• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON MASYARAKAT ADAT TERHADAP EKOWISATA GUNUNG SEMERU

Tingkat Kesempatan Kerja

Desa Ranupani merupakan titik terakhir sebelum para pendaki melakukan pendakian ke Gunung Semeru. Tepatnya di Dusun Besaran. Biasanya para pendaki yang berangkat dari Tumpang (Malang) menggunakan angkutan mobil jeep akan langsung diantar menuju dusun tersebut. Karena di dusun inilah lokasi terdekat menuju gerbang pendakian Gunung Semeru, serta pendaki harus melakukan perizinan dan pendaftaran di Resort Ranupani yang jaraknya sekitar 300-500 meter dari pos pendakian yang pertama. Sehingga Dusun Besaran menjadi pusat berkumpulnya para pendaki sebelum melakukan pendakian. Di dusun ini pula lah menjadi pusat usaha dan jasa wisata. Mulai dari usaha penginapan, rumah makan, tempat parkir, toko Souvenir, terletak di Dusun Besaran.

Hasil observasi di lapang menunjukkan, terdapat sembilan jenis usaha jasa wisata yang ada di Desa Ranupani sesuai yang tertera pada Tabel 10. Dari kesembilan jenis usaha tersebut hanya beberapa jenis usaha dan jasa wisata yang dimiliki oleh masyarakat Tengger.

Tabel 9 Jenis Usaha Jasa Wisata di Desa Ranupani Jenis Usaha Jasa Wisata

Porter Penyewaan Alat Pendakian

Pemandu (Guide) Penginapan

Tukang Parkir Rumah Makan

Supir Jeep Toko Souvenir

Penyewaan Jeep

Sumber: data primer diolah

Tabel 10 Jumlah dan Presentase Jenis Usaha dan Jasa Wisata Berdasarkan Etnis Jenis Usaha Jasa

Wisata

Etnis Tengger Etnis Non-Tengger

(N) (%) (N) (%) Porter 8 26.7 1 11.1 Pemandu - - - - Tukang parkir 7 23.3 - - Supir jeep 5 16.7 - - Penyewaan jeep 5 16.7 - - Toko Souvenir - - 2 22.2 Penginapan 2 6.7 1 11.1 Rumah makan - - 4 44.4

Tempat penyewaan alat

pendakian 1 3.3 1 11.1

Penginapan dan rumah

makan 1 3.3 - -

Porter dan supir jeep 1 3.3 - -

Total 30 100.0 9 100.0

Sumber: data primer diolah

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa jenis usaha jasa wisata yang dimiliki responden etnis Tengger paling banyak adalah menjadi porter dengan total delapan responden atau sebesar 26.7 persen. Terbanyak kedua adalah menjadi tukang parkir dengan total tujuh responden atau sebesar 23.3 persen. Pada responden etnis non-Tengger jenis usaha jasa wisata yang paling banyak dimiliki adalah usaha rumah makan dengan total empat responden atau sebesar 44.4 persen. Terbanyak kedua adalah membuka usaha toko Souvenir dengan responden sebanyak dua orang atau sebesar 22.2 persen.

Porter dan tukang parkir menjadi jenis usaha dan jasa wisata yang paling banyak diakses masyarakat Tengger karena tidak membutuhkan modal yang besar. Mendaki ke Gunung Semeru dan menjadi seorang porter sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Tengger Desa Ranupani. Selain itu, tidak perlu mengeluarkan modal yang besar. Hanya dengan bermodalkan fisik dan stamina yang bagus serta beberapa barang seperti jaket dan sandal atau sepatu gunung pun sudah dapat menjadi seorang porter. Sedangkan untuk membuka usaha seperti penginapan, rumah makan, toko Souvenir serta penyewaan jeep harus memiliki modal yang besar serta lahan untuk membuat bangunannya. Masyarakat Tengger memiliki pemikiran untuk tidak melakukan pinjaman atau kredit baik ke bank atau ke orang karena tidak memiliki lahan yang luas layaknya masyarakat Tengger yang memiliki usaha penyewaan jeep dan penginapan. Sehingga mereka takut tidak mampu membayar uang pinjaman tersebut. Hal ini menyebabkan hanya satu hingga lima orang masyarakat Tengger saja yang mampu membuka usaha tersebut (Gambar 5).

“Saya juga mau mbak punya usaha sendiri, tapi saya takut kalo mau minjem uang ke orang atau ke bank. Takut nggak bisa ngembaliin uang pinjemannya malah nanti barang-barang saya yang diambil,” (SUT, 30 Tahun)

Tabel 11 sebaran jenis usaha jasa wisata berdasarkan usia responden Jenis Usaha Jasa

Wisata

Usia Etnis Tengger Usia Etnis Non-Tengger

Muda Sedang Tua Muda Sedang Tua

N % N % N % N % N % N % Porter 4 40.0 4 26.7 - - 1 50 - - - - Pemandu - - - - Tukang parkir 3 30.0 4 26.7 - - - - Supir jeep 2 20.0 3 20.0 - - - - Penyewaan jeep - - 1 6.7 4 80.0 - - - - Toko Souvenir - - - 1 50 - - 1 16.7 Penginapan - - 1 6.7 1 20.0 - - - - 1 16.7 Rumah makan - - - 1 100 3 50.0 Tempat penyewaan alat pendakian - - 1 6.7 - - - 1 16.6 Penginapan dan rumah makan - - 1 6.7 - - - -

Porter dan supir jeep 1 10.0 - - - -

Total 10 100 15 100 5 100 2 100 1 100 6 100

Sumber: data primer diolah

Berdasarkan Tabel 12 responden etnis Tengger dengan usia ≤ 30 tahun mayoritas memiliki usaha jasa sebagai porter dengan jumlah sebesar 40 persen. Kemudian sebesar 30 persen responden menjadi tukang parkir dan 20 persen lainnya menjadi supir jeep. Pada responden etnis Tengger yang berusia 31-42 tahun memiliki usaha jasa wisata yang lebih beragam dan merata yakni sebesar 26.7 persen responden memiliki usaha porter dan tukang parkir, serta 20 persen responden menjadi supir jeep. Sebesar 6.7 persen tersebar di usaha penyewaan jeep, penginapan, penyewaan alat pendakian, dan penginapan dan rumah makan. Pada kategori usia tua atau ≥ 43 tahun paling banyak responden etnis Tengger memiliki usaha penyewaan jeep sebesar 80 persen. Banyaknya responden etnis Tengger yang berusia tua dan memiliki usaha penyewaan jeep lantaran pada usia tersebut pemilik usaha penyewaan jeep sudah mampu untuk mengumpulkan modal dan membeli mobil jeep serta menyewakan mobil tersebut. Sedangkan pada responden etnis Tengger yang berusia muda paling banyak menjadi porter lantaran pada usia tersebut masih memiliki tenaga dan stamina yang bagus.

Sedangkan rata-rata usia responden etnis non-Tengger adalah di atas atau sama dengan 43 tahun atau berada di kategori “tua” dengan total responden sebanyak enam orang. Responden yang berada pada kategori ini memiliki usaha rumah makan sebanyak tiga orang atau sebesar 50 persen. Sedangkan usaha toko Souvenir, penginapan dan penyewaan alat pendakian yang

masing-masing berjumlah satu orang atau sebesar 16.7 persen. Hal ini karena responden dengan kategori “tua” sudah berpengalaman mengelola usaha.

Tabel 12 Respon Masyarakat terhadap Kesempatan Kerja di Desa Ranupani Respon Masyarakat

Tengger

Etnis Tengger Etnis Non-Tengger

N (%) (N) (%)

Positif 29 96.7 9 100.0

Netral 1 3.3 - -

Negatif - - - -

Total 30 100.0 9 100.0

Sumber: data primer diolah

Respon masyarakat adat Tengger sendiri terhadap kesempatan melakukan usaha di bidang jasa wisata ini juga terbilang positif (Tabel 13). Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden etnis Tengger atau sebesar 96.7 persen merespon positif terhadap kesempatan berusaha di bidang jasa wisata dan lainnya atau sebesar 3.3 persen memilih bersikap netral. Sedangkan 100.0 persen atau sebanyak sembilan orang responden etnis non-Tengger, memliki respon positif terhadap kesempatan kerja di Desa Ranupani. Respon positif yang ditunjukkan masyarakat Tengger Desa Ranupani adalah dengan mengambil kesempatan berusaha yakni dengan menjadi seorang porter dan pemandu. Sebagian besar masyarakat Tengger Desa Ranupani setuju bahwa dengan adanya Gunung Semeru yang dijadikan sebagai tujuan wisata dapat membuka kesempatan usaha atau kerja bagi masyarakat sekitar serta dapat menambah penghasilan rumah tangga mereka.

Tabel 13 Respon Masyarakat terhadap Pernyataan Ekowisata Gunung Semeru Memberikan Ragam Peluang Usaha bagi Masyarakat Adat Tengger Desa Ranupani

Respon Masyarakat Tengger Etnis Tengger Etnis Non-Tengger

(N) (%) (N) (%)

Sangat Tidak Setuju - - - -

Tidak Setuju 3 10.0 - -

Biasa 4 13.3 1 11.1

Setuju 23 76.7 8 88.9

Total 30 100.0 9 100.0

Sumber: data primer diolah

Berdasarkan Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 23 responden atau sebesar 76.7 persen masyarakat Tengger Desa Ranupani setuju bahwa dengan adanya ekowisata Gunung Semeru dapat memberikan mereka ragam peluang usaha di bidang jasa wisata. Empat responden atau sebesar 13.3 persen menganggap biasa saja dan tiga responden lainnya atau sebesar 10.0 persen tidak setuju jika ekowisata pendakian Gunung Semeru memberikan ragam peluang usaha bagi masyarakat Tengger. Mereka beranggapan bahwa peluang usaha di bidang jasa wisata yang terbuka lebar untuk masyarakat lokal adalah dengan menjadi seorang porter atau pemandu. Sedangkan bagi masyarakat etnis non-Tengger sebanyak delapan responden atau sebesar 88.9 persen menyatakan setuju dan hanya satu responden atau 11.1 persen menyatakan biasa saja.

Tabel 14 Respon Masyarakat terhadapt Pernyataan Ekowisata Gunung Semeru Memberikan Ragam Peluang Usaha bagi Masyarakat Pendatang

Respon Masyarakat Tengger

Etnis Tengger Etnis Non-Tengger Jumlah (N) Persentase (%) Jumlah

(N)

Persentase (%)

Sangat Tidak Setuju - - - -

Tidak Setuju - - - -

Biasa - - - -

Setuju 30 100 9 100

Total 30 100 9 100

Sumber: data primer diolah

Sebesar 100 persen baik responden etnis Tengger maupun etnis non-Tengger menyatakan setuju bahwa adanya ekowisata pendakian Gunung Semeru memberikan ragam peluang usaha bagi masyarakat di luar Desa Ranupani (Tabel 15). Adanya ekowisata Gunung Semeru ini membuka peluang usaha di bidang jasa wisata yang besar bagi masyarakat di luar Desa Ranupani.

“Mereka (bukan masyarakat Tengger) rata-rata berani nyoba dan punya modal

besar, jadi berani buka usaha yang gede juga mbak. Lha kalo orang sini kan rata-rata petani, lahannya cuma dikit. Cuma cukup buat makan sehari-hari,” (SUM, 32 tahun)

Bentuk Usaha Jasa Wisata

Porter dan Pemandu (Guide)

Porter dan pemandu (guide) di Desa Ranupani memiliki sebuah paguyuban sendiri dengan nama Paguyuban Pemandu dan Porter Semeru Mandiri. Paguyuban yang dibentuk pada tanggal 27 April 2015 ini beranggotakan 36 orang. Namun, jumlah porter yang ada di Desa Ranupani lebih dari jumlah anggota yang ada di paguyuban. Paguyuban Pemandu dan Porter Semeru Mandiri memiliki kegiatan rutin seperti rapat anggota dan juga beragam pelatihan. Pelatihan yang diberikan seperti pelatihan Bahasa Inggris, etika dengan tamu atau pengunjung, serta cara menangani orang sakit. Selain itu ada juga pelatihan untuk melakukan Search and Rescue (SAR) bersama tim SAR kabupaten Lumajang. Pelatihan ini berguna agar para porter dan pemandu dapat memberikan pelayan yang terbaik untuk pendaki yang menyewa jasanya. Sedangkan untuk bergabung menjadi anggota paguyuban minimal harus memenuhi persyaratan seperti mengenal secara menyeluruh tentang objek wisata yang ada di Desa Ranupani dan juga Gunung Semeru serta terdapat batas minimal usia, yakni umur 16 tahun. Selain itu terdapat beban maksimal yang dapat diangkut oleh seorang porter yaitu seberat 25 kg. Berikut ini adalah struktur organisasi Paguyuban Porter dan Pemandu:

Gambar 6 Struktur Paguyuban Porter dan Pemandu Semeru Mandiri

Paguyuban ini dibentuk atas inisiasi masyarakat Tengger yang dibantu oleh pihak taman nasional dan juga desa. Tujuan awal dibentuknya paguyuban ini adalah untuk memudahkan pengunjung yang ingin mencari jasa porter dan pemandu. Sehingga dapat terkoordinasi dengan baik. Selain itu juga paguyuban ini dibentuk agar tidak terjadi kesenjangan dalam hal pemberian upah standar bagi setiap porter maupun pemandu. Sehingga menghindari porter atau pemandu atau calo yang “nakal” dengan meninggikan upah. Upah yang diterima seorang porter sebesar Rp150.000,00 perhari. Sedangkan upah yang diterima seorang pemandu mencapai Rp200.000,00-Rp250.000,00 perhari. Dalam sekali sewa seorang porter dan pemandu biasanya menghabiskan waktu selama tiga hari dua malam. Dalam waktu sebulan baik seorang pemandu maupun porter dapat menerima sewa sebanyak 3-4 kali atau bahkan lebih jika musim liburan tiba. Sehingga dalam sebulan total pendapatan seorang porter mencapai 1,8 juta rupiah dan untuk pemandu mencapai tiga juta rupiah.

Upah yang diterima baik oleh porter maupun pemandu telah mengalami kenaikan sejak tahun 1996. Dahulu seorang porter hanya mendapat upah sebesar Rp30.000,00 perharinya sedangkan untuk pemandu sebesar Rp50.000,00 perharinya. Kemudian mengalami kenaikan sebesar Rp25.000,00 sekitar tahun 2000. Sekitar tahun 2013 upah porter menjadi Rp100.000,00 dan pemandu Rp150.000,00. Kemudian sekitar tahun 2015 upah porter ditetapkan menjadi Rp150.000,00 dan untuk pemandu menjadi Rp200.000,00.

“Kadang kalo pelayanan dari kita menurut mereka memuaskan dapet tambahan uang atau barang mbak. Kadang dikasih sepatu bekas mereka, atau jaket, ada juga yang ngasih tenda mbak. Yang ngasih kebanyakan yaa bule-bule yang minta kita porterin.” (HMN, 39 tahun).

Naiknya upah porter dan pemandu ini sejalan dengan melonjaknya pendaki Gunung Semeru. Tercatat sebanyak 49.844 pengunjung yang datang ke Gunung Semeru baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya 7.594 pengunjung (Data Statistik TNBTS 2012-2013). Pengunjung Gunung Semeru terus mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2015 lalu sebanyak 186.691 pengunjung (Data Statistik TNBTS 2015). Tingginya kenaikan pengunjung dari tahun 2012 ke tahun 2013 hingga kini disebabkan oleh fenomena mendaki gunung yang marak di kalangan pemuda Indonesia lantaran sebuah film dengan judul “5cm” yang tayang pada tahun 2012.

“Dulu yaa nggak serame ini mbak. Ini jadi rame gara-gara film 5 cm. Dulu juga ada Medina Kamil di acara Jejak Petualang yang syuting ke sini, tapi

pengunjungnya masih belum rame kayak sekarang.” (TUA, 41 tahun).

Pembina 1. Kepala Desa Ranupani

2. Kepala Resort PTN Wilayah Ranupani TNBTS Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara

Sie Keamanan Sie Peralatan Sie Keamanan Sie Operasional

Tukang Parkir

Masyarakat Desa Ranupani yang memiliki pekerjaan sampingan menjadi seorang tukang parkir berjumlah 21 orang dan tergabung dalam sebuah kelompok swadaya masyarakat yang bernama Taruna Wisata. Kelompok tersebut berdiri sejak tahun 2012. Setiap orang yang menitipkan sepeda motornya dikenakan biaya sebesar Rp5.000,00 sehari sermalam. Uang tersebut dikumpulkan setiap minggunya ke bendahara kelompok dengan pembagian Rp2.000,00 untuk desa dan Rp3.000,00 untuk kelompok. Uang tersebut dikumpulkan hingga memenuhi syarat untuk diberikan kepada anggota sebagai komisi menjaga parkir. Sehingga pembagian komisi ini tidak menentu perbulan. Bahkan terkadang harus menunggu 3-6 bulan hingga uang tersebut cukup atau sesuai dengan kesepakatan anggota, uang tersebut digunakan untuk biaya perawatan tempat parkir. Lokasi tempat parkir sendiri berada di lapangan desa yang terletak tepat di sebelah Danau Ranupani dengan luas tanah sekitar 100 meter persegi.

“Kalo lagi musim pendakian rame satu lapangan ini bisa sampe penuh mbak, kadang nggak cukup. Uangnya juga bisa cepet dibagiin ke anggota. Kalo lagi nggak musim pendakian yaa harus nunggu sampe berbulan-bulan baru dapet komisinya. Dulu juga tempat parkirnya nggak sebagus sekarang mak. Dulu masih pake terpal sama pagernya itu dari bambu. Baru dua tahun ini kita urunan (patungan) sambil make uang kas ganti terpal jadi seng dan bikin tembok untuk pagernya sama ganti kartu parkir. Dulu kartu parkirnya cuma kertas biasa trus dilaminating, sekarang udah kayak kartu pers.” (Sukarso, 32 tahun)

Gagasan untuk membentuk kelompok swadaya masyarakat ini berawal dari permintaan pihak taman nasional, khususnya Resort Ranupani untuk membantu menertibkan kendaraan yang parkir di dekat kantor resort. Alasannya karena di dekat kantor resort tidak ada lahan yang cukup untuk parkir baik mobil jeep maupun sepeda motor. Sehingga akan mengganggu pendaki yang hendak mendaftarkan diri. Halaman kantor Resort Ranupani hanya boleh parkir untuk kendaraan dinas. Jika para pendaki yang membawa kendaraan sendiri seperti motor atau menggunakan angkutan mobil jeep harus turun di lapangan desa. Selain itu, kelompok swadaya masyarakat ini tidak hanya bergerak di bidang jasa penitipan kendaraan tapi juga bergerak di bidang kebersihan dan penghijauan. Kelompok ini membantu mengangkut sampah yang ada di gunung dan juga sampah yang dibawa pendaki dari gunung. Selain mengangkut sampah kelompok ini juga membantu dalam penghijauan hutan atau restorasi hutan, yakni dengan membuat taman restorasi dengan bantuan salah seorang aktivis lingkungan dari Gimbal Alas. Berikut adalah struktur organisasi dari kelompok swadaya masyarakat Taruna Wisata:

Gambar 7 Struktur Organisasi Tukang Parkir Jasa Penyewaan Jeep

Jeep biasanya digunakan sebagai angkutan bagi pendaki yang hendak melakukan pendakian baik ke Gunung Bromo maupun Gunung Semeru. Terdapat beberapa pintu masuk menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yakni melalui Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Bagi para pendaki yang tidak membawa kendaraan pribadi dan masuk melalui pintu masuk Malang, mereka harus menuju ke Tumpang untuk menyewa mobil jeep. Karena tidak ada angkutan umum lain yang dapat mengangkut mereka ke TNBTS. Perjalanan menuju baik Gunung Bromo maupun Gunung Semeru melalui Tumpang membutuhkan waktu total sekitar 2 jam. Dari Tumpang menuju Jemplang membutuhkan waktu sekitar 1 jam, dan dari Jemplang ke Gunung Bromo membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan kondisi jalan berpasir. Sedangkan dari Jemplang ke Desa Ranupani juga membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan kondisi jalan beraspal dan berbatu.

Biasanya dalam sekali sewa satu mobil jeep dari Tumpang menuju Desa Ranupani dikenakan biaya sebesar Rp650.000,00 untuk sekali jalan dengan kapasitas penumpang lebih dari empat orang. Sedangkan untuk satu mobil jeep dengan kapasitas hanya empat orang biasanya dikenakan biaya sebesar Rp450.000,00 dalam sekali jalan. Satu mobil jeep dapat berisi empat sampai sepuluh orang, tergantung jenis jeep yang disewa. Angkutan mobil jeep ini sendiri memiliki beberapa paguyuban jeep yang terbagi di setiap wilayah pintu masuk TNBTS. Salah satunya bernama Paguyuban Jeep Bromo Tengger Semeru (BTS) yang terpusat di Desa Tumpang, Malang.Desa Ranupani sendiri belum memiliki paguyuban jeep sendiri. Sehingga para pemilik mobil jeep di Desa Ranupani biasanya mendaftarkan dirinya ke paguyuban jeep BTS. Saat ini jumlah anggota paguyuban jeep BTS sudah mencapai 200 orang.

Paguyuban jeep BTS ini memiliki sistem atau mekanisme dalam pengangkutan penumpang. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya persaingan antar pemilik jeep. Mekanismenya adalah setiap mobil jeep yang ingin mengangkut penumpang diwajibkan untuk mengantre terlebih dahulu dan diutamakan yang sudah tergabung menjadi anggota paguyuban. Jika ada mobil jeep yang sudah mengantre namun tidak terdaftar menjadi anggota paguyuban, mobil jeep yang akan diutamakan adalah yang telah terdaftar menjadi anggota. Ini merupakan salah satu keuntungan menjadi anggota. Sehingga terjadi ketimpangan antara pemilik mobil antara yang tergabung menjadi anggota paguyuban dengan yang tidak.

Mekanisme pengangkutan penumpang pun hanya sampai pada sistem pengantrean mobil jeep saja. Tidak ada aturan bahwa mobil jeep yang tergabung di paguyuban jeep BTS, dan khususnya yang berasal dari luar Desa Ranupani hanya boleh mengangkut penumpang dalam sekali jalan saja. Pasalnya, supir jeep yang dari Tumpang biasanya sudah memberikan paket perjalanan pulang dan pergi bagi para pendaki khususnya yang ingin menuju ke Gunung Semeru. Sehingga tidak ada kesempatan bagi warga Desa Ranupani untuk mengangkut pendaki turun ke

Sekretaris

Sie Kebersihan

Ketua Dewan Pelindung

Kepala Desa Ranupani

Dewan Penasihat 1. Kepala Dusun Besaran 2. Kepala Dusun Sidodadi 3. Tokoh masyarakat

Anggota

Bendahara

Sie Penitipan Kendaraan Sie Penghijauan

Desa Tumpang. Padahal mekanisme antrean pun juga terjadi di Desa Ranupani. Namun seringkali warga Desa Ranupani tidak mendapat sewa meskipun sudah antre karena pendaki biasanya sudah memesan perjalanan pulang pergi sekaligus. Hal inilah yang membuat terjadinya perselisihan antara pemilik jeep Desa Ranupani dengan Desa Tumpang.

“Orang sini jarang yang mau antre mbak soalnya kalo antre biasanya penumpangnya udah booking PP ke orang Tumpang. Saya termasuk yang jarang antre kecuali kalo lagi rame pendakian. Kalo lagi sepi mending saya ke ladang aja, atau nyewain mobil jeep saya ke orang lain yang mau bawa,” (URP, 47 tahun).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sumitro (32 tahun) seorang supir jeep Desa Ranupani, bahwa para supir jeep Desa Ranupani diperlakukan tidak adil oleh supir jeep dari Tumpang karena menganggap supir jeep Tumpang mengambil calon penumpang para supir jeep Desa Ranupani.

“Seharusnya mereka cukup mengantar sekali jalan saja waktu berangkat, biar kita kebagian rejeki juga. Kalo mereka mau angkut pendaki turun ke Tumpang yaa mereka harus antre juga di sini. Lha wong yang antre di sini biasanya yang udah dipesen sama pendaki mbak. Jadinya kita yaa nggak dapet apa-apa padahal udah antre lama-lama. Kita lagi usahain cari cara biar kita juga dapet penumpang mbak sampe ngundang pihak TN buat bantu masalah ini selesai,” (SUM, 32 tahun).

Ini menunjukkan bahwa masyarakat Tengger Desa Ranupani tidak mendapat kesempatan yang sama dalam berusaha atau membuka usaha di bidang jasa wisata untuk menambah perekonomian mereka. Masyarakat Tengger justru mendapat perlakuan yang tidak adil di desa mereka sendiri oleh pendatang (supir jeep Tumpang). Selain itu terjadi perdebatan pula diantara para supir angkutan jeep, karena mayoritas masyarakat Tengger Desa Ranupani tidak memiliki mobil jeep melainkan mobil pick up atau truk berukuran sedang. Kedua jenis mobil tersebut dilarang digunakan untuk mengangkut penumpang atau pendaki karena memang bukan termasuk mobil angkutan umum dan dapat membahayakan keselamatan penumpang. Karena memang lazimnya digunakan masyarakat Tengger Desa Ranupani untuk mengangkut hasil panen yang akan dijual ke pasar. Sehingga masyarakat Tengger Desa Ranupani tidak dapat mengangkut pendaki, terkecuali dikala pengunjung ekowisata Gunung Semeru membludak dan mobil angkutan jeep tidak lagi memenuhi permintaan pengunjung.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, masyarakat Tengger Desa Ranupani yang memiliki usaha penyewaan jeep dan memiliki mobil jeep bahkan lebih dari satu buah adalah masyarakat yang memiliki luas lahan pertanian empat hingga lima hektar. Hasil panen dari lahan tersebut ditabung untuk akhirnya digunakan untuk membeli sebuah mobil jeep. Selanjutnya masyarakat Tengger Desa Ranupani yang memiliki mobil jeep lebih dari satu biasanya disewakan ke tetangga yang bekerja sebagai supir jeep. Hasil atau upah supir dari menyewa mobil jeep tersebut pun tergantung pada kesempatan masing-masing pemilik mobil jeep. Ada yang menggunakannya dengan sistem bagi hasil ada pula yang hasil keseluruhan dari penyewaan mobil jeep tersebut dijadikan sebagai upah supir jeep.

Penginapan dan Rumah Makan

Berdasarkan hasil observasi lapang terdapat lima buah penginapan dan enam buah rumah