• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Kebijakan Publik

1.5.1.3 Proses Kebijakan Publik

Proses kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebjakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Penilaian Kebijakan

(Sumber: Dunn, dikutip dari Subarsono, 2005: 9) Perumusan Masalah Forecasting Rekomendasi Kebijakan Monitoring Kebijakan Evaluasi Kebijakan

Tahap pertama, Penyusunan Agenda

Yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefenisikan dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut dirumuskan. Namun merumuskan masalah publik yang benar dan tepat tidaklah mudah karena sifat masalah publik yang sangat kompleks. Karena itu perlu diketahui karektiristik dari masalah publik yaitu:

1. Saling ketergantungan antara berbagai masalah. Suatu masalah publik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait antara satu masalah dengan masalah yang lain.

2. Subjektifitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu. Oleh karena itu, suatu fenomena yang dianggap masalah dalam lingkungan tertentu, bisa jadi bukan masalah untuk lingkungan yang lain.

3. Artificiality masalah. yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia unuk mengubah situasi.

4. Dinamika masalah kebijakan. Solusi terhadap masalah selalu berubah, masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau konteks lingkungannya berbeda. Demikian juga masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda.

Kemudian agar pembuat kebijakan dapat merumuskan masalahnya dengan benar dan tepat, maka ada tujuh tahap dalam merumuskan masalah yaitu pertama pikirkan kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah, kemudian tetapkan batasan masalah yang akan dipecahkan, kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah ditetapkan, rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, identifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi masalah, tunjukkan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diatasi, dan terakhir rumuskan masalah kebijakannya dengan baik (Patton dan Sawicki dalam Subarsono, 2005: 32).

Tahap Kedua, Formulasi Kebijakan

Yaitu proses perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan oleh pemerintah. Pada tahap ini yang terpenting adalah proses forecasting, yaitu kegiatan untuk menentukan informasi faktual tentang situasi di masa depan atas dasar informasi yang ada sekarang. Karena dari forecasting akan diketahui seperti apa kondisi sosial, ekonomi, dan politik dimasa depan, kemudian dapat dilakukan intervensi melalui kebijakan pemerintah. Karena itu para pembuat kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan pada masa sekarang. Tujuan dari

konsekuensinya, melalui kontrol dan intervensi kebijakan guna mempengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih besar.

Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang ditawarkan untuk kemudian dipilih dan ditetapkan sebagai kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam mengembangkan berbagai alternatif kebijakan, pembuat kebijakan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Sedangkan kriteria seleksi untuk menetapkan satu kebijakan diantara alternatif yang ada, ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan yaitu kesesuaian dengan visi dan misi organisasi karena kebijakan berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai visi dan misi organisasi, kemudian applicable

atau dapat diimplementasikan sesuai dengan sumber daya yang ada, mampu mempromosikan pemerataan dan keadilan pada masyarakat, dan mendasarkan pada kriteria penilaian yang jelas dan transparan sehingga dapat diverifikasi oleh publik.

Tahap Ketiga, Adopsi Kebijakan

Yaitu proses untul melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif kabijakan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses pemilihan alternatif kebijakan membutuhkan perhatian yang cermat agar para pembuat kebijakan tidak terjebak pada pilihan yang hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Aspek rasionalitas dan aseptabilitas dari sebuah alternatif merupakan pertimbangan yang utama dalam memilih alternatif kebijakan disamping pertimbangan lainnya.

Tahap Keempat, Implementasi Kebijakan

Setelah dipilih satu kebijakan dari berbagai alternatif yang direkomendasikan, tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam kehidupan nyata. Karena tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh empat faktor utama internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal meliputi kebijakan yang akan dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung, sedangkan faktor utama eksternal adalah kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait.

Gambar 1.2

Keterkaitan Antar Faktor

(Sumber: Abidin, 2004: 192)

Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses pelaksanaan, karena yang dilaksanakan justru kebijakan itu sendiri. Pada tingkat pertama, berhasil tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan ditentukan oleh dua hal yaitu kualitas kebijakan dan ketepatan strategi pelaksanaan. Ada enam hal faktor pendukung yaitu sumber daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi, dan partisipasi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan

Faktor-Faktor Utama Internal

Kebijakan Publik Kondisi Lingkungan Pihak Terkait Faktor-Faktor Utama Eksternal Faktor-Faktor Pendukung

publik terhadap sebuah kebijakan, dan lain-lain. Dan pihak terkait adalah para stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu.

Tahap Kelima, Penilaian Kebijakan

Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian kebijakan atau evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya, juga berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Ada enam langkah yang dilakukan dalam evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Suchman (dalam Winarno, 2002: 196) yaitu: mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain, dan terakhir menetapkan beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Adapun indikator untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan yang dikemukakan aleh Dunn (dalam Subarsono, 2005: 126), yaitu:

2. Kecukupan; seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah. 3. Pemerataan; apakah biaya dan manfaat telah didistribusikan merata kepada

kelompok masyarakat yang berbeda?

4. Responsivitas; apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?

5. Ketepatan; apakah hasil yang dicapai bermanfaat?