• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS DATA

C. Retoris Iklan Politik Televisi Partai Demokrat

Strategi dalam elemen retoris digunakan untuk memberikan tekanan tertentu pada teks, sehingga khalayak mempunyai perhatian yang lebih terhadap teks, dari situ kemudian makna yang dikehendaki oleh komunikator akan sampai pada khalayak. Strategi retoris misalnya menggunakan unsur grafis, metafora, leksikon, atau pengandaian. Di dalam teks iklan politik Partai Demokrat yang diteliti, peneliti menangkap hanya elemen retoris grafis yang dipakai.

Elemen grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau label untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. Misalnya ingin menonjolkan keberhasilan suatu program dengan jalan menampilkan tabel keberhasilan yang telah dicapai. Dalam wacana yang berupa pembicaraan, ekspresi ini diwujudkan dalam bentuk intonasi dari

pembicara yang mempengaruhi pengertian dan mensugesti khalayak pada bagian mana yang harus diperhatikan dan bagian mana yang tidak.138 Selain itu, ekspresi ini juga bisa diwujudkan dengan penggunaan unsur sinematik efek khusus Computer Generated Imagery (CGI) atau teknik digital. Sehingga mempertegas dan memperkuat maksud yang akan disampaikan komunikator. Elemen retoris ini ditemukan dalam iklan politik televisi Partai Demokrat yang teruangkap sebagai berikut:

Scene A. 3 Scene A. 8, B. 6, C. 8 dan D. 9

Scene B. 3 Scene D. 7

Tulisan “Pertama Kali Sepanjang Sejarah” yang dibingkai dalam kotak merah pada scene A. 3 dan D. 7 di atas menunjukkan penonjolan bahwa penurunan harga BBM hingga tiga kali dan kebijakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN adalah sebuah prestasi Pemerintahan Presiden SBY.

138Ibid

Hal ini karena pada masa pemerintahan sebelum-sebelumnya belum pernah ada yang mengambil kebijakan seperti pada Pemerintahan Presiden SBY kali ini. Kemudian tulisan “Lanjutkan!” yang juga dibingkai pada kotak merah pada scene A. 8, B. 6, C. 8 dan D. 9 menonjolkan bahwa tampuk kekuasan Pemerintahan teringgi, yakni presiden, yang dijabat oleh SBY layak untuk diteruskan kembali pada periode berikutnya.

Sementara itu, tabel perbandingan harga-harga sembako pada scene B. 3 yang bersumber dari Departemen Perdagangan menonjolkan bahwa kebijakan Pemerintahan Presiden SBY untuk menurunkan harga BBM telah berhasil membuat harga-harga kebutuhan pokok masyarakat menurun. Selain itu, adanya elemen retoris grafis ini juga terlihat pada penggunaan ilustrasi pada papan tulis saat Dosen menerangkan. Misalnya mengenai penurunan harga-harga dan peningkatan tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja Pemerintahan Presiden SBY di berbagai bidang kehidupan.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini merupakan apresiasi dan penafsiran terhadap iklan politik televisi Partai Demokrat versi Penurunan Harga BBM, versi Penurunan Harga Sembako I dan II, serta versi Anggaran Pendidikan Nasional pada level tekstual, dengan menggunakan jenis analisis wacana model Teun A van Dijk. Analisis tekstual mengharuskan seorang peneliti untuk mengidentifikasi teks tertentu untuk diteliti secara cermat. Namun sangat dimungkinkan apabila orang lain akan memiliki penafsiran dan perspektif yang berbeda, teruatama bila menggunakan pisau analisis yang berbeda pula. Kemudian dari hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan.

Untuk mengetahui wacana-wacana yang dikandung dalam iklan politik televisi Partai Demokrat yang diteliti, juga harus diperhatikan penggunaan aspek naratif (sisi tema/cerita) dan aspek sinematik (sisi teknis) saat menganalisis data. Hal ini karena aspek naratif dan aspek sinematik merupakan unsur utama pembentuk iklan televisi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Keberadaan unsur sinematik ini mempertegas dan mendukung dalam pengungkapan wacana-wacana yang ada di balik aspek naratifnya. Aspek sinematik diantaranya meliputi setting, tata cahaya, perlakuan sineas terhadap kamera saat mengambil objek, transisi gambar, pengelolaan suara, dsb.

Dalam iklan politik televisi Partai Demokrat yang diteliti, berusaha mencitrakan Presiden SBY sehingga layak untuk dipilih kembali menjadi Presiden RI periode 2009-2014. Peneliti menyimpulkan terdapat tiga wacana tentang citra Presiden SBY yang terkandung dalam iklan-iklan tersebut. Pertama, citra Presiden SBY sukses menjalankan roda pemerintahan. Wacana ini terkonstruksi dalam berbagai scene yang menunjukkan keberhasilan pemerintahan Presiden SBY di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, hukum, politik dan keamanan, pemberantasan korupsi, dan bidang kesehatan. Misalnya, Pemerintahan Presiden SBY berhasil menurunkan harga BBM hingga tiga kali yang berdampak pada turunnya tarif angkutan umum, tarif listrik industri dan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat. Menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran yang juga disertai dengan naiknya penghasilan masyarakat. Selain itu juga dialokasikannya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN yang diberi label pertama kali sepanjang sejarah. Dari berbagai kebijakan Pemerintahan Presiden SBY yang dianggap berjuang untuk rakyat tersebut, menjadikan rakyat merasa semakin puas dengan kinerja Presiden SBY di berbagai bidang.

Selain itu juga dengan adanya unsur sinematik yang digunakan untuk mendukung pengungkapan maksud-maksud tersebut. Misalnya, digunakannya unsur sinematik efek khusus dengan teknik digital atau Computer Generated Imagery (CGI) secara dominan untuk membuat grafis tentang penurunan harga BBM, penurunan tarif angkutan umum, peningkatan penghasilan rakyat serta penurunan angka kemiskinan dan penangguran, dll. Sehingga semakin mempertegas maksud obyek yang disampaikan.

Selain citra Presiden SBY sukses menjalankan roda pemerintahan, terdapat wacana lain yakni citra Presiden SBY mampu meningkatkan taraf hidup rakyat sehingga layak untuk dipilih kembali menjadi Presiden RI periode 2009-2014. Wacana ini ditunjukkan dengan menampilkan kesaksian berbagai lapisan masyarakat yang merasa dimudahkan bidang kehidupannya oleh kebijakan- kebijakan Presiden SBY dalam memerintah. Misalnya kesaksian supir angkutan umum, petani, nelayan, dan ibu rumah tangga. Selain itu juga dengan menunjukkan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran. Setiap iklan politik televisi Partai Demokrat juga selalu diakhiri dengan menekankan jargon “berjuang untuk rakyat, mari kita dukung terus, dan lanjutkan!” Sehingga mewacanakan bahwa Presiden SBY layak untuk dipilih kembali menjadi Presiden RI periode 2009-2014.

Scene-scene yang mendukung munculnya wacana di atas, juga dipertegas dengan penggunaan unsur sinematik seperti bidang pengambilan gambar, pencayahaan, dan sudut pengambilan gambar. Misalnya, pemakaian bidang gambar medium close up dan frontal lighting yang memperkuat karakter, pada adegan kesaksian petani bernama Een yang berterima kasih pada Presiden SBY karena beban hidupnya semakin diringankan. Juga penggunaan teknik close up dan side lighting pada adegan transaksi jual beli di toko kelontong, yang memperjelas guratan takjub bahagia di wajah pembeli saat menerima setumpuk uang kembalian karena adanya penurunan harga-harga sembako. Serta teknik cut to cut yang memancing rasa panasaran pemirsa tentang penyebab hal tersebut.

Dalam iklan politik televisi Partai Demokrat juga terkandung wacana tentang citra Presiden SBY yang identik dengan Partai Demokrat. Bahwa kebijakan Presiden SBY yang dianggap berjuang untuk rakyat tersebut termasuk kapasitasnya sebagai bagian dari Partai Demokrat. Hal ini karena Partai Demokrat merupakan partai tempat bernaung SBY yang mengantarkannya pada kursi Kepresidenan pada pemilu 2004 lalu. Sehingga jika rakyat ingin memperoleh berbagai kebijakan Pemerintah yang dianggap berjuang untuk rakyat, maka disarankan bergabung dengan Partai Demokrat. Wacana mengenai citra ini misalnya ditunjukkan dengan disertainya dukungan Partai Demokrat dalam setiap kebijakan Presiden SBY dalam memerintah, pengakuan masyarakat yang merasa dimudahkan bidang kehidupannya terhadap eksistensi Partai Demokrat dalam kebijakan tersebut, serta jargon “bergabunglah bersama kami” yang selalu dicantumkan dalam setiap iklannya. Unsur sinematik yang mendukung wacana ini misalnya melalui bidang pengambilan gambar, penggunaan efek khusus dan teknik pencahayaan top lighting yang mendukung menonjolnya lambang Partai Demokrat pada kesaksian masyarakat yang diuntungkan bidang kehidupannya berkat kebijakan Pemerintahan Presiden SBY.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pelaku Penelitian Sejenis

Bagi para peneliti yang akan melakukan riset mengenai iklan, khususnya audio visual, dengan metode analisis wacana, sebaiknya dikembangkan lagi dengan menggunakan multilevel analisis. Tidak hanya sekedar pada level tekstual saja seperti dalam penelitian ini. Sehingga bisa memperoleh pemahaman yang lebih luas lagi dalam menganalisis iklan audio visual. Selain itu, bagi para peneliti yang akan menerapkan metode analisis wacana van Dijk pada iklan audio visual, hendaknya melakukan beberapa penyesuaian dalam penggunaan elemen-elemen analisis yang ditawarkan oleh van Dijk. Misalnya dengan memperhatikan unsur sinematik dalam tahap analisisnya seperti pada penelitian ini. Hal ini karena unsur utama pembentuk iklan televisi menyangkut aspek naratif dan aspek sinematik yang keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

2. Praktisi Periklanan

Bagi praktisi periklanan, dalam mencitrakan kandidat sebaiknya menampilkan kondisi yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari, bukan hanya citra televisi semata. Diharapkan pembuat iklan tidak hanya mementingkan keuntungan semata. Perlu adanya kesadaran politik dari masing-masing individu mengenai pendidikan politik. Produsen iklan sebaiknya lebih memperhatikan konsep iklan sebagai bentuk pendidikan politik bagi masyarakat bukan sekedar menampilkan realitas semu.

3. Pemirsa Televisi

Bagi masyarakat, khususnya pemirsa televisi yang menonton iklan politik televisi menjelang pemilihan umum, sebaiknya tidak begitu saja mempercayai apa yang terkandung dalam iklan politik tersebut. Karena apa yang diperlihatkan media belum tentu mencitrakan realitas sebenarnya. Lebih baik memahami realitas yang dirasakan daripada realitas yang ditampilkan media. Agar masyarakat menjadi lebih kritis lagi dalam memaknai segala hal yang diperlihatkan media.