• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Fiskal (Fiscal Space)

DAMPAK PADA SEKTOR RIIL 2005-2011 (trliun rupiah)

2.4.7 Proyeksi Fiskal Jangka Menengah

2.4.7.1 Kerangka APBN Jangka Menengah

Kerangka APBN Jangka Menengah atau Medium Term Budget Framework (MTBF) merupakan kerangka penganggaran jangka menengah yang meliputi kerangka pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam jangka menengah yang disajikan secara terbuka kepada publik. MTBF menyajikan ringkasan mengenai: (a) proyeksi indikator ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan RAPBN; (b) prioritas APBN; (c) sasaran dan tujuan yang hendak dicapai pemerintah melalui kebijakan fiskal ke depan; dan (d) proyeksi mengenai sumber-sumber pembiayaan yang tersedia dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan. Angka-angka

72.8 101.2 89.5 126.1 81.8 73.0 68.9 (10.3) (26.6) (23.9) (13.2) (9.4) 16.6 9.0 62.5 74.6 65.6 112.9 72.4 89.6 77.9 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 2005 2006 2007 2008 2009 APBN-P 2010 RAPBN 2011 GRAFIK II.50

DAMPAK PADA VALAS, 2005-2011 (triliun rupiah)

Transaksi Berjalan Transaksi Modal Pemerintah Dampak Valas

proyeksi yang termuat dalam MTBF, setiap tahun akan diperbaharui, dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi aktual ekonomi makro dan berbagai kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah.

Dengan adanya MTBF, Pemerintah diharapkan dapat menyelaraskan antara perencanaan dengan penganggaran, termasuk juga antara kebutuhan dengan kebijakan belanja negara serta alternatif pendanaannya, sehingga dalam pengalokasian anggaran diharapkan memenuhi aspek efisiensi, efektivitas dan terjaminnya kesinambungan fiskal. Penyusunan MTBF dilakukan berdasarkan proyeksi asumsi makro jangka menengah dan kebijakan jangka menengah di bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Dalam penetapan kerangka asumsi makro jangka menengah, Pemerintah senantiasa mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja ekonomi makro nasional dalam jangka menengah, antara lain: (a) tetap terkendalinya konsolidasi fiskal guna mendukung fiscal sustainability; (b) penyerapan belanja negara yang diupayakan semakin optimal; (c) rasio utang terhadap PDB yang cenderung menurun; (d) pembangunan infrastruktur semakin berkualitas; dan (e) penerapan target inflasi (inflation targeting) yang terkendali. Sedangkan faktor eksternal diperkirakan cukup kondusif bagi perkembangan ekonomi makro nasional, yaitu: (a) perekonomian global yang diperkirakan tumbuh pada level yang moderat; (b) harga minyak mentah internasional yang diperkirakan cenderung relatif stabil; dan (c) pemulihan perekonomian global. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, proyeksi asumsi makro jangka menengah dapat dilihat pada Tabel II.12. Di samping proyeksi asumsi makro jangka menengah, penyusunan MTBF juga dipengaruhi oleh kebijakan jangka menengah di bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan di bidang perpajakan meliputi: (a) ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan; (b) menggali dan memperbaiki basis pajak; (c) meningkatkan penyuluhan dan pelayanan kepada wajib pajak; dan (d) melanjutkan penyempurnaan kelembagaan dan reformasi perpajakan dan kepabeanan.

Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dilakukan antara lain dengan: (a) mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif; (b) mengevaluasi dan memperbaiki peraturan, sistem dan prosedur PNBP K/L; dan (c) meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan dan penyetoran PNBP ke kas negara.

Pada sisi belanja, kebijakan belanja pemerintah pusat diarahkan untuk: (a) meningkatkan kesejahteraan pegawai; (b) meningkatkan kualitas pelayanan publik; (c) menjaga stabilitas

Uraian APBN-P 2010 RAPBN 2011 2012 2013 2014

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,8 6,3 6,4 - 6,9 6,7 - 7,4 7,0 - 7,7

Inflasi (%) 5,3 5,3 4,0 - 6,0 3,5 - 5,5 3,5 - 5,5

SBI 3 Bulan (%) 6,5 6,5 6,0 - 7,5 5,5 - 7,0 5,5 - 6,5

Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 9.200 9.300 9.250 - 9.750 9.250 - 9.850 9.250 - 9.850

Harga Minyak (US$) 80 80 65 - 85 70 - 90 80 - 100

Produksi Minyak (MBCD) 0,965 0,970 0,990 1,000 1,010

Sumber : Kementerian Keuangan

Tabel II.12

Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011

II-67 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

harga komoditas strategis; (d) memberikan perlindungan kepada masyarakat; dan (e) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur.

Dalam perencanaan jangka menengah, kebijakan transfer ke daerah masih ditekankan untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan proses konsolidasi desentralisasi fiskal sebagai upaya pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah. Kebijakan tersebut selain diprioritaskan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance), dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance), juga untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah (public service provision gap), serta meningkatkan kualitas alokasi belanja ke daerah.

Arah kebijakan pembiayaan dalam jangka menengah dititikberatkan pada: (a) optimalisasi sumber-sumber pembiayaan dalam negeri; (b) penurunan stok utang secara bertahap; dan (c) pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Upaya penurunan stok utang luar negeri dilakukan dengan penurunan outstanding, baik secara persentase terhadap PDB maupun secara nominal, terutama dari pinjaman luar negeri. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh ketahanan fiskal dalam menghadapi dinamika perekonomian global. Perkiraan besaran APBN dalam kerangka jangka menengah dapat dilihat dalam Tabel II.13.

2.4.7.2 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan

Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)

Sesuai amanat paket perundang-undangan di bidang keuangan negara (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara), pengelolaan keuangan negara sejak tahun anggaran 2005 mengalami perubahan cukup mendasar, terutama dari sisi pendekatan penganggarannya, diantaranya adalah: (a) penerapan anggaran terpadu (unified budget); (b) pendekatan penyusunan pengeluaran jangka menengah-KPJM (medium term expenditure framework); dan (c) pendekatan penyusunan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Pembaharuan sistem penganggaran ini diharapkan dapat mewujudkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

APBN-P 2010

RAPBN

2011 2012 2013 2014

A. Pendapatan Negara dan Hibah 16,9 15,5 16,0-16,2 16,4-16,6 16,9-17,1

B. Belanja Negara 20,1 17,2 17,5-17,7 17,8-18,0 18,1-18,3

C. Keseimbangan Primer 0,4 0,0 0,2-0,4 0,4-0,6 0,5-0,7

D. Surplus / (Defisit) (2,1) (1,7) (1,7) - (1,5) (1,5) - (1,3) (1,3) - (1,1)

E. Pembiayaan 2,1 1,7 1,5 - 1,7 1,3 -1,5 1,1 - 1,3

Sumber : Kementerian Keuangan

Tabel II.13

KERANGKA APBN JANGKA MENENGAH, 2010 - 2014

Uraian

Boks II.2.

Penganggaran Berbasis Kinerja dan KPJM

Tujuan utama diterapkannya Pengganggaran Berbasis Kinerja (PBK) adalah mendorong terwujudnya efisiensi dan efektivitas pada serangkaian proses penganggaran. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyelaraskan antara penganggaran dengan perencanaan, serta arah kebijakan fiskal yang ditetapkan Pemerintah. Dengan demikian, dalam penyusunan besaran alokasi anggaran senantiasa didasarkan pada analisis kebutuhan dalam rangka pencapaian target yang telah ditetapkan, sehingga akan tercipta adanya kesesuaian antara besaran alokasi anggaran dengan target yang hendak dicapai. Dalam rangka mendukung implementasi PBK tersebut, langkah–langkah yang telah ditempuh antara lain:

1 . Penataan kembali struktur program dan kegiatan.

a. Penataan program dan kegiatan K/L dengan mengacu pada tugas dan fungsi K/L dan sesuai dengan hakekat pelayanan publik yang dibebankan pada masing-masing K/L; b. Program dan kegiatan ditata secara spesifik, sehingga masing-masing hanya merupakan

representasi satu unit organisasi saja. Pola proses penataan tersebut dilaksanakan dari atas ke bawah (top down) sesuai dengan prinsip penganggaran yang berorientasi pada kebijakan. Dalam hal ini pelaksanaan program dan kegiatan pada level bawah merupakan refleksi dari pelaksanaan kebijakan yang dirumuskan di level atas melalui penataan secara menurun (cascading) mulai dari tingkat K/L sampai dengan unit kerja terbawah dalam struktur organisasi K/L. Program dan kegiatan mencerminkan day to day Dasar pertimbangan penerapan KPJM dilandasi hal-hal sebagai berikut: (a) perlunya membangun sistem yang terintegrasi mencakup serangkaian proses perumusan kebijakan, perencanaan dan penganggaran; (b) perlunya mengembangkan sistem penganggaran yang lebih responsif sekaligus mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik serta pemanfaatan sumber daya yang efisien; dan (c) perlunya membangun sistem penganggaran yang mampu mengantisipasi dampak dimasa mendatang atas kebijakan yang ditempuh saat ini.

KPJM dapat memberi manfaat berupa: (a) meningkatnya predictability dan kesinambungan pembiayaan suatu program/kegiatan; (b) mendorong peningkatan kinerja K/L dalam memberikan pelayanan kepada publik; dan (c) memudahkan penyusunan perencanaan K/L pada tahun-tahun berikutnya.

Penyusunan KPJM perlu mempertimbangkan sistem PBK yang merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada pencapaian suatu hasil output dan outcome tertentu atas alokasi anggaran yang disediakan kepada seluruh unit kerja pemerintah yang pendanaannya berasal dari dana publik dalam APBN. Paradigma PBK tidak hanya terfokus pada penggunaan biaya sebagai input, melainkan juga pada hasil yang ingin dicapai atas alokasi anggaran tersebut. Dengan demikian, PBK dibutuhkan untuk mengintegrasikan antara perencanaan dan penganggaran. Dalam rangka implementasi penganggaran berbasis kinerja dan KPJM yang mulai diterapkan pada tahun 2009 dan 2010, walaupun masih terbatas pada 6 (enam) K/L sebagai pilot project, namun hal tersebut diharapkan dapat semakin diperluas pada seluruh K/L di tahun 2011. Untuk mendukung implementasi hal tersebut, telah di tempuh langkah-langkah penyempurnaan yang tertuang dalam Boks II.2.

Bab II Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011

II-69 Nota Keuangan dan RAPBN 2011

operation melalui struktur organisasi yang ada. Prinsip tersebut dimaksudkan untuk menghindari over lapping dalam pelaksanaan kegiatan dan memudahkan pengukuran kinerja pada masing-masing unit organisasi;

c. Program dan kegiatan penunjang diintegrasikan dalam program dan kegiatan pokok. d. Mengintegrasikan program untuk dapat menampung belanja rutin dan pembangunan

secara terpadu.

2. Melakukan pengukuran kinerja.

Pengukuran kinerja dalam sistem penganggaran didasarkan pada hasil (outcomes-focused budgeting). Pengukuran kinerja tidak hanya dari sisi efektivitas dan efisiensi saja, tetapi mencakup kualitas output atau outcome yang dihasilkan. Pengukuran efektivitas dan efisiensi menekankan pada terwujudnya output yang optimal yang dipenuhi dengan harga yang wajar (efisien). Sementara itu, pada sisi lain cara pengukuran tersebut disertai dengan pengukuran kualitas yang menekankan terwujudnya kualitas output atau outcome yang memadai.

3. Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM).

KPJM adalah model penganggaran untuk menyelaraskan antara kebijakan, perencanaan dan penganggaran. Model KPJM disusun sebagai instrumen perencanaan penganggaran untuk mencapai suatu target/sasaran tertentu yang telah dirumuskan sebagai indikator kinerja terukur yang akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih dari satu tahun anggaran. Dengan demikian, KPJM merupakan instrumen untuk menjamin terciptanya konsistensi perencanaan penganggaran dalam periode 3 sampai dengan 5 tahun ke depan untuk menjaga kesinambungan fiskal pada program-program prioritas. KPJM menggambarkan konsekuensi besaran pembiayaan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai target kebijakan tertentu. Hal yang paling krusial dalam penerapan KPJM pada tataran perencanaan penganggaran adalah kejelasan definisi tentang tugas pokok dan fungsi organisasi serta program prioritas nasional yang tercantum dalam RPJM dan RKP. Hasil yang diharapkan dari program prioritas tersebut merupakan tanggung jawab organisasi dalam pencapaiannya.

4. Penyempurnaan bentuk formulir RKA-KL beserta cara pengisiannya.

Berbagai penyempurnaan tersebut di atas akan diakomodasi dalam formulir RKA-KL, sehingga mencakup pendekatan anggaran terpadu, anggaran dalam kerangka jangka menengah, dan anggaran berbasis kinerja secara lebih komprehensif.

Implementasi KPJM dalam sistem perencanaan penganggaran diharapkan akan mendorong upaya serius Pemerintah untuk:

a. Mendisiplinkan kebijakan pengeluaran,

b. Menjamin kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), c. Meningkatkan transparansi kebijakan pengeluaran,

d. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan dan prediksi kebutuhan pendanaan dalam beberapa tahun ke depan,

e. Meningkatkan akurasi dan konsistensi guna mencapai target prioritas jangka menengah. Mulai tahun 2009, Pemerintah telah menetapkan 6 (enam) K/L sebagai pilot project untuk penerapan KPJM secara penuh, yaitu meliputi: (a) Kementerian Keuangan; (b) Kementerian

Pendidikan Nasional; (c) Kementerian Pekerjaan Umum; (d) Kementerian Kesehatan; (e) Kementerian Pertanian; dan (f) Bappenas. Sementara itu, untuk tahun 2011 diharapkan dapat diimplementasikan pada seluruh K/L.

Sementara itu, beberapa kendala yang cukup mendasar dalam penerapan PBK dan KPJM antara lain sebagai berikut:

a. Perlunya upaya yang serius untuk menyelaraskan pemahaman mengenai perubahan pola pikir baik dari K/L maupun pihak-pihak terkait dari input based ke performance based dalam proses restrukturisasi program dan kegiatan;

b. Konsistensi dan kesinambungan dalam pendanaan program-program prioritas hanya dimungkinkan pada level internal pemerintah sedangkan proses penetapannya masih memerlukan persetujuan DPR.