• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI SAYYID IBRAHIM BAABUD

B. Riwayat Pendidikan

Semenjak kecil Sayyid Ibrahim Baabud sudah mulai dikenalkan dengan Ilmu keislaman, termasuk ilmu Tasawuf (thoriqoh). Disamping mendapatkan ilmu agama dari orangtuanya dan juga para ulama Wonosobo, beliau juga belajar kepada guru sekaligus sahabatnya yaitu Habib Ahmad bin Abdullah Bin Thalib Alattas Pekalongan. Hal ini diketahui setiap beliau pergi ke daerah Pekalongan senantiasa dititipkan oleh KH. Hasbullah Bumen, Mojotengah dengan berjalan menaiki kuda sambil menuntun kambing atau sapi yang akan dihadiahkan kepada

44

Ibid, Hal 127.

45

42

guru sekaligus sahabatnya itu. Di Pekalongan Sayyid Ibrahim Baabud juga berguru kepada Habib Hasyim bin Yahya.46

Perjalanan Sayyid Ibrahim Baabud menuntut ilmu di Pekalongan kepada para ulama keturunan Arab di sana tidak lain karena pada abad ke-19 Pekalongan telah menjadi daerah kantong pemukiman orang-orang Arab di Jawa.

Menurut catatan van den Berg Orang-orang Arab yang pertama menetap di Pekalongan datang pada awal abad ini (abad ke-19, pen). Sebagian besar diantaranya adalah golongan Sayyid yang menikah dengan anak perempuan para pemimpin pribumi dan merupakan inti dari koloni besar yang ada sekarang.Mereka adalah keturunan Sayyid dan anggota keluarganya yang datang dari Hadramaut dan membentuk mayoritas penduduk Arab di Pekalongan.

Selain itu beliau juga memperdalam ilmunya dengan belajar fikih kepada Syekh Kholil Bangkalan yang merupakan ulama terkemuka pada awal abad ke-20. Selain itu beliau juga pernah memperdalam ilmu agamanya di pondok pesantren Tremas Pacitan meskipun tak diketahui kurun wakrunya. Di perkirakan di Pacitan ini pula Sayyid Ibrahim belajar tarekat syatoriyah karena ada diantara

46Beliau merupakan Kakek dari Rais Aam Jam'iyyah Ahlu ath-Tariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah yaitu Habib Luthfi bin Yahya. Tidak ada penjelasan yang jelas ketika Sayyid Ibrahim Baabud belajar dengan para ulama di Pekalongan, sehingga tidak diketahui kapan tepatnya dia pergi dan belajar di sana.

43

mursyid tarekat syatoriyah di Jawa yang tinggal di Pacitan.47 Tak jauh berbeda dengan ayahnya (Sayyid Ali bin Hasyim Baabud) yang juga menuntut ilmu di Makkah, Sayyid Ibrahim Baabud juga belajar di Makkah. Ia berguru antara lain kepada Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan serta Syekh Nawawi Al Bantani yang merupakan ulama terkemuka pada periode akhir abad ke-19. Dalam perjalanan menuntut ilmu di Mekkah beliau mempelajari ilmu Fikih dan sanad tarekat (Allawiyah dan Satoriyah)48 yang kemudian digunakan dalam pengembangan Islam di Wonosobo.Kecintaanya kepada ilmu dan Ulama Ahlussunah Wal

Jama‟ah beliau tunjukan melalui perjumpaannya dengan Sayid Zaini Dahlan di Makkah Al Mukarromah. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan sendiri adalah Maha

guru yang berfaham Ahlussunah wal Jama‟ah dari para ulama Islam, dan

khususnya Nusantara pada zamannya.49 Dari Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan ini, antara lain beliau mendapatkan sanad thariqoh Alawiyah.50

47

Mursyid tarekat Syatoriyah yang tinggal di Pacitan adalah Kyai Ageng Aliman dan Kyai Ageng Ahmadiya. Kyai Ageng Aliman adalah mursyid ke-32 sedangkan Kyai Ageng Ahmadiya adalah mursyid ke 33 di sanad toriqoh Syatoriyah. (Ahmad Muzan, 2011, hal 152)

48

Tariaqah allawiyah dan thariqah shatoriyah dibawa oleh keluarga Baabud dan bin Yahya yang kemudian diajarkan kepada masyarakat Wonosobo dan merupakan bentuk hukum Islam yang sesuai dengan ajaran Nabi.

49Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan adalah seorang mufti yang bermadzhab Syafi'i di Makkah. Beliau merupakan sosok yang sangat berpengaruh bagi masyarakat Jawa (Muslim Asia Tenggara) di sana. Peran pentingnya bagi masyarakat Jawa tercermin dalam fatwa Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dalam bukunya yang berjudul Muhimmatun Nafa'is - sebuah buku koleksi fatwa yang berasal dari pertanyaan masyarakat Jawa kepada ulama Mekkah - bahkan mayoritas fatwa di buku itu berasal darinya. (Kaptein diLaffan, Michael (2007), Bangsa Islam dan Indonesia Kolonial. Umma di bawah angin, Hal. 63)

44 C. Geneologi Keilmuan

Dalam menjalankan dakwah islamiyah, Sayyid Ibrahim senantiasa mengikuti apa yang dilakukan oleh orangtuanya, seperti halnya mengajak orang yang ditemuinya untuk beriman kepada Allah. Ajakan beliau banyak menarik simpati masyarakat yang sepenuhnya belum mengenal Islam. Hal itu disebabkan oleh cara dan metode yang beliau gunakan selalu beradaptasi dengan masyarakat setiap harinya. Islam tidak dikesankan sebagai sesuatu yang baru dan menyalakan segala bentuk peribadatan masyarakat yang tidak sesuai degan syara‟. Di tangan beliau dan pengikutnya Islam disampaikan degan cara damai dan ramah bila menyangkut masalah yang Juz‟iyah.faktor inilah yang berhasil megislamkan tanah yang dulunya masih kental dengan Hindhu Budha maupun Animis dan Dinamis. Di samping faktor tersebut, beliau merupakan pengikut tarekat alawiyah dan Shatoriyah yang berhasil mendakwahkan Islam secara damai.51

Dalam menyebarkan ajaran tarekat Allawiyah dan Shatoriyah, Sayyid Ibrahim Baabud berguru kepada Sayyid Zaini Dahlan serta memperoleh sanad tarekat allawiyah dan shatoriyyah. Berikut merupakan para pemimpin yang menurunkan ajaran tarekat Allawiyah dan Sathoriyah ke Wonosobo hingga sampai kepada Sayyid Ibrahim Baabud, antara lain: Habib Abdirrohman, Habib Husen bin Soleh Al Bahar, Habib Husain Al-Hadad, Habib Husain Al Hadad, Sayyid Ngabdillah bin Al-Habib Ngumar bin Abdirrahman AlNgatosanil, Habib Husain ibn Abi Bakr ibn Salim, Habib Habib Ngumar Bisyaibani, Habib Abdurrahman bin Ali Assiqof bin Ngafiah Al Muqodim, AlHabib Muhammad bin

51

Diaspora Islam Damai Tarekat dan Perannya dalam penyebaran Islam serta berdirinya Masjid Al-Mansyur, Hal 132.

45

Ali, Muhammad Ngalawi, Abdulloh, Ahmad bin Ngalasi, Aini, Imam Jafar Sodiq, Imam Baqir, Imam Zaini al Ngabidin, Imam Sayyidina Hussain, Sayyidatina Fatimatuzzahro, al Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yang puncaknya berasal dari Muhammad SAW. Ajarannya berupa wirid dan pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab dan ditafsirkan dengan bahasa Jawa. Tulisannya tidak sepenuhnya murni menggunakan aksara Arab, tapi juga ditulis menggunakan pegon Arab (tulisan Arab, bahasa Jawa).52

D. Pemikiran Sayyid Ibrahim Baabud Dalam Bidang Politik Dan

Dokumen terkait