• Tidak ada hasil yang ditemukan

P e ran Guru Dalam Menanamkan Sikap Kewirausahaan Peserta Didik

Dalam dokumen PROSIDING RIEE 2016 VOL 1 (Halaman 99-109)

Bakti Widyaningrum Universitas Nusantara PGRI Kediri Email : baktiwidyaningrum@gmail.com

Abstrak : Pengangguran saat ini masih dijadikan isu Nasional oleh pemegang polizy di Indonesia. Pengangguran terjadi karena jumlah angkatan kerja yang tidak mampu terserap seluruhnya dalam dunia kerja. Tingginya tingkat pengangguran bukan disebabkan oleh penduduk yang tidak menamatkan pendidikan, karena faktanya sebagian besar pengangguran justru telah menyelesaikan minimal pendidikan dasarnya. Hal ini menjadi masalah yang harus segera mungkin diatasi oleh pemerintah maupun lembaga pendidikan apabila tidak ingin jumlah pengangguran semakin bertambah. Salah satu alternatif untuk mengurangi jumlah pengangguran adalah menciptakan wirausahawan baru sebanyak mungkin. Negara maju di Eropa bahkan telah lama menjadikan pendidikan kewirausahaan sebagai mata pelajaran wajib bagi seluruh jenjang pendidikan. Di Indonesia dengan adanya kebijakan baru tentang standar proses kurikulum 2013 juga memungkinkan guru menanamkan sikap kewirausahaan pada peserta didik melalui pengintegrasian sikap wirausaha di seluruh mata pelajaran. Pendidikan erat kaitannya dengan sosok guru, guru dalam pendidikan merupakan figur utama karena dengan kompetensi yang dimilikinya diharapkan mampu membentuk dan menanamkan sikap kewirausahaan pada peserta didik. Penanaman sikap kewirausahaan dapat dilakukan dengan cara pengembangan materi atau teori tentang kewirausahaan oleh guru dan diajarkan kepada peserta didik melalui pendekatan leaarning by doing. Teori dalam pendidikan kewirausahaan masih relevan untuk diajarkan, karena pemahaman peserta didik yang bersumber dari teori dapat dikonstruksikan sehingga mampu membentuk dan merubah sikap peserta didik. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran kewirausahaan, teori kewirausahaan yang di kembangkan dengan baik oleh guru mampu membentuk sikap dan karakter kewirausahaan peserta didik.

Kata Kunci : Sikap Kewirausahaan

Pengangguran sampai saat ini masih dijadikan isu Nasional oleh pemangku kebijakan di Indonesia. Pada bulan Agustus tahun 2013 BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat presentase tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 6,25% dari total angkatan kerja, atau lebih dari tujuh juta penduduk di Indonesia belum memiliki lapangan pekerjaan. Jumlah pengangguran di atas menunjukkan nominal yang cukup besar, dan mungkin masih akan bertambah apabila tidak segara ditangani dengan baik. Pengangguran hampir selalu dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena pada faktanya banyak pengagguran yang justru telah menamatkan pendidikan dasar sembilan tahunnya.

Pendidikan merupakan sebuah standar dasar dalam menciptakan human capital unggul bagi sebuah Bangsa. Hal ini terdapat dalam undang- undang No 20 Tahun 2003 yang menyebutkan beberapa tujuan akhir dari pendidikan diantaranya adalah membentuk individu yang cakap, kreatif dan mandiri. Apabila proses pendidikan berjalan dengan baik maka tujuan pendidikan di atas bisa tercapai dengan maksimal. Output pendidikan yang cakap, kreatif dan mandiri diharapkan mampu menolong dirinya sendiri apabila dihadapkan pada sebuah relita yaitu sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak.

Dalam dunia pendidikan, guru merupakan figur sentral yang tidak dapat tergantikan. Guru sendiri merupakan sosok yang digugu dan ditiru

95

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

sehingga seorang guru sangat berperan dalam membentuk karakter dan sikap peserta didik menjadi individu yang cakap, kreatif dan mandiri. Hal ini dijelaskan dalam UUGD nomor 14 pasal 1 desebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Entrepreneur mempunyai peran yang dominan dalam mengentaskan pengangguraan di banyak Negara. Banyak Negara maju di Eropa telah menanamkan kewirausahaan kepada peserta didik bahkan sejak di bangku sekolah dasar. Mereka menanamkan sikap dan karakter kewirausahaan melalui entrepreneur education atau pendidikan kewirausahaan. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan bukan diajarkan secara parsial menjadi sebuah mata pelajaran melainkan diintegrasikan pada seluruh mata pelajaran, pendidikan kewirausahaan juga ditanamkan melalui school’s operational culture atau pembudayaan pendidikan kewirausahaan dalam kegiatan di sekolah (Leino, 2010: 118).

Berdasarkan latar belakang di atas jelas bahwa kewirausahaan merupakan salah satu kunci dalam menekan presentase pengangguran sebuah Negara. Pembentukan karakter dan sikap kewirausahaan dapat dilakukan pada jenjang pendidikan, hal ini dikarenakan tujuan pendidikan di Indonesia sejalan dengan pembentukan karakter dan sikap kewirausahaan, yaitu membentuk pribadi yang cakap, kreatif dan mandiri. Dalam proses pendidikan Guru mempunyai peran strategis dalam upaya menanamkan sikap kewirausahaan peserta didik, karena dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki guru seperti tercantum dalam UUGD guru mampu menjadikan pembelajaran yang berlangsung memiliki makna bagi siswa dalam mengkonstruksi dan mempraktekkan pengetahuan yang telah di dapatkan. Oleh karena

itu, artikel ini dibatasi pada peran guru dalam menanamkan karakter dan sikap kewirausahaan peserta didik.

Pengertian Kewirausahaan

Kewirausahaan memiliki arti khusus dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan industri di sebuah Negara. Kewirausahaan juga mampu merubah iklim sosial ekonomi dan budaya di sebuah Negara dengan cepat. Bahkan telah banyak Negara maju yang menyebutkan bahwa kewirausahaan merupakan faktor utama terciptanya kemajuan di bidang Ekonomi. (Hannon, 2006; Murphy, 2006; Leino, 2010; Hosseini, 2011; O’Connor, 2015). Kewirausahaan sendiri merupakan “Proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu dan upaya yang diperlukan, menanggung resiko keuangan, fisik serta resiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan serta kepuasan pribadi” (Hisrich, Peters, dan Shepherd, 2008:10). Mamman (2009) menjelaskan bahwa “ Kewirausahaan sebagai pendekatan organisasi dan manajemen yang memungkinkan seseorang merespon suatu masalah dan memecahkannya dengan inisiatif sendiri dalam situasi apa pun” (Ememe, 2013:242). Lebih lanjut Kasmir (2006) menjelaskan bahwa kewirausahaan merupakan sebuah kemampuan dalam menciptakan suatu usaha. Dalam penciptaan usaha ini terdapat sebuah proses kreativitas dan inovasi agar suatu yang dihasilkan berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.

Berdasarkan pengertian kewirausahaan di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan sebuah proses penciptaan sesuatu yang baru, menggunakan inovasi dan kreatifitas untuk memecahkan dan merespon suatu masalah dengan berbagai resiko yang amengiringi agar memperoleh imbalan, baik keuntungan moneter maupun kepuasan pribadi.

96

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

UNESCO (2008) secara garis mendefinisikan tiga konsep pendidikan kewirausahaan yaitu:

1. Pendidikan kewirausahaan memberikan pengalaman, kemampuan dan pandangan ke depan kepada peserta didik tentang bagaimana mengakses dan mengubah sebuah peluang, hal ini tidak hanya sebatas menghasilkan ide bisnis tetapi yang lebih penting membuat peserta didik mampu mengatasi dan merespon perubahan sosial.

2. Pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kreativitas, berinisiatif, serta bertanggungjawab pada resiko yang ada.

3. It should be called entrepreneurship education (not enterprise education) so that it does not sound as if it is focusing on business.

Sejalan dengan konsep pendidikan kewirausahaan dari UNESCO, Ememe (2013) menjelaskan bahwa pendidikan kewirausahaan fokus pada pembentukan karakter peserta didik agar mereka lebih bertanggungjawab pada diri sendiri, fokus tujuan hidup, menjadi lebih kreatif dalam menemukan peluang serta dapat mengatasi masalah yang kompleks dalam kehidupan sosial. Buchari (2010) menjelaskan bahwa keberanian membentuk kewirausahaan didorong oleh guru di sekolah, guru harus memberikan tema pendidikan kewirausahaan yang praktis dan menarik, sehingga peserta didik dapat tertarik untuk menjadi seorang wirausaha.

Sampai di sini dapat ditarik kesimpulan tentang pendidikan kewirausahaan, bahwa pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh guru melalui pembelajaran di kelas maupun luar kelas yang bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik agar mereka lebih bertanggungjawab, fokus, memiliki daya kreatifitas, inovasi dan inisiatif yang tinggi serta mampu mengambil, menciptakan dan

memanfaatkan peluang beserta resiko yang mengiringi sehingga peserta didik dapat dengan cepat mengatasi masalah sosial yang ada. Masalah sosial di sini dapat diasumsikan dengan tingginya tingkat pengangguran.

Pengertian Sikap Kewirausahaan

Karakter dan sikap sering disandingkan dalam pembahasan tentang kewirausahaan maupun pendidikan kewirausahaan. Pada kenyataannya karakter memiliki kaitan erat dengan sikap. Sikap merupakan output yang terbentuk dari berkembangnya karakter peserta didik melalui proses learning experience, knowledge reproduction, skills dan peran dari guru (teachers competence dan teachers performance) (Westera, 2010 dan Cheng, 1996).

Ada tiga dimensi yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yaitu attitudes, skills dan creativity (Hosseini, 2011). Indikator sikap seorang wirausahawan menurut Stimpson, Robinson dan Hunt (1991) terdiri dari 4 dimensi utama yang disebut dengan Entrepreneurial Attitude Orientation (EAO) yaitu need for achievement, personal control over behavior, innovation, dan self esteem. (Tamizharasi, 2010; Pihie, 2011; Gibson, 2010). Need for achievement (keinginan untuk berprestasi) dapat direfleksikan dari merasa mampu untuk menghasilkan hal yang baru walaupun keinginan untuk mencoba tersebut belum tentu akan memberikan hasil yang maksimal (berspekulasi). Personal control over behavior (mengontrol diri) merasa bahwa dirinya mampu mengontrol dari hal baru yang telah dihasilkan. Innovation (inovasi) yaitu berfikir tentang ide, produk dan metode yang baru serta mengembangkannya agar lebih efektif ketika sudah berjalan, dan Self esteem (penghargaan terhadap diri sendiri) diindikasikan dari merasa percaya diri terhadap kompetensi kewirausahaan yang dimilikinya.

Buchari (2011) menjelaskan enam sikap yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yaitu percaya diri, mempunyai inisiatif, memiliki motif

97

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

untuk berprestasi, memiliki jiwa kepemimpinan, berani dalam mengambil resiko, penuh perhitungan dan yang terakhir orisinalitas. Pihie (2011) membagi Sikap wirausaha (entrepreneurial attitude) menjadi tiga dimensi atau komponen untama, yakni dimensi afektif yang menyangkut perasaan dan emosi, dimensi kognitif yang mencakup pikiran dan keyakinan dan yang terakhir adalah dimensi conation yang mencakup tindakan dan perilaku. Dan kombinasi dari ketiga dimensi di atas, dapat membentuk sebuah bangunan sikap kewirausahaan yang sangat kuat.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap kewirausahaan seseorang dapat terbentuk dengan memproses learning experience, knowledge reproduction, serta skills yang telah diperoleh selama proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ini seorang guru berperan dengan kompetensi dan kinerja yang dimiliki.

Hubungan Antara Pendidikan Kewirausahaan dengan Sikap Kewirausahaan.

Proses pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar di dalam sebuah institusi yang disebut dengan sekolah. Faktor penting dalam kegiatan pembelajaran adalah materi pelajaran serta pengalaman yang diperoleh melalui proses tersebut. Fiet (2000) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran seorang guru harus mengembangkan teori tentang kewirausahaan, teori yang disampaikan kepada peserta didik bukan sembarang teori, melainkan teori yang sarat akan kegiatan learning by doing. Pembelajaran yang menekankan pada learning by doing dapat mempercepat pemahaman dan penguasaan materi kewirausahaan oleh peserta didik.

Seorang guru dituntut mampu mengembangkan standar isi dalam teori kewirausahaan jika menginginkan perkembangan pengetahuan peserta didik menjadi lebih baik.

Fiet (2000) mengungkapkan bahwa masih banyak ahli yang mempuyai pendapat bahwa peserta didik tidak perlu diajari banyak tentang teori kewirausahaan, mereka akan lebih memahami esensi kewirausahaan dengan praktek secara langsung serta belajar dari mengamati autobiografi pengusaha sukses. Namun demikian menurut Fiet (2000:1) “Theory is an essential part of what we teach because we do not know any other way to help students anticipate the future, which is a key to entrepreneurial success. Despite the current limitations of our theorizing, theory still offers the most promise as course content for students”.

Meskipun masih banyak keterbatasan pada teori kewirausahaan saat ini, teori kewirausahaan masih menjanjikan sebagai isi dari materi kewirausahaan yang akan diajarkan kepada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran akan efektif apabila peserta didik dapat menggabungkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh selama proses pembelajaran menjadi sebuah struktur kognitif yang dapat merubah frame berfikir peserta didik. (Fiet, 2000; Mclnerney, 2006).

Kesimpulan yang dapat di tarik dari pendapat diatas yaitu materi kewirausahaan yang telah di kembangkan oleh guru dari teori yang telah ada tetap memiliki peran yang penting, karena dengan menyampaikan dan mengembangkan materi kewirausahaan dapat membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna atau effective learning. Substansi materi pembelajaran kewirausahaan yang telah di kembangkan, akan memacu perkembangan struktur kognitif peserta didik, perkembangan kognitif dapat terjadi apabila peserta didik menggabungkan semua pengetahuan yang telah diperoleh, pengetahuan di peroleh dari materi yang telah disampaikan oleh guru dan dari pengalaman pribadi peserta didik (learning by doing).

Perkembangan struktur kognitif dalam pembelajaran kewirausahaan erat kaitannya dengan penanaman sikap kewirausahaan peserta

98

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

didik. Hanson (1999:6) mengemukakan bahwa proses pembelajaran merupakan pengembangan pengetahuan baru, ketrampilan dan sikap yang disebabkan interaksi individu dengan informasi yang telah didapat oleh peserta didik. Dengan kata lain, sikap peserta didik dapat tumbuh dan terbentuk karena mendapatkan pengetahuan baru yang berasal dari informasi (baik yang disampaikan oleh guru maupun yang diperoleh sendiri).

Pembelajaran yang efektif (effective

learning) yang dikembangkan dan

diselenggarakan oleh guru dalam proses pembelajaran dapat membentuk sikap kewirausahaan dan ketrampilan peserta didik. Peran Guru dalam Membentuk Sikap Kewirausahaan Peserta Didik

Guru erat kaitannya dengan proses pembelajaran, selama proses pembelajaran banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru. Guru dalam hal ini dipandang mampu dan berkompetensi untuk menanamkan karakter dan sikap kewirausahaan kepada peserta didik. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen jelas dicantumkan bahwa guru dapat menjalankan perannya dengan baik apabila memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.

Alnoor (2011:587) menjelaskan bahwa kompetensi guru mempunyai empat indikator utama, yakni Knowledge yang mencakup content knowledge, professional knowledge, emerging dan contemporary knowledge; Teaching skills yang mencakup proses pembelajaran, strategi pembelajara dan (tehnik mengatur kelas; Assessment and evaluation mencakup proses pengambilan nilai, menganalisis, menafsirkan hasil analisis nilai, dan mengkomunikasikan informasi tentang nilai peserta didik dengan baik; dan yang terakhir adalah Professional value and behavior mencakup menjunjung tinggi kode etik guru, memiliki etika, memiliki komitmen yang

tinggi tentang peran profesinya dan menjadi warga Negara yang baik.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Menurut Calvin (2011) kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dan sikap guru dalam mengatur dan menghidupkan situasi pembelajaran, melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dan mampu mengatur kelompok dalam belajar kompetensi pedagogik guru dapat ditingkatkan apabila serta secara periodik dan berkesinambungan mengikuti kepelatihan pengajaran (teacher pedagogical training).

Berdasarkan pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kompetensi yanng mencakup ketrampilan guru dalam mengajar (teaching skills) dari persiapan, pembelajaran sampai dengan eveluasi (assesment).

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru, yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan wibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kepribadian guru ini penting mengingat dalam masyarakat Indonesia melekat budaya yang menempatkan guru sebagai tokoh sentral dalam masyarakat. Hal ini tercermin dalam pemahaman masyarakat Indonesia yang melihat guru sebagai sosok yang “digugu” dan ditiru.

Sementara Nanang (2009:105) menjelaskan kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru

99

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

adalah bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaann nasional Indonesia; menampilkann diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa; menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Berdasarkan pernyatan diatas, maka dapat disimpulkan kompetensi kepribadian merupakan kompetensi guru dalam berperilaku dan bertindak serta bertutur sesuai dengan aturan dan noma- norma yang berlaku guru harus mencerminkan kepribadian yang baik agar dapat menjadi panutan bagi peserta didik.

Kompetensi sosial Menurut Eccless dan Roeser (1999) tidak hanya diaplikasikan guru saat berada pada lingkungan sosial saja. Dalam proses belajar mengajarpun seorang guru harus mempunyai kompetensi sosial, kompetensi sosial digunakan guru untuk menjaga dan memberikan tempo selama proses belajar. Selain itu selama proses pembelajaran guru juga harus menjaga hubungan baik dengan peserta didik, mengembangkan kemampuan siswapun memerlukan kemampuan sosial, dan yang paling

utama guru harus mampu menyelesaikan konflik yang seringkali terjadi di dalam kelas selama proses pembelajaran. Lebih lanjut diungkapkan bahwa kompetensi sosial guru juga tercermin dalam tingkah lakunya sehari-hari (Jennings dan Greenberg, 2009)

Kompetensi sosial guru penting untuk mengembangkan dan mendukung hubungan antara guru dan murid selama proses belajar mengajar berlangsung. Dengan adanya kompetensi sosial, guru dapat proaktif dalam menunjukkan skill mengajarnya, sehingga siswa akan antusias dan menikmati proses belajar mengajar. Selain itu guru dengan kompetensi sosial yang tinggi, akan dijadikan role model oleh siswanya sehingga guru dan siswa dapat menjalankan proses belajar mengajar dengan sangat nyaman dan alami. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goddard (2004) “When teachers experience mastery over these social challenges, teaching becomes more enjoyable, and they feel more efficacious”. Dengan kata lain kompetensi sosial guru akan membuat iklim belajar menjadi lebih sehat, sedangkan iklim belajar yang sehat akan memberikan kontribusi pada keadaan sosial siswa dan pada akhirnya akan berpengaruh pada academic outcomes.

Gambar 1 Teacher Executing the Aims of Entrepreneurship Education

100

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

Kompetensi professional yang tercantum dalam PP RI Nomor 74 tahun 2008 merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan yaitu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni dan budaya yang diampunya. Berdasarkan pengertian diatas, guru yang mengajar kewirausahaan harus mampu menguasai bidang ilmu kewirausahaan dengan baik. Guru yang profesional tidak hanya mngetahui, tetapi juga melaksanakan apa yang menjadi tugas dan perannya. Guru profesional diharapkan memiliki kompetensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

Kompetensi yang dimiliki oleh guru ini sering diidentikkan juga dengan keefektifan guru dalam proses belajar mengajar, seperti yang dikemukakan oleh Westera (2001: 81)“When thinking about competences, concepts such as performance and effectiveness are involved because competence is directly linked with effective performance ” saat membahas tentang kompetensi, konsep tentang kinerja dan keefektivan selalu dikaitkan karena kompetensi berhubungan langsung dengan efektifitas kinerja guru.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dikatakan berkualitas apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu guru yang berkompetensi, guru yang berprestasi dan guru yang efektif. Sedangkan menurut Cheng dan Tsui (1996) kompetensi guru sangat

berpengaruh terhadap pembentukan sikap siswa melalui proses belajar mengajar sehingga terciptalah student learning outcomes yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.

Ikavalko (2014) dalam gambar 1 menjelaskan bahwa outcomes dari penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan adalah terbentuknya sikap kewirausahaan peserta didik, sedangkan proses pembelajaran diselenggarakan oleh seorang guru kewirausahaan yang berkompetensi di bidangnya.

Guru yang berkualitas disebut sebagai effective teacher atau successful teacher (Westera, 2001; Cheng, 1996; Zuzovsky, 2003). Dijelaskan lebih lanjut oleh Zuzovsky (2003) bahwa guru yang berkualitas bukan sekedar menjadi “a good teacher” dengan menjunjung tinggi standar dan norma guru saja, tetapi juga harus berkualitas dalam pembelajaran di kelas bersama peserta didik sehingga terciptalah meaningfull learning.

Dalam gambar 2 Zheng (1996) menggambarkan konsep teacher effectiveness yang menjelaskan bahwa student learning outcomes yang sesuai dengan tujuan didapat dari hubungan yang erat antara pengalaman belajar dan karakter individual peserta didik. Student learning experience merupakan efek dari perpaduan antara kinerja guru dan faktor internal dalam pembelajaran.

Gambar 2 Konsep Teacher Effectiveness

101

PROSIDING

Seminar Nasional dan Call For Papers RIEE 2016 “Strategi Pembelajaran Kewirausahaan Untuk Membentuk Wirausaha Tangguh dan Berdaya Saing Tinggi”

Teacher performance ditentukan oleh interaksi antara kompetensi guru dan faktor eksternal dalam pembelajaran. Teacher training and pre- existing teacher characteristics atau disebut juga sebagai kualifikasi guru, dapat menentukan bagaimana kompetensi guru. Teacher evaluation dapat dijadikan sebagai informasi bahkan parameter kinerja guru dan hasil belajar siswa untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai fasilitas mengembangkan kompetensi.

SIMPULAN

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan salah satu cara untuk memecahkan

Dalam dokumen PROSIDING RIEE 2016 VOL 1 (Halaman 99-109)