• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi asosiasi antara ranah sumber dan ranah sasaran dalam sesanti bahasa Bima yang dapat ditunjukkan adalah kesamaan sifat, menunjukkan keadaan, dan menunjukkan aktivitas. Ketiga hubungan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.34 Relasi Asosiasi Ranah Sumber dan Ranah Sasaran dalam Sesanti Bahasa Bima Relasi

Asosiasi DataNo. Ranah Sumber Ranah Sasaran

sifat ba edamu pali ma kalau kalula, malanta labo didul labomu

‘Kuda kuning jangan terlalu bersemangat, karena melihat padang luas, kain kafan yang dibawa pulang bersamamu’

senang karena

mendapatkan kebebasan hidup, ketika meninggal hanya kain kafan yang dibawa

(6) Aina mori bune sahe ra jara ‘Jangan hidup seperti kerbau dan kuda’

Orang yang bodoh dan liar

(15) Mapu keto sahe ‘Lemas ekor kerbau’

Orang yang sifatnya berubah-ubah

(2) Bune ngao labo lako mpanggana

‘Seperti kucing dengan anjing bertengkarnya’

Dua orang yang selalu bertengkar

(17) Bune janga di tando saninu ‘Seperti ayam di depan cermin’

Orang yang asing dengan dirinya sendiri (1) Aina kani ilmu sanggilo, na-

nono-ku ana ndai-na

‘Jangan mengikuti ilmu ikan gabus, dia akan memakan anaknya sendiri’

Orang yang melakukan perbuatan memalukan (asusila) pada

keluarganya sendiri (23) Linta ma-ne’e ndadi sawa

‘Pacet hendak menjadi ular’

Orang miskin berlagak seperti orang kaya (21) Bune mbe’e ade sampa

‘Bagai kambing dalam sampan’

Seorang yang dalam keadaan ketakutan dan tidak mampu

menyelamatkan diri (16) Bune janga ma ntolu ese

wawo jompa

‘Seperti ayam bertelur di atas lumbung padi’

Orang yang hidup senang dan mewah (27) Bune ana janga ma-mada

ina-na

‘Seperti anak ayam kehilangan induk’

Terpecah belah karena kehilangan tumpuan harapan atau pemimpin (30) Bune janga ma-tio nggalu

‘Seperti ayam melihat musang’

Orang yang ketakutan dan kehilangan akal (11) Bune lindu mabu dei

macompo

‘Seperti belut jatuh ke

Orang yang sangat senang karena dapat kembali ke tempat

lumpur’ asalnya (26) Bune lindu ma-dula dei

macompo

‘Seperti belut pulang ke lumpur’

Seorang perantau yang kembali ke kampung halamannya dan tidak merantau lagi

(22) Bune ma-reke kere mbe’e ‘Bagai menghitung bulu kambing’

Melakukan pekerjaan yang sangat sulit atau sia-sia

(18) Ma-gogu-ra bune janga ma noto sia, coro-coroka-male weki

‘Sakitlah kamu seperti ayam yang memakan garam, pura- pura lemas’

Orang yang berpura-pura sakit agar terbebas dari kesalahan yang telah diperbuat.

Menunjuk kan keadaan

(4) Arujiki jimba, wati loa diraka ba mbe’e

‘Rejeki domba tidak didapat oleh kambing’

Masing-masing manusia telah ditentukan

rejekinya oleh Allah untuk dimilikinya (8) Hori co’o bune sahe ra capi

‘Dilepas dan dibiarkan seperti kerbau dan sapi’

Orang yang hidup bebas dan mandiri

(20) Sajana sia sa copu, mbai sahe sabua

‘Sayangkan garam sejumput, busuk kerbau seekor’

Karena takut rugi sedikit, akhirnya rugi banyak

(9) Dou musu Ruma-na bune nasi ade kuru-na ‘Manusia melawan

Tuhannya bagaikan burung di sangkarnya’

Sehebat apapun manusia tidak akan bisa

menandingi Tuhan (31) Kone kari’i ra kanggia ka

wara mena uma-na ‘Burung pipit dan semut saja mempunyai rumah’

Orang yang kecil dan lemah dapat membuat tempat tinggal

Menunjuk kan aktivitas

(5) Weli saheade diwu

‘Membeli kerbau di dalam lubuk’

Membeli sesuatu yang tidak jelas

keberadaannya (7) Nente-si jara nenti weha-pu

rante-na, ita dou taho nenti nggahi sampu’u

‘Kalau menunggang kuda pegang kekangnya, manusia pegang perkataannya’

Kebebasan kuda dibatasi oleh tali, kebebasan manusia dibatasi oleh perkataannya

bango, cumpu kaina mbali jampa

Setinggi-tinggi bangau terbang akhirnya ke danau juga

merantau akhirnya akan kembali.

(12) Bango made ba karefa ‘Bangau mati oleh katak’

Hal yang disukai bisa mendatangkan petaka karena keserakahan. (24) Pehe pada janga ade

dolu

‘Menerka ayam di dalam telur’

Memastikan sesuatu yang mustahil ditentukan (29) Sabua kuru dua mbua nasi

‘Satu sangkar dua burung’

Dua orang perempuan sama-sama menghendaki seorang lelaki

(13) Aina eda-mu to’i uta simbu ma mbisa

‘Jangan kamu melihat dan meremehkan ikan lele yang pingsan’

Jangan meremehkan hal yang sepele, karena boleh jadi hal itu akan mendatangkan bahaya besar

(14) (14) Mu-nduku-si sawa aina dimbalakai dana, aina dimpokakai wobo, pala sawana made

‘Kalau memukul ular jangan sampai berbekas pada tanah, jangan mematahkan cambuk, tetapi ularnya yang akan mati’

Kehati-hatian dalam menegakkan hukum, jangan korbankan orang yang diadili ataupun hukum itu sendiri

(19) Aina bune ngepa maju, cili tuta ka-ntea loki

‘Jangan seperti sembunyinya rusa,

sembunyikan kepala (tapi) kelihatan pantat’

Menyembunyikan satu kesalahan, kesalahan yang lain terbongkar

(25) Aina ma-sapa si sawa ‘Jangan melangkahi ular’

Melakukan sesuatu yang sangat berbahaya

(28) Ma-tei maju ma-rai ‘Mengajari rusa berlari’

Mengajari orang yang sudah pandai

Sifat adalah keadaan yang terlihat disekitar barang; keadaan yang sudah ada dari kodrat; tanda yang membedakan dengan sesuatu yang lain; watak yang telah ada sejak lahir (KBBI, 2005). Sesanti bahasa Bima yang menggambarkan sifat binatang yang dialihkan konsepnya dengan sifat manusia secara umum dicirikan dengan pemarkah bune ‘seperti, bagai’, namun ada juga beberapa sesanti yang mempunyai relevansi/kesamaan sifat antara ranah sumber dan ranag sasaran yang tidak ditunjukkan oleh pemarkan apa pun, misalnya pada data (15) berikut ini.

Data Ranah Sumber Ranah Sasaran

(15) Mapu keto sahe

‘Lemas ekor kerbau’ Orang yang sifatnya berubah-ubah

Makna metaforis dari sesanti (15) ini adalah ‘orang yang sifatnya berubah- ubah’. Keto sahe ‘ekor kerbau’ pada waktu tertentu, kalau dipegang akan terasa lemas, tapi pada waktu tertentu dapat menjadi keras. Demikian halnya dengan sifat manusia, kadang bisa keras dan lunak. Sifat ekor kerbau yang demikian itu diasosiasikan dengan sifat manusia. Terbentuknya metafora dalam sesanti ini karena adanya persamaan sifat antara keduanya.

2. Menunjukkan Keadaan

Menurut hierarki medan semantik ruang persepsi manusia yang paling jauh adalah keadaan (being). Keadaan dikatakan jauh karena ia memiliki konsep dari pengalaman manusia yang abstrak. Konsep abstrak itu meskipun ada tetapi

tidak dapat dihayati langsung oleh panca indera manusia. Keadaan adalah situasi apa yang dialami dan apa yang terjadi. Sesanti yang menggambarkan suatu keadaan dapat dilihat pada data (4) berikut ini.

Data Ranah Sumber Ranah Sasaran

(4) Arujiki jimba, wati loa diraka ba mbe’e

‘Rejeki domba tidak didapat oleh kambing’

Masing-masing manusia telah ditentukan rejekinya oleh Allah untuk dimilikinya

Sesanti di atas memiliki makna metaforis ‘masing-masing manusia telah ditentukan rejekinya oleh Allah untuk dimilikinya’. Pengalihan konsep dari ‘rejeki domba tidak didapat oleh kambing’ ke konsep baru ‘masing-masing manusia telah ditentukan rejekinya oleh Allah untuk dimilikinya’ memiliki titik kesamaan, yaitu nilai ‘keihlasan hati’. Keihlasan hati tidak dapat dilihat bentuknya oleh indera manusia tetapi secara konvensional dapat dipahami maknanya. Ia merupakan lambang kias yang harus diinterpretasikan maknanya.

3. Menunjukkan Aktivitas

Aktivitas adalah bermacam-macam perbuatan atau tindakan yang dilakukan (KBBI, 2005). Sesanti yang menggambarkan aktivitas manusia melalui konsep lain yang mempunyai relevansi/kesamaan makna dengan tindakan- tindakan dapat dilihat pada data (5) berikut ini.

Data Ranah Sumber Ranah Sasaran

(5) Weli saheade diwu

‘Membeli kerbau di dalam lubuk’

Membeli sesuatu yang tidak jelas keberadaannya

Hubungan antara ranah sumber dan ranah sasaran pada sesanti yang dapat dikelompokkan menunjukkan suatu aktivitas adalah sesanti yang mengandung makna adanya aktivitas. Misalnya pada sesanti (5), kata weli ‘membeli’ pada ranah sumber manunjukkan adanya aktivitas. Sedangkan pada ranah sasaran juga ditunjukkan oleh kata yang sama.