i
REVITALISASI BAHASA JAWA DALAM PROGRAM ACARA DI RADIO
(Studi Deskriptif Pada Program Acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta)
SKRIPSI
Oleh :
Nur Afitria Cika Handayani NIM. 153150068
Diajukan
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
ii
iii
iv
v
HALAMAN MOTTO
“Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS Ath Thalaaq 65:3)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Ibu dan Bapak saya yang telah memberikan dorongan psikis dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kemudian untuk masyarakat, khususnya bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya untuk terus menumbuhkan kembali serta melestarikan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat-barkat yang tercurah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Revitalisasi Bahasa Jawa Dalam Program Acara di Radio (Studi Deskriptif Pada Program Acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta)”. Skripsi ini disusun guna salah satu memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut karena masih sangat terbatasnya pengetahuan penulis. Kesempurnaan dari skripsi ini tidak lepas dari bimbingan-bimbingan, nasihat-nasihat, bantuan-bantuan fasilitas dan juga dorongan moril dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ibu Yenni Sri Utami, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesabaran dalam membimbing penulis dalam memberikan saran, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Panji Dwi Arshianto, S.Sos., M.I.Kom., selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dosen Wali, Bapak Dr. Basuki Agus Suparno, M.Si., yang telah membantu penulis selama perkuliahan.
viii
4. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dalam perkuliahan sebagai bekal di masa depan.
5. Ibu Asik selaku bagian dari Radio Retjo Buntung yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk melakukan penelitian di Radio Retjo Buntung.
6. Ibu Ria, Bapak Hari, Mbak Widia dan seluruh pemain selaku pengelola dari program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk melakukan penelitian.
7. Bapak Dri Hardono, S.Sos., sebagai Kepala Seksi Bahasa Jawa Dinas Kebudayaan Yogyakarta dan pendengar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” (Ibu Sri, Elda, dan Ayu) yang telah bersedia menjadi informan untuk penelitian ini.
8. Ibu. Bapak, dan Adik yang telah memberikan doa, dorongan dan motivasi untuk menyelesaikan penelitian ini.
9. Teman-teman Ilmu Komunikasi atas dukungan dan doa, serta membantu hingga terselesaikannya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan segala keterbatasan ini, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 22 Januari 2019
Nur Afitria Cika Handayani
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ...xiii
DAFTAR TABEL ...xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ...xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 6
x
1.5 Kerangka Teori dan Pemikiran ... 7
1.5.1 Teori Logika Penyusunan Pesan ... 7
1.5.2 Teori Norma-Norma Budaya ... 8
1.5.3 Revitalisasi ... 10
1.5.4 Program Acara ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Radio Siaran ... 13
2.2 Pesan... 16
2.3 Budaya ... 21
2.4 Bahasa Jawa ... 23
2.5 Penelitian Terdahulu ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Objek Penelitian ... 30
3.3 Lokasi Penelitian ... 30
3.4 Sumber Data ... 30
3.4.1 Informan ... 30
3.4.2 Dokumen ... 30
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.5.1 Wawancara Mendalam (In Deph Interview) ... 31
3.5.2 Observasi ... 32
3.5.3 Dokumentasi ... 32
3.6 Keabsahan Data ... 33
xi
3.6.1 Uji Kredibilitas ... 33
3.7 Teknik Analisa Data ... 34
3.7.1 Reduksi Data ... 34
3.7.2 Penyajian Data ... 35
3.7.3 Penarikan Kesimpulan ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
4.1 Profil Radio ... 36
4.1.1 Sejarah Radio Retjo Buntung ... 36
4.1.2 Visi dan Misi Radio Retjo Buntung ... 37
4.1.3 Logo Radio Retjo Buntung ... 38
4.1.4 Deskripsi Logo ... 39
4.1.5 Data Radio Retjo Buntung ... 39
4.1.6 Segmentasi Radio Retjo Buntung ... 40
4.1.7 Program Acara Radio Retjo Buntung ... 44
4.1.8 Struktur Organisasi ... 46
4.1.9 Gambaran Program Acara “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 46
4.2 Hasil Penelitian ... 48
4.2.1 Revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 48
4.2.2 Kinerja program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 62
4.2.3 Penyampaian pesan kepada pendengar ... 69
4.3 Pembahasan ... 72
BAB V PENUTUP ... 81
xii
5.1 Simpulan... 81 5.2 Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Presentase Penduduk Yang Mendengarkan Radio ... 2
Logo Radio Retjo Buntung ... 38
Bagan Struktur Organisasi Radio Retjo Buntung ... 46
Bagan Struktur Organisasi Program Acara “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 47
Gambar Proses Produksi Rekaman “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 65
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Presentase Segmentasi Pendengar Berdasarkan Pendidikan ... 40
Tabel Presentase Segmentasi Pendengar Berdasarkan Usia ... 41
Tabel Presentase Segmentasi Pendengar Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 42
Tabel Presentase Segmetasi Pendengar Berdasarkan Pekerjaan ... 42
Tabel Program Acara Harian ... 44
Tabel Program Acara Mingguan ... 45
Tabel Judul Cerita Program Acara “Sandiwara Bahasa Jawa” ... 52
Tabel Judul Cerita Horor ... 53
Tabel Judul Cerita Rakyat ... 53
xv
ABSTRAK
Saat ini terdapat 86 radio yang berada di Yogyakarta diantaranya 4 stasiun radio publik, 43 stasiun radio swasta, dan 39 stasiun radio komunitas. Dari banyaknya radio tersebut hanya beberapa radio yang menyajikan siaran berbahasa Jawa. Padahal saat ini di Yogyakarta penggunaan bahasa Jawa mulai berkurang.
Radio Retjo Buntung salah satu radio yang menyajikan program acara berbahasa Jawa, salah satunya yaitu program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara
“Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teori yang digunakan yaitu Teori Logika Penyusunan Pesan dan Teori Norma-Norma Budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” terlihat dari penyusunan pesan yang disusun oleh penulis naskah. Selain itu penyampaian pesan yang dilakukan dengan berdialog antar pemain. Program acara ini menggunakan bahasa Jawa yang digunakan untuk bahasa sehari-hari. Sehingga pendengar mudah memahami dan hal tersebut mampu membantu revitalisasi bahasa Jawa. Akan tetapi, program acara ini belum sepenuhnya mampu merevitalisasi bahasa Jawa.
Kata Kunci: revitalisasi, bahasa Jawa, program acara, radio
xvi
ABSTRACT
Presently, there are 86 radio stations operating in Yogyakarta, consisting 4 public radio stations, 43 private radio stations, and 39 community-owned radio stations. With the large number of radio stations operating within the city, there are only few radio stations airing their programs in Javanese. Radio Retjo Buntung is one of the few stations airing programs using Javanese. The name of the program is “Sandiwara Bahasa Jawa”. Thus, this research aimed to discover the revitalization process of Javanese language in “Sandiwara Bahasa Jawa”
program of Radio Retjo Buntung. The research was conducted in qualitative manner. Message Design Logics and Cultural Norms theories grounded this present research. The result of study revealed that Javanese revitalization was valued from the process in creating messages which set by the screenwriter of
“Sandiwara Bahasa Jawa” program. In this case, dialogue among the actors were regarded as the method in delivering the messages. This program used daily Javanese spoken language. Thus, the listener could easily understand the content and conversation in the program. This fact was contributing Javanese to be revived.
However, the program has not been able to significantly revitalize the language.
Keywords: revitalization, Javanese, program, radio
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju telah membawa pengaruh yang besar di segala bidang, salah satunya dalam bidang komunikasi.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan informasi, menghasilkan persaingan industri media yang terjadi begitu pesat serta cepat. Hal tersebut dapat dilihat bahwa perusahaan media elektronik dan cetak semakin tergeser oleh internet.
Televisi masih menjadi media utama dan internet tumbuh sangat pesat di berbagai segmen usia. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Lokadata Beritagar.id, televisi masih menjadi rutinitas sehari-hari masyarakat di Indonesia.
Keadaan ini menimbulkan berbagai asumsi terhadap eksistensi dari media radio. Hasil temuan Nielsen Radio Audience Measurement pada kuartal ketiga tahun 2016 menunjukkan bahwa 57% dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z dan Millenials atau para konsumen masa depan. Saat ini 4 dari 10 orang pendengar radio mendengarkan radio melalui perangkat yang lebih personal yaitu mobile phone (Lubis, 2016, http://www.nielsen.com diakses 31 Agustus 2018)
Pada tahun 2009, Daerah Istimewa Yogyakarta berada pada presentase 40,74% penduduk Indonesia yang mendengarkan radio. Namun, sepanjang 2015
mengalami penurunan menjadi 18,6% penduduk Indonesia yang mendengarkan radio (Djaya, 2017, https://beritagar.id/ diakses 25 September 2018).
GAMBAR 1.1
PRESENTASE PENDUDUK INDONESIA YANG MENDENGARKAN RADIO MENURUT PROVINSI TAHUN 2009-2015
SUMBER: BERITAGAR.ID, TAHUN 2017
Saat ini di Yogyakarta, untuk mendapatkan frekuensi radio yang masih tersedia sangatlah sulit. Dapat dikatakan, bahwa di Yogyakarta tingkat persaingan antar stasiun radio saat ini sangat ketat. Hal tersebut di karenakan meningkatnya stasiun radio baru dengan berbagai format siaran. Terdapat 38 lebih stasiun radio swasta yang ada di Yogyakarta dengan frekuensi FM. Sedangkan terdapat 5 stasiun radio yang menggunakan frekuensi AM (http://www.kpi.go.id/ diakses 25 September 2018).
Munculnya radio swasta jaringan yang ada di Yogyakarta membuat persaingan dengan radio lokal. Insan kreatif dalam perindustrian radio tidak kehabisan akal untuk membuat sebuah program yang berbeda dari stasiun radio
3
lainnya. Menurut sebuah penelitian dari National Broadcasting Board tahun 2013 tentang audience survey for the broadcasting sector in Bostwana, hasilnya program talkshow 29,1%, musik 69,3%, sementara olahraga 47,3% dan program pendidikan 18,8% (Jabal Noor, Skripsi Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin, Juni 2017).
Berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Yogyakarta, terdapat beberapa program unggulan radio seperti berita informasi 20%, pendidikan 25%, kebudayaan 5%, hiburan 40%, sisanya iklan penunjang sebesar 10%
(http://kpid.jogjaprov.go.id/ diakses 1 Oktober 2018).
Namun demikian, terdapat beberapa stasiun radio di Yogyakarta yang mengusung budaya lokal sebagai sebuah program di stasiun radionya. Di antaranya ialah RRI, Radio KR, Radio GCD Yogyakarta, dan Radio Retjo Buntung. Radio tersebut mengangkat budaya lokal sebagai program acaranya.
Budaya lokal yang diangkat oleh masing-masing stasiun radio yang ada di Yogyakarta memiliki beragam unsur dalam konteks kebudayaan. Dayat Subekti, mantan penyiar RRI, pernah menjabat sebagai Kepala RRI Sumenep pada tahun 2000 mengatakan bahwa seharusnya program radio di Yogyakarta menonjolkan budaya lokal. Budaya lokal akan punah bila tidak dikenalkan secara intensif.
Menurutnya, anak muda jaman sekarang sudah mulai tidak mengenali bahasa ibu- nya, yang berdampak pada ketidaktahuannya tentang budaya sendiri.
Berdasar catatan Sensus Penduduk 2010, Indonesia memiliki 1.211 bahasa.
Dari jumlah tersebut, 1.158 bahasa di antaranya merupakan bahasa ibu. Dari 1.211 bahasa yang riil dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari di dalam rumah
tangga, bahasa Jawa menunjukkan dominasi jumlah penuturnya, yakni mencapai 31,79 persen (Andi Baso Djaya, 2017, https://beritagar.id/ diakses 25 September 2018).
Saat ini presentase penggunaan bahasa Jawa tidak akan lebih dari 20%. Hal tersebut terjadi karena banyak generasi muda yang lebih memilih mempelajari bahasa asing daripada bahasa Jawa itu sendiri (Basuki, 2018, http://rri.co.id/
diakses 28 September 2018).
Dikutip dari TribunJogja.com, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Umar Priyono, mengakui bahwa saat ini bahasa Jawa tidak lagi memiliki daya tarik yang besar, khususnya bagi kalangan muda. Satu dari beberapa faktor utamanya adalah munculnya anggapan, kalau bahasa Jawa terkesan ketinggalan zaman (Aka, 2018, http://jogja.tribunnews.com/ diakses 25 September 2018).
Selain itu, hasil publikasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Badan tersebut mempublikasikan data tentang laju kepunahan beberapa bahasa daerah dengan pengguna terbesar di Indonesia. Laju kepunahan Bahasa Batak 9,8 persen, Bahasa Bugis 8,8 persen, Bahasa Minang 7,6 persen, Bahasa Jawa 4,1 persen, Bahasa Sunda 3,9 persen, Bahasa Banjar 2,5 persen, Bahasa Madura 2,2 persen dan Bahasa Bali 2,1 persen (Perdana, 2015, http://kompasiana.com/
diakses 28 September 2018).
Presentase tersebut merupakan presentase penutur yang tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya. Jadi semakin tinggi presentase penutur tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya, maka semakin tinggi laju kepunahannya. Dalam
5
hal ini bahasa Jawa bisa saja punah, apabila tidak dijaga dan dipertahankan dengan cara mempelajari serta menggunakannya untuk bahasa sehari-hari.
Oleh karena itu, perlunya revitalisasi atau penumbuhan kembali bahasa Jawa saat ini. Upaya revitalisasi bahasa Jawa dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan melalui berbagai macam media. Salah satunya melalui media massa seperti radio.
Radio Retjo Buntung salah satu radio yang menyajikan program bernuansa bahasa Jawa. Radio Retjo Buntung memiliki beberapa program yang menggunakan bahasa Jawa seperti pada acara mingguan terdapat “Sandiwara Bahasa Jawa”. Program tersebut disajikan dengan etnik Jawa dan dikemas secara ringan. Program acara ini merupakan program drama bahasa Jawa, dimana dibawakan dengan cara berdialog menggunakan bahasa Jawa.
Adanya program ini akan cukup membantu untuk membangkitkan keberadaan bahasa Jawa di dalam masyarakat. Melalui program ini, masyarakat bisa mendengarkan cerita dalam bahasa Jawa, sehingga masyarakat sekaligus belajar dan menambah pengetahuan bahasa Jawa.
Adapun pertimbangan pemilihan media ini sebagai objek penelitian adalah didasarkan pada program acara di radio yang mampu membangkitkan bahasa Jawa, dimana bahasa Jawa saat ini semakin tergerus arus globalisasi.
Dari latar belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta, ditinjau dari program acara radio. Karena hal tersebut sesuai dengan tampilan stasiun radio yang tersaji
melalui programnya, diharapkan hal ini dapat membangkitkan kebudayaan sesuai kebutuhan pendengar radio.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimana revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara
“Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui revitalisasi bahasa Jawa pada program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung
1.3.2 Untuk mengetahui kinerja dalam pengelolaan program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” secara akurat.
1.3.3 Untuk mengetahui program acara tersebut dalam menyampaikan pesan kepada pendengar.
1.4 .Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuwan peneliti dalam wacana kajian budaya dan media massa. Memberikan informasi dan referensi khususnya bagi para mahasiswa Ilmu Komunikasi yang mengadakan penelitian sejenis.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait pengetahuan berbahasa Jawa dan memberikan
7
masukan bagi pihak Radio Retjo Buntung dalam membuat sebuah program siaran.
1.5 Kerangka Teori dan Pemikiran
1.5.1 Teori Logika Penyusunan Pesan (Message Desain Logic)
Teori ini dikemukakan oleh Barbara O’Keefe dalam tesisnya, bahwa asumsi teori ini adalah manusia berpikir dengan cara berbeda-beda tentang komunikasi dan pesan. O’Keefe menggunakan logika penyusunan pesan ini untuk menggambarkan proses pemikiran dibalik pesan yang dibuat (Littlejohn, Foss, and Oetzel, 2017:130).
O’Keefe menjabarkan tiga kemungkinan logika penyusunan pesan, yaitu:
1) Logika ekspresif adalah pesan dalam mode ini bersifat terbuka dan reaktif, dengan sedikit perhatian diberikan untuk kebutuhan atau keinginan lain.
O’Keefe menyebutkan komunikasi perasaan dan pikiran.
2) Logika konvensional adalah sarana ekspresi diri yang diterima sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku, termasuk hak dan tanggung jawab setiap orang yang terlibat. Logika ini bertujuan untuk mendesain pesan yang sopan, pantas dan berdasarkan aturan yang seharusnya dilakukan semua orang tahu.
3) Logika retorik adalah memandang komunikasi sebagai cara mengubah aturan melalui negosiasi. Pesan yang dirancang dengan logika ini cenderung
fleksibel, berwawasan luas, dan berpusat pada orang (Littlejohn, Foss, and Oetzel, 2017:130).
Maka merajuk pada teori ini, penelitian ini menggunakan penyusunan pesan dengan logika konvensional. Penyusunan pesan yang dilakukan pada program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” memerhatikan nilai dan norma bahasa Jawa. Sehingga dalam penyampaian pesan dari program acara tersebut berdasarkan aturan yang sesuai dengan nilai dan norma dari bahasa Jawa.
1.5.2 Teori Norma-norma Budaya (The Cultural Norms Theory)
Asumsi teori ini adalah media massa melalui pesan (informasi) yang disampaikan dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan oleh khalayak yang disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaannya.
Teori ini merupakan teori penjelas dari teori pertama tentang penyusunan pesan. Pada teori tersebut terdapat logika konvensional, dimana menjabarkan mengenai penyusunan pesan harus sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Logika konvensional bertujuan untuk mendesain pesan yang sopan, pantas dan berdasarkan aturan yang seharusnya dilakukan semua orang tahu.
Maka berdasarkan teori di atas, teori norma-norma kebudayaan ini menjelaskan bahwa media melalui pesan pesan yang disusun sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku akan menciptakan kesan kepada khalayak. Teori norma-norma kebudayaan ini merupakan teori yang berasal dari Melvin DeFleur. Teori ini menyatakan bahwa komunikasi massa mempunyai efek tidak langsung (indirect effetct) terhadap perilaku individu melalui kemampuannya untuk membentuk norma-norma (Suprapto, 2009:53).
9
Pernyataan Melvin DeFleur (dalam Severin dan Tankard Jr, 1979) mengatakan bahwa pada dasarnya teori norma-norma budaya mengemukakan bahwa media massa melalui presentasi selektif dan penekanan pada tema-tema tertentu menciptkan kesan di antara para khalayaknya (Suprapto, 2009:53).
Biasanya perilaku individual diikuti oleh norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu, maka media massa secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Dalam hal ini, program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku pendengar radio dengan menggunakan kembali norma dan nilai bahasa Jawa dikehidupan keseharian.
Terdapat tiga cara dimana media massa secara potensial mempengaruhi situasi dan norma-norma budaya, yakni :
1) Pesan komunikasi massa akan memperkuat pola-pola budaya yang berlaku dan memandu khalayak untuk percaya bahwa suatu bentuk sosial tertentu tengah dibina oleh masyarakat.
2) Media komunikasi dapat menciptakan keyakinan baru mengenai hal-hal dimana khalayak sedikit banyak telah memiliki pengalaman sebelumnya.
3) Komunikasi massa dapat mengubah norma-norma yang tengah berlaku dan karenanya mengubah khalayak dari suatu bentuk perilaku menjadi bentuk perilaku lainnya.
Dari ketiga potensi dapat dilihat bahwa terdapat satu potensial melalui isi siaran dari program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” akan memperkuat pola-pola budaya. Melalui pesan komunikasi tersebut, nantinya akan memperkuat bahasa
Jawa sebagai nilai-nilai budaya yang akan mempengaruhi khalayak pendengar.
Sehingga dengan hal ini, keberadaan bahasa Jawa akan lebih menonjol lagi dikalangan masyarakat.
Menurut Lazarfeld dan Merton (dalam Wright, 1985), mengatakan bahwa media sebenarnya hanya berpengaruh dalam memperkokoh norma-norma budaya yang berlaku. Media bekerja secara konservatif dan hanya menyesuaikan diri dengan norma-norma budaya masyarakat seperti selera dan nilai, daripada memimpin mereka untuk membentuk norma-norma yang baru (Suprapto, 2006:
21).
Adanya teori ini tampak akan memberikan harapan yang banyak. Dimana teori ini media massa melalui penyajiannya yang selektif akan memfokuskan tema-tema tertentu yang akan menciptakan kesan yang mendalam pada khalayaknya. Peranan media dalam membentuk norma-norma budaya sangat penting. Sehingga mempengaruhi khalayak dan memperkokoh kembali norma- norma budaya tersebut melalui pesan yang disampaikan.
1.5.3 Revitalisasi
Penggunaan bahasa Jawa yang kian tergantikan dengan bahasa asing merupakan faktor perlunya revitalisasi. Terdapat berbagai macam cara untuk menghidupkan kembali sebuah kebudayaan, seperti melalui sebuah program acara kebudayaan di radio atau televisi.
Revitalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti sebuah proses, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali kebudayaan lama (http://kbbi.web.id/revitalisasi diakses pada 1 Maret 2019). Adanya program
11
acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung merupakan tindakan untuk merevitalisasi atau membangkitkan kembali penggunaan bahasa Jawa.
Adanya siaran berbahasa Jawa, hal tersebut termasuk upaya untuk membangkitkan kembali kebudayaan yang hampir punah.
Oleh karena itu, penyusunan pesan dari siaran berbahasa Jawa tersebut harus sesuai dengan norma dari budaya yang ada pada Bahasa Jawa. Sehingga sesuai dengan teori yang ada dalam penelitian ini. Penyusunan pesan dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” tentunya harus sesuai dengan norma dan pola budaya Bahasa Jawa itu sendiri.
Dalam hal ini melalui saluran komunikasi dengan inovasi dari program acara akan dengan mudah untuk menghidupkan bahasa Jawa yang semakin ditinggalkan.
1.5.4 Program Acara
Program acara merupakan sebuah siaran atau tayangan yang memiliki format acara tertentu. Program acara seni tradisi juga merupakan sebuah format mata acara. Biasanya program acara tersebut mengangkat cerita dari kesenian yang ada di daerahnya. Seperti kethoprak dan wayang orang jika berada di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” merupakan program drama berbahasa Jawa yang disiarkan di radio. Kemudian dikemas dengan berdialog seperti drama pada umumnya. Program acara ini menyajikan ilustrasi musik daerah Jawa untuk menambah imajinasi pendengar, dan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa siaran dalam program tersebut.
Pemilihan sandiwara bahasa Jawa sebagai sebuah program acara mampu merevitalisasi bahasa Jawa yang semakin tergerus dan tergantikan oleh bahasa asing. Melalui program acara di radio seperti ini, akan mengangkat kembali budaya Jawa dan bahasa Jawa. Sehingga dengan program acara ini, masyarakat Yogyakarta tidak akan melupakan bahasa ibunya, yaitu bahasa Jawa.
Dalam “Sandiwara Bahasa Jawa” penyiar menyampaikan pesan kepada pendengar sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Sehingga dengan hal ini, pendengar memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penyiar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”.
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radio Siaran
2.1.1 Definisi Radio Siaran
Radio adalah suatu medium komunikasi, dimana pesan berupa suara diubah menjadi sinyal suara, dipancarkan dari suatu sumber (a sender) dengan antena pemancar, tanpa perangkat kabel, melalui gelombang elektromagnetik, kemudian diterima oleh antena penerima, pada pesawat penerima (a receiver), yang mengubah sinyal suara menjadi pesan berupa suara kembali (Wibowo, 2012:1).
Radio siaran merupakan awal dari kelahiran media audio visual. Meskipun hanya menggunakan unsur radio saja, akan tetapi keunggulan radio memiliki kecepatan siar dan mampu menjangkau jumlah khalayak yang lebih banyak dengan kemudahan penggunaannya.
Terkait dengan itu, maka radio siaran perlu dimuati pesan-pesan, informasi, musik, serta bunyi-bunyi lainnya, yang terencana, tersusun/tertata, terpola menjadi suatu program yang layak dan siap untuk didengarkan kepada khalayak (Triantanto, 2010:31).
2.1.2 Radio Siaran sebagai Media Massa
Radio menurut Teguh Meinanda dan Ganjar Nugraha yang dikutip oleh Ius Y. Triartanto (2010:30) menyatakan, radio adalah keseluruhan sistem gelombang suara yang dipancarkan dari stasiun dan kemudian dapat diterima oleh berbagai pesawat penerma baik di rumah, di kapal, di mobil dan sebagainya.
Sebagai media massa, radio siaran mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dari media massa lainnya. Penyampaian pesan radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan. Selain itu radio siaran juga memiliki karakteristik yang unik dan khas, namun juga memiliki keunggulan dan kelemahannya. Dalam penyampain pesan, radio menggunakan bahasa lisan, musik atau lagu, dan efek suara yang menjadi ciri khas dari radio siaran.
Menurut Effendy, gaya radio siaran dapat timbul karna faktor sifat radio siaran dan sifat pendengar radio (Triartanto, 2010:32). Sifat radio siaran, secara karakteristiknya mencakup beberapa hal yaitu :
1. Imajinatif, dalam hal ini pendengar akan bisa membayangkan sosok penyiar dari suaranya tanpa mengetahui penyiarnya seperti apa. Radio dapat menciptakan theater of mind, terutama pada program acara drama di radio.
2. Auditori, pesan dalam radio biasanya jelas, singkat, dan sepintas lalu.
3. Akrab, setiap radio siaran akan memiliki sapaan untuk para pendengarnya.
Dimana hal tersebut dapat membuat kesan akrab kepada pendengar radio.
4. Gaya percakapan, dikarenakan bahasa di radio ialah bahasa lisan. Maka biasanya gaya bahasa yang dipilih juga merupakan bahasa sehari-hari dan tidak terlalu formal.
Setiap media massa memiliki keunggulan dan kelebihan masing-masing.
Keunggulan dari radio siaran ialah memiliki sifat yang santai. Orang dapat menikmati acara dari radio sembari mengerjakan suatu pekerjaan rumah atau dengan kegiatan lain. Penambahan efek suara dalam penyampaian pesan pada radio siaran juga merupakan keunggulan. Radio siaran bisa dapat dinikmati
15
dimana saja, misalnya saat berkendara menggunakan mobil. Hal-hal seperti itu merupakan keunggulan dari radio siaran yang tidak dimiliki oleh media massa lainnya.
Namun, radio menggunakan proses komunikasi yang bersifat satu arah.
Dimana komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan. Hal ini menjadi kelemahan bagi radio siaran. Di tambah lagi dengan sifatnya yang selintas dengar.
Sehingga pesan yang diterima oleh pendengar juga akan sekilas saja. Dengan begitu, pendengar tidak mungkin memperoleh penjelasan lebih jauh. Durasi program dalam radio juga tidak seperti televisi. Radio siaran dalam tiap programnya akan dibatasi durasi waktu. Biasanya maksimal durasi waktu program selama 240 menit atau 4 jam, yang terbagi dalam segmen acara (Triartanto, 2010:38).
2.1.3 Fungsi Radio Siaran Dalam Mengembangkan Kebudayaan
Radio siaran yang memiliki kemampuan manyampaikan informasi secara cepat mendorong terjadinya penyebar luasan berbagai hal, termasuk pengetahuan (Wibowo, 2012:29). Pada masa tradisi lisan, penyampaian pengetahuan disampaikan melalui dongeng yang disampaikan oleh orang tua dalam kelompok atau suku-suku. Akan tetapi penyebarluasan dongeng tersebut sangat lambat.
Sehingga perkembangan kebudayaan masyarakat yang terjadi pada saat komunikasi belum memiliki sarana-sarana yang memadaipun berjalan lambat.
Kemudian ketika ditemukan bahasa tulisan dan disusul dengan penemuan mesin cetak, maka terjadilah percepatan dalam perkembangan kebudayaan manusia. Ketika radio ditemukan dan berkembang menjadi radio siaran, maka radio
memiliki fungsi sebagaimana media cetak, tetapi memiliki kecepatan yang tak tertandingi.
Radio siaran semakin cepat memperkembangkan kebudayaan manusia, karena disamping kecepatan dalam mengirim informasi, radio siaran tidak memerlukan kemampuan membaca dan menulis bagi audiensnya dan mampu ditangkap dalam jangkauan yang luas ketika terpasang antena-antena pemancar dan penerima.
Informasi, pendidikan, dan hiburan adalah tiga muatan utama dari radio siaran dalam fungsinya sebagai media massa yang berada dalam ranah publik dan dengan demikian menjadi institusi masyarakat (Wibowo, 2012:31). Di balik muatan informasi, pendidikan dan hiburan, terdapat substansi yang sangat bermakna dari fungsi keberadaan radio siaran. Keberadaan medium radio siaran sungguh dapat bermanfaat sebagaimana fungsi substansialnya.
2.2 Pesan
2.2.1 Definisi Pesan
Pesan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi (Cangara, 2007:24).
Pesan yang biasanya disebarkan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Pesan yang dikirim komunikator kepada penerima melalui rangkaian simbol atau kode.
Pesan memiliki tiga komponen, yaitu makna, simbol, dan bentuk pesan. Simbol
17
dalam pesan biasanya digunakan untuk menyampaikan pesan seperti bahasa.
Dalam penyampaian kode melalui pesan tersebut terdapat dua jenis, yaitu kode verbal dan non verbal.
2.2.2 Teknik Pengelolaan Pesan
Ada dua model dalam penyusunan pesan, yakni penyusunan pesan yang bersifat informatif, dan penyusunan pesan yang bersifat persuasif.
1. Penyusunan pesan yang bersifat informatif
Model penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan pada perluasan wawasan dan kesadaran khalayak (Cangara, 2007:115). Dalam penyusunan pesan yang bersifat informatif, terdapat empat macam, yaitu :
a. Space Order, yaitu penyusunan pesan melihat kondisi tempat atau ruang, seperti internasional, nasional, dan daerah.
b. Time Order, yaitu berdasarkan waktu atau periode yang disusun secara kronologis.
c. Deductive Order, yaitu berdasarkan hal-hal yang umum ke hal yang khusus.
d. Inductive Order, yaitu dimulai dari hal-hal yang memiliki sifat khusus ke sifat yang umum.
Dalam penyusunan pesan informatif ini biasanya digunakan dalam penulisan berita.
2. Penyusunan pesan yang bersifat persuasif
Model penyusunan pesan yang bersifat persuasif memiliki tujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan pendapat khalayak (Cangara, 2007:116). Dalam penyusunan pesan pesuasif ini terdapat beberapa cara, diantaranya adalah :
a. Fear Appeal, yaitu pesan yang disampaikan dengan menimbulkan rasa takut kepada khalayak. Misalnya, gempa bumi, demam berdarah, dan lain-lain.
b. Emotional Appeal, yaitu cara penyusunan atau penyampaian dengan cara berusaha menggugah emosi khalayak. Misalnya, diskriminasi SARA.
c. Reward Appeal, yaitu biasanya disampaikan meggunakan cara dengan memberikan janji-janji kepada khalayak. Misalkan, dengan memberikan janji akan menaikan gaji PNS.
d. Motivational Appeal, yaitu dibuat dan disusun dengan cara menumbuhkan internal psikologis khalayak, sehingga mereka akan mengikuti pesan-pesan itu. Misalnya, menumbuhkan rasa nasionalisme, menjaga kebersihan alam.
e. Humorious Appeal, yaitu pesan yang disusun disertai dengan humor atau lelucon, sehingga dalam penerimaan pesan khalayak tidak akan merasa jenuh.
Menurut Hafied Cangara, (2007:120) perlu diketahui bahwa untuk berhasil mengelola dan menyusun pesan-pesan secara efektif perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
19
a. Pesan yang disampaikan harus dikuasai lebih dahulu, termasuk struktur penyusunannya yang sistematis.
b. Mampu mengemukakan argumentasi secara logis. Untuk itu harus mempunyai alasan berupa fakta dan pendapat yang bisa mendukung materi yang disajikan.
c. Memiliki kemampuan untuk membuat intonasi bahasa, serta gerakan- gerakan nonverbal yang dapat menarik perhatian khalayak.
d. Memiliki kemampuan untuk membumbui pesan yang akan disampaikan dengan anekdot-anekdot untuk menarik perhatian dan mengurangi rasa bosan khalayak.
2.2.3 Bahasa Sebagai Pesan Verbal
Dalam ruang lingkup yang rinci, komunikasi yang menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain (Komala, 2009:133). Simbol atau pesan verbal adalah jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Sebuah simbol adalah representasi dari sesuatu, misalnya gambar buah apel adalah wakil dari gagasan bernama apel (Liliweri, 2002:136). Dalam hal ini bahasa merupakan bentuk pesan verbal. Bahasa merupakan seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut. Sehingga kemudian dapat digunakan dan dipahami oleh sekelompok orang.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual. Oleh karena itu, belajar berbahasa sama dengan belajar
berkomunikasi untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menyampaikan ide atau pikiran dalam makna tertentu secara efektif dan spontan.
Menurut Social Self Definition, bahasa adalah sistem komunikasi dengan menggunakan pesan verbal. Dalam keseharian, seringkali dijumpai istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, dan bahasa isyarat. Bahasa tersebut merupakan jenis-jenis dari pesan verbal. Adapun jenis-jenis dari pesan verbal yaitu :
1. Verbal Vokal
Verbal vokal adalah ungkapan yang diucapkan dengan kata-kata secara lisan. Dalam praktiknya, verbal vokal ini berkaitan tentang bagaimana seharusnya sebuah kata atau rangkaian kata diungkapkan dan sesuai dengan penekanan huruf, suku kata, atau irama pengucapannya. Sehingga dapat membedakan satu arti dengan arti yang lain.
2. Verbal Visual
Verbal visual ini menggunakan visualisasi dari perkataan yang dimaksud oleh pembicara. Artinya dalam verbal visual ini adanya peragaan agar dapat dilihat, misalkan dengan menuliskan di kertas.
3. Verbal Vokal dan Visual
Verbal vokal dan visual adalah pengungkapan suatu kata atau rangkaian kata-kata dengan bantuan vokal (suara) dan ditunjang lagi oleh visual (Liliweri, 2002:138). Artinya pada verbal vokal dan visual ini perpaduan antara suara dan peragaan kata-kata.
21
Menurut Hafied Cangara, (2007:99) bahasa memiliki fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu, ialah :
a. Untuk mempelajari tentang dunia sekelilingnya.
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia.
c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Bahasa menjadi alat yang sangat penting dalam memahami lingkungan di sekitar. Melalui bahasa, manusia dapat mengetahui sikap, perilaku dan pandangan suatu bangsa. Bahasa juga mengembangkan pengetahuan, agar mampu menerima sesuatu dari luar.
Sebagai alat pengikat dan perekat dalam kehdupan bermasyarakat, bahasa dapat membantu menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain.
2.3 Budaya
2.3.1 Definisi Budaya
Budaya bersangkutan dengan cara manusia hidup. Bahasa, kebiasaan, komunikasi, dan tindakan-tindakan sosial merupakan pola-pola budaya. Ada orang yang berbahasa Jawa, menguburkan orang-orang mati, berbicara melalui telepon, dan menghindari minuman keras, hal itu ada karena manusia dilahirkan dalam suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Liliweri, 2003:18).
Pengertian lain dari budaya yaitu sebuah proses pemahaman bukan hanya untuk memahami alam atau realitas eksternal, melainkan juga sistem sosial yang merupakan bagian dari identitas sosial sekaligus identitas sosialnya itu sendiri serta kegiatan keseharian orang-orang di dalam sistem tersebut (Fiske, 2007:167).
Budaya berkesinambungan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu budaya juga menampilkan dari pola-pola bahasa dan dalam bentuk kegiatan serta perilaku yang berfungsi sebagai model penyesuaian diri dan gaya komunikasi bagi orang-orang di daerah tertentu.
Istilah budaya merupakan istilah yang multi wacana, dan dapat dimobilisasi dalam pelbagai macam wacana (Hartley, 2015:30). Seperti halnya, bahasa Jawa merupakan sebuah budaya lokal yang ada di Indonesia. Bahasa Jawa merupakan budaya verbal, dalam kesehariannya masyarakat Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai identitas sosial.
Saat ini budaya menjadi penentu, bukan hanya ditentukan, serta menjadi bagian dari aktivitas sosial, dan untuk itu budaya sangat penting bagi ketimpangan kekuatan sosial dan komponen utama dari ekonomi dunia yang meluas.
23
2.3.2 Bahasa dan Budaya
Bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk nonmaterial selain nilai, norma, dan kepercayaan. Bahasa digunakan oleh semua suku bangsa yang ada di dunia. Di Indonesia sendiri, terdiri banyak suku bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda-beda berdasarkan budayanya. Bahasa merupakan simbol dari budaya, dimana simbol-simbol itu berupa susunan kata yang ditata. Oleh karena itu bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan, perilaku, perasaan, dan kecenderungan seseorang untuk bertindak menanggapi sekitarnya.
2.4 Bahasa Jawa
2.4.1 Definisi Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh sebagian penduduk yang berada di pulau Jawa. Penutur bahasa Jawa bertempat tinggal di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Bahasa Jawa sendiri memiliki logat yang berbeda di tiap daerahnya. Oleh karena itu, bahasa Jawa memiliki beberapa variasi.
Variasi tersebut berdasarkan tingkatan yang di masyarakat. Menurut Kuntjaraningrat (2009:245) membagi masyarakat Jawa menjadi 4 tingkatan, yaitu:
1. Wong Cilik 2. Wong Sudgar 3. Priyayi
4. Ndara
Berdasarkan tingkatan tersebut, maka dalam masyarakat Jawa memiliki berbagai variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat sosialnya. Sehingga tingkatan wong cilik dan tingkatan wong sudgar akan berbeda penggunaan bahasanya. Perbedaan penggunaan bahasa juga terjadi apabila terdapat perbedaan tingkat sosial yang berbeda.
Misalnya, jika wong cilik berbicara dengan priyayi atau ndara maka masing- masing akan menggunakan variasi bahasa yang berbeda. Dalam bahasa Jawa pihak yang memilki tingkat lebih rendah ketika berbicara dengan pihak lebih tinggi akan menggunakan bahasa Jawa variasi tinggi. Hal tersebut disebut dengan karma inggil. Sebaliknya apabila pihak yang memiliki tingkatan sosial tinggi dan berbicara dengan pihak bertingkat rendah. Akan menggunakan variasai bahasa Jawa rendah yang sering disebut bahasa ngoko.
Adanya tingkatan tersebut menyebabkan pengguna bahasa Jawa harus melihat terlebih dahulu kedudukan tingkat sosial terhadap lawan bicaranya. Hal ini juga terjadi apabila penutur memiliki usia yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan lawan bicaranya.
2.4.2 Tingkatan Bahasa Jawa
Terdapat dua tingkatan dalam bahasa Jawa, yakni ngoko dan krama.
1. Bahasa Ngoko
Bahasa Ngoko umumnya digunakan oleh orang yang sudah akrab satu sama lain. Umumnya bahasa ngoko memiliki dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus.
25
a) Ngoko lugu
Bahasa ngoko lugu merupakan bentuk bahasa yang tidak dicampur dengan bahasa krama. Bahasa ngoko lugu biasa digunakan dengan sesama teman yang sudah akrab. Kemudian orang tua kepada anaknya dan seorang pemimpin dengan karyawannya.
b) Ngoko alus
Ngoko alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama. Leksikon krama yang muncul di dalam ragam ini sebenarnya hanya digunakan untuk menghormati lawan bicaranya (Sasangka, 2004:100).
Penggunaan ngoko alus ini digunakan kepada teman akrab, namun keduanya saling menghormati. Orang tua yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang masih muda, tetapi keduanya sangat akrab. Selain itu saat sedang bicara pada orang yang dihormati.
2. Bahasa Krama
Bahasa krama adalah bentuk unggah-ungguh dari bahasa Jawa yang digunakan oleh lawan bicara yang belum akrab. Dan oleh mereka yang memiliki tingkat sosial yang lebih rendah daripada lawan bicaranya. Bahasa krama mempunyai tiga bentuk varian, yaitu krama lugu, krama andhap, dan krama alus (Sasangka, 2004:104).
a) Krama lugu atau Krama Madya
Krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya rendah. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan ngoko
alus, bahasa krama lugu tetap menunjukkan kadar kehalusan (Sasangka, 2004:105).
Penggunaan krama lugu ini biasanya digunakan oleh orang yang belum akrab atau baru pertama kali bertemu. Saat berada di situasi resmi, umumnya krama lugu juga digunakan. Selain itu, orang yang sederat akan tetapi saling menghormati.
b) Krama Alus atau Krama Inggil
Krama alus dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya tinggi (Sasangka, 2004:111). Krama inggil atau krama alus ini biasanya disebut juga krama andhap. Penggunaan krama alus ini secara konsisten selalu digunakan untuk penghormatan terhadap lawan bicaranya.
Seperti digunakan oleh anak kepada orang tua atau murid kepada guru.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai perbandingan dan tolak ukur untuk mempermudah dalam menyusun penelitian ini. Dalam hal ini peneliti menggunakan 3 penelitian terdahulu yaitu :
1. Peran Jogja TV Sebagai Media Pelestari Bahasa Jawa, oleh Lutfiyah, UIN Sunan Kalijaga, tahun 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi dalam program siaran di Jogja TV. Selain itu untuk mengetahui peran Jogja TV dalam melestarikan bahasa Jawa. Penelitian yang dilakukan Lutfiyah
27
menggunakan peran media sebagai salah satu konsep pemikiran. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa fungsi media massa memiliki peran untuk melestarikan bahasa Jawa.
Perbedaan penelitian Lutfiyah dengan penelitian ini adalah terletak dari objek yang diteliti. Dalam penelitian Lutfiyah menggunakan Jogja TV sebagai objek penelitian. Sedangkan penelitian ini menggunakan Radio Retjo Buntung sebagai objek penelitian. Selain itu juga terdapat dari program acara yang diteliti.
Jika pada penelitian Lutfiyah ini menjelaskan program berbahasa Jawa yang ada di Jogja TV. Akan tetapi penelitian ini hanya menjelaskan satu program dari Radio Retjo Buntung, yaitu program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”.
2. Perancangan Iklan Layanan Masyarakat Sebagai Kampanye Pelestarian Bahasa Jawa Kota Yogyakarta Melalui Desain Komunikasi Visual, oleh Tiara Anjarsari, ISI Yogyakarta, tahun 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perancangan iklan layanan masyarakat dalam melestarikan bahasa Jawa melalui desain komunikasi visual.
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dengan kuisioner dan wawancara. Penelitian ini berisi tentang perancangan Iklan Layanan Masyarakat agar komunikatif, efisien, dan estetis. Hal tersebut bertujuan agar memudahkan masyarakat untuk memahami dan mampu melestarikan bahasa Jawa di Kota Yogyakarta.
Perbedaan penelitian Tiara Anjarsari dengan penulis ialah terdapat pada bentuk komunikasi. Pada penelitian ini menggunakan Iklan Layanan Masyarakat untuk melestarikan bahasa Jawa. Sedangkan penulis menggunakan program acara
“Sandiwara Bahasa Jawa”. Selain itu dari metode pengumpulan data, penulis tidak menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini.
3. Eksistensi Bahasa Jawa Dalam Wacana Meme, oleh Dewi Untari, Universitas Sebelas Maret, tahun 2017.
Objek penelitian ini adalah meme yang ada di media sosial seperti instagram. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa Jawa yang digunakan dalam meme berbahasa Jawa. Selain itu bertujuan untuk mengetahui fungsi meme berbahasa Jawa terhadap masyarakat pembacanya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber penelitian ini adalah meme berbahasa Jawa yang ada di akun instagram Dagelan- _Jowo.
Simpulan penelitian ini bahwa meme berbahasa Jawa merupakan salah satu bentuk pemertahanan bahasa Jawa di era internet saat ini. Perbedaan penelitian yang ada pada penelitian ini adalah dari segi pemilihan media. Media yang digunakan pada penelitian Dewi Untari adalah media sosial atau new media.
29 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposif dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2010:15).
Dalam penelitian ini dapat diperoleh deskripsi-deskripsi masalah yang akan penulis pecahkan berdasarkan fakta yang diamati. Proses produksi program acara
“Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung akan dijelaskan lebih mendalam. Agar dapat mengetahui isi pesan yang disampaikan kepada pendengar melalui sebuah program. Sehingga dapat diperoleh suatu makna dari pesan tersebut. Penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. Dalam pendeskripsian revitalisasi bahasa Jawa dalam program radio disini merupakan tindakan-tindakan pengelola stasiun radio dalam mengelola program tersebut agar mampu membangkitkan kembali budaya lokal, terutama bahasa Jawa.
3.2 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”
di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan. Lokasi dalam pengumpulan data penelitian yaitu kantor Radio Retjo Buntung Jl. Jagalan 36 Yogyakarta.
3.4 Sumber Data
Sumber data adalah semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa atau gejala baik secara kuantitatif ataupun kualitatif. Sumber data adalah subyek dari mana asal data diperoleh (Sujarweni, 2014:73).
3.4.1 Informan
Merupakan orang-orang dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah pihak dari Radio Retjo Buntung seperti produser, penulis naskah, dan penyiar atau presenter terhadap program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung.
3.4.2 Dokumen
Dokumen adalah surat yang tertulis atau tercetak yang dapat sebagai bukti keterangan, seperti rekaman suara, gambar, film, dan sebagainya. Dokumen
31
dalam penelitian ini dapat berupa naskah, gambar, rekaman suara, dan desain produksi dari program “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Wawancara Mendalam ( In Depth Interview )
Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in depth interview) berupa wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur di dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Adanya wawancara sejenis ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang di wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada pihak-pihak yang terkait mengenai program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yaitu kepada produser, penulis naskah, dan penyiar dari program tersebut. Selain itu pihak luar seperti pendengar dari program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” dan pengamat sastra bahasa Jawa atau sastrawan Bahasa Jawa.
Berikut data informan dalam penelitian ini :
1. Hari Wahyu Utomo sebagai produser program acara sekaligus editor dan operator montage pada program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
2. Ria Gustimawar sebagai penulis naskah dan sutradara (program director) pada program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
3. Widia Gita, sebagai salah satu pemain dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
4. Elda Meliana, usia 16 tahun, sebagai pendengar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
5. Dwi Ayu, usia 25 tahun, sebagai pendengar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
6. Sri Lelonowati, usia 58 tahun, sebagai pendengar program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
7. Dri Hardono, S.Sos., Seksi Bahasa Jawa di Dinas Kebudayaan DIY, sebagai pengamat bahasa Jawa.
3.5.2 Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti.
Observasi dilakukan dengan pengamatan terhadap objek penelitian.
Peneliti akan mengadakan kunjungan ke stasiun radio Retjo Buntung, peneliti akan melakukan pengamatan langsung dan pencatatan terhadap apa yang terjadi di dalam perusahaan, seperti pelaksanaan program, serta kinerja personal.
3.5.3 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data oleh peneliti dengan mengumpulkan dokumen-dokumen dari sumber terpercaya yang mengetahui tentang narasumber, misal produser acara dari program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung.
33
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder berupa dokumen penting yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu gambaran umum tentang stasiun Radio Retjo Buntung, berupa foto, serta transkrip acara radio.
Kemudian dokumen tertulis seperti naskah program, serta laporan hasil evaluasi program. Guna mendukung penelitian ini juga digunakan buku, jurnal, tulisan-tulisan di internet yang berkaitan dengan revitalisasi bahasa Jawa dalam program acara di radio.
3.6 Keabsahan Data 3.6.1 Uji Kredibilitas
a) Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2012:369). Dengan demikian triangulasi yang peneliti gunakan untuk penelitian ini adalah triangulasi sumber. Merupakan teknik pengecekan data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang berbeda. Triangulasi sumber yang dipakai oleh peneliti adalah :
1) Produser
Selaku pimpinan program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
2) Penulis Naskah
Selaku penulis naskah program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
3) Penyiar
Selaku pembawa acara program acara “Sandiwara Bahasa Jawa” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
4) Pendengar
Yaitu audien yang mendengarkan program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”
di Radio Retjo Buntung. Adapun segmentasi pendengar yang peneliti ambil ialah pelajar, pekerja, dan orang tua (berusia 40 tahun keatas).
5) Sastrawan Bahasa Jawa
Yaitu selaku pengamat mengenai Bahasa Jawa. Dalam hal ini peneliti memilih sumber Dri Hardono S.Sos, sebagai Seksi Bahasa Jawa di Dinas Kebudayaan Yogyakarta.
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa interaktif Miles dan Huberman :
3.7.1 Reduksi Data
Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu tulisan yang akan dianalisis (Herdiansyah, 2010:165).
Nantinya hasil wawancara akan diubah menjadi bentuk verbatim wawancara. Hasil observasi akan menjadi tavel observasi, dan hasil dokumentasi akan diformat menjadi skrip analisis dokumen.
35
3.7.2 Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang tersusun memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang penyajian data.
3.7.3 Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan tetap terbuat sehingga kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan maksud menguji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan yang merupakan validitas datanya.
Tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif, dimana peneliti harus siap bergerak di antara tiga hal tersebut selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak- balik kegiatan kondensasi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu penelitian.
36 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Radio
4.1.1 Sejarah Radio Retjo Buntung
Awal berdiri Radio Retjo Buntung dimulai dari sebuah kegemaran Aris Yundanto yang memiliki hobi bereksperimen membuat alat pemancar siaran. Alat tersebut hanya menggunakan antena pancaran siaran dari batang bambu dan kemudian diudarakan di beberapa program acara. Pada tanggal 9 Maret 1967, Aris Yudanto mulai menata secara permanen dengan menggunakan call stastion “Retjo Buntung”. Akhirnya tanggal 9 Maret 1967 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Radio Retjo Buntung Yogyakarta.
Memiliki motto “Melestarikan Budaya Bangsa” menyajikan program- program budaya daerah Jawa seperti ketoprak, keroncong, wayang kulit, dan dagelan mataram. Kerja keras awak Radio Retjo Buntung akhirnya menjadikan Radio Retjo Buntung menjadi kepercayaan masyarakat sebagai radio papan atas berdasarkan survey pendengar SRI.
Untuk meningkatkan kualitas penyajian siarannya, pada tanggal 1 Januari 1992 Radio Retjo Buntung memindahkan frekuensinya dari jalur AM 1062 KHz ke jalur FM dengan frekuensi 100,55 Mhz dengan motto siaran menjadi “Citra Radio Keluarga”. Ternyata dalam perjalanannya, Radio Retjo Buntung menawarkan sesuatu demi kepuasan pemiarsanya. Sejak 9 Maret 2001, Radio Retjo Buntung membawa babak baru dalam dunia radio di Jogja. Dengan
37
keberaniannya menyajikan siaran selama 24 jam setiap hari, yaitu dari program reguler yang sudah berjalan dengan ditambah sajian khusus bernuansa etnika.
Pada bulan Maret 2004, pengaturan kanal frekuensi dari pemerintah pusat untuk semua radio mengharuskan Radio Retjo Buntung menggeser frekuensi menjadi 99,4 FM, tepatnya mulai tanggal 3 Mei 2004. Kemudian pada tanggal 19 Januari 2005 Radio Retjo Buntung menghadirkan Live Streaming. Hal itu untuk menuntaskan keinginan mendengarkan siaran Radio Retjo Buntung bagi yang berada di luar Jogja. Sehingga pemiarsa bisa menikmati siaran Radio Retjo Buntung melalui internet, tidak hanya pemiarsa yang ada di Indonesia tetapi seluruh belahan dunia.
Pada bulan Maret 2017 hingga saat ini Radio Retjo Buntung masih dapat bertahan dan berkembang. Radio Retjo Buntung mampu tumbuh dan dikenal sebagai sebuah industri media massa elektronik yang profesional dan dikenal di Yogyakarta dan sekitarnya.
Pada tahun 2018, Radio Retjo Buntung mendapatkan penghargaan Anugrah Penyiaran DIY 2018. Radio Retjo Buntung mendapatkan 3 penghargaan sebagai Program Siaran Nasionalisme Terbaik. Selain itu sebagai Progam Siaran Berbahasa Jawa Terbaik dan Program Seni dan Tradisi Terbaik.
4.1.2 Visi dan Misi Radio Retjo Buntung 1) Visi
Menjadikan radio siaran yang unggul, terpercaya dan profesional, dalam menyajikan hiburan serta informasi, dengan mengedepankan nilai sosial budaya, untuk keluarga.
2) Misi
a. Menyelenggarakan siaran yang bernilai edukatif, informatif, dan menghibur masyarakat.
b. Mengembangkan program untuk mengedukasi masyarakat dengan dilandasi nilai nilai sosial budaya sesuai dengan tuntutan jaman untuk pendengar segmen keluarga.
c. Menjalin kemitraan bisnis yang sinergis terpercaya dan saling menguntungkan.
d. Meningkatkan profesionalisme dalam manajemen radio.
e. Mengikuti perkembangan teknologi secara terus menerus untuk mendukung penyelenggaraan siaran.
f. Senantiasa membina SDM sesuai tuntutan profesional di bidangnya.
g. Menciptakan nilai tambah yang menguntungkan bagi pemilik, karyawan, dan para mitra.
4.1.3 Logo Radio Retjo Buntung
GAMBAR 4.2
LOGO RADIO RETJO BUNTUNG SUMBER: RADIO RETJO BUNTUNG
39
4.1.4 Deskripsi Logo
Logo yang digunakan Radio Retjo Buntung saat ini memiliki perpaduan warna orange, kuning, dan coklat. Hal itu didasari karena ciri khas dari warna perusahaan Radio Retjo Buntung itu sendiri. Tidak ada makna sendiri dalam pemilihan warnanya, hanya berdasarkan warna tersebut merupakan warna icon yang dimiliki oleh Radio Retjo Buntung.
Logo ini digunakan sejak Radio Retjo Buntung mengubah frekuensi siaran menjadi 100,55 Mhz. Artinya logo ini digunakan sejak 1 Januari 1992. Selain itu Radio Retjo Buntung memberikan motto “Citra Radio Keluarga” karena program- program yang disajikan berkaitan dengan keluarga.
4.1.5 Data Radio Retjo Buntung
Nama Badan : Pengembangan dari PT Radio Swara Gadjah Mada dan PT Prima Amanat Nusantara
Nama Radio : Radio Retjo Buntung Slogan Radio : Citra Radio Keluarga Frekuensi : 99,4 FM
Call Sign Pendengar : Pamiarsa
Jangkauan Siaran : Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya Alamat : Jalan Jagalan No 36 Yogyakarta
Nomor Telepon : Radio Retjo Buntung
Bagian iklan (0274) 513035-06 Bagian siaran (0274) 512942-515670
4.1.6 Segmentasi Radio Retjo Buntung
Pihak Radio Retjo Buntung telah membuat segmentasi pendengar.
Segmentasi pendengar ini telah ditentukan oleh Radio Retjo Buntung. Hal itu dilakukan karena menyesuaikan sajian program yang ada di Radio Retjo Buntung.
Oleh karena itu, dalam setiap golongan dan tingkatannya memiliki porsi yang berbeda-beda. Pada presentase yang tinggi menandakan bahwa Radio Retjo Buntung memiliki sajian program yang lebih banyak. Begitu dengan sebaliknya, apabila presentase dalam tingkatan pada golongan rendah, maka program sajian untuk golongan tersebut tidak terlalu banyak. Artinya pemilihan segmentasi pendengar di Radio Retjo Buntung dilihat dari program-program yang disajikan oleh Radio Retjo Buntung.
TABEL 4.1
PRESENTASE SEGMENTASI PENDENGAR BERDASARKAN PENDIDIKAN
SLTP 20%
SLTA 30%
Akademi 30%
Perguruan Tinggi 10%
Lain-lain 10%
SUMBER: COMPANY PROFILE RADIO RETJO BUNTUNG TAHUN 2015
Radio Retjo Buntung menentukan presentase tingkat pendidikan SLTA dan Akademi 30% karena pada tingkatan tersebut Radio Retjo Buntung memberikan porsi sajian acara lebih banyak untuk tingkat pendidikan SLTA dan
41
Akademi. Sedangkan untuk Perguruan Tinggi memiliki sedikit sajian acara di Radio Retjo Buntung. Sehingga Radio Retjo Buntung hanya menentukan 10%
pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi.
TABEL 4.2
PRESENTASE SEGMENTASI PENDENGAR BERDASARKAN USIA
< 15 tahun 10%
15 – 19 tahun 10%
20 – 29 tahun 25%
30 – 39 tahun 25%
40 – 49 tahun 15%
> 50 tahun 15%
SUMBER: COMPANY PROFILE RADIO RETJO BUNTUNG TAHUN 2015
Pada segmentasi pendengar berdasarkan usia, Radio Retjo Buntung menentukan presentase 10% untuk usia kurang dari 15 tahun hingga 19 tahun. Hal itu dipengaruhi oleh sajian program acara yang ada di Radio Retjo Buntung.
Untuk usia tersebut terdapat beberapa program acara seperti “Kumpul Bocah” dan
“Dongeng si Kecil”.
Sedangkan untuk usia 20 tahun hingga 39 tahun, umumnya Radio Retjo Buntung menyajikan program acara yang untuk usia tersebut. Sehingga Radio Retjo Buntung mementukan presentase 25%. Pada usia 40 tahun hingga lebih dari 50 tahun, Radio Retjo Buntung memberikan presentase 15%. Karena sajian program yang ada untuk segmentasi usia tersebut tidak terlalu banyak. Seperti program acara “Warta Nada Spesial Koes Plus” dan “Siaran Wayang Kulit”.
TABEL 4.3
PRESENTASE SEGMENTASI PENDENGAR BERDASARKAN SOSIAL EKONOMI
A1 5%
A2 5%
B 40%
C1 20%
C2 20%
D 10%
SUMBER: COMPANY PROFILE RADIO RETJO BUNTUNG TAHUN 2015
Dalam segmentasi pendengar berdasarkan sosial ekonomi, Radio Retjo Buntung menentukan segmentasi pada masyarakat menengah kebawah. Hal tersebut karena melihat konten dan program acara yang disajikan di Radio Retjo Buntung.
TABEL 4.4
PRESENTASE SEGMENTASI PENDENGAR BERDASARKAN PEKERJAAN
PNS/ABRI 15%
Karyawan 20%
Wiraswasta 15%
Pelajar /
Mahasiswa 20%
Ibu Rumah
Tangga 20%
Lain-lain 10%
SUMBER: COMPANY PROFILE RADIO RETJO BUNTUNG TAHUN 2015
Kemudian hal yang sama terjadi pada segmentasi pendengar berdasarkan pekerjaan. Pada hal ini Radio Retjo Buntung menentukan berdasarkan program acara yang disajikan. Program acara yang disajikan Radio Retjo Buntung
43
memiliki porsi lebih besar untuk Karyawan, Ibu Rumah Tangga dan Pelajar.
Karena dilandasi oleh program acara yang ada serta pemilihan jam tayang untuk program-program tersebut.
Segmentasi pendengar dalam program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”
adalah untuk semua umur. Artinya pada program acara “Sandiwara Bahasa Jawa”
ini memiliki klasifikasi pendengar berusia kurang dari 15 tahun hingga usia lebih dari 40 tahun.
4.1.7 Program Acara Radio Retjo Buntung TABEL 4.5
PROGRAM ACARA HARIAN
Hari Jam Siaran Program Acara
Senin – Minggu 00.00 – 05.00
Climen Ning Nengsemaken (CNN)
Senin – Minggu 05.00 – 06.00 Lentera Rohani Senin – Minggu 06.00 – 09.00 Sapa Pamiarsa
Senin – Minggu 09.00 – 11.00 SIAGA (Inspirasi Keluarga)
Senin – Minggu 11.00 – 13.00
Warta Nada Spesial Koes Plus
Senin - Sabtu 13.00 – 14.00
Pembacaan Buku Bahasa Jawa
Senin – Sabtu 14.00 – 16.00 Gita Remaja Senin – Jumat 16.00 – 17.00 Acara Konsultasi Senin - Minggu 17.00 – 19.00 Pos Rileks
Senin – Minggu 18.00 – 18.30
DETAK (Deretan Warta Aktual)
Senin – Sabtu 19.00 – 19.15 Dongeng Si Kecil Senin – Sabtu 19.15 – 21.00 Radio Gogo
Senin – Minggu Jam-jam tertentu Sinau Bahasa Jawa Senin – Minggu Jam-jam tertentu Pojok Jagalan
SUMBER: DOKUMEN RADIO RETJO BUNTUNG