• Tidak ada hasil yang ditemukan

Responden 2

Dalam dokumen Kebahagiaan pada Bhante Theravada (Halaman 123-162)

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

A. ANALISA DATA

2. Responden 2

a. Jadwal Wawancara

Tabel 4.3 Jadwal Wawancara pada Responden 2

NO Hari, Tanggal Durasi Tempat

1. 14 April 2012 66 menit Ruangan depan di Vihara Sujata

2. 07 Juni 2012 75 menit Ruangan depan di

Vihara Sujata

3. 13 Juni 2012 26 menit Ruangandepan di

Vihara Sujata

4. 07 Juli 2012 31 menit Ruangandepan di

Vihara Sujata

5. 11 Juli 2012 36 menit Ruangandepan di

Vihara Sujata

b. Deskripsi identitas diri responden 2

Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden 2

Keterangan Responden 2

Nama (Inisial) B2

Jenis Kelamin Laki-laki

Usia 30

Status Tidak menikah

Agama Buddha

Suku Karo

Pendidikan SMA

Banyaknya vassa yang telah dijalankan

7 Vassa

c. Rangkuman hasil wawancara responden 2

B2 merupakan seorang Bhante yang berasal dari keluarga Karo. Kehidupan sosialnya saat ia tinggal di kampung sangatlah tinggi. Ia dapat berteman baik dengan anak orang baik yang sering pergi ke Vihara ataupun gereja maupun penjudi. Saat ia diajak menjudi ia akan ikut,

begitu pula bila saat ia di ajak untuk berdiskusi hal-hal yang baik dengan mereka yang di Vihara ia juga akan ikut. Kehidupan di desanya tidak mementingkan pengejaran materi, namun hal yang paling penting adalah melewati hari. Bila telah cukup dalam hal makan maupun minum, itu sudah cukup bagi mereka. Salah satu contohnya adalah ketika mereka panen, mereka akan bermain selama kurang lebih satu minggu untuk menghabiskan hasil yang telah mereka dapat, setelah itu, mereka baru memulai pekerjaan mereka lagi.

B2 merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Ia telah mengenal ajaran Buddha sejak kecil. Hal ini dikarenakan latar belakang keluarganya yang Beragama Buddha. Ia dan keluarganya sering pergi ke Cetiya (merupakan tempat Ibadah Agama Buddha yang lebih kecil dari Vihara) setiap minggu sejak ia masih kecil. Cetiya tersebut beraliran Buddhis Buddhayana (Mahayana, Theravada dan Tantrayana), namun aliran yang paling banyak dipelajari di Cetiya tersebut adalah aliran Buddhis Theravada. Hal ini dikarenakan oleh seorang Bhante Theravada, yang juga dikenal dengan sebutan eyang, sering berkunjung kesana.

Walaupun pengetahuannya mengenai Ajaran Buddha telah diterimanya sejak ia kecil, namun niat untuk menjadi seorang Bhante baru timbul sejak B2 datang ke Medan. Perjalanan yang ia tempuh dari kampung halamannya di Langkat menuju Kota Medan tidaklah dekat. Ia pun dengan bangga membawa ijazah SMA yang baru didapatkannya dari kampung halamannya menuju Kota yang baru baginya dengan tujuan

bersekolah di salah satu universitas di Kota tersebut, yaitu Kota Medan. Kunjungannya Vihara Borobudur (yang merupakan salah satu Vihara yang ada di Medan) untuk bertemu dengan kakaknya yang sedang berada di Vihara tersebut mengubah seluruh arah hidupnya. Saat duduk di dapur Vihara tersebut, dia bertemu dengan Eyang (Bhante yang berdiam di Vihara Borobudur dan sering berkunjung di Cetiya yang sering ia kunjungi saat di kampung halamannya). Ia jarang berinteraksi dengan Eyang sebelum ia ke Medan. Menurutnya Eyang hanya datang ke Cetiya di kampungnya untuk melihat-lihat, lalu pulang. Satu-satunya interaksinya dengan Eyang secara langsung yang dapat diingatnya sebelum ia ke Medan adalah saat eyang memarahinya karena ia bolos sekolah.

Saat itu Eyang yang langsung menghampirinya dan tanpa bertanya tujuan kedatangannya ke Medan, Eyang menyuruhnya untuk mengikuti kegiatan meditasi di Vihara Kassapa. Setelahnya, ia langsung diantar oleh panitia pelaksana kegiatan meditasi menuju ke Vihara Kassapa. Setelah selesai mengikuti pelatihan meditasi disana, Eyang menanyakan kesediaannya untuk ditahbis menjadi seorang samanera. Saat itu B2 langsung menyetujui pernyataan Eyang. Ia lalu ditahbis menjadi seorang Samanera kurang lebih empat tahun setelahnya dan ditahbis menjadi Bhante Theravada di Thailand kurang lebih satu tahun setelah ia menjadi samanera di Indonesia.

Izin orangtuanya untuk memperbolehkan dirinya menjadi seorang samanera dan Bhante Theravada didapatkan dengan mudah. Orang tuanya

bukan hanya telah mengizinkan dirinya sendiri untuk menjadi seorang Bhante namun juga abangnya. Alasan kenapa orang tuanya mengizinkan dirinya dan abangnya untuk menjadi Bhante juga tidak dipahami oleh B2. Baginya mereka bukan tergolong dari keluarga miskin, namun yang pasti adalah seluruh keluarganya merupakan keluarga Buddhis yang sering datang ke Vihara.

Kehidupan sebagai seorang samanera di Indonesia merupakan hal yang menyenangkan baginya. Saat menjadi samanera, B2 tinggal di Vihara Kassapa selama kurang lebih empat bulan dan tinggal di salah satu Vihara di Sidikalang kurang lebih selama 5 bulan. Ia lalu kembali ke Medan untuk mengurus pasportnya dengan tujuan pergi ke Thailand dan di tahbis menjadi Bhante Theravada disana. Saat di Thailand, ia tinggal selama satu tahun di Buriram sebagai seorang Bhikkhu hutan. Setelah itu ia menetap di Bangkok dan melanjutkan sekolahnya disalah satu Universitas disana. Kuliah yang dijalaninya bukanlah kuliah yang biasa dijalani oleh pelajar pada umumnya namun merupakan kuliah Sarjana Inggris khusus untuk Bhante. Pelajaran yang dipelajari saat itu adalah mengenai Tipitaka. B2 kembali ke Indonesia empat tahun setelahnya dikarenakan tuntutan perkuliahan yang mengharuskan dirinya untuk praktek langsung ke umat selama satu tahun.

d. Hasil observasi wawancara responden 2

1) Wawancara 1

Wawancara pertama ini merupakan perkenalan pertama peneliti dengan B2. Saat peneliti sampai ke Vihara tempat B2 tinggal, peneliti melihat B2 sedang duduk mengobrol dengan Anton. Peneliti pun memberi salam kepada mereka. Anton yang merupakan teman peneliti dan dekat dengan B2 menceritakan maksud kedatangan peneliti. B2 pun langsung bertanya kepada peneliti mengenai apa yang ingin peneliti wawancarai. Peneliti lalu memberikan lembar “inform consent” kepadanya. Setelah ia membacanya, peneliti imenerangkan kembali beberapa hal seperti wawancara ini akan dilakukan dalam beberapa kali.

Awalnya B2 menolak dan meminta teman peneliti untuk memanggil Bhante yang lain di Vihara tersebut, namun setelah Anton membujuk B2 dan peneliti menerangkan lebih lanjut mengenai wawancara ini, B2 pun setuju untuk melakukan wawancara. Saat wawancara berlangsung, B2 duduk di kursinya dan peneliti maupun Anton duduk di lantai. Saat wawancara dimulai, B2 terus bertanya apakah alat perekam peneliti dapat merekam dengan jelas dan saat itu peneliti mengatakan bisa. Wawancara berlangsung di ruang depan Vihara tersebut. Kurang lebih setengah jam setelah wawancara berlangsung, beberapa tamu datang dan memberi salam kepada Bhante. B2 langsung meminta tamu tersebut untuk menemui Bhante

lain yang sedang duduk beberapa meter dari tempatnya duduk karena ia sedang melakukan wawancara.

Wawacara dilakukan diruangan terbuka. Kebisingan terdengar semakin keras tidak jauh dari tempat wawancara. Semakin besar kebisingan yang ada, suara B2 semakin keras juga. Oleh karena suara mereka sudah lebih keras dari suara B2, B2 pun meminta mereka untuk memelankan suaranya karena akan sulit untuk mendengarkan hasil rekaman dengan latar yang ribut. Permintaan tersebut disampaikan B2 dengan suara yang datar dan memohon.

Setelah selesai, peneliti dan Anton duduk mengobrol bersama kedua Bhante kurang lebih setengah jam. Setelah itu, peneliti meminta izin untuk pulang karena masih ada hal yang perlu dikerjakan.

2) Wawancara 2

Saat peneliti datang, terlihat B2 sedang duduk di kursinya seperti biasa. Ia sedang menerima kurang lebih tiga tamu pada saat itu. Peneliti pun memberi salam kepada mereka. Sambil menunggu B2 berbincang-bincang, peneliti melakukan hal lainnya. Tidak lama kemudian Anton datang. Ia pun memberi salam kepada semua orang yang ada disana. Setelah tamu B2 pulang, Anton mengatakan kepada B2 bahwa saja hari ini peneliti ingin melakukan wawancara. B2 menyetujui. Peneliti langsung mengeluarkan alat perekam dan memulai sesi wawancara. Wawancara berlangsung dengan lancar dan

tenang. Pada menit ke lima belas. Seorang tamu yang mengurus kegiatan Vihara datang dan berbicara dengan BS (Bhante lainnya yang ada disana pada saat itu). Tidak lama kemudian setelah perbincangan mereka, BS bertanya mengenai masalah kegiatan kepada B2. Saat itu wawancara pun terhenti selama kurang lebih satu menit.

Setelah selesai berbicara, B2 menanyakan kepada peneliti apakah masih ada yang ingin ditanyakan. Peneliti menjawab iya dan wawancara pun kembali dilanjutkan. Pada menit ke delapan belas, BS kembali bertanya kepada B2 mengenai persiapan acara yang perlu mereka lakukan. Wawancara pun kembali terhenti selama kurang lebih tiga menit.

Setelah selesai membahas acara dengan salah seorang umat dan Bs, wawancara pun kembali di lanjutkan. Tangan B2 terus bergerak sesuai dengan apa yang ia katakan selama proses wawancara. Posisi kaki B2 dalam posisi kaki terbuka dan tidak dilipat.

Wawancara berlangsung selama kurang lebih satu jam lima belas menit. Wawancara dihentikan karena waktu sudah sore dan sudah waktunya peneliti mengajar. Peneliti pun mengucapkan terima kasih kepada B2 dan menuju bagian belakang Vihara untuk mengajar.

3) Wawancara 3

Saat peneliti datang, B2 sedang menerima dua tamu. Peneliti pun langsung memberi salam dan duduk ditempat duduk peneliti seperti biasa. Tidak lama kemudian, Anton datang dan memberi salam. Anton duduk sambil ikut berbincang dengan B2 dan tamu-tamunya. Peneliti pun sibuk mempersiapkan hal lainnya. Saat tamu B2 pulang, Anton menanyakan kepada peneliti apakah hari ini peneliti ingin melakukan wawancara. Peneliti pun menjawab iya.

B2 yang mendengarnya meminta untuk langsung memulai sesi wawancara karena ia akan pergi tidak lama lagi. Peneliti langsung menghidupkan alat perekamnya. B2 dan peneliti duduk di posisi seperti biasa. Saat itu teman peneliti sedang mengobrol dengan Bhante lainnya. Sesi wawancara berlangsung selama kurang lebih setengah jam. Wawancara terputus kurang lebih menit ke lima belas saat wawancara, seorang laki-laki datang dan mengatakan kepada B2 ia ingin menyerahkan foto dan formulir. B2 langsung memintanya untuk ruang makan dan menyerahkan formulir tersebut kepada Bhante lainnya karena ia sedang wawancara.

Laki-laki tersebut setuju lalu meminta izin kepada Bhante dan menuju Vihara ruang makan. Setelah selesai laki-laki tersebut meminta izin kepada B2 dan pulang. Setelah wawancara selesai, B2 langsung menuju kuti-nya (tempat tinggalnya) untuk bersiap-siap pergi.

4) Wawancara 4

Wawancara ke empat dilakukan ditempat yang sama dengan wawancara sebelumnya. Saat peneliti datang, terlihat B2 sedang duduk di kursinya seperti biasa dan mengobrol dengan Anton. Saat itu peneliti langusng memberi salam kepada mereka dan ikut masuk dalam percakapan yang sedang berlangusng. Kurang lebih dua puluh menit setelah kedatangan peneliti, peneliti mengatakan kepada B2 bahwa hari ini peneliti ingin melakukan wawancara. B2 pun setuju lalu mengeser kursinya lebih mendekat. Posisi duduk peneliti dengan Bhante berhadapan. Peneliti duduk di lantai dan Bhante duduk di kursi. Peneliti pun lalu menaruhkan alat perekam diantara peneliti dan B2.

B2 terlihat santai dalam menjawab setiap pertanyaan peneliti. Ia menyesuaikan gerak tangan dan volume suaranya sesuai dengan apa yang ia ucapkan. Bila saat meniru suara marah ia akan mengeraskan suaranya lebih dari biasanya dan mengerakkan tangannya.

Awalnya suasana vihara terlihat sepi, karena hanya terdapat peneliti, B2 dan Anton disana. Menjelang akhir sesi wawancara, Vihara semakin ramai dengan kedatangan beberapa orang yang akan menjalakan kegiatan les disana.

Wawancara berlangsung kurang lebih setengah jam. Wawancara terhenti pada sekitar pukul 17:15 karena peneliti sudah

harus mengajar saat itu. Maka peneliti mengucapkan terima kasih kepada B2 dan memohon izin karena peneliti sudah akan mengajar.

5) Wawancara 5

Wawancara berlangsung di tempat yang sama dengan wawancara sebelumnya. Saat peneliti datang, terlihat B2 dan Anton juga Bhante lain yang sedang berkunjung di Vihara tersebut duduk ditempat mereka seperti biasa. Peneliti memberi salam kepada seluruh orang yang hadir disana. Setelah itu peneliti memberitahu B2 bahwa hari ini peneliti berniat untuk melanjutkan wawancara yang terhenti pada beberapa hari sebelumnya. B2 langsung menyetujui, peneliti pun mengeluarkan alat perekam dan menaruhnya di antara peneliti dan Bhante.

Posisi duduk antara peneliti dan Bhante sama seperti posisi duduk sebelumnya dimana Bhante duduk di kursi dan peneliti duduk dilantai. B2 terlihat semangat dalam menjawab setiap pertanyaan peneliti. Ia juga mengekspresikan setiap yang ia ucapkan. Saat ia berbicara mengenai kemarahan ia akan mengeraskan suaranya dan mengerakkan tangannya begitu pula saat berbicara mengenai hal yang lembut ia juga akan melembutkan suaranya.

Wawancara berlangsung selama tiga puluh lima menit. Awalnya keadaan vihara terlihat tenang, namun kurang lebih dua puluh menit setelah sesi wawancara dimulai, keadaan vihara menjadi cukup ribut dan ramai. Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti

pun berterima kasih kepada B2 dan memohon izin untuk pergi mengajar di bagian belakang vihara.

e. Latar belakang menjadi seorang Bhante pada responden 2

Ketertarikan B2 untuk menjadi seorang Bhante Theravada bukan muncul dari kenyataan bahwa Abangnya adalah Bhante Theravada jauh sebelum ia ditahbis melainkan hal itu muncul ketika penawaran untuk menjadi seorang samanera yang diberikan oleh Eyang kepadanya saat ia berkunjung di Vihara Borobudur. Tawaran tersebut langsung ia setujui oleh karena rasa hormatnya kepada Eyang.

“abang duluan jadi Bhante. Tu gak mempengaruhi saya jadi

Bhante..”

(R2.W2.b.0470-0482.h.10)

“karena saya mengenal eyang dari kecil...”

(R2.W2.b.0023-0024.h.1)

“pas ditawarin sama eyang langsung pengen.”

(R2.W2.b.0322-0324.h.7)

“habis itu saya di Borobudur mo jadi samanera Bhante disitu saya malah gak ditanya-tanya lagi.”

(R2.W2.b.0068-0072.h.2)

“rasa hormat aja kepada eyang...”

(R2.W4.b.0065.h.2)

Eyang merupakan sosok Bhante yang sangat ia hormati. Baginya, tanpa Eyang ia tidak akan pernah keluar dari Kampung halamannya. Hal ini dikarenakan sulitnya jalur transportasi dari kampung halamannya menuju ke kota. Menurutnya beberapa orang sukses dari kampungnya adalah berkat Eyang.

“bisa dikatakan ya.. tanpa eyang mungkin melihat medan saja saya gak nampak. di kampung aja gitu.. dan istilahnya apa ya.. toko tokoh karo yang beragama Buddha itu dari apa dari kampung saya itu semuanya sukses karena Eyang.”

(R2.W2.b.0137-0143.h.3)

“susah sangat susah bahkan untuk zaman sekarang saja ya bisa dikatakan kota di tengah hutan la.. “

(R2.W2.b.0159-0161.h.4)

“penduduk banyak.. tapi untuk jalan akses .. untuk akses kesana bahkan ya.. bisa dikatakan listrik aja baru baru beberapa bulan ini masuk.”

(R2.W2.b.0165-0169.h.4)

Sejak kesetujuannya atas tawaran eyang untuk menjadi samanera, ia pun langsung dibawa oleh salah seorang Bhante yang ada di Medan ke Jalan Petulah dan tinggal disana. Sejak itu Eyang tidak pernah membahas masalah penabhisannya menjadi seorang samanera. Eyang menyarankannya untuk tinggal di Vihara Kassapa untuk merawat vihara tersebut sendiri. Ia tinggal di Vihara Kassapa selama kurang lebih dua tahun, setelah itu ia kembali ke Medan. Ketika di Medan, beberapa Bhikkhu dan Agamawan menyarankan dirinya untuk langsung ke Thailand ditahbis menjadi Bhante sehingga tidak perlu menunggu Eyang menahbiskannya. Namun saat itu Eyang tidak memberi izin. Ia pun pulang kembali ke Kampung halamannya selama satu tahun dan pada saat itu Eyang tidak pernah membahas masalah penahbisan menjadi samanera.

“Habis itu saya di karena di Borobudur mo jadi samanera Bhante K bawa saya di Petulah... he.. selama disitu saya malah gak ditanya tanya lagi sama eyang... cuman saat itu ada ada apa retreat metta Bhavana di sibolangit.. Vipassana center.. maka di situ e... Eyang sarankan saya ke Kassapa ... saya tinggal di Kassapa... a... tinggal di Kassapa merawat semua Vihara itu... gitu sendiri.. e... tapi disitu ketika Eyang bilang udah besok

tahbis... tapi pada saat itu ada masalah lagi jadi gak jadi gitu... a... kira-kira dua tahun di sana.. ah.. gak ditahbis tahbis.. juga a... waktu pada saat itu balek ke Medan jumpa sama B1 yang baru baru ditahbis di Thailand.. jadi Pak Rusadam suruh.. langsung aja ke Thailand Eyang.. e.. tapi gak usah eyang yang tahbis. tapi eyang gak kasih.. katanya jadi samanera dulu. o.. suhu SC bilang udah kamu langsung ke Thailand aja di tahbis tapi tetap gak dikasih sama beliau. a... gitu..”

(R2.W2.b.0068-0093.h.2)

Saat ia mulai menanggalkan keinginannya untuk menjadi samanera, saat itu pula la Eyang kembali mengajaknya untuk ditahbis. Tawaran tersebut diberikan oleh eyang dua kali dan ia pun menolak kedua tawaran tersebut. Hal ini dikarenakan ia telah merasa cocok hidup di kampung.

tapi ketika udah saya tinggalkan beliau malah mengajak.. ayok

gitu..”

(R2.W2.b.0102-0103.h.3)

“saya kira hanya ah.. omong kosong itu.. lagipula di kampung kan udah main sana main main sini gitu.”

(R2.W3.b.0403-0405.h.9)

Oleh karena masalah yang ia timbulkan saat ia di kampung halamannya, orangtuanya memberikan peringatan kepadanya dan memberinya pilihan menikah atau kuliah. Ia tidak ingin kedua hal tersebut karena Baginya masih terlalu muda untuk menikah dan semangat bersekolah pun sudah lama hilang, ia pun memutuskan untuk pergi ke PekanBaru untuk bertemu dengan abangnya yang menjadi Bhante disana dan membantu Vihara disana.

“ketika ya.. namanya juga orang gak bener ya.. dikampung berjudi.. hasil orang tua di judikan habis ya.. orang tua saya

ultimatum.. kamu kuliah.. gak kuliah ya nikak gak mau.. masih anak-anak menikah kan gitu.. kuliah apa lagi kan gitu.. maka pergi ke pekanbaru.”

(R2.W2.b.0105-0113.h.3)

“ya karena udah lama ya jaraknya antara tamat sma sama

keadaan pada sat itu udah lama jadi apa.. keadaan keadaan yang mendukung untuk kuliah udah gak ada gitu.”

(R2.W4.b.0082-0086.h.2)

“disana ada abang saya yang di situ.. ya saya hanya berpikir tinggal di Vihara bantu di Vihara gitu...”

(R2.W3.b.0285-0287.h.6)

Eyang kembali menawarkan B2 untuk menjadi samanera saat ia di Pekanbaru. Oleh karena tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan di Pekan baru, ia pun langsung menyetujui dan ditahbis menjadi samanera. Kehidupan menjadi seorang samanera merupakan hal yang menyenangkan bagi B2.

“iya kalau dikampung kita uang ada.. kalau di Pekan Baru uang dimana.. kerja gak..”

(R2.W3.b.0426-00428.h.9)

“kalau saya sih gak ada kesulitan ya.. karena di Kassapa saya udah lama tinggal.. sendiri saya udah terbiasa.. a.. karena selama sebelum jadi samanera kan saya yang ngerawat Kassapa itu...”

(R2.W2.b.0233-0238.h.5)

Oleh karena saran dari seluruh orang dan usia yang mencukupi, kurang lebih satu tahun setelah menjadi samanera, ia ke Thailand untuk ditahbis menjadi Bhante. Kepergiannya ke Thailand adalah bermodalkan nekad karena ketidakmampuannya dalam berbahasa baik berbahasa Thailand maupun Bahasa Inggris. Namun kepergiaannya ke Thailand juga merupakan hal yang menyenangkan. Menurutnya, mereka yang berasal dari kampung dapat pergi keluar negri merupakan hal yang juga

membanggakan. Saat di Thailand, ia tinggal di Buriram dan dibimbing oleh gurunya Rompo A.

“karena ya umur udah mencukupi bahkan udah lewat untuk menjadi Bhikkhu..”

(R2.W2.b.0292-0294.h.6)

“gak memang e... semua nya udah menganjurkan la.. kan gitu..”

(R2.W2.b.0303-0304.h.7)

“karena gak ada les gak ada apa-apa.. hanya mengandalkan nekad doang..”

(R2.W2.b.0369-0371.h.8)

“ya senang la... apa lagi tapi kalau naik pesawat samanera udah naek pesawat.. istilahnya ada suatu rasa bangga bisa keluar negeri.”

(R2.W4.b.0132-0137.h.3)

Kesulitan yang dihadapi saat di Thailand pada awalnya adalah ketika menyesuaikan diri dalam hal makanan, bahasa dan cuaca yang ada di Thailand. Hal menyenangkan saat di Thailand adalah kebersamaan para Bhikkhu dimana mereka dapat melakukan semua hal bersama-sama.

“satu bahasa.. kendala bahasa udah pasti.. a.. .makanan... karena kita gak terbiasa makan masakan seseorang akan terasa dilidah.. terus cuaca... a.. karena kita.. ee.. suhu udara kita di medan udah terbiasa seperti ini kita pindah ketempat lain yang suhu.. suhu yang berbeda...”

(R2.W1.b.0474-0481.h.12)

“Di Thailand itu hal yang menyenangkan adalah kebersamaan Bhikkhu-Bhikkhu muda... itu bisa nyapu sama-sama... baca paritta sama-sama .... melakukan apa umpamannya undangan kerumah umat itu sama-sama...”

(R2.W1.b.0716-0722.h.17)

Satu tahun setelah ia di Buriram, Rompo A, gurunya di Thailand, menyarankannya untuk berkuliah di Bangkok. B2 pun setuju untuk kuliah oleh karena rasa hormatnya kepada Rompo. Tujuan lainnya ia berkuliah

adalah untuk mengisi waktu karena tidak ada hal yang dapat dikerjakan saat di Thailand. Kuliah yang ia jalani adalah Kuliah jurusan Sastra Inggris, namun yang dipelajari adalah Tipitaka. Ia berkuliah di Universitas khusus samanera dan Bhante.

“guru saya disana menyuruh kuliah...”

(R2.W1.b.0342-0343.h.7)

“beliau mengatakan kan malu kalau umat lebih pintar daripada e.. Bhantenya.. lagi pula kan umat sekarang sekolahnya tinggi tinggi.. nanti akan memandang rendah Bhikkhu itu .. gitu.. “

(R2.W1.b.0345-0350.h.7-8)

“ha itu juga karena rasa hormat..sama rompo. dan rasa hormat sekaligus untuk membunuh waktu”

(R2.W4.b.0091-0094.h.2)

Kesulitan bahasa pada saat kuliah dapat di atasinya oleh karena bantuan dari teman-temannya yang di Thailand. Menurutnya orang Thailand sangat baik, mereka juga bangga memiliki teman dari luar negeri.

“kalau adaptasi disana gak ada masalah ya.. karena orang Thailand itu baik baik apa lagi kita dari luar negri mereka malah senang.. untuk dijadikan teman.. malah mereka bangga punya teman orang luar negri.. itu mereka mau bantu...”

(R2.W1.b.0378-0382.h.8)

Empat tahun setelah ia belajar di Thailand, ia di haruskan untuk praktek satu tahun dan terjun langsung ke Umat. Oleh karena kesadaran bahwa Bhikkhu yang ada di Thailand sudah sangat banyak, bahkan

Dalam dokumen Kebahagiaan pada Bhante Theravada (Halaman 123-162)

Dokumen terkait