SKRIPSI
Dianjukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
oleh
HAKISUKTA
081301064
FAKULTAS PSIKOLOGI
Kebahagiaan pada Bhante Theravada
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Oktober 2012
Hakisukta
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Kebahagiaan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dimana kebahagiaan memiliki hubungan yang dekat dengan kesehatan kita. Kebahagiaan juga diasosiasikan dengan kesehatan yang baik, kreatifitas yang lebih, pendapatan yang lebih tinggi dan evaluasi tempat kerja yang lebih baik. Aspek kebahagiaan adalah emosi pada masa lalu, masa depan dan masa sekarang (Seligman, 2004). Pada umumnya manusia dapat berbahagia dalam tiga hal tersebut, namun Bhante Theravada lebih memfokuskan diri pada kebahagiaan masa sekarang. Bhante Theravada juga memiliki beberapa faktor penentu kebahagiaan yang berbeda dinamikanya dari masyarakat pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kebahagiaan pada Bhante Theravada. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data diperoleh dari wawancara mendalam yang dilakukan terhadap tiga Bhante Theravada dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga responden lebih memfokuskan diri untuk hidup pada masa kini untuk mencapai tujuan yang ada pada masa depan mereka. Dengan memfokuskan diri pada saat ini, kedamaian akan muncul. Kedamaian inilah yang merupakan kebahagiaan bagi mereka. Bagi ketiga responden, kebahagiaan juga dapat diperoleh saat kita membebaskan diri dari perasaan negatif seperti kebencian ataupun kecemasan. Perasaan negatif muncul dari pikiran negatif sehingga dapat dikatakan kebahagiaan berasal dari pikiran yang positif. Kebahagiaan akan didapatkan ketika kita melepaskan keterikatan diri kita dari segala bentuk materi. Bagaimana seseorang memaknai kebahagiaannya dipengaruhi oleh karakter tiap individiu.
Psychology Faculty in University of North Sumatera
ABSTRAK
Happiness is one of the most important aspects in our life where happiness closely related to our health. Happiness is also associated with better health, creativity, income and working evaluation. The aspect of happiness is the positive emotion toward the past, the future and the present (Seligman, 2004). In general, people can be happy in all those three issues, but Theravada’s monk is focused more on positive emotion toward present moment. Compared to our society, Theravada’s monks have several differences in determinant factor of happiness.
The purpose of this study is to see how happiness is in Theravada monks. This research uses qualitative method to gain data by deep interviewing three monks with predetermined characteristic.
The result show that three respondent is focusing themselves in the present to gain their future aim. By focusing themselves in the present, peace will come. This peace is the happiness that they look for. Happiness also can be gained when we are free from negative emotion, such as hate or anxiety. Happiness comes from our mind because negative and positive emotion comes from negative and positive thinking. Happiness can be obtained when people are free from craving. How do people interpret their happiness is influenced by their character.
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia yang diberikannya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kebahagiaan Pada Bhante Theravada” ini. Adapun salah satu tujuan pembuatan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka sangat sulit untuk menyelesaikan proposal penelitian ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kak Juliana I. Saragih M.Si, Psikolog selaku dosen pembimbing, atas bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Surya Ali yang telah bersedia meluangkan waktunya dan telah membantu dalam menghubungi Bhante dan mencari informasi mengenai Bhante.
3. Bhante yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam proses wawancara awal.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaannya. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak.
Medan, Oktober 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1
B. RUMUSAN MASALAH... 10
C. TUJUAN PENELITIAN ... 11
D. MANFAAT PENELITIAN ... 11
1. Manfaat Teoritis ... 11
2. Manfaat Praktis ... 11
E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. KEBAHAGIAAN ... 14
1. Definisi Kebahagiaan ... 14
2. Aspek kebahagiaan... 15
3. Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 56
A. PENDEKATAN KUALITATIF ... 56
B. RESPONDEN PENELITIAN ... 56
1. Karakteristik Responden ... 56
2. Metode Pengambilan Responden ... 57
3. Jumlah Responden ... 57
C. METODE PENGAMBILAN DATA ... 57
D. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA... 58
E. KREADIBILITAS DAN VALIDITAS PENELITIAN ... 59
F. PROSEDUR PENELITIAN ... 60
1. Tahapan Persiapan ... 60
2. Tahapan Pelaksanaan ... 62
3. Tahapan Pengecekan Akhir... 64
BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI ... 65
A. ANALISA DATA ... 65
1. Responden 1 ... 65
2. Responden 2 ... 111
3. Responden 3 ... 150
B. PEMBAHASAN ... 185
A. KESIMPULAN ... 208
B. SARAN ... 211
1. Saran praktis ... 211
2. Saran penelitian lanjutan ... 212
DAFTAR PUSTAKA ... 213
Tabel 2.1 ... 18
Tabel 2.2 ... 18
Tabel 2.3 ... 19
Tabel 2.4 ... 19
Tabel 2.5 ... 20
Tabel 2.6 ... 20
Table 4.1 ... 65
Tabel 4.2 ... 66
Tabel 4.3 ... 111
Tabel 4.4 ... 111
Tabel 4.5 ... 150
Tabel 4.6 ... 150
Tabel 4.7 ... 195
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kebahagiaan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dimana kebahagiaan memiliki hubungan yang dekat dengan kesehatan seorang Individu (Berscheid, 2003). Menurut Diener (2007), kebahagiaan lebih dari sekedar sebuah tujuan, tapi kebahagiaan berguna untuk kesehatan, kreatifitas, pendapatan dan evaluasi tempat kerja. Hal ini terlihat jelas pada definisi kesehatan oleh WHO dimana kesehatan adalah meliputi keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial, bukan hanya sekedar ketidakhadiran penyakit (Taylor, 2009).
Khalek (2006) menyatakan bahwa kesehatan mental seseorang mempengaruhi kebahagiaannya . Kebahagiaan juga mempengaruhi lamanya usia seseorang pada populasi yang sehat (Veenhoven R., 2008). Setiap individu ingin bahagia (Diener & Dean, 2007). Individu pada umumnya memimpikan kesuksesan sebagai seorang profesional, kepuasan spiritual, perasaan dekat dengan individu lain, tujuan dalam hidup ataupun cinta dan seks, hal ini dapat didambakan karena hal ini dipercayai dapat memberikan kebahagiaan (Lyubomirsky, 2005).
tergantung pada evaluasi kognitif mengenai kepuasan pada seluruh aspek kehidupan seperti keluarga, pekerjaan dan pengalaman yang efektif mengenai ini (Carr, 2004).
Kebahagiaan seorang individu dipengaruhi oleh kekuatan karakter yang dimiliki oleh individu tersebut. Pengaruh ini terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Park dan Peterson (2004) yang menemukan hubungan antara kekuatan karakter dengan kebahagiaan pada remaja dan orang dewasa. Seligman (2004) sendiri menyatakan bahwa terdapat 24 karakter positif, yaitu curiosity (rasa penasaran), love of learning, open-mindedness, originality, emotional intelligence, perspective, bravery, perseverance, honesty, kindness, loving and allowing oneself to be loved, loyalty, fairness, leardership, self-control, caution, humility, appreciation of beauty and excellence, gratitude, hope, religiousness, forgiveness, humor dan enthusiasm.
Salah satu kehidupan dalam masyarakat yang memiliki norma yang cukup kuat dalam Pleasure (kenikmatan) dan gratification (gratifikasi) adalah Buddhisme (Seligman, 2002). Dalam Buddhisme, mindfulness (Sati) merupakan salah satu dan satu-satunya jalan latihan untuk mencapai kemurnian dan kebersihan bathin, mengatasi penderitaan dan keluhan, untuk menghancurkan penderitaan dan kesedihan, untuk mencapai jalan yang benar dan pencapaian Nibbana (Venerable Sujiva, 1998; Kantipalo; 1996). Mello (2011) seorang pembicara inspirational dalam bukunya menyatakan bahwa seseorang seharusnya hidup dalam kesadaran. Kesadaran (Mindfulness) yang benar berarti tetap sadar setiap waktu. Menjadi sadar berarti menjadi sadar setiap saat pada perasaan yang sedang dirasakan, lingkungan sekitar, apa yang sedang dilakukan oleh tubuh, pikiran dan ide yang muncul didalam pikiran, apa yang terjadi disekitar (Kipfer, 2007; Confield, 1993), tanpa penilaian (Kabat-Zinn, 2003) dan menerima hal tersebut apa adanya (Segall, 2003; Germer, Siegel, & Fulton, 2005). Kesadaran ini akan membuat individu memahami apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan pada saat itu (Dockett, 2004). Mindfulness (kesadaran) dalam Buddhisme diibaratkan sebagai garam yang digunakan untuk memberikan rasa kepada masakan, dan berguna dalam segala jenis bumbu (Susila, 2012).
kualitas kehidupan, mengurangi stress (Schoormans, 2011) dan kecemasan (Warnecke, 2011). Mindfulness juga terbukti meningkatkan kesehatan fisik maupun psikologis (Branstrom, 2010).
Tiap-tiap individu dapat mendapatkan kebahagiaan pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Akan tetapi terdapat sekelompok masyarakat yang secara nyata memfokuskan kebahagiaan pada masa sekarang. Kelompok tersebut menekankan pentingnya pleasure dan gratifikasi sesuai dengan ajaran Buddhisme. Mereka dinamakan Bhante Theravada. Bhikkhu (Pali) atau Bhante (Sanskrit) Theravada adalah mereka yang bebas dari tugas rumah tangga oleh karenanya mereka tidak berkerja maupun menikah, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang baik untuk mencapai Nirvana – tempat dimana dosa atau jiwa “dipadamkan” atau berakhir (Keene, 2006; Keown, 2003).
dalam proses perjalanan hidupnya. Hal ini terlihat dari pola hidup kesederhanaan dan sila yang dijalankan oleh Bhante Theravada.
Sila yang harus dijalani oleh seorang Bhante Theravada termuat dalam kitab suci khusus yaitu Vinaya Pitaka (Thitayanno, 2008). Sila yang harus dijalani oleh Bhante Theravada adalah Patimokha Sila yang terdiri dari 227 sila untuk Bhikkhu dan 311 sila untuk Bhikkhuni (A.K., 2007). Istilah sila, kosakata Pali, yang digunakan dalam budaya Buddhis mempunyai beberapa arti, yaitu: „sifat, karakter, watak, kebiasaan, perilaku, kelakuan‟ dan „latihan moral, pelaksaan moral, perilaku baik, etika Buddhis‟
dan „kode moralitas‟. Sila dalam pengertian yang luas pandanannya adalah etika dan dalam pengertian yang sempit padanannya adalah moral (Rashid, 1997).
Salah satu contoh dari sila yang harus dijalankan oleh seorang Bhikkhu adalah seorang Bhikkhu tidak diizinkan untuk melakukan hubungan seksual baik dengan manusia ataupun hewan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut ini:
“Bhikkhu, siapa saja – yang telah bergabung dalam latihan dan jalan hidup para bhikkhu, tanpa melepaskan latihannya, tanpa memaklumkan ketidaksanggupannya – melakukan pencabulan, sekalipun dengan
seekor hewan betina, maka ia sudah takluk, tak lagi sepersekutuan – dalam satu persekutuan Sangha Bhikkhu.”
(Thitayanno, 2008)
Perumah tangga dalam artian ini dapat dilihat dalam wawancara dengan seorang Samanera (merupakan laki-laki baru dalam Buddhis yang telah meninggalkan kehidupan keduniawian namun mereka masih belum mengambil janji untuk menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan sepenuhnya (Gakkai, 2002)) dalam kutipan berikut:
“Kata perumah tangga ini lebih mengarah pada mereka yang sudah berkeluarga dan punya keluarga sendiri. Mereka yang punya istri, anak. Saat mereka menjadi Bhante akan tidak sama lagi. Kalau dengan orang tua ya masih kontak. Saya aja masih kontak dengan orangtua. Orang tua kan orang yang patut dihormati cuman gak ada istilah rumah saya lagi. Trus, kalau pulang ketempat orangtua atau istri... didekatnya gak da vihara harus tinggal divihara. Kalau gak ada boleh tinggal dirumah. Tapi cuman maksimal tiga hari.”
(Komunikasi Personal, 28 November 2011)
“Mereka tidak boleh memasak sendiri ataupun tidur di tempat yang empuk seperti springbed. Tempat tidur mereka hanya sebatas
beralaskan papan.”
(Komunikasi Personal, 07 September 2011)
“Jika seorang Bhikkhu memiliki sebuah tempat tidur atau bangku yang dilapisi kapuk, maka ia melakukan pacittiya”
(Bhikkhu Jeto, 1989)
Kebiasaan hidup lainnya dalam hal penghindaran terhadap hal-hal mewah adalah menghindari menerima emas dan perak (Jataruparajata patiggahana veramani). Pelanggaran peraturan pelatihan telah terjadi bila terdapat tiga unsur pokok, yaitu: (1) emas, perak atau satu dari barang berharga yang digunakan sebagai alat tukar atau semacamnya (jataruparajatabhavo) (2) menjadi miliknya sendiri (Attuddesikata) (3) perbuatan menerimanya sendiri atau memerintahkan orang lain untuk menerimanya untuk dirinya sendiri atau tidak mencegah orang lain untuk berbuat demikian untuk dirinya sendiri (patiggahanadisu annatarabhavo) (Rashid, 1997). Berikut adalah hasil wawancara dengan salah seorang pengurus Vihara:
“Mereka gak pegang uang. Kalau kathina dikasih uang sama umat, kan ada yayasannya di vihara. Uangnya dikasih ke yayasan.”
(Komunikasi Personal, 25 Oktober 2011)
“Jika seorang Bhikkhu makan diluar jangka waktu yang telah ditentukannya yaitu dari tengah hari hingga fajar pada keesokan harinya, maka ia melakukan pacittiya.”
(Bhikkhu Jeto, 1989)
Makanan yang dimakan oleh seorang Bhikkhu Theravada tersebut berasal dari pemberian umat. Mereka dengan ikhlas menerima apapun yang diberikan oleh umat pada hari itu. Pemberian dari umat dapat mereka terima dalam bentuk pindapata dimana mereka akan berjalan dengan membawa mangkok mereka pada pagi hari dan umat akan memberikan makanan dengan mengisi makanan tersebut di mangkok mereka. Hal ini terlihat dari hasil wawancara berikut ini:
“Pagi ya mereka makannya dari pindapatta. Mereka jalan trus bawa mangkok gitu trus kita umat yang melihat ya diisi mangkoknya. Kalau hari itu dapatnya cuman roti ya makannya hanya itu. Apa yang diberikan oleh umat akan mereka makan.”
(Komunikasi Personal, 05 September 2012)
Seseorang yang memutuskan untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Bhikkhu Theravada di Thailand akan menjalani pelatihannya disana. Tempat yang mereka tinggali disana bukan berupa kota besar ataupun kota kecil melainkan hutan. Hal ini dapat terlihat dari kutipan berikut ini:
“Sewaktu tiba di Tanah Air, Bhikkhu Uttamo tidak mengenakan alas kaki. Kebiasaan yang telah dilakukan sejak tinggal di hutan ini berlangsung sampai tahun ke tujuh beliau menjadi bhikkhu. Menurut Bhikkhu Uttamo hal ini dilakukan karena hutan tempat beliau tinggal bersama 19 rekan bhikkhu lainnya memiliki luas sekitar 33 Ha dan banyak ular berbisa yang melata di mana-mana
(Permata Indonesia, 2007).
suatu kehidupan yang tidak dapat dijalani oleh semua orang begitu saja. Berikut hasil wawancara dengan beberapa Umat awam mengenai pandangannya terhadap kehidupan sebagai seorang Bhikkhu Theravada:
“untuk sekarang jalani kehidupan Theravada agak susah. karena kadang-kadang pindapata juga ada yang gimana ya.. gak pastikan semua orang mo ngasih.. dulu orang kan banyak yang baik.. kalau sekarang? trus perkembangan teknologi sekarang ini udah begitu pesat... pastikan Bhikkhu juga harus tau perkembangan teknologi juga harus tau... sedikitnya sih... jadi susah lo... tantangannya susah ya kalo jadi Bhikkhu... dengan perkembangan teknologi yang ada banyak godaan dalam menjalankan sila mereka..”
(Komunikasi Personal, 05 September 2012)
“melatih diri untuk menlenyapkan nafsu... itu sulit... melepaskan orangtua juga.. ada orangtua ada keluarga yang mao dijaga... ada kewajiban.... jadi mereka mao makan sate juga gak bisa.. sulit... sekarang disuruh melepas nafsu keinginan untuk membeli barang itu aja susah... karena dari kecil memang seperti itu... terbiasa seperti itu.... “
(Komunikasi Personal, 06 September 2012)
Namun Bhante Theravada sendiri melihat sila sebagai suatu bentuk tantangan dalam kehidupan. Bagi mereka, menjalankan sila merupakan sesuatu yang membahagiakan yang dapat menguntungkan bukan hanya pada dirinya namun juga orang lain. Berikut hasil wawancara dengan seorang Samanera mengenai pendapatnya terhadap Patimokha Sila:
“Saya merasa senang, tertantang dan bahagia. Saya suka suatu tantangan dan saya sangat senang menjalankannya. Menguntungkan diri saya dan orang lain pun dapat dampak baiknya. Dengan
menjalankan sila kita berbuat baik. Kalau orang banyak menjalankan sila dunia akan baik. Kalau orang gak mencuri kan rasanya aman.” (Komunikasi Personal, 26 Oktober 2011)
kehidupan beragama. Kebahagiaan mereka terlihat dalam buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2, Ajahn Bram, menyatakan ia berbahagia dalam kehidupannya sebagai seorang Bhikkhu. Hal ini termuat dalam salah satu kisahnya dalam buku tersebut yang berjudul “Kami Lebih Bahagia”. Berikut adalah kutipan dari cerita tersebut:
“sebagian orang berpikir bahwa menjadi biksu sangat membosankan. Namun sesungguhnya tidak. Saya mengalami banyak kesenangan sebagai biksu, meski saya tidak mengharapkan terjadi sesuatu.” (Bram, 2010)
Hasil wawancara dengan salah seorang Samanera mengenai kebahagiaan dirinya dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
“Sebenarnya kalau dibilang mengenai kebahagiaan tu kompleks ya. Misalnya saya hari ni mengenal anda saya bahagia. Trus saya kejedot pintu, saya sudah tidak bahagia. Saya saat itu bahagia setelah itu saya jatuh saya sakit saya sudah tidak bahagia. Tapi bila ditanya mengenai mana yang lebih bahagia apakah saya yang
sekarang atau saya yang dulu. Saya merasa saya yang sekarang lebih
bahagia.”
(Komunikasi Personal, 26 November 2011)
Terlihat bahwa kehidupan sebagai seorang Rohaniwan juga memiliki kebahagiaan tersendiri. Namun penekanan terhadap kebahagiaan pada masa sekarang dan kehidupan beragama pastinya memiliki dinamika kebahagiaan tersendiri. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat Bagaimana kebahagiaan pada Bhante Theravada
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebahagiaan Bhante Theravada yang dibagi menjadi:
1. Bagaimana dinamika kebahagiaan pada Bhante Theravada?
2. Bagimana peran karakter positif yang dimiliki oleh Bhante Theravada dalam kebahagiaannya?
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk memperkaya teori Psikologi Positif yang ada sehingga dapat membantu peneliti-peneliti lainnya. Sekiranya hasil penelitian ini dapat membantu pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya menuju arah yang lebih baik.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
a. Membantu umat awam untuk memahami hal-hal yang membahagiakan sebagai seseorang individu yang memilih untuk hidup dalam spiritulitas dan mengambil hal-hal positif dari penemuan ini yang dapat meningkatkan kebahagiaan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun ringkasan isi dari Proposal ini adalah Bab I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori – teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan kebahagiaan dan Bhante Theravada Bab III : Metodologi Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan serta metode analisis data.
Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian
Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga pembahasan data –data penelitian dari teori yang relevan
Bab V : Kesimpulan dan Saran
A. KEBAHAGIAAN
1. Definisi Kebahagiaan
Dalam Carr (2004) menyatakan bahwa kebahagiaan mengarah pada perasaan positif, seperti sukacita atau ketenangan, dan keadaan positif, seperti hal-hal yang berkaitan dengan flow atau absorpsi (individu menjadi terlibat dalam tugas atau aktifitas yang masih dapat terkontrol namun menantang dan membutuhkan keahlian tertentu untuk menyelesaikannya dimana tugas ini memotivasi individu secara intrinsik). Kebahagiaan sepenuhnya tergantung pada evaluasi kognitif mengenai kepuasan pada seluruh aspek kehidupan seperti keluarga, pekerjaan dan pengalaman yang efektif mengenai ini.
yang membuat individu tersebut kehilangan kesadaran oleh karena suatu kegiatan yang dilakukannya.
Dalam Sejarah Barat, Yunani, melihat kebahagiaan sebagai kemampuan untuk menjalankan kekuasaan dalam mengejar keunggulan dalam kehidupan yang bebas dari kendala. Kehidupan yang baik dipandang sebagai suatu kehidupan dengan tidak adanya hubungan dengan tugas dan kebebasan untuk mengejar tujuan individual, sedang dalam filsafat timur menyatakan bahwa kebahagiaan digambarkan sebagai memiliki kepuasan terhadap kehidupan negara yang polos, berbagi dalam hubungan sosial yang harmoni. Dalam tradisi ini, harmoni dipandang sebagai pusat untuk mencapai kebahagiaan (Lopez, 2007).
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu merupakan perasaan positif atau emosi positif yang dapat dilihat dari kepuasan akan masa lalu, masa yang akan datang dan masa sekarang yang merupakan keadaan seperti sukacita atau ketenangan dan flow (perasaan yang membuat seorang individu terlibat sepenuhnya, tenggelam dan terserap di dalamnya, sehingga individu tersebut kehilangan kesadaran oleh karena suatu kegiatan yang dilakukannya).
2. Aspek kebahagiaan
Emosi positif tentang masa lalu adalah perasaan puas (satisfied), lega (contentment), sukses (fulfillment), bangga (pride), dan damai (serenity). Tiga hal yang membuat seorang indiviu selalu bisa merasa berbahagia tentang masa lalunya. Hal pertama adalah bersifat intelektual, dimana individu membuang ideologi yang mengatakan bahwa masa lalu menentukan masa depan. Masa lalu tidak mengarahkan seorang individu menuju masa depan yang tak bahagia. Peristiwa silam sebenarnya hanya sedikit atau bahkan tidak mempengaruhi masa dewasa seorang individu yang sudah terbebas dari sikap masa lalu. Individu yang terlalu menekankan peristiwa buruk masa lalu dan mengabaikan peristiwa baik masa lalu adalah hal yang menurunkan ketenangan, kelegaan, dan kepuasan. Hal kedua adalah dengan bersyukur terhadap hal-hal baik pada masa lalu. Bersyukur pada masa lalu akan memperkuat memori positif. Menyemangati dan senang terhadap apa yang telah di miliki dan di capai saat ini merupakan keadaan dimana seorang individu bangga akan masa lalunya. Hal ketiga adalah belajar untuk memaafkan kesalahan pada masa lalu. Memaafkan bukan berarti melupakan kesalahan negatif masa lalu, tapi mengubah kejadian buruk menjadi kejadian indah. Saat itulah kedamaian terhadap masa lalu dirasakan. b) Emosi yang ditujukan pada masa depan
yang dimiliki diri sendiri (confidence), harapan dan optimisme. Individu yang bahagia memiliki keyakinan ataupun kepercayaan (beliefs) terhadap sesuatu yang membuat mereka merasa nyaman dan memahami tujuan dan makna dari kehidupan. Hal ini seperti keyakinan terhadap suatu ajaran agama yang mengarah pada spiritualitas. . Kepercayaan (trust) memiliki komponen hope dan gratitude. Gratitude adalah keadaan dimana individu menyadari dan berterimakasih pada segala hal baik yang terjadi. Optimisme dan harapan sudah menjadi tema dari ribuan kajian empiris dan telah bisa dibangun. Optimisme dan harapan memberikan daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi depresi tatkala musibah melanda; kinerja yang lebih tinggi di tempat kerja, terutama dalam tugas-tugas yang menantang; dan kesehatan fisik yang lebih baik. Individu yang optimis dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu permanen (masalah waktu) dan pervasif (ruang).
1) Permanen (masalah waktu)
memiliki penyebab temporer. Hal ini terjadi sebaliknya pada individu yang pesimis.
Tabel 2.1 Respon orang pesimis dan optimis terhadap hal baik
Respon Terhadap Hal Baik
Temporer (PESIMIS) Permanen (OPTIMIS)
Hari ini saya beruntung Saya selalu beruntung
Saya berusaha keras Saya berbakat
Lawan saya sedang kelelehan Lawan saya tidak ada apa-apanya
Tabel 2.2 Respon orang pesimis dan optimis terhadap hal buruk
Respon Terhadap Hal Buruk
Permanen (PESIMIS) Temporer (OPTIMIS)
Diet tidak pernah berhasil Diet tidak berhasil, kalau anda makan diluar
Bos brengsek Si bos sedang tidak enak hati
Kamu tidak pernah bicara kepadaku
2) Pervasif (ruang)
Dimensi pervasif menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi atau terbatas pada wilayah asalnya. Individu yang optimis membuat penjelasan spesifik akan ketidakmampuan mereka dalam salah satu bagian kehidupan dan membuat penjelasan yang universal pada saat mengalami hal yang baik. Hal ini berlaku sebaliknya pada individu yang pesimis.
Tabel 2.3 Respon orang pesimis dan optimis terhadap hal buruk
Respon Terhadap Hal Buruk
Universal (PESIMIS) Spesifik (OPTIMIS)
Semua pengajar tidak adil Profesor Seligman tidak adil
Saya orang yang menyebalkan Saya menyebalkan bagi dia
Semua buku tidak ada gunanya Buku ini tidak berguna
Tabel 2.4 Respon orang pesimis dan optimis terhadap hal baik
Respon Terhadap Hal Baik
Spesifik (PESIMIS) Universal (OPTIMIS)
Saya cerdas di bidang matematika
Pialang saya paham urusan saham minyak
Pialang saya paham tentang bursa saham
Saya menarik baginya Saya menarik
Harapan juga merupakan emosi positif mengenai masa depan. Harapan terhadap peristiwa buruk dan peristiwa baik dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 2.5 Harapan terhadap peristiwa buruk
Harapan Terhadap Peristiwa Buruk
Tanpa Harapan Penuh Harapan
Saya bodoh Saya pusing
Laki-laki memang penindas Suasana hati suami saya lagi jelek
Kemungkinan lima puluh persen benjolan ini merupakan kanker
Kemungkinan lima puluh persen benjolan ini hanya benjolan biasa
Tabel 2.6 Harapan terhadap peristiwa buruk
Harapan Terhadap Peristiwa Baik
Tanpa Harapan Penuh Harapan
Saya beruntung Saya berbakat
senang senang Amerika Serikat akan
membasmi para teroris
Amerika Serikat akan membasmi semua musuhnya
c) Emosi yang ditujukan pada masa sekarang
Kebahagiaan pada masa sekarang mencakup dua hal, yaitu: kenikmatan (pleasure) dan gratifikasi (gratification).
1) Kenikmatan (pleasure)
Kenikmatan merupakan kesenangan yang memiliki komponen indriawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat. Hal ini disebut oleh para filosof sebagai “perasaan-perasaan dasar” (raw feels): gairah, orgasme, rasa senang, ceria dan nyaman. Semua ini bersifat sementara dan hanya sedikit melibatkan pikiran atau malah tidak sama sekali. Individu yang merasakan kenikmatan pada masa sekarang memiliki rasa meresapi (Savoring) dan kecermatan (mindfulness). Meresapi merupakan kesadaran akan kenikmatan dan perhatian yang disengaja terhadap pengalaman kenikmatan. Sensasi ini dapat dirasakan seperti menghirup udara yang dingin dan tipis juga mencium aroma bunga. Kecermatan ini merupakan pengamatan terhadap banyak aktifitas manusia. Hal ini seperti kecermatan dalam menyadari disebelah mana seorang individu meletakkan payung yang baru saja digunakannya.
Gratifikasi datang dari kegiatan yang sangat disukai, tetapi sama sekali tidak harus disertai oleh perasaan dasar. Gratifikasi membuat seorang individu terlibat sepenuhnya, tenggelam dan terserap di dalamnya, dan kehilangan kesadaran diri (flow). Menikmati percakapan yang bermanfaat, memanjat tebing, membaca buku bagus, menari adalah contoh kegiatan yang dimana didalamnya waktu seakan berhenti bagi individu tertentu.
Ketiga Aspek emosi ini (emosi yang ditujukan pada masa lalu, masa depan dan masa sekarang) berbeda satu sama lain dan tidak mesti berhubungan erat. Individu dapat bangga dan puas akan masa lalu, tetapi bersedih pada masa sekarang dan pesimistis akan masa depan.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Dibawah ini adalah faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seorang individu menurut Seligman (2005):
a) Uang
Kemiskinan yang amat berat adalah penyakit sosial dan orang-orang yang mengalami kemiskinan seperti itu memiliki kepekaan terhadap kebahagiaan lebih rendah daripada orang yang lebih beruntung.
b) Pernikahan
orang yang menikah mengatakan mereka “sangat bahagia”, sedangkan hanya 24% dari orang yang tidak menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati pasangannya yang mengatakan hal ini. Kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku baik pada laki-laki maupun perempuan. Carr (2004) menyatakan bahwa pernikahan memberikan kedekatan psikologis dan fisik, memiliki anak dan membangun rumah tangga, peran sosial sebagai orang tua dan pasangan, dan konteks dimana memperkukuh dan membentuk keturunan.
c) Kehidupan sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Ed Diener menemukan bahwa semua orang (kecuali satu) yang termasuk dalam 10% orang yang paling berbahagia, sedang terlibat dalam hubungan romantis.Orang yang sangat berbahagia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersosialisasi daripada sendirian.
d) Usia
“terpuruk dalam keputusasaan” menjadi berkurang seiring dengan
bertambahnya umur dan pengalaman. e) Kesehatan
Individu yang memiliki neuroticism tinggi dapat melakukan penolakan ketika mereka di katakan sehat ataupun sakit oleh dokter. Individu yang dikatakan bahwa mereka sakit oleh dokter, dapat melaporkan bahwa dirinya merasa sangat sehat karena mereka menolak penyakit mereka. Emosi positif membuat individu memiliki toleransi yang lebih terhadap sakit yang di derita. Terkecuali mereka yang memiliki penyakit dengan tingkat kecacatan yang parah, kebanyakan individu beradaptasi dengan masalah kesehatan mereka dengan cepat dan membentuk persepsi diri terhadap kesehatan mereka dimana konsisten dengan level kebahagiaan mereka (Carr, 2004). Mereka yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu. Sakit parah dapat menyebabkan penurunan kebahagiaan, tetapi hal ini tidak berhubungan dengan sakit yang ringan (Seligman, 2002).
f) Jenis kelamin
Wanita lebih bahagia dan sekaligus lebih sedih daripada laki-laki g) Agama
Hal ini mungkin dikarenakan hubungan antara harapan masa depan dan keyakinan beragama.
Carr (2004) menyatakan bahwa hubungan antara kebahagiaan dan keterlibatan aktifitas religius adalah sedang. Terdapat tiga alasan yang menjadi pertimbangan dalam psikologi. Pertama, agama memberikan sistem kepercayaan yang masuk akal sehingga dapat membuat individu menemukan arti dari kehidupan dan harapan pada masa depan, agama juga dapat membuat individu mejadi lebih optimis dalam menghadapi kesulitan terhadap kehidupan akhirat. Keterlibatan rutin pada kegiatan keagamaan, menjadi bagian dari kemunitas keagamaan, memberikan individu dukungan sosial. Kedua, keterlibatan pada hal keagamaan sering berasosiasi dengan kesehatan fisik dan psikologis. Ketiga, keterlibatan dalam kegiatan keagamaan sering berasosiasi dengan pola hidup yang lebih sehat, baik secara fisik maupun psikologi, diantaranya seperti kesetiaan dalam perkawinan, komitmen terhadap kerja keras dan makanan dan minuman yang secukupnya.
Alan Carr (2004) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi kebahagiaan seorang individu dalam kehidupannya, antara lain:
a) Personality traits
negatif. Hubungan antara personality traits dan kebahagiaan dipengaruhi juga oleh kultur. Orang yang ekstravert lebih cocok dengan lingkungan sosial yang membutuhkan keterlibatan dan interaksi sosial yang sering. b) Genetic and environmental basis for personality traits
Fakta menyatakan bahwa lima puluh persen varian dalam personality traits seperti ekstraversion dan neuroticism dipengaruhi oleh faktor genetik. Mekanisme dimana faktor genetik mempengaruhi personality traits adalah kompleks. Mungkin kombinasi antara gen menentukan karakteristik tempramen. Kombinasi gen ini berinteraksi dengan pengaruh lingkungan yang terus membentuk perkembangan dari personality traits. Anak-anak yang cenderung ekstravert, lebih mungkin untuk bahagia. Anak-anak pemarah dan penakut menunjukkan tingkat neuroticism yang lebih tinggi pada kehidupannya dan lebih mungkin menunjukkan afek negatif. Optimis, self-esteem dan locus of control juga merupakan personality traits yang berkorelasi dengan kebahagiaan. c) Heritability of happiness set-point
Studi mengenai kembar yang dibesarkan secara terpisah menunjukkan bahwa kebahagiaan memiliki hubungan dengan faktor genetik dengan korelasi sebebsar 0.55/0.54.
d) Kultur
sosial dengan status sosial ekonomi yang sama memiliki tingkat subjective well being yang tinggi.
e) Optimising Well-Being
keterlibatannya pada aktifitas fisik, praktik kerja dan keterlibatan dalam aktifitas rekreasi tertentu.
1) Relationship
Beberapa jenis hubungan personal yang mempengaruhi kebahagiaan seorang individu dan akan dibahas dibawah ini adalah hubungan kekeluargaan, hubungan teman dan hubungan dengan acquaintances. i. Hubungan kekeluargaan
Hubungan dekat yang saling mendukung antara orangtua dan anak, antara saudara, dan antara anggota keluarga besar dapat meningkatkan dukungan sosial yang ada pada seluruh anggota keluarga. Dukungan sosial ini meningkatkan subjective well-being dan dari perspektif evolutionari menyatakan bahwa manusia terprogram untuk memperoleh kebahagiaan dari kontak dengan jaringan kekeluargaan. Menjaga kontak dengan anggota keluarga meningkatkan dukungan sosial dan juga membawa bukan hanya kebahagiaan tapi juga meningkatkan fungsi sistem imun.
ii. Hubungan teman
kebutuhan akan afiliasi dan juga membuat individu lebih bahagia dan puas, dan hubungan pertemanan yang dekat menyediakan dukungan sosial.
iii. Acquaintances
Kerjasama yang dilakukan dengan acquaintances (kenalan), yang bukan anggota keluarga maupun teman dekat, merupakan sumber yang berpotensial dalam meningkatkan kebahagiaan dan cara untuk menghindari ketidakbahagiaan yang disebabkan oleh hilangnya status dan ketidaksetaraan yang pasti muncul dalam suatu kompetisi. Individu seharusnya membentuk strategi untuk meningkatkan kerjasama dengan kenalan, bukan kompetisi. Pastikan bahwa diri anda dan mereka yang memiliki hubungan penting dengan anda, sadar bahwa relationship akan tetap bertahan tanpa batasan pada masa depan dan kerjasama jangka panjang akan menghasilkan keuntungan bersama. Ketika seorang individu menyadari bahwa hubungan jangka panjang dengan kenalan dan kerja sama akan membawa keuntungan yang lebih besar daripada bekerja sendiri, individu tersebut akan berkoorporasi.
2) Lingkungan
Hal dalam lingkungan yang mempengaruhi kebahagiaan seorang individu adalah kekayaan dari individu itu sendiri dan lokasi geografis dan aspek lingkungan lainnya.
Profesor Ed Diener menemukan bahwa individu hidup dalam negara dengan ekonomi yang tidak baik memiliki set poin kebahagiaan yang lebih rendah. Kebahagiaan dan kekayaan berkorelasi 0.6.
ii. Lokasi geografis dan aspek lingkungan lainnya
Perasaan positif yang kuat, lebih dikarenakan lingkungan yang natural daripada lingkungan buatan. Orang-orang melaporkan memiliki perasaan positif yang lebih ketika berada di lokasi geografis dimana terdapat tumbuh-tumbuhan, air dan permandangan panorama. Cuaca yang baik berpengaruh pada mood positif. Kualitas rumah dan kepuasan kehidupan memiliki korelasi sedang. Indikator dari kualitas kehidupan antara lain termasuk lokasi geografis, ruangan per orang dan ukuran ruangan. Musik meningkatkan mood positif dalam jangka pendek dan mengurangi agresi.
3) Keadaan fisik
kecemasan, meningkatkan kecepatan dan keakuratan dalam kerja, meningkatkan konsep diri, menjaga kebugaran dan mengarah pada fungsi kardiovaskular yang lebih baik.
4) Produktifitas
Produktifitas seorang individu yang berkaitan dengan kebahagiaannya adalah bagaimana pekerjaannya, pendidikannya dan tingkat pencapaian tujuannya.
i. Pekerjaan
Pekerjaan berhubungan dengan kebahagiaan. Orang yang bekerja lebih bahagia daripada mereka yang tidak bekerja. Individu yang berada dalam pekerjaan profesional atau pekerjaan yang membutuhkan keterampilan lebih bahagia daripada pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan dapat menyediakan stimulasi yang optimal dan membuat individu menemukan rasa nyaman, kesempatan untuk memuaskan kebutuhan mereka terhadap rasa ingin tau dan perkembangan diri, jaringan terhadap dukungan sosial dan sense of identity.
ii. Pendidikan
yang lebih banyak. Individu yang berada di negara yang belum berkembang dan memiliki pendidikan rendah sulit untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sedangkan mereka yang punya edukasi tinggi dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya untuk makan dan tempat tinggal.
iii. Pencapaian tujuan
Individu melaporkan lebih bahagia dihari dimana mereka mencapai tujuan mereka daripada hari dimana mereka hanya mencapai sedikit dari tujuan mereka. Memiliki dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan atau bingung mengenai tujuan yang ingin dicapai, dapat mengurangi kebahagiaan dari individu tersebut.
5) Rekreasi
4. Efek Kebahagiaan
Individu yang bahagia memandang tinggi kemampuan mereka dan lebih mengingat kejadian positif daripada kejadian negatif, tetapi lebih baik dalam membuat perencanaan kehidupan karena mereka menggunakan cara yang penting seperti mencari tau informasi yang berhubungan dengan bahaya kesehatan (Carl, 2004). Berikut beberapa efek dari kebahagiaan dalam (Carl, 2004):
1. Kreatifitas dan Produktifitas
Emosi positif dapat memfasilitasi kreatifitas dan pemecahan masalah. Kebahagiaan juga dapat meningkatkan produktifitas. Orang yang lebih bahagia medapatkan evaluasi yang lebih baik dan dibayar lebih tinggi daripada orang yang kurang bahagia.
2. Umur panjang
Fakta dari studi longitudinal menunjukkan bahwa kebahagiaan memberikan dampak yang penting dalam umur panjang. Kebahagiaan dapat mempengaruhi kesehatan dan berdampak pada sistem imun. Sistem imun dari orang yang bahagia lebih efektif daripada mereka yang tidak bahagia.
B. BHANTE THERAVADA
1. Kehidupan Bhante Theravada
yang baik untuk mencapai Nirvana – tempat dimana dosa atau jiwa “dipadamkan” atau berakhir (Keene, 2006). Nirvana dalam hal ini juga
dapat dikatakan sebagai pembebasan mutlak dan ketiadaan hawa nafsu (Kaharuddin, 2007; Panjika, 2004). Bhikku Theravada menginterpretasikan ajaran Buddha dengan cara yang konservatif dan tidak mengarah pada ajaran dari orang lain selain Buddha (Goring, 1992). Bhikkhu-Bhikkhuni adalah rohaniawan tertinggi dalam agama Buddha yang bertekad menjalankan hidup suci dengan meninggalkan kehidupan duniawi. Tujuannya adalah berusaha mencapai kesucian dan mengabdi kepada agama Buddha sebagai wakil Sang Buddha dalam menyebarkan Dhamma (A.K., 2007).
Pada masa ini mazhab Theravada tidak lagi mengadakan penabhisan bhikkhuni. Hal ini dikarenakan sesuai dengan peraturan, penahbisan bhikkhuni harus dilakukan oleh dua sangha, yaitu Bhikkhuni Sangha dan Bhikkhu Sangha. Oleh karena dalam mazhab Theravada sekarang tidak ada lagi Bhikkhuni Sangha, maka penahbisan bhikkhuni tidak mungkin dapat dilakukan lagi (Rashid, 2007).
bhikkhu senior (Thera) yang memiliki pengertian cukup tentang Dhamma Vinaya(Rashid, 1997).
Setelah menjalani proses penabhisan sebagai seorang samanera/samaneri. Proses penabhisan seorang individu menjadi Bhikkhu dinamakan Natticatutthakamma Upasampada. Terdapat empat syarat agar seorang individu dikatakan sah menjadi seorang bhikkhu/bhikkhuni, yaitu (Rashid, 1997):
1. Vatthu-sampatti (kesempurnaan calon)
Seorang calon harus memenuhi syarat antara lain: manusia berumur paling kurang 20 tahun, tidak cacat tubuh yang dapat menghalangi ia menjalani kebhikkhuan, tidak cacat tubuh yang menjadi bahan tertawaan, tidak dikebiri, tidak banci, tidak mengidap penyakit menular, tidak dikenal sebagai kriminal berat, tidak berhutang, bukan pelarian militer atau penjara.
2. Parisa-sampatti (kesempurnaan sangha)
Sangha untuk upasampada harus terdiri dari paling kurang lima bhikkhu. Salah seorang bertindak sebagai upajjhaya. Sangha adalah persaudaraan atau perkumpulan para bhikkhu dan bhikkhuni (A.K., 2005).
3. Sima-sampatti (kesempurnaan Sima)
berada dalam sima boleh berjarak lebih dari satu hasta dari bhikkhu-bhikkhu lainnya. Bila ketentuan ini dilanggar maka Upasampada itu tidak sah dan batal.
4. Kammavaca-sampati (kesempurnaan pernyataan)
Kammavaca-sampati ini terdiri dari dua yaitu Natti-sampatti (Kesempurnaan Pengusulan) dan Anusavana-sampatti (Kesempurnaan Pengumuman).
a)Natti-sampatti (kesempurnaan pengusulan)
Seorang calon bhikkhu harus diusulkan oleh seorang bhikkhu yang disebut upajjhaya. Upajjhaya itu haruslah bhikkhu senior yang kompeten dan mampu untuk memenuhi kebutuhan bhikkhu (parikkhara) dan membimbing seorang bhikkhu baru dalam menjalani kebhikkhuan.
b)Anusavana-sampatti (Kesempurnaan penggumuman)
Sangha memeriksa calon bhikkhu dan ternyata memenuhi persyaratan menurut vinaya, kemudian diumumkan bahwa calon diterima menjadi bhikkhu tanpada ada yang keberatan.
sebaliknya. Ketergantungan ini disebut nissaya (Rashid, 1997). Bila seorang Navaka Bhikkhu tidak lagi tinggal dengan acariya-nya, ia harus mengangkat Bhikkhu senior lainnya menjadi gurunya dan tergantung dengannya. Walaupun ia telah memiliki pengetahuan mengenai Dharma dan Vinaya, ia tetap tidak diizinkan untuk tinggal tanpa kontrol dari seorang acariya (Ariyesako, 1998).
Bhikkhu yang telah menjalani vassa lebih dari lima kali, tetapi kurang dari sepuluh kali, disebut Majjhima bhikkhu. Ia dianggap telah mampu melindungi dirinya sendiri dan diperbolehkan lepas dari nissaya (nissayamuttaka). Seorang Majjhima bhikkhu dianggap telah memiliki keyakinan, rasa malu, ketakutan akan perbuatan jahat, usaha dan mindfulness (Ariyesako, 1998).Seorang bhikkhu yang telah melaksanakan sepuluh kali vassa atau lebih disebut Thera yang berarti „seorang yang layak dihormati‟. Seorang Thera dianggap telah dapat mengendalikan dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan orang lain. Seorang Thera diperbolehkan menjadi upajjhaya dan memberikan nissaya serta mempunyai samanera yang ia tahbiskan untuk merawatnya (Rashid, 1997).
Bhikhu Theravada menjalankan 227 sila, yang disebut Patimokkha Sila. Bhikkhuni Theravada menjalankan 311 sila. Sila Bhikkhu-Bhikkhuni terhimpun dalam kitab suci Vinaya Pitaka. (A.K., 2007). Patimokha Sila terdiri dari 227 sila yang harus dijalani seorang bhikkhu (Nanamdi, 2009). Patimokha sila dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu: parajika, sanghadisesa, aniyata, nissagiya pacittiya, pacittiya, patidesaniya, sekhiyadhamma dan adhikaranasamatha (Rashid, 1997).
1. Parajika
Sila dalam parajika terdiri dari empat. Apabila dilanggar, baik diketahui atau tidak oleh orang lain, secara otomatis akan menyebabkan gugur kebhikkhuannya. Contoh dari pelanggaran sila dalam parajika adalah seperti:
a) melakukan hubungan sex
b) mencuri
c) membunuh.
2. Sanghadisesa
a) secara sengaja menyebabkan dirinya mengeluarkan air mani (rancap)
b) mengucapkan kata-kata yang merayu dan tidak sopan di hadapan
seorang wanita
c) menyentuh tubuh seorang wanita
d) mengucapkan kata-kata secara menggoda dan mengatakan bahwa
seorang wanita seharusnya menikmati hubungan kelamin/sex dengan
seorang laki-laki
e) memainkan peranan sebagai tukang mencarikan jodoh yang membuat
seorang pria dan seorang wanita menjadi suami istri
f) gubuk yang didirikan oleh Bhikkhu yang terdiri dari tanah dan
semen luasnya lebih dari 2 x 4 m ( 7 sugatangulena (237cm) x 12
sugatangulena (406 cm)) dan tidak mendapat persetujuan dari Sangha
terlebih dahulu atas lokasinya
g) secara sengaja menuduh Bhikkhu lain melakukan pelanggaran
parajika yang tidak berdasarkan bukti atau kenyataan
h) memuji dan menyinggung orang awam dengan maksud untuk
menarik keuntungan dari mereka.
3. Aniyata
Sila dalam aniyata terdiri dari dua. Pelanggaran atas sila ini tidak jelas termasuk parajika, sanghadisesa atau pacittiya. Contoh pelanggaran sila aniyata seperti:
“seorang Bhikkhu duduk berdua dengan seorang wanita di suatu tempat
memungkinkan orang lain mendengarkan pembicaraannya. Dan seorang
umat awam yang dapat dipercaya mengatakan bahwa bhikkhu tersebut
telah melakukan Parajika, Sanghadisesa atau Pacittiya dan Bhikkhu itu
membenarkan pula pernyataan tersebut maka persoalan ini harus
diselesaikan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan atau menurut
golongan pelanggaran peraturan yang disebutkan di atas/yang disebutkan
umat awam tadi.”
4. Nissagiya Pacittiya
Sila dalam nissagiya pacittiya terdiri dari 30 untuk mengatasi keserakahan terhadap materi. Pelanggaran terhadap sila ini menyebabkan kemerosotan spiritual. Nissagiya pacittiya dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: Civaravagga (mengenai jubah), Kosiyavagga (mengenai kain sutra) dan Pattavagga (mengenai mangkok).
Sila dalam Civaravagga (mengenai jubah) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam Civaravagga seperti:
a) menyimpan jubah baru/ekstra lebih dari sepuluh hari
b) jika kain yang dimiliki seorang Bhikkhu untuk membuat sebuah jubah tidaklah cukup dan jika ia mengharap kain tambahan lagi, ia tidak
boleh menyimpan kain tersebut lebih dari satu bulan, sekalipun ia
masih berharap kain tambahan
c) seorang Bhikkhu meminta dan memperoleh sebuah jubah dari umat biasa yang bukan keluarganya ataupun tidak memberikan pavarana
untuk meminta kepadanya kebutuhan apa saja yang diinginkan, kecuali
umat biasa tersebut memberikan batas tawaran maka tawaran tersebut
berlaku paling lama satu bulan. Bhikkhu boleh meminta paling banyak
satu jubah dalam dan sebuah jubah luar)
d) Seorang Bhikkhu mengetahui seorang umat berencana memberikan jubah kepada seorang Bhikkhu tertentu, lalu Bhikkhu tersebut meminta
umat tersebut memberikan jubah yang bagus dan lebih mahal daripada
yang direncanakan oleh umat tersebut, dan memberikannya kepada
Bhikkhu itu, sehingga Bhikkhu tersebut memperolehnya
Sila dalam Kosiyavagga (mengenai kain sutra) terdiri dari sepuluh. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam Kosiyavagga seperti:
a) Bhikkhu menerima sebuah permadani yang terbuat dari bulu domba
(wol) yang bercampur dengan kain sutra
b) Bhikkhu yang telah menerima sebuah permadani baru harus
mempergunakannya selama enam tahun dan tidak boleh lebih dari itu
c) Jika seorang Bhikkhu akan menerima permadani lain yang baru
(setelah enam tahun) dia harus mengambil sebagian permadani yang
lama dan menggabungkannya pada permadani yang baru dengan
maksud untuk mengurangi keindahan permadani yang baru itu
d) Jika seorang Bhikkhu menerima uang/emas/perak dengan tangannya
sendiri atau menyuruh orang lain menerimanya, atau merasa gembira
e) Jika seorang Bhikkhu terlibat dalam jual beli dengan mempergunakan
uang (apa saja yang dapat dipergunakan dengan uang)
f) Jika seorang Bhikkhu mengadakan tukar menukar barang tanpa mempergunakan uang dengan orang awam
Sila dalam Pattavagga (mengenai mangkok/bowl/pata) terdiri dari sepuluh. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam Pattavagga seperti:
a) Sebuah mangkok yang disimpan oleh seorang Bhikkhu, di samping
mangkok yang telah ditetapkannya, untuk dipergunakan selama hidup
(di adhittana) disebut bowl atau mangkok extra, seorang Bhikkhu
dan menyimpanya lebih dari 10 hari
b) Jika seorang Bhikkhu memiliki sebuah mangkok yang telah retak,
dan tak perlu diperbaiki lagi dengan keseluruhan retak yang lebarnya
kurang dari 10 jari, kemudian dia meminta sebuah mangkok yang
baru dari seorang umat biasa yang tak mempunyai hubungan
keluarga dengannya dan belum memberikan Pivarana
c) Bila seorang Bhikkhu telah menerima secara langsung dengan
tangannya, salah satu dari lima macam obat-obatan, seperti mentega,
minyak, madu dan sirup menyimpannya untuk dipergunakan selama
lebih dari 7 hari
d) Jika seorang Bhikkhu telah memberikan sebuah jubah kepada seorang
Bhikkhu lain, kemudian karena merasa marah lalu memintanya
5. Pacittiya
Sila dalam pacitiya terdiri dari 92. Apabila dilanggar, menyebabkan kemerosotan sila. Sila ini dibagi menjadi sembilan kelompok, yaitu: musavadavagga (mengenai perkataan tidak benar), bhutagamagga (mengenai tumbuh-tumbuhan), ovadavagga (mengenai cara mengajar), bhojanavagga (mengenai makanan), acelakavagga (mengenai petapa telanjang), surapanavagga (mengenai minuman keras), sappanavagga (mengenai makluk-makluk hidup), sahadhammikavagga (mengenai hal yang sesuai dengan Dhamma) dan ratanavagga (mengenai kekayaan). Sila dalam musavadavagga (mengenai perkataan yang tidak benar) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam musavadavagga seperti:
a) Berbohong
b) Menjelek-jelekkan bhikkhu yang lain
c) Tidur dengan orang biasa (yang bukan bhikkhu) disuatu tempat yang ada dinding yang menelilinginya dan dibawah atap yang sama selama lebih dari tiga malam
d) Tidur dibawah atap yang sama dengan seorang wanita sekalipun hanya satu malam
e) Mengajarkan Dharma kepada seorang wanita, dan berbicara lebih dari enam kata, kecuali ada laki-laki yang hadir dan mengikuti apa yang dibicarakan
a) Memetik bagiaan dari manapun suatu tumbuhan hingga lepas dari tempat tumbuh
b) Mengambil tempat tidur, bangku, kasur, kursi kepunyaan Sangha dan meletakkannya ditempat terbuka dan kemudian ia terus pergi tanpa mengembalikan
Sila dalam ovadavagga (mengenai cara mengajar) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam ovadavagga seperti:
a) Seorang Bhikkhu mengajar para Bhikkhuni tanpa izin dari Sangha b) Seorang Bhikkhu perti mengunjungi tempat tinggal Bhikkhuni,
kecuali ada seorang Bhikkhuni yang sakit
c) Seorang Bhikkhu duduk/berbaring disuatu tempat terpencil dengan seorang wanita, tanpa ada orang lain hadir
Sila dalam bhojanavagga (mengenai makanan) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam bhojanavagga seperti:
a) Makan diluar jangka waktu yang telah di tentukannya yaitu dari tengah hari hingga fajar pada keesokan harinya.
c) Seorang Bhikkhu makan makanan dari seorang umat awam dan makanan tersebut tidak diserahkan secara langsung ke tangan Bhikkhu tersebut atau Bhikkhu yang lain kecuali air murni/air hujan yang belum dimasak secara tusuk gigi.
d) Seorang Bhikkhu meminta makanan-makanan berikut ini, nasi, mentega, minyak, madu, air jeruk, ikan, daging, susu sapi, dari seorang umat awam yang tidak mempunyai kekeluargaan/tidak memberikan parava dan ia memakannya
e) Seorang Bhikkhu pergi pindapata ke sebuah rumah dan seorang umat awam memberikan sejumlah besar makanan, Bhikkhu tersebut diperbolehkan untuk menerimanya hingga tiga mangkok penuh. Pelanggaran terjadi ketika dia memerima lebih dari jumlah tersebut (makanan diterimanya pun harus dibagi-bagikan kepada Bhikkhu yang lain). Pindapata adalah menerima persembahan makanan dari umat (Kaharuddin, 2007; Panjika; 2004).
Sila dalam acelakavagga (mengenai petapa telanjang) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam acelakavagga seperti:
a) Seorang Bhikkhu duduk bersama (bercampur) dengan keluarga yang sedang makan
Sila dalam surapanavagga (mengenai minuman keras) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam surapanavagga seperti:
a) Seorang Bhikkhu minum-minuman keras yang memabukkan b) Seorang Bhikkhu berenang di air untuk bersenang-senang
c) Seorang Bhikkhu yang tinggal di desa Majjhima (tempat yang terletak di propinsi tengah di India yang sulit airnya) dia diperbolehkan mandi setiap lima belas hari sekali saja kecuali dalam soal-soal yang penting/mendesak.
Sila dalam sappanavagga (mengenai makluk-makluk hidup) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam sappanavagga seperti:
a) Seorang Bhikkhu mengetahui ada makhluk-makhluk hidup di dalam
air, tetap mempergunakan air itu, dalam mangkuk/gelas
b) Bhikkhu mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan sesuatu
khotbah dari Sang Buddha, dan kemudian Bhikkhu-Bhikkhu yang
lain melarangnya berbuat demikian, tetapi dia tetap tidak mau
mempedulikannya
c) Bhikkhu secara sadar mengajak seorang pedagang yang menghindari
pemungutan bea dan cukai/seperti penyelundup untuk menempuh
suatu perjalanan bersama sekalipun hanya sejauh sejarak desa kecil
a) seorang Bhikkhu mempunyai tingkah laku yang salah dan seorang
Bhikkhu lain mengingatkannya tetapi ia tak mau menerima
peringatan dengan menunda-nunda, dengan mengatakan bahwa ia
harus lebih dahulu menanya seseorang lain yang ahli dalam Vinaya
sebelum dia menerima peringatan tersebut
b) seorang Bhikkhu tidak berdasarkan bukti yang kuat menuduh seorang
Bhikkhu lain melakukan Sanghadisesa
Sila dalam ratanavagga (mengenai kekayaan) terdiri dari 10. Beberapa contoh pelanggaran sila dalam ratanavagga seperti:
a) seorang Bhikkhu melihat barang-barang kepunyaan seorang umat awam yang tercecer di atas tanah lalu mengambilnya dan
menyimpannya untuk dirinya sendiri ataupun dia menyuruh orang
lain untuk memungutnya
b) seorang Bhikkhu membuat sendiri/meminta dibuatkan sebuah tempat penyimpanan jarum yang terbuat dari tulang, gading/tanduk binatang
lainnya
c) seorang Bhikkhu memiliki sebuah tempat tidur atau bangku yang dilapisi kapuk
d) seorang Bhikkhu membuat jubah yang lebih besar dari ukuran yang telah ditentukan
6. Patidesaniya
Apabila dilanggar, maka diperlukan pengakuan bersalah dengan rumusan yang menyatakan kesalahannya. Beberapa contoh pelanggaran sila patidesaniya seperti:
a) Seorang Bhikkhu menerima makanan dengan secara langsung dengan
tangannya sendiri dari seorang Bhikkhuni yang tak mempunyai
hubungan kekeluargaan dengannya
b) Sekelompok Bhikkhu sedang makan makanan di suatu tempat di
mana mereka diundang, kemudian seorang Bhikkhuni muncul dan
memerintahkan memindahkan makanan itu dari tempat ke tempat
lain, bila ia tidak memerintahkan pada Bhikkhuni tersebut untuk
menghentikan tindakan itu maka ia melakukan pelanggaran
7. Sekhiyadhamma
Sila dalam sekhiyadhamma terdiri dari 75 sila. Sila ini terdiri dari empat kelompok, yaitu saruppa (mengenai sikap dan tingkah laku yang tepat), bhojanapatisamyuta (mengenai peraturan), dhammadesanapatisamyuta (mengenai cara mengajarkan Dharma) dan pakinnaka (aneka macam peraturan).
Sila dalam saruppa (mengenai sikap dan tingkah laku yang tepat) terdiri dari 26. Beberapa contoh sila dalam saruppa seperti:
a) Saya akan mengenakan jubah dalam dan jubah luar secara rapi. b) Saya tak akan tertawa dengan keras, sewaktu pergi ke tempat