• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 31 Juli 1974 dari ayah Markandi (alm) dan ibu Isah Aisyah. Penulis adalah putra keenam dari sembilan bersaudara.

Tahun 1993 penulis lulus dari SMU Negeri Cikajang, Garut dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 1998. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Bappenas.

Penulis bekerja sebagai Tenaga Fungsional Peneliti pada Kelompok Peneliti (Kelti) Teknologi Perbenihan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan (BPPTP) Bogor, Departemen Kehutanan sejak tahun 2000.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 6 Manfaat Penelitian ... 7 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

Definisi dan Klasifikasi Sumber Benih ... 8 Identifikasi, Pembangunanan dan Pengelolaan sumber Benih ... 9 Konsep Zonasi Benih Tanaman Hutan ... 10 Potensi Produksi Sumber Benih ... 12 Sistem Penanganan Benih ... 13 Pengukuhan/Sertifikasi Benih ... 14 Peranan Sumber Benih untuk Hutan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan 15 Sumber Benih Tanaman Hutan di Jawa Barat ... 17 Perencanaan Program Perbenihan Terpadu ... 19 Evaluasi Sumberdaya Lahan ... 21 Sistem Informasi Geografis dalam Evaluasi Lahan ... 24 METODE PENELITIAN ... 26

Waktu dan Tempat Penelitian ... 26 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 26 Teknik Pengumpulan Data ... 27 Prosedur Pelaksanaan Kegiatan ... 28 Arahan Program Perbenihan di Jawa Barat ... 32 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 33

Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 33 Kondisi Topografi ... 33

Iklim dan Jenis Tanah ... 35 Kependudukan ... 36 Kawasan Hutan ... 37 Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan ... 38 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

Kondisi Umum Sumber Benih ... 40 Penilaian Potensi Lahan ... 50 Perkiraan (Prediksi) Kebutuhan Benih ... 67 Arahan Perencanaan Program Perbenihan Tanaman Hutan

di Jawa Barat ... 69 SIMPULAN DAN SARAN ... 89 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN ... 95

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tingkat Erosi di Tiga Wilayah DAS di Jawa Barat ... 2 2. Sumber Benih Tanaman Hutan di Wilayah Perum Perhutani Unit III

Jawa Barat ... 17 3. Potensi Sumber Benih Hutan Rakyat di Jawa Barat ... 19 4. Perhitungan Perkiraan (Prediksi) Kebutuhan Benih ... 31 5. Luas Kawasan Hutan di Propinsi Jawa Barat ... 37 6. Luas Kawasan Hutan Perum Perhutani di Jawa Barat ... 38 7. Luas Kawasan Hutan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Menurut

Kelas Perusahaan ... 38 8. Keadaan Hutan yang Perlu Direhabilitasi di Jawa Barat ... 39 9. Realisasi Kegiatan Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan di Perum

Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten ... 39 10. Lokasi Sumber Benih di Wilayah Perum Perhutani Unit III

Jawa Barat dan Banten ... 40 11. Lokasi Sumber Benih di Luar Wilayah Perum Perhutani Unit III

Jawa Barat dan Banten ... 41 12. Produksi Sumber Benih Tahun 2005 di Wilayah Perum Perhutani

Unit III Jawa Barat dan Banten ... 44 13. Produksi Sumber Benih Tahun 2005 di Luar Wilayah Perum

Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten ... 45 14. Distribusi Benih Tahun 2004 dari Masing-Masing Sumber Benih

Bersertifikat di Jawa Barat dan Banten ... 48 15. Persyaratan Tumbuh Beberapa Jenis Tanaman Andalan Jawa Barat 54 16. Rekapitulasi Luas Potensi Lahan Jenis-Jenis Prioritas di Jawa Barat . 54 17. Luas Potensi Lahan Jenis Prioritas untuk Setiap Kabupaten

di Jawa Barat ... 55 18. Rekapitulasi Luas Potensi Lahan Berdasarkan Skenario Wilayah

Pengembangan Benih Jenis Andalan Jawa Barat... 64 19. Luas Potensi Lahan Setiap Kabupaten Berdasarkan Skenario

Wilayah Pengembangan Benih Jenis Andalan Jawa Barat ... 64 20. Rekapitulasi Kebutuhan Benih Berdasarkan Skenario Wilayah

Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat ... 68 21. Prediksi Kebutuhan Benih Setiap Kabupaten Berdasarkan Skenario

22. Kebutuhan Sumber Benih Berdasarkan Skenario Wilayah

Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat ... 70 23. Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Benih dari Sumber Benih

Aktual di Jawa Barat ... 71 24. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Sebagai Akibat

Penggunaan Benih dari Kelas yang Lebih Tinggi ... 72 25. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Pemakaian Benih Unggul dan

Benih Konvensional ... 72 26. Luas Sumber Benih yang Dapat Dibangun di Beberapa Kabupaten

di Jawa Barat ... 75 27. Strategi Pemilihan Lokasi Pembangunan Sumber Benih Jenis-Jenis

Prioritas untuk Setiap Kabupaten ... 76 28. Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Jati dan

Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ... 80 29. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Jati Secara Lestari dengan

Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ... 81 30. Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Mahoni dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ... 82 31. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Mahoni Secara Lestari

dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ... 82 32. Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Kebun Benih Pinus dan

Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ... 83 33. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Pinus Secara Lestari dengan

Menggunakan Benih dari Kebun Benih ... 83 34. Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Sengon

dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ... 84 35. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Sengon Secara Lestari

dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ... 84 36. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Rasamala Secara Lestari

dengan Menggunakan Benih dari Areal Produksi Benih ... 85 37. Pilihan Jangka Waktu Pembangunan Areal Produksi Benih Damar

dan Pengaruhnya Terhadap Luas Penanaman Hutan ... 86 38. Skenario Pembangunan Hutan Tanaman Damar Secara Lestari

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kegiatan Penelitian ... 4 2. Keterkaitan Beberapa Faktor dalam Manajemen Sumber Benih ... 21 3. Peta Lokasi/Wilayah Penelitian ... 26 4. Diagram Alir Prosedur Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 33 5. Peta Kontur Wilayah Jawa Barat ... 34 6. Peta Kelas Lereng Wilayah Jawa Barat ... 34 7. Peta Curah Hujan Wilayah Jawa Barat ... 35 8. Peta Jenis Tanah Wilayah Jawa Barat ... 36 9. Pengelolaan Sumber Benih di Jawa Barat ... 41 10. Peta Sebaran Sumber Benih dan Tegakan Potensial di Jawa Barat ... 42 11. Luas Sumber Benih Pada Berbagai Kelas ... 43 12. Total Produksi Benih Tahun 2005 di Jawa Barat ... 46 13. Peta Administrasi Wilayah Jawa Barat ... 51 14. Peta Tanah Wilayah Jawa Barat... 51 15. Peta Kelas Lereng Wilayah Jawa Barat ... 52 16. Peta Curah Hujan Wilayah Jawa Barat ... 52 17. Peta Ketinggian Wilayah Jawa Barat... 53 18. Peta Penggunaan Lahan Wilayah Jawa Barat ... 53 19. Peta Potensi Lahan Tanaman Jati di Jawa Barat ... 57 20. Peta Potensi Lahan Tanaman Mahoni di Jawa Barat ... 58 21. Peta Potensi Lahan Tanaman Rasamala di Jawa Barat ... 59 22. Peta Potensi Lahan Tanaman Pinus di Jawa Barat ... 60 23. Peta Potensi Lahan Tanaman Sengon di Jawa Barat ... 61 24. Peta Potensi Lahan Tanaman Damardi Jawa Barat... 63 25. Peta Skenario Wilayah Pengembangan Benih Andalan Jawa Barat .... 65 26. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Jati dan Lokasi yang

Dilayaninya di Jawa Barat ... 77 27. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Mahoni dan Lokasi

yang Dilayaninya di Jawa Barat ... 77 28. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Pinus dan Lokasi

29. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Sengon dan Lokasi

yang Dilayaninya di Jawa Barat ... 78 30. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Rasamala dan Lokasi yang Dilayaninya di Jawa Barat ... 79 31. Peta Strategi Pemilihan Lokasi Sumber Benih Damar dan Lokasi yang

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Matriks Identifikasi/Penunjukan Sumber Benih tanaman Hutan ... 96 2. Matriks Pembangunan Sumber Benih Tanaman Hutan ... 97 3. Matriks Kegiatan Pengelolaan Sumber Benih Tanaman Hutan ... 99 4. Daftar Lokasi Sumber Benih Bersertifikat di Jawa Barat ... 101 5. Diagram Alir Penunjukan Zona Pengumpulan Benih ... 106 6. Diagram Alir Penunjukan Tegakan Benih Teridentifikasi... 106 7. Diagram Alir Penunjukan Tegakan Benih Terseleksi ... 107 8. Diagram Alir Pembangunan Areal Produksi Benih ... 107 9. Diagram Alir Pembangunan Tegakan Benih Provenan ... 108 10. Diagram Alir Pembangunan Kebun Benih Seleksi Masa ... 109

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Degradasi hutan telah menyebabkan fungsi hutan seperti fungsi perlindungan, fungsi produksi dan fungsi konservasi tidak dapat terpenuhi. Fungsi perlindungan hutan antara lain sebagai pengendali tata air, pencegah erosi dan banjir, sedangkan sebagai fungsi produksi hutan dapat merupakan penghasil kayu dan non kayu. Fungsi ini pernah menjadi penyumbang devisa nomor 2 terbesar setelah migas. Fungsi hutan sebagai fungsi konservasi dapat berupa sumber plasma nutfah (germplasm) yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini sangat besar yaitu mencapai 1.6 sampai 2 juta hektar per tahun dengan total kerusakan hutan seluas 56 juta hektar (Karyaatmadja 2005). Pengembalian fungsi hutan tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan kegiatan rehabilitasi dan konservasi lahan serta peningkatan produksi hutan melalui perluasan penanaman pada lahan kritis dan terdegradasi serta peningkatan produktifitas lahan.

Kawasan hutan Propinsi Jawa Barat yang ditetapkan berdasarkan SK penunjukan Menteri Kehutanan Nomor 419/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 adalah seluas ± 1 045 071 ha. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan lindung 240 402 ha, hutan produksi 552 065 ha dan hutan konservasi 252 604 ha. Penyebaran kawasan hutan hampir 70% berada pada kawasan lindung yang bertopografi terjal dan bergunung (Baplan 2002).

Menurut UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas hutan untuk daerah aliran sungai (DAS) minimal 30%. Luas kawasan yang masih berhutan di Jawa Barat sekitar 15.01% yang terkonsentrasi pada kawasan hutan lindung dan hutan konservasi (Departemen Kehutanan 2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekosistem daerah aliran sungai (DAS) di wilayah ini sudah terganggu yang ditunjukan meningkatnya banjir dan erosi. Fungsi hutan sebagai pengendali limpasan dan pendorong terjadinya resapan tidak seimbang untuk menghasilkan air tanah dan mengendalikan banjir. Kondisi di atas menyebabkan turunnya muka air tanah di seluruh wilayah sehingga menyebabkan terjadinya penurunan cadangan air tanah, baik untuk irigasi persawahan ataupun air minum. Sehubungan dengan itu, sebagai contoh kasus, terjadinya erosi di tiga wilayah

DAS yaitu DAS Cisanggarung, DAS Cijolang dan DAS Ciberes-Bangkaderes telah melampaui batas erosi yang diperbolehkan (Tabel 1).

Tabel 1 Tingkat Erosi di Tiga Wilayah DAS di Jawa Barat No. Lokasi

(DAS)

Tingkat Erosi (ton/ha/thn)

Batas Erosi yang Diperbolehkan (ton/ha/thn) Nisbah Pelepasan Sedimen (%) 1. Cisanggarung 54.00 6.00 60 2. Cijolang 110.41 7.25 59 3. Ciberes-Bangkaderes 45.46 16.07 70 Sumber : Hamid (2004).

Kerusakan lahan hutan juga telah menyebabkan terjadinya penurunan produksi kayu dari hutan alam dan semakin meningkatnya luas lahan kritis yang kurang produktif. Kemampuan produksi hutan di Jawa Barat hanya sekitar 1 juta m3/tahun yang dicukupi dari PT. Perhutani ± 0,35 juta m3/tahun dan hutan rakyat ± 0,65 juta m3/tahun. Kebutuhan kayu di Jawa Barat tidak kurang dari 4,5 juta m3/tahun, sehingga kekurangan sebesar 3,5 juta m3/tahun terpaksa harus dicukupi dari daerah lain terutama Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra dan Kalimantan (SURILI 2001). Kondisi di atas menggambarkan bahwa pembangunan hutan tanaman (HTI dan hutan rakyat) sangat diperlukan.

Sehubungan dengan pembangunan hutan tanaman, saat ini pemerintah telah menyusun program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) sebagai salah satu program percepatan penghijauan di lahan hutan dan lahan kritis di Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini keberhasilan program tersebut masih jauh dari harapan yang disebabkan oleh beberapa kendala diantaranya kualitas benih/bibit, waktu pelaksanaan penanaman, manajemen dan kelembagaan pengadaan benih/bibit. Luasnya lahan kritis yang menjadi target program tersebut berdampak pada kebutuhan benih/bibit yang cukup besar. Penyediaan benih/bibit berkualitas (fisik, fisiologis dan genetik) dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan masih menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini. Jumlah sumber benih saat ini masih sangat terbatas serta kondisi sumber benih yang ada masih berkualitas genetik rendah dengan potensi produksi yang rendah pula. Pemilihan sumber benih (seed sources selection) yang tidak tepat serta mutu benih yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal. Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah kurang berhasilnya kegiatan

penghijauan dengan jenis Pinus merkusii yang berasal dari Bandung Selatan pada tahun 1970-1980an. Selain itu, ditunjukkan pula oleh tingginya jumlah tanaman yang berbatang bengkok pada hutan-hutan tanaman Pinus merkusii yang ada di Indonesia (Kartiko 2000).

Keberhasilan pembangunan hutan juga dipengaruhi oleh ketepatan pemilihan jenis yang akan digunakan meliputi tujuan peruntukkan serta kesesuaian tempat tumbuh (Yudho 1996). Kualitas tempat tumbuh (bonita) berpengaruh pada pertambahan pertumbuhan tahunan (riap) seperti ditunjukkan pada tanaman jati di Jawa dimana riap pada kualitas tanah terbaik (bonita V) dibandingkan dengan terjelek (bonita I) hampir mencapai 3 kali lipat. Setiap jenis memiliki perbedaan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan fisik, sehingga dapat dipilah-pilah berdasarkan perbedaan wilayah sebaran dengan ciri-ciri tertentu (Wiradisastra 1996). Selanjutnya Ginting (1990) menjelaskan bahwa penelitian mengenai kesesuaian tempat tumbuh tanaman kehutanan di Indonesia masih kurang sehingga usaha-usaha dan bentuk informasi kesesuaian tempat tumbuh berbagai jenis tanaman perlu dikembangkan.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan secara lestari perlu disusun strategi penyediaan benih unggul baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang melalui penunjukkan dan pembangunan sumber benih. Melalui prediksi kebutuhan benih untuk setiap jenis di masa depan, maka dapat diprediksi luas sumber benih sebagai dasar penyusunan strategi pembangunan sumber benih secara bertahap. Disamping itu, keterpaduan antara program penyediaan benih, pemuliaan pohon dan konservasi genetik merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan program perbenihan dalam rangka penyediaan benih berkualitas dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan untuk mendukung pembangunan hutan secara berkelanjutan, khususnya di Jawa Barat.

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Identifikasi dan perumusan masalah pada penelitian ini mengikuti alur pikir seperti pada Gambar 1. Kerusakan hutan telah menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan lingkungan dan terjadinya penurunan produksi hutan alam,

Kerusakan/Degradasi Hutan

Penurunan Produksi Hutan Alam

Penurunan Kualitas Lingkungan

Pembangunan Hutan Tanaman

HTI & Hutan Rakyat (Luas Penanaman)

Rehabilitasi & Konservasi Lahan & Hutan

Kebutuhan Benih & Kesesuaian Tempat

Pengembangan & Pembangunan Sumber Benih

Perencanaaan &Strategi Penyediaan Benih

Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Identifikasi dan Perumusan Masalah Jangka Pendek Pemuliaan Pohon & Jangka Panjang

Konservasi Sumberdaya Genetik

Program GNRHL (Luas Penanaman)

rehabilitasi dan konservasi lahan dan peningkatan produksi melalui pembangunan hutan tanaman (HTI dan hutan rakyat).

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan penanaman tersebut perlu didukung dengan ketersediaan benih berkualitas dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan. Benih tanaman hutan merupakan unsur strategis, karena benih mengawali pengembangan segenap fungsi hutan, dari hutan industri sampai hutan untuk perlindungan tanah dan air, flora, fauna dan sumber plasma nutfah serta untuk kesejahteraan masyarakat luas (BTP 1998).

Program pembangunan hutan di Indonesia dilaksanakan secara besar- besaran serta mempunyai sasaran yang sangat luas. Salah satu program kehutanan yang dicanangkan pemerintah saat ini adalah “Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL)” untuk merehabilitasi hutan dan lahan-lahan kritis yang memerlukan ketersediaan bibit dalam jumlah cukup besar. Program tersebut direncanakan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) tahun yaitu : 300 000 ha (2003), 500 000 ha (2004), 600 000 ha (2005), 700 000 ha (2006) dan 900 000 ha (2007). Penggunaan benih dan bibit bermutu untuk program penanaman masih terbatas. Data penggunaan benih tahun 2004 di pulau Jawa sebanyak 63 450 kg terdiri dari 18 000 kg (28.4%) benih bersertifikat dan sisanya 45 450 kg (71.6%) diperoleh dari sumber benih lokal. Sementara itu, penggunaan bibit bersertifikat untuk propinsi Jawa Barat sebanyak 1 488 230 batang, sedangkan bibit non sertifikat sebanyak 3 810 038 batang (BPTH 2005). Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya persiapan dan perencanaan penyediaan bibit/benih sebelum program dilaksanakan. Kondisi seperti di atas menunjukkan bahwa peranan sumber benih sebagai penyedia benih bermutu dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan menjadi sangat penting.

Jumlah sumber benih masih terbatas serta kondisi sumber benih yang ada pada umumnya masih mempunyai kualitas genetik yang rendah dengan potensi produksi yang rendah pula (Nurhasybi et al. 2000). Kendala lainnya adalah pemilihan jenis yang kurang sesuai dengan tapak/lahan penanaman sehingga pertumbuhan tanaman kurang optimal, bahkan sering menyebabkan terjadinya kegagalan. Hal tersebut diindikasikan oleh rendahnya riap kayu yang dihasilkan, 5

bentuk batang yang tidak lurus serta serangan hama/penyakit pada bibit di persemaian atau tanaman di lapangan.

Pengembangan sumber benih terutama untuk jenis-jenis potensial masih perlu dilakukan, mengingat kebutuhan benih bermutu selama ini masih belum terpenuhi. Dengan demikian, informasi mengenai potensi, sebaran dan kondisi umum yang sesuai untuk pembangunan dan pengembangan sumber benih sangat penting sebagai dasar dalam penyusunan perencanaan program perbenihan tanaman hutan secara terpadu khususnya di Jawa Barat, baik untuk pengadaan benih jangka pendek (harus segera dipenuhi) ataupun jangka panjang.

Secara umum beberapa permasalahan yang terjadi saat ini adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya informasi mengenai kondisi dan sebaran sumber benih dan tegakan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi sumber benih baru di Jawa Barat.

b. Ketersediaan benih/bibit bermutu (fisik, fisiologis dan genetik) dari sumber benih bersertifikat masih sangat terbatas, sehingga kebutuhan benih/bibit untuk kegiatan penanaman sebagian diperoleh dari sumber yang tidak jelas. c. Penanaman sering dilakukan pada lahan/tapak yang kurang sesuai sehingga

pertumbuhan dan produktifitas tanaman kurang optimal.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi kondisi dan sebaran sumber benih tanaman hutan serta jenis-jenis potensial di Jawa Barat.

2. Mengidentifikasi potensi lahan sebagai wilayah pengembangan benih untuk menunjang keberhasilan kegiatan penanaman.

3. Memprediksi kebutuhan benih untuk kegiatan penanaman sebagai arahan penunjukkan dan pembangunan sumber benih tanaman hutan di Jawa Barat. 4. Menyusun strategi pembangunan sumber benih untuk mendukung kegiatan

Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Membantu pengguna benih dalam pengadaan benih (seed procurement) untuk pembangunan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan di Jawa Barat.

2. Menyediakan informasi dasar untuk kegiatan pemuliaan pohon (tree improvement).

3. Mendukung program konservasi lingkungan dan plasma nutfah.

4. Membantu dan memudahkan para pengguna untuk aplikasi kegiatan penanaman di lapangan.

5. Sebagai arahan untuk perencanaan penunjukkan, pengukuhan/sertifikasi dan pembangunan sumber benih di wilayah Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Sumber Benih

Sumber benih merupakan suatu tegakan hutan, baik hutan alam ataupun hutan tanaman yang ditunjuk atau khusus dikelola guna memproduksi benih. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 085/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 tentang Perbenihan Tanaman Hutan, Sumber benih tanaman hutan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Zona Pengumpulan Benih adalah suatu wilayah atau kelompok wilayah di dalam hutan yang memiliki keadaan ekologis (ketinggian tempat, arah kemiringan dan iklim) yang seragam. Di dalam wilayah ini terdapat tegakan yang asli setempat dan merupakan suatu sumber benih geografis.

2. Tegakan Benih Teridentifikasi adalah tegakan alam atau tanaman dengan kualitas rata-rata dan digunakan untuk menghasilkan benih, dimana sebaran lokasinya dengan tepat dapat teridentifikasi.

3. Tegakan Benih Terseleksi adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan pohon fenotipe superior untuk sifat-sifat yang penting (pohon lurus, percabangan ringan dan lain-lain) dan digunakan untuk menghasilkan benih. 4. Areal Produksi Benih adalah suatu wilayah Tegakan Benih Terseleksi yang

kemudian ditingkatkan kualitasnya melalui penebangan pohon-pohon inferior.

5. Tegakan Benih Provenan adalah tegakan yang dibangun dari benih yang provenannya telah teruji dan diketahui superioritasnya.

6. Kebun benih adalah suatu tegkan yang dibangun secara khusus, untuk keperluan produksi benih. Dalam pelaksanaan pembangunannya di lapangan, kebun benih ini dapat dibagi lagi menjadi kebun benih semai

(Seedling Seed Orchard) dan Kebun benih klonal (Clonal Seed Orchard). Selain sistem klasifikasi di atas, terdapat juga sistem klasifikasi sumber benih yang digunakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), yaitu dengan membagi sumber benih ke dalam empat kategori yang meliputi : (1) sumber yang teridentifikasi (source-identified), (2) sumber yang terseleksi (source-selected), (3) kebun benih yang belum teruji

(untested seed orchard) dan (4) kebun benih/kultivar/tegakan yang sudah teruji (Bonner et al. 1994).

Identifikasi, Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2004) menjelaskan bahwa sumber benih dapat diperoleh melalui dua cara yaitu : (1) menjadikan tegakan (hutan alam atau tanaman) yang telah ada menjadi sumber benih, (2) membangun sumber benih baru dengan penanaman. Kelebihan dari cara yang pertama adalah benih dapat dihasilkan lebih awal sedangkan jika membangun sumber benih baru, maka harus menunggu selama 3-20 tahun (tergantung jenis) sebelum benih dipanen. Dengan membangun sumber benih, biasanya dapat dihasilkan benih bermutu genetik yang lebih tinggi dengan syarat materi genetik untuk pembangunannya dipilih secara teliti.

Keputusan untuk mengkonversi tegakan yang ada menjadi sumber benih atau membangun sumber benih baru perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Jika tegakan berkualitas tinggi tidak dimiliki, maka sumber benih yang baru harus dibangun.

b. Jika benih dari suatu jenis yang diperlukan cukup sedikit, maka mungkin terlalu mahal untuk membangun sumber benih baru dan disarankan untuk mengkonversi tegakan yang ada menjadi sumber benih.

c. Pada kondisi lain, tegakan benih teridentifikasi harus digunakan karena perlu menunggu sumber benih yang telah dibangun untuk mulai menghasilkan benih.

Identifikasi tegakan untuk sumber benih bertujuan untuk mendapatkan sumber benih agar dapat mencukupi kebutuhan benih, baik kuantitas ataupun kualitasnya. Kriteria yang harus diperhatikan pada saat identifikasi adalah aksesibilitas, jumlah pohon (ukuran sumber benih), kualitas tegakan, pembungaan dan pembuahan, keamanan, kesehatan, isolasi dan asal-usul benih.

Pembangunan sumber benih akan lebih banyak kemungkinan mendapatkan benih bermutu genetik lebih tinggi dibandingkan dengan penunjukan sumber

benih. Hal ini tergantung pada sejumlah pertimbangan yang harus diambil ketika membangun sumber benih. Pemilihan tapak untuk pembangunan sumber benih memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu persyaratan spesies, kepemilikan dan hak atas tanah, keamanan, pengelolaan dan isolasi.

Pengelolaan sumber benih dilakukan setelah penunjukkan/identifikasi dan setelah pembangunan sumber benih. Tujuan dari pengelolaan tersebut adalah : 1. Melindungi sumber benih dari ancaman penggembalaan, kebakaran dan

penyerobotan.

2. Meningkatkan atau mempertahankan pembungaan dan produksi benih. 3. Mempercepat produksi benih.

4. Meningkatkan mutu genetik tegakan dalam sumber benih. 5. Memudahkan pengumpulan benih.

Kondisi sumber benih yang ada saat ini, secara keseluruhan masih belum

Dokumen terkait