• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTK UNTUK MATA PELAJARAN PAI A Peta Konsep

1. Konsep dasar PTK

Di antara masalah klasik namun sangat krusial yang sering dihadapi oleh pendidik dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah adalah masih sulitnya menerapkan produk-produk penelitian dan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran yang direkomendasikan oleh pemerintah. Akibatnya sampai saat ini seringkali kinerja tenaga pendidik masih saja dipersoalkan oleh berbagai pihak.

Beragam faktor penyebab munculnya masalah di atas antara lain dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: (1) produk-produk inovasi pembelajaran dan hasil penelitian yang ditawarkan kepada tenaga pendidik sering kali tidak melibatkan mereka dalam pembentukan pengetahuan (knowledge construction) sehingga ada kecenderungan produk-produk inovasi tersebut seringkali di luar jangkauan mereka. (2)

KonsepDasar PTK PrinsipPTK PTK Sistematika PTK ModelPTK Karakteristik PTK

penyebarluasan (dessimination) inovasi pembelajaran dan hasil penelitian kepada kalangan praktisi pendidikan (termasuk tenaga pendidik) sering memerlukan waktu yang relatif lama, hal ini disebabkan karena kurang efektifnya pola atau model sosialisi yang dikembangkan selama ini, baik melalui seminar, penataran, maupun publikasi ilmiah lantaran kurang termonitor dan kurang terencananya tindak lanjut selepas dari penataran atau seminar dan kurang jelasnya sasaran dan materi pembinaan (Tilaar, dkk, 1992). Sosialisasi hasil penelitian dan inovasi-inovasi baru tentang pembelajaran dan pengajaran melalui publikasi ilmiah sering kali memerlukan waktu yang relatif lama (berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun), selain itu masih rendahnya budaya guru untuk menbaca dan mencoba hasil penelitian sebagai faktor yang turut berkontribusi terhadap miskinnya pengalaman dan pengetahuan di kalangan tenaga pendidik. Hal ini membuat ‘wajah’ pendidikan kita tidak pernah berubah mulai dari zaman kolonial sampai zaman global.

Kendati demikian, kualitas kompetensi professional tenaga pendidik bukan berarti tidak dapat ditingkatkan atau persoalan yang dihadapi tenaga pendidik tidak dapat dipecahkan. Jalan pertama yang paling bijaksana untuk mengatasi hal ini adalah berusaha memotong jalur diseminasi yang berliku serta membekali dan membudayakan mereka dengan cara memecahkan masalah secara mandiri sekaligus dapat meningkatkan mutu pembelajaranya. Kedua menumbuhkan rasa butuh (need oriented) pada tenaga pendidik untuk mampu menafsirkan dan menerapkan hasil-hasil penelitian untuk kepentingan pengajaran. Dengan demikian penafsiran dan penerapan hasil penelitian bukanlah menjadi beban ekstra bagi seorang tenaga pendidik, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan mendasar yang melekat dan harus dipenuhi oleh setiap orang yang menekuni profesi keguruan.

Salah satu upaya strategis yang dilakukan guna mengatasi permasalahan di atas adalah menggeser paradigma pendidikan dari bersifat top down menuju botom up yang bersifat konstruktivis, realistik pragmatis. Perubahan paradigma ini membawa konsekuensi logis bahwa tenaga pendidik tidak lagi diposisikan sebagai penerima pembaharuan, namun mereka juga turut bertanggungjawab dan berperan aktif dalam melakukan pembaharuan pendidikan yang dimaksud serta mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya, khususnya dalam pengelolaan pembelajaranya di dalam kelas. Diantaranya pembekalan keterampilan penelitian tindakan kelas.

Upaya ini akan memberi dampak positif ganda. Pertama, kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran (learning problem) akan semakin meningkat. Kedua, penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah investigasi terkendali akan dapat meningkatkan kualitas isi (content quality), masukan, proses, sarana dan prasarana, dan hasil belajar. dan ketiga¸ peningkatan kedua kemampuan tadi akan bermuara kepada peningkatan mutu pendidikan.

Melalui upaya ini (penelitian tindakan kelas) masalah-masalah pembelajaran dapat dikaji dan dituntaskan secara konstruktivis oleh tenaga pendidik, sehingga proses pembelajaran yang inovatif dan ketercapaian tujuan pembelajaran dapat diaktualisasikan secara sistematis.

2. Prinsip PTK

Secara umum prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tersebut adalah :

a. Tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar;

b. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan;

c. Metodologi yang digunakan harus reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan;

d. Masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi guru;

e. Dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus memperhatikan etika profesionalitas guru;

f. Meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat dalam konteks sekolah secara menyeluruh;

g. Tidak mengenal populasi dan sampel;

h. Tidak mengenal kelompok eksperimen dan control; i. Tidak untuk digeneralisasikan.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006) prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas adalah :

a. Kegiatan nyata dalam situasi rutin

Penelitian yang dilakukan peneliti tidak boleh mengubah suasana rutin, penelitian harus dalam situasi yang wajar, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berkaitan erat dengan profesi guru yaitu melaksanakan pembelajaran, sehingga tindakan yang cocok dilakukan oleh guru adalah yang menyangkut pembelajaran.

b. Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kerja

Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan bukan karena keterpaksaan, akan tetapi harus berdasarkan keinginan guru, guru menyadari adanya kekurangan pada dirinya atau pada kinerja yang dilakukannya dan guru ingin melakukan perbaikan. Guru harus berkeinginan untuk melakukan peningkatan diri untuk hal yanglebih baik dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuannya tercapai

c. SWOT Sebagai Dasar Berpijak

Penelitian tindakan dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu :

- Strength : Kekuatan - Weaknesses : Kelemahan

- Opportunity : Kesempatan - Threat : Ancaman

Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal tersebut penelitian tindakan dapat dilaksanakan hanya bila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga siswa. Kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri peneliti dan subjek tindakan diidentifikasi secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.

d. Upaya Empiris dan Sistemik

Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian tindakan, berarti guru sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang keterlaksanaannya didukung oleh unsur-unsur yang kait mengkait. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal pelajarandan semua yang terkait dengan hal-hal yang baru diusulkan tersebut.

e. Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan

Ketika guru menyusun rencana tindakan, hendaknya mengingat hal -hal yang terkandung dalam SMART yang merupakan singkatan dari Spesifik, Managable, Aceptable, Realistic dan Time Bound. Adapun makna dari masing-masing kata tersebut adalah:

- Spesifik : khusus, permasalahan tidak terlalu umum

- Managable : dapat dikelola, dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas hendaknya tidak sulit, baik dalam menentukan lokasi, mengumpulkan hasil, mengoreksi, atau kesulitan dalam bentuk lain

- Acceptable : dapat diterima, dalam konteks ini dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan-tindakan tertentu dan juga lingkungan tidak terganggu.

- Realistic : operasional, tidak di luar jangkauan. Penelitian tindakan kelas tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi diri guru dan siswa.

- Time-Bound : diikat oleh waktu, terencana, artinya tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap siswa sudah tertentu jangka

waktunya. Batasan waktu ini penting agar guru mengetahui betuk hasil yang diberikan kepada siswanya. Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal-hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus :

a. Khusus specific, masalah yang diteliti tidak terlalu luas, ambil satu aspek saja sehingga langkah dan hasilnya dapat jelas dan spesifik.

b. Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari lokasi mengumpulkan hasil, mengoreksi dan lainnya.

c. Dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya.

d. Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai tindakan.

3. Model PTK

Terdapat beberapa model PTK yang dapat dikembangkan sesuai masalah yang dihadapi oleh setiap guru. Model-model PTK yang dimaksud diantaranya adalah : a. Model Kurt Lewin

Model Kurt Lewin merupakan model yang menjadi acuan daripada semua model PTK yang dikembangkan, lantaran Kurt Lewin adalah orang pertama kali yang memperkenalkan Classrom Actions Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas. Model Kurt Lewin menetapkan empat langkah dalam PTK, yaitu : perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observating), dan refleksi (reflecting). Digambarkan dalam sebuah bagan, model ini tampak sebagai berikut.

b. Model Kemmis Mc Targart

Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang-ulang, sampai tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:

c. Model John Elliott

Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam

setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa tahap itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya

d. Model Dave Ebbut

Model PTK yang digambarkan oleh Ebbutt menunjukkan bentuk alur kegiatan penelitian. Dimulai dengan pemikiran awal penelitian yang berupa pemikiran tentang masalah yang dihadapi di dalam kelas, penentuan fokus permasalahan berada pada bagian ini. Dari pemikiran awal dilanjutkan dengan pemantauan (reconnaissance), pada bagian pemantauan ini Ebbutt berpendapat berbeda dengan penafsiran Elliot mengenai pemantauannya Kemmis, yang seakan-akan hanya berkaitan dengan penemuan fakta saja (fact finding only). Padahal, menurut Ebbutt pemantauan mencakup kegiatan-kegiatan diskusi, negosiasi, menyelidiki kesempatan, mengakses kemungkinan dan kendala atau mencakup secara keseluruhan analisis yang dilakukan. Berdasarkan pemikiran awal dan pemantauan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perencanaan dan berturut-turut dengan kegiatan pelaksanaan tindakan yang pertama, pengawasan dan pelaksanaan pemantauan, dan melanjutkan pelaksanaan tindakan kedua. Pada siklus yang digambarkan oleh Ebbutt, dia memberikan pemikiran bahwa jika dalam pelaksanaan dan pemantauan setelah tindakan ada masalah mendasar yang dialami, maka perlu perubahan perencanaan dan kembali melaksanakan bagian siklus tertentu yang telahdijalani

e. Model Hopkins

Desain ini berpijak pada desain model PTK pendahulunya. Selanjutnya Hopkins (2011) menyususn desain tersendiri sebagai berikut: mengambil start – audit – perencanaan konstruk – perencanaan tindakan (target, tugas, kriteria keberhasilan) – implementasi dan evaluasi:

implementasi (menopang komitmen: cek kemajuan; mengatasi problem) – cek hasil – pengambilan stok – audit dan pelaporan.

4. Sistematika Proposal

Kerangka atau sistematika proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) banyak variasinya. Variasi itu lebih banyak dipengaruhi oleh jenis rujukan atau ragam pakar yang merumuskannya. Meskipun variasinya banyak, pada hakikatnya variasi itu tidak mengubah konsep dan prinsip proposal PTK. Sistematika Proposal PTK pada dasarnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu Pendahuluan, Kajian Pustaka, dan Metode Penelitian. Komponen pendahuluan umumnya terdiri atas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian, ada pula yang menambahkan Identifikasi Masalah yang diletakkan sebelum Rumusan Masalah. Selanjutnya pada bagian Kajian Pustaka berisikan landasan teori yang disesuaikan dengan variabel yang diteliti, Penelitian yang relevan, hipotesis tindakan dan Indikator Keberhasilan. Manakala komponen ketiga Metode Penelitian umumnya membahas Desains Penelitian, Subyek dan Objek Penelitian, Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data, dan Tehnik Analisa Data.

Dari ketiga komponen di atas, dapat dipaparkan alternatif variasi sistematika proposal PTK, yaitu :

a. Sistematika proposal PTK (alternatif variasi 1) Judul Penelitian x Latar Belakang x Rumusan Masalah x Tujuan Penelitian x Manfaat Penelitian x Kajian Pustaka x Hipotesis Tindakan x Metode Penelitian x Jadwal dan Rincian Biaya

b. Sistematika proposal PTK (alternatif variasi 2) Judul Penelitian Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian Bab II Kajian Pustaka

A. Landasan Teori B. Penelitian Relevan

C. Hipotesis Tindakan Bab III Metode Penelitian

A. Desains Penelitian

B. Subyek dan Objek Penelitian C. Lokasi Penelitian

D. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data E. Indikator Keberhasilan

F. Tehnik Analisa Data

c. Sistematika proposal PTK (alternatif variasi 3) Judul Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Pembatasan Masalah D. Rumusan Masalah E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian

BAB II. KAJIAN TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN