Jawa yang ada di akun instagram Dagelan-_Jowo.
Simpulan penelitian ini bahwa meme berbahasa Jawa merupakan salah satu bentuk pemertahanan bahasa Jawa di era internet saat ini. Perbedaan penelitian yang ada pada penelitian ini adalah dari segi pemilihan media. Media yang digunakan pada penelitian Dewi Untari adalah media sosial atau new media.
29 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposif dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposif dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan