• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI KAMPUNG SUKAGALIH

Kotak 01. Kasus responden AS (42 tahun)

secara sirkuler maupun permanen tidak begitu dilakukan. Migrasi permanen dilakukan oleh anggota keluarga yang kepala keluarganya bukan penduduk asli Kampung Sukagalih, sehingga lebih memilih merantau ke luar desa. Namun, istri dan keluarga yang ditinggalkan tetap menjalankan pertanian namun dengan satu lahan garapan.

Migrasi sirkuler kadang terjadi ketika pendapatan para petani berkurang, dan terjadi hanya kepada beberapa anak yang baru lulus SMA dan melanjutkan bekerja di luar desa. Intinya, migrasi menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh para petani untuk membantu menunjang strategi nafkah mereka. Meskipun pada dasarnya migrasi tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

Berikut ini adalah contoh kasus dari responden yang memanfaatkan dengan maksimal dua sektor nafkah yaitu sektor pertanian dan sektor non- pertanian. Kedua sektor ini dijalankan bersama-sama untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Kotak 01. Kasus responden AS (42 tahun)

Bapak AS adalah seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai petani. Ia bertani dengan menanam padi, cabai, timun, kacang panjang, dan kacang merah. Meskipun banyak varietas tanaman yang ditanam, hasil yang diperoleh memang tidak seberapa. Dari padi, per panen ia hanya bisa menghasilkan 2-3kw saja dengan harga jual Rp4 500/kg dan pendapatan bersih sekitar Rp900 000 – Rp1 350 000 sedangkan tanaman cabai menghasilkan satu ton dengan harga jual yang tidak menentu, apabila harga cabai dipasar naik maka dapat terjual dengan harga Rp6 000 – Rp30 000/kg dengan pendapatan kotor sekitar Rp6 000 000 – Rp30 000 000 , namun bila harga cabai rendah, petani hanya dapat menjual seharga Rp4 000/kg atau dengan pendapatan sebesar Rp4 000 000. Hal ini dikarenakan tanah yang semakin sering digunakan menanam cabai atau padi akan semakin berkurang kualitas kesuburan tanahnya, maka hasil panen pun dapat menurun. Untuk itu warga Sukagalih mengakalinya dengan cara menanam bibit lain atau menanam bibit lain disela-sela tanaman cabai. Pendapatan dari sektor pertanian ini tidaklah mencukupi kebutuhan rumah tangga, maka ia lebih banyak memanfaatkan sektor non- pertanian. Ia bekerja mengambil rumput untuk pakan ternak kambingnya 32 ekor, selain memiliki ternak kambing ia memiliki ternak ikan. Pendapatan yang di dapat dari hasil ternak kambing dan ikan memang lebih besar yaitu sekitar Rp2 000 000 – Rp3 000 000. Selain dari tani dan ternak, iya memiliki uang tambahan dari rumahnya yang sering dijadikan homestay. Jika diakumulasikan, dalam setahun pendapatannya berkisar Rp 18 000 000 dan dalam sebulan berkisar Rp1 000 000 – Rp2 000 000 namun pendapatan itu pun belum tentu karena pengaruh harga cabai yang tidak menentu. Mengingat pendapatan dari sektor pertanian hanya sekitar Rp300 000 – Rp400 000 perbulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah kedua anaknya yang duduk dibangku SMA dan SD, kebutuhan rumahtangga dan lain-lain.

Kasus Bapak AS memperlihatkan sangat memaksimalkan sektor lain, selain ia menjadi petani ia juga menjadi buruh tani, ternak kambing, ternak ikan dan homestay. Secara umum tujuan dari mengintensifikan kedua sektor nafkah ini adalah sebagai tambahan penghasilan bagi rumahtangga. Pemasukan dari sektor pertanian saja tidak cukup sehingga membutuhkan dukungan sektor non-pertanian untuk mencakupi kebutuhan sehari-hari rumahtangga.

Pemanfaatan Livelihood Asset dalam Penerapan Strategi Nafkah

Penerapan strategi nafkah rumahtangga petani juga memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup (Scoones 1998 dalam Turasih 2011). Lima bentuk modal atau biasa disebut livelihood asset menurut Ellis (2000) yaitu modal sumberdaya alam, modal fisik, modal finansial, modal sosial, dan modal manusia.

Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)

Modal ini disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya alam yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui, diantaranya air, tanah, pepohonan, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan diperairan, maupun sumberdaya mineral seperti minyak, emas, batu bara, dan lainnya. Kampung Sukagalih memiliki modal sumberdaya alam yang lebih mengarah pada keberadaan kawasan hutan konservasi TNGHS. Masyarakat hanya dapat memanfaatkan lahan di dalam kawasan hutan TNGHS sebagai lahan pertanian. Masyarakat berbondong-bondong ingin memiliki lahan-lahan bekas perusahaan perkebunan yang telah di HGU kan kepada masyarakat, namun sekarang lahan HGU itu menjadi lahan yang tidak diketahui statusnya atau dapat dibilang sudah habis masa HGUnya, karena pemerintah belum memutuskan kembali lahan tersebut akan diperpanjang HGUnya atau lahan tersebut menjadi tanah terlantar.

Lahan taman nasional, sumber mata air alami dari hutan konservasi TNGHS ini juga dimanfaatkan oleh warga. sumber air dari mata air dipergunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari dengan cara membuat jalur untuk mengalirkan air ke rumah-rumah melalui pipa besar. Air ini selain untuk tanaman pertanian mereka, kebutuhan rumahtangga seperti keperluan mandi, mencuci, dan minum.

Modal Fisik (Physical Capital)

Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti jalan, gedung dan lain sebagainya. Kampung Sukagalih adalah kampung yang memiliki jalan tidak begitu lebar, tidak beraspal, dan jalanannya pun rusak berbatu. Meskipun jalanan yang tidak begitu baik, Kampung Sukagalih tetap menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh seluruh masyarakat luar yang ingin mengetahui keindahan dan kelebihan yang dimiliki oleh Kampung Sukagalih. Wilayah Kampung Sukagalih cukup luas dan jarak menuju kantor desa serta antar dusun pun sangat jauh sehingga membutuhkan transportasi ojek.

Kepemilikan aset dalam rumahtangga pun bisa dikategorikan sebagai modal fisik. Kepemilikan rumah, tanah warisan, kendaraan bermotor, TV, parabola, handphone, perhiasan dan sebagainya dapat dikategorikan sebagai modal fisik bagi masyarakat. Kendaraan bermotor yang mereka miliki biasanya dipergunakan untuk pekerjaan tambahan mengojek jika tidak sedang bertani

Modal Manusia (Human Capital)

Merupakan modal utama pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan, keterampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Rata - rata tingkat pendidikan masyarakat Kampung Sukagalih hanya sampai tamat sekolah dasar. Hal ini karena kemampuan ekonomi yang rendah sehingga tak mampu membiayai pendidikan yang lebih tinggi dan akibatnya mayoritas mata pencahariannya sebagai petani. Tingkat pendidikan mulai meningkat semenjak ada dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), para orang tua yang dulunya hanya lulusan SD ingin anak-anaknya menduduki bangku sekolah yang lebih tinggi dibanding mereka, agar kelak mendapatkan pekerjaan yang lebih baik namun tetap tidak melupakan kampung halaman.

Rumahtangga petani Kampung Sukagalih cukup memanfaatkan modal manusia untuk membantu meingkatkan pendapatan. Beberapa petani memanfaatkan dan mengupah tenaga kerja di luar tenaga kerja keluarga untuk membantu mengolah tanah pertanian. Upah untuk tenaga kerja atau buruh tani sebesar Rp 40 000 per hari.

Modal Finansial (Financial Capital)

Modal berupa uang yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa tabungan, uang tunai, ataupun pinjaman. Peminjaman modal di Sukagalih ini biasanya melalui akses pinjaman ke tengkulak berupa pupuk, bahan dan alat untuk modal pertanian, atau mereka menjual ternak kambing yang mereka miliki. Warga Sukagalih tidak pernah berani meminjam uang ke bank, bank keliling maupun ke tetangga karena, selain para tetangga yang mayoritas sama-sama tidak begitu mampu dan mereka takut apabila pinjam ke bank keliling dapat menambah hutang. Warga cenderung tidak memiliki tabungan, baik di rumah maupun di bank. Alasannya, uang pemasukan telah habis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan modal untuk kegiatan pertanian berikutnya.

Modal Sosial (Social Capital)

Menurut Widianto, Dharmawan, dan Prasodjo (2009), Modal sosial juga berpengaruh terhadap kapabilitas yang menyangkut kemampuan beradaptasi pada tekanan dan menemukan peluang-peluang strategi nafkah. Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Modal sosial disini lebih kepada jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi. Hal ini menunjukkan sosial capital berperan penting dalam memfasilitasi rumah tangga petani untuk dapat mengakses sumberdaya lainnya. Hubungan kerja terjalin antara beberapa pihak, jaringan sosial terbentuk antara warga (petani) dengan pihak TNGHS dinilai saling menguntungkan, petani diberi kebebasan untuk bercocok tanam di lahan kawasan zona khusus

pemanfaatan, namun dengan syarat-syarat tertentu seperti petani tidak boleh menebang pohon hutan dan mengambil kayu untuk dijual atau untuk membangun rumah.

Jaringan kerjasama lainnya antara warga dengan peneliti dimana warga diminta untuk menjadi buruh hutan. Tugas buruh hutan adalah membantu peneliti mendapatkan informasi terkait dengan sumberdaya dalam kawasan hutan TNGHS. Kemudian jaringan yang terjalin yaitu antar petani dengan tengkulak, dimana tengkulak membantu para petani untuk meminjamkan modal usaha. Semua hubungan networking, pada dasarnya harus dilandasi oleh kepercayaan (trust). Pihak-pihak yang terkait dengan masyarakat Sukagalih menjalin trust yang kuat sehingga mampu bekerja sama menjaga kelangsungan hutan.

Diversifikasi Pendapatan

Diversifikasi pendapatan penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga yang besar pengeluarannya. Diversifikasi pendapatan berarti memaksimalkan pendapatan dari berbagai sumbernafkah, entah pertanian atau non-pertanian, untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga. Kebutuhan hidup yang semakin besar tentunya membutuhkan pendapatan yang besar untuk mengimbanginya. Masyarakat Kampung Sukagalih, rata-rata melakukan diversifikasi dalam pendapatannya. Mereka memaksimalkan pendapatan dari berbagai sumber nafkah yang mereka jalankan seperti pekerjaan sebagai petani, buruh tani, buruh ternak, buruh bangunan, pedagang warung, ojek, satpam hutan, dan lainnya. Mereka tidak akan mampu menghidupi keluarga jika hanya mengandalkan atau bergantung pada satu sumber nafkah. Berikut salah satu responden yang bercerita mengenai mata pencahariannya.

“Mata pencaharian masyarakat Sukagalih mayoritas itu memang petani, namun untuk mengandalkan pendapatan dari tani saja tidak akan mencukupi kebutuhan rumahtangga kami. Semenjak kami pindah tempat tinggak, kami memperjuangkan kehidupan yang lebih baik dengan cara mencari nafkah selain dari tani. Sebenarnya tidak ingin bekerja banyak-banyak, tapi demi masa depan anak-anak sekarang saya dan istri rela untuk bekerja menjadi buruh tani, ternak kambing, buruh hutan, satpam hutan sampai rumah kami pun sering kami jadikan homestay untuk para wisatawan yang datang dan ingin menginap. Kalau dilihat dari pekerjaan kami yang banyak itu, ternyata masih belum mencukupi kehidupan rumahtangga kami yang semakin kesini kebutuhan semakin meningkat. Namun, dari ternak kambing dan satpam hutan alhamdulillah ada saja rezekynya dan kami tidak harus meminjam uang kepada bank keliling atau tengkulak.” (AE, 34tahun)

Diversifikasi pendapatan tentu dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi yang besar dan jumlah tanggungan yang banyak. Maka dari itu, masyarakat Sukagalih

tidak hanya bergantung dari pertanian saja, mereka memanfaatkan sektor non- pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Pendapatan Usaha Tani

Pendapatan dari usaha tani masyarakat Kampung Sukagalih bisa diperoleh dari beberapa sumber pemdapatan, diantaranya menghasilkan pendapatan dari mengelola lahan sendiri sebagai petani padi atau sayur dan menjadi buruh tani. Untuk pendapatan dari petani padi tidak memberikan penghasilan secara langsung, karena rata-rata hasil panen padi digunakan untuk kebutuhan konsumsi beras sehari-hari. Dari hasil penelitian 40 responden, mengkonsumsi padi dari hasil panen mereka agar berhemat tidak perlu membeli beras. Mereka mengutamakan uangnya agar dapat membeli lauk, bensin, bayaran sekolah, jajan anak dan sebagainya. Namun, apabila beras yang dimiliki sekiranya masih sangat cukup untuk setahun, mereka baru menjual atau memberikan kepada warga yang tidak memiliki beras. Berikut adalah tabel pendapatan pertanian untuk menjelaskan lebih lengkap mengenai jenis pendapatan kotor dari tiap golongan pendapatan.

Tabel 12. Rata-rata pendapatan penduduk perbulan dari sektor pertanian pada setiap golongan pendapatan menurut sumberdaya tahun 2003 dan 2013 Rp/RT/bulan 2003 2013 n % n % ≥850.000 1 2,5 1 2,5 850.000>Rp>420.000 1 2,5 0 0 420.000≥ 38 95,0 39 97,5 Total 40 100 40 100

Kemudian Tabel 13 di bawah ini memperlihatkan rata-rata pendapatan dari usaha pertanian selama satu bulan dalam bentuk angka persentase. Angka persentase ini ditampilkan untuk memudahkan pembaca dalam membandingkan rata-rata pendapatan penduduk pada tiga golongan dari sektor pertanian. Tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah pendapatan sebagai petani menyumbang rata- rata tahun 2003 sekitar 95 persen pada golongan rendah, 2,5 pada golongan sedang, dan 2,5 pada golongan tinggi. Persentase pada golongan rendah tahun 2013 rata-rata menigkat sekitar 97,5 persen, 2,5 pada golongan tinggi masih tetap sama, dan pada golongan rendah menurun menjadi 0 persen. Artinya pendapatan masyarakat yang tergantung terhadap lahan dan pertanian ternyata belum dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga yang semakin meningkat. Namun, semakin banyaknya masyarakat di golongan rendah menyatakan bahwa kurangnya akses lahan yang dapat mereka gunakan, hasil panen yang berkurang karena faktor tanah yang sering digunakan, dan harga jual yang sedang rendah.

Pendapatan Usaha Non-Pertanian

Masyarakat Sukagalih telah menjadikan sektor non-pertanian menjadi bagian dari cara bertahan hidupnya. Sektor non-pertanian yang dijalankan masyarakat pun bermacam-macam, mulai dari tukang ternak kambing, ternak ayam, ternak ikan, ojek, pedagang warung, buruh bangunan, satpam hutan, buruh hutan, dan karyawan swasta. Pemasukan dari sektor non-pertanian telah mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga masyarakat Sukagalih yang tergolong masih susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan-pendapatan lain dari sektor non-pertanian dijadikan sebagai pekerjaan sampingan ketika tidak bertani atau setelah selesai melakukan pekerjaan tani.

Pendapatan yang di dapat dari sektor non-pertanian memberikan pemasukan yang lebih besar dibandingkan dari sektor pertanian. Rata-rata masyarakat yang bekerja di bidang non-pertanian memiliki penghasilan yang lebih besar.

a. Golongan tinggi memiliki ternak kambing guna untuk menabung bila keperluan belum terpenuhi. Kemudian, mereka juga membuka warung, menjadi burh hutan, satpam hutan, ataupun menjadikan rumah mereka homestay.

b. Golongan Sedang masyarakat masih memiliki ternak kambing, hanya yang berbeda jumlah kambingnya. Selain itu mereka menjadikan rumah mereka homestay, karena mampu memberika pemasukan tambahan.

c. Golongan rendah diperoleh dari pekerjaan sebagai buruh bangunan, buruh ternak, atau pun memiliki ternak ayam dan ikan. Mereka yang masuk kedalam golongan rendah, rata-rata pasangan yang baru menikah dan baru memiliki satu orang anak.

“Hasil pertanian yang didapat kurang cukup atuh neng untuk kebutuhan sehari-hari. Cabai yang sudah panen tidak dapat diprediksi terkadang harga jual tinggi, kadang hasil panennya kurang bagus, kadang kalau harga jual rendah gak menutupi modal. Makanya saya memperbanyak ternak kambing dan membuka warung agar pendapatan alhamdulillah bertambah.” (TR, 31 tahun)

“Kalau saya hanya bergantung sama pertanian aja itu gak menutupi semuanya. Bapak punya ternak kambing kurang lebih sekitar 15 ekor, itu juga untuk tabungan kalau ada keperluan yang tidak terpenuhi jadi bisa bapak jual kambingnya. Terus, bapak juga jadi satpam hutan karena pendapatannya yang lumayan. Kerja di ladang kan hanya dari hari Senin-Jumat, Jumat juga itu cuman setengah hari jadi untuk mengisi waktu yang kosong bapak bekerja jadi satpam hutan dan kadang suka menjadi buruh hutan.” (NY,30 tahun)

Persentase pendapatan dari sektor non-pertanian terlihat besar, masyarakat mengandalkan pendapatan dari sektor pertanian karena dianggap paling mencukupi atau menutupi untuk kebutuhan sehari-hari. Berikut ini adalah tabel

yang menunjukkan rata-rata jumlah pendapatan non-pertanian pada tiap golongan pendapatan menurut jenis pendapatannya.

Tabel 13 Rata-rata pendapatan penduduk perbulan dari sektor non-pertanian pada setiap golongan pendapatan menurut sumbernya tahun 2003 dan 2013 Sumber

pendapatan

Rata-rata pendapatan rumahtangga/bulan (Rp)

Petani golongan tinggi Petani golongan sedang Petani golongan rendah

2003 2013 2003 2013 2003 2013 Ternak 14 875 000 16 500 000 7 200 000 7 464 705,88 1 494 230,77 2 960 714,29 Warung 0 2 500 000 0 1 500 000 0 800 000 Buruh Bangunan 100 000 180 000 0 0 0 0 Satpam Hutan 0 500 000 0 0 0 0 Buruh Hutan 0 300 000 0 250 000 0 150 000 Homestay 0 1 500 000 0 0 0 0 Total 14 975 000 21 530 000 7 200 000 9 214 705 1 494 230 3 910 714

Tabel 13 di atas memperlihatkan angka mutlak rata-rata pendapatan non- pertanian per tahun. Hasil analisis memperlihatkan bahwa yang menyumbang pendapatan tertinggi yaitu sumber pendapatan dari ternak pada tahun 2003 sebesar Rp14 875 000 dan tahun 2013 sebesar Rp16 500 000 yang termasuk pada golongan tinggi. Pada golongan tinggi untuk total sumber pendapatan tahun 2003 sebesar Rp14 975 000 dan tahun 2013 sebesar Rp21 530 000. Masyarakat Sukagalih terlihat sangat bergantung pada sumber pendapatan dari ternak yang dapat memenuhi atau mencukupi kehidupan sehari-hari.

Pendapatan total rumahtangga

Pendapatan total rumahtangga merupakan penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh oleh rumahtangga dari berbagai sumber nafkah. Masyarakat Sukagalih memperoleh nafkah dari sektor pertanian dan non-pertanian. Kedua sektor tersebut saling melengkapi untuk memenuhi kebutuhan mereka yang lebih besar daripada pendapatannya. Berdasarkan tabel-tabel di atas, diperoleh bahwa golongan pendapatan rendah dan sedang lebih banyak memperoleh dari sektor pertanian. Sedangkan pada golongan pendapatan tinggi, pendapatan justru lebih banyak diperoleh dari sektor non-pertanian.

Pendapatan masyarakat petani dari sektor non-pertanian baik di tingkat pendapatan rendah, sedang, maupun tinggi tergolong cukup besar. Bila dianalisis secara umum, pendapatan dari sektor non-pertanian cukup besar bila dilihat dari

basis nafkah utama masyarakat yang dasarnya sebagai petani. Masyarakat petani Sukagalih ini melakukan bermacam-macam kegiatan non-pertanian untuk menutupi pendapatan mereka dari sektor pertanian yang terbilang kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Sebagian besar rumahtangga pedesaan pada umumnya tidak dapat menghindar dari resiko, apakah yang disebabkan oleh manusia atau karena faktor lingkungan, dan mereka biasanya memanajemen struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung kepada sumberdaya yang dimiliki (Ellis 2000). Strategi nafkah rumahtangga merupakan landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Sumberdaya yang dimiliki oleh rumahtangga petani mempengaruhi aktivitas nafkah, demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Dharmawan (2007) menyatakan bahwa strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Upaya memperjuangkan kehidupan ekonomi rumahtangga petani akibat berbagai risiko, biasanya mekakukan diversifikasi sumber nafkah yaitu proses yang dilakukan oleh keluarga pedesaan untuk melakukan berbagai aktivitas dan kemampuan dorongan sosial dalam upaya berjuang untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup.

Berbagai alasan individu dan rumahtangga melakukan diversifikasi sebagai strategi nafkah adalah karena keterpaksaan dan pilihan mereka. Istilah yang sering digunakan adalah bertahan hidup (survival) dan pilihan atau antara bertahan hidup (survival) dan akumulasi. Contoh kasus suatu kondisi yang memaksa misalnya tidak adanya akses lahan bagi petani, lahan yang semakin sempit dan lain-lain.